Wajah si sulung cemberut. Alif matanya bertautan dengan melotot tajam. Sementara mulutnya tak berhenti menggerutu. Sulung berjalan mondar-mandir di kamarnya. Sesekali kakinya dihentakkan ke lantai. Terkadang tangannya menyambar barang apa pun yang berada di dekatnya. Kemudian melemparkannya tak tentu arah.
Tiba-tiba mata Sulung menatap ke arah pintu. Napanya mendengus kesal, seakan pandangannya ingin menembus pintu. Tangannya meraih gerendel pintu. Tangannya meraih gerendel pintu lalu membukanya. Matanya menatap nanar. Sepi. Tidak ada pengawal maupun dayang di luar kamarnya seperti biasa. Pintu ditutupnya dengan kasar.
Wajahnya masih cemberut. Mulutnya terus menggerutu tidak jelas. Kembali Sulung membuka pintu dan keluar dari kamar. Tujuannya kamar Si Bungsu. Sulung ingin tahu apa yang dilakukan Bungsu.
Dia membuka kamar Bungsu. Dilihatnya Bungsu terlihat sibuk di antara tumpukan buku. Sulung mendekati Bungsu.
"Sedang apa kamu?" tegur Sulung.
"Membaca," jawab Bungsu menoleh.
Sulung memperhatikan Bungsu dengan seksama. Kemudian, "Kamu percaya dengan sayembara untuk menemukan Danau Toba?" tanya Sulung.
Bungsu mengangguk dan tersenyum.
"Huh, itu pasti akal-akalan Bunda membuat sayembara aneh begini. Mana ada Danau Toba di Kerajaan Madura ini? Aku tidak percaya tempat itu ada. Lagi pula, ada tujuan Bunda mengadakan seyembara hanya untuk kita berdua? Kenapa tidak diadakan sayembara buat semua warga Kerajaan Madura saja," dengus Sulung.
Bungsu terdiam dan menggidikkan bahunya. Kemudian kembali sibuk membaca buku yang ada di depannya. Melihat itu, Sulung mendengus dan berlalu dari hadapan Bungsu. Kali ini Sulung benar-benar kesal. Terlebih ini hari terakhir dari seyembara itu. Sulung belum menemukan jawabannya. Bagaimana caranya agar dia bisa segera menemukan jawaban atas sayembara yang diadakan oleh bunda.
Menurutnya sayembara itu aneh. Bunda bermimpi berada di sebuah danau yang bernama Danau Toba. Pagi harinya Bunda tiba-tiba mengadakan sayembara untuk menemukan Danau Toba. Hanya saja dalam sayembara kali ini ada peraturan yang tidak boleh dilanggar. Yaitu, peserta dilarang berbicara dengan siapa pun. Tidak boleh meminta bantuan siapa pun. Huh, ini yang membuat Sulung kesal dan marah dengan peraturan itu.
Pagi ini suasana balairung melihat ramai. Banyak pengawal dan para dayung yang hadir. Ya, hari ini penentuan siapa pemenang dari sayembara itu. Terlihat Bunda duduk berdampingan dengan Ayahanda. Ada Paman Penasihat juga yang berdiri di samping Ayahanda.
"Nah, anak-anakku, sudahkah kalian menemukan jawabannya? Di manakah letak Danau Toba?" tanya Bunda membuka percakapan.
Semua hening. Tidak ada satu pun yang bersuara. Hingga akhirnya Bungsu angkat bicara.
"Maaf, Ibunda. Dari buku yang saya baca, Danau Toba terletak di pulau Sumatera Utara," jawab Bungsu.
"Sulung, benarkah jawaban Si Bungsu?" tanya Bunda dan Sulung.
Namun Sulung hanya terdiam dengan kepala menunduk. Sementara hatinya sangat kesal.
"Baiklah, pertanyaan berikutnya, mengapa di beri nama Danau Toba dan pulau apa yang berada di tengahnya?" lanjut Bunda lagi melemparkan pertanyaan pada kedua putrinya.
"Diberi nama Danau Toba karena berasal dari legenda jelmaan putri ikan. Tetapi sebenarnya terjadi karena letusan gunung merapi. Pulau yang berada di tengahnya, bernama Pulau Samosir," jawab Bungsu.
"Dari mana kamu tahu semua itu, Bungsu?" Kali ini Ayahanda yang berkata.
"Dari buku yang saya baca di perpustakaan kerajaan, Ayah."
"Bagaimana denganmu, Sulung? Apa yang kamu baca?"
Sulung terdiam dan semakin menundukkan kepalanya. Para hadirin yang ada di ruang balairung juga membisu. Setelah lama tidak ada yang berbicara, maka Ayahanda mulai berbicara lagi.
"Sekarang kita tahu, siapa pemenang ini. Pemenangnya adalah Si Bungsu," kata Ayahanda kemudian.
"Bisakah sayembara ini di ulang lagi, Ayahanda," protes Sulung tiba-tiba, membuat semua melihat ke arahnya.
"Kenapa? Kamu tidak suka Bungsu jadi pemenangnya?"
"Sa-saya tidak tahu jika boleh mencari dan membaca buku di perpusakaan," bela Sulung.
Ayahanda melirik Ibunda dan tersenyum samar.
"Sulung, sayembara ini melarang peserta bicara dan minta bantuan siapa pun. Tapi tidak pernah melarang kalian pergi ke perpustakaan dan membaca. Semuanya demi mengajarkan kalian bersikap mandiri dan tidak tergantung orang lain."
Si Sulung menunduk. Selama ini Sulung selalu menyuruh para dayang untuk memenuhi semua keinginannya. Ah, kenapa dia tidak berpikir untuk membaca buku di perpustakaan. Tapi malah kesal dan marah karena dianggapnya sayembara itu bohong belaka. Bahkan Sulung lebih senang menghabiskan waktunya dengan bermain. Dada Si Sulung terasa panas. Air mata mulai membasahi pipinya.
Karya: Sugeng Riyadir
No comments:
Post a Comment