“Monic, kau diadopsi!” teriak Rara dari ambang pintu.
Kata-kata itu seperti menyihirku. “Jangan diam! Cepat temui orangtua barumu!” kata Rara riang. Aku mengangguk.
Aku berlari menemui orangtua baruku di ruang tamu. “Itu dia!” kata Bunda Ana ibuku di panti, pada orangtua baruku. Ibu dan ayah baruku berlari dan memelukku hangat. Kehangatan ini… sudah lama aku tak merasakannya.
“Ayo pulang!” ajak ayah baruku ramah. Aku mengangguk mantap dan segera membereskan barang-barangku. Bunda Ana dan ibu baruku juga membantuku. Aku berpamitan pada teman-teman di panti asuhan.
“Monic, ternyata kau sependiam ini. Tapi, tak apa. Kita tetap akan jadi keluarga yang harmonis! Jangan pernah sungkan meminta apapun dari kami!” kata ibu dalam mobil.
“Besok kamu masuk sekolah, itu pun kalau kamu mau. Kami mendaftarkanmu ke SMP Gionoka yang terkenal itu. Agak jauh dari rumah, memang. Tapi itu salah satu sekolah terbaik disini. Kau mau kan sekolah disana?” tanya ayah. Aku mulai berpikir, SMP Gionoka? Aku bahkan tak pernah berpikir menginjakkan selangkah kaki disana. Dari dulu SMP itu sangat bagus, namun biayanya tetap sepadan. Senangnya aku bisa masuk SMP begitu! Aku pun mengangguk. “Baguslah, ayah kira kau akan menolaknya.”
“Kita sampai,” kata ayah sambil mengerem mobil. Kami berhenti di sebuah rumah modern tapi menawan. Ayah membuka pintu mobil untukku, “Selamat datang di rumah!”
Aku dipersilahkan masuk dan segera menata barang-barang di rumah ini.
Beberapa bulan berlalu. Aku lalui hari-hariku seperti biasa, kadang pula ada perasaan ingin kembali ke panti.
“Monic, bisa kamu lepaskan boneka itu? Kamu sudah SMP tapi kamu selalu membawa boneka kemana saja bahkan ke sekolah,” untuk berpuluh-puluh kalinya aku mendengar ocehan ibuku.
“Aku akan kesepian kalau jauh darinya.”
Plak, beberapa surat mendarat di meja belajarku, “Sekolah mengirimimu surat yang sama,” kata ayah.
“Monic, pikirkan lagi! Sekolah lebih penting dari sekedar boneka!”
“Aku sudah bilang, dia bukan sekedar boneka! Dia temanku!”
“Lebih baik kamu tidur!” kata ibu lalu mencium pipiku dan ke luar bersama ayah.
Aku mengangkat Milly, boneka beruang pinkku. “Milly! Kau mau lakukan sesuatu untukku? Kesenanganku disini sudah habis. Huft! Aku kangen taman-teman di panti! Kau juga kan? Ah sudahlah aku mau tidur. Malam Milly!” Aku pun segera berbaring dan tertidur.
“Monic ayo bangun!” panggil ibu. “Monic cepat bangun!” “Monic!”
“Iya!” jawabku. Kenapa hari ini ibu berisik lagi? Pasti karena kerjaan! Pasti tak ada yang mengantarku sekolah dan itu artinya aku harus naik taksi lagi. Batinku.
Aku ke luar dari kamarku dan aku lihat kedua orangtuaku sudah siap berangkat.
“Maaf ya hari Minggu, tapi ibu membangunkanmu sepagi ini!” kata ibu. Aku hanya mengangguk dengan mata yang sipit. Oiya sekarang Minggu! Aku lupa ya! Pikirku.
“Monic, setelah ini kamu kesini!” kata ibu memberiku secarik kertas. Apartemen? Apartemen siapa? Pikirku.
“Itu apartemenmu untuk sementara waktu!” kata ayah dan memberikan sebuah kunci.
“Kemarin hari terakhirmu di SMP Gionoka! Mulai besok kamu homeschooling di apartemen!” kata ibu dan tersenyum, “Itu yang kamu mau kan? Lagipula kami ada urusan ke luar kota jadi tak bisa mencarikanmu sekolah baru. Maaf ya. Kami berangkat dulu!” ayah dan ibu meninggalkanku.
Yah… sekarang hari Minggu! Aku malas ke luar rumah! Kenapa juga harus homeschooling di apartemen kalau bisa di rumah? Tapi biarlah jika begini jadinya!
Aku pun segera bersiap-siap dan menuju tempat yang tertulis di kertas.
Cklek! Aku membuka pintu apartemen.
“Akhirnya sampai juga!” Aku menjatuhkan diri ke kasur. Perjalanannya lama sekali.
“Milly terima kasih kau melakukannya lagi untukku! Orangtuaku kali ini terlalu mengatur-ngatur. Aku ingin orangtua yang lebih baik dan kehidupan yang lebih tenang!”
“Huuuft… aku juga lelah disana. SMP Gionoka tampak luar lebih baik dari dalamnya. Mereka ternyata hanya memuja nama. Orang luar pasti tak akan tau sisi dalam sekolah itu!”
“Karena aku sudah bekerja keras mengatur semuanya dan membuatmu senang, sekarang giliran kau yang membuatku senang! Ayo kembali ke panti! Monic!” kata Milly.
“Haaah!!!! Lalu buat apa kita jauh-jauh kesini?!” aku kesal dan melempar Milly ke lantai.
“Aduuuu!! Monic mau aku lempar juga?”
“Jangan!!!” teriakku. “Nanti malah kau lempar ke luar jendela lantai 7 ini”
“Hehehe… kau tau ya!”
Semua orang tak akan percaya dan tak akan mau percaya bahwa Milly bukan sekedar boneka. Dia adalah temanku. Temanku sejak lahir. Dia adalah sebuah roh penjaga yang dimasukkan ke dalam tubuh boneka oleh orangtua kandungku untuk menjagaku dan membuatku senang. Dia bisa mengubah keadaan dengan caranya yang misterius.
Karya: Agustina Dwi Ilmi
Kata-kata itu seperti menyihirku. “Jangan diam! Cepat temui orangtua barumu!” kata Rara riang. Aku mengangguk.
Aku berlari menemui orangtua baruku di ruang tamu. “Itu dia!” kata Bunda Ana ibuku di panti, pada orangtua baruku. Ibu dan ayah baruku berlari dan memelukku hangat. Kehangatan ini… sudah lama aku tak merasakannya.
“Ayo pulang!” ajak ayah baruku ramah. Aku mengangguk mantap dan segera membereskan barang-barangku. Bunda Ana dan ibu baruku juga membantuku. Aku berpamitan pada teman-teman di panti asuhan.
“Monic, ternyata kau sependiam ini. Tapi, tak apa. Kita tetap akan jadi keluarga yang harmonis! Jangan pernah sungkan meminta apapun dari kami!” kata ibu dalam mobil.
“Besok kamu masuk sekolah, itu pun kalau kamu mau. Kami mendaftarkanmu ke SMP Gionoka yang terkenal itu. Agak jauh dari rumah, memang. Tapi itu salah satu sekolah terbaik disini. Kau mau kan sekolah disana?” tanya ayah. Aku mulai berpikir, SMP Gionoka? Aku bahkan tak pernah berpikir menginjakkan selangkah kaki disana. Dari dulu SMP itu sangat bagus, namun biayanya tetap sepadan. Senangnya aku bisa masuk SMP begitu! Aku pun mengangguk. “Baguslah, ayah kira kau akan menolaknya.”
“Kita sampai,” kata ayah sambil mengerem mobil. Kami berhenti di sebuah rumah modern tapi menawan. Ayah membuka pintu mobil untukku, “Selamat datang di rumah!”
Aku dipersilahkan masuk dan segera menata barang-barang di rumah ini.
Beberapa bulan berlalu. Aku lalui hari-hariku seperti biasa, kadang pula ada perasaan ingin kembali ke panti.
“Monic, bisa kamu lepaskan boneka itu? Kamu sudah SMP tapi kamu selalu membawa boneka kemana saja bahkan ke sekolah,” untuk berpuluh-puluh kalinya aku mendengar ocehan ibuku.
“Aku akan kesepian kalau jauh darinya.”
Plak, beberapa surat mendarat di meja belajarku, “Sekolah mengirimimu surat yang sama,” kata ayah.
“Monic, pikirkan lagi! Sekolah lebih penting dari sekedar boneka!”
“Aku sudah bilang, dia bukan sekedar boneka! Dia temanku!”
“Lebih baik kamu tidur!” kata ibu lalu mencium pipiku dan ke luar bersama ayah.
Aku mengangkat Milly, boneka beruang pinkku. “Milly! Kau mau lakukan sesuatu untukku? Kesenanganku disini sudah habis. Huft! Aku kangen taman-teman di panti! Kau juga kan? Ah sudahlah aku mau tidur. Malam Milly!” Aku pun segera berbaring dan tertidur.
“Monic ayo bangun!” panggil ibu. “Monic cepat bangun!” “Monic!”
“Iya!” jawabku. Kenapa hari ini ibu berisik lagi? Pasti karena kerjaan! Pasti tak ada yang mengantarku sekolah dan itu artinya aku harus naik taksi lagi. Batinku.
Aku ke luar dari kamarku dan aku lihat kedua orangtuaku sudah siap berangkat.
“Maaf ya hari Minggu, tapi ibu membangunkanmu sepagi ini!” kata ibu. Aku hanya mengangguk dengan mata yang sipit. Oiya sekarang Minggu! Aku lupa ya! Pikirku.
“Monic, setelah ini kamu kesini!” kata ibu memberiku secarik kertas. Apartemen? Apartemen siapa? Pikirku.
“Itu apartemenmu untuk sementara waktu!” kata ayah dan memberikan sebuah kunci.
“Kemarin hari terakhirmu di SMP Gionoka! Mulai besok kamu homeschooling di apartemen!” kata ibu dan tersenyum, “Itu yang kamu mau kan? Lagipula kami ada urusan ke luar kota jadi tak bisa mencarikanmu sekolah baru. Maaf ya. Kami berangkat dulu!” ayah dan ibu meninggalkanku.
Yah… sekarang hari Minggu! Aku malas ke luar rumah! Kenapa juga harus homeschooling di apartemen kalau bisa di rumah? Tapi biarlah jika begini jadinya!
Aku pun segera bersiap-siap dan menuju tempat yang tertulis di kertas.
Cklek! Aku membuka pintu apartemen.
“Akhirnya sampai juga!” Aku menjatuhkan diri ke kasur. Perjalanannya lama sekali.
“Milly terima kasih kau melakukannya lagi untukku! Orangtuaku kali ini terlalu mengatur-ngatur. Aku ingin orangtua yang lebih baik dan kehidupan yang lebih tenang!”
“Huuuft… aku juga lelah disana. SMP Gionoka tampak luar lebih baik dari dalamnya. Mereka ternyata hanya memuja nama. Orang luar pasti tak akan tau sisi dalam sekolah itu!”
“Karena aku sudah bekerja keras mengatur semuanya dan membuatmu senang, sekarang giliran kau yang membuatku senang! Ayo kembali ke panti! Monic!” kata Milly.
“Haaah!!!! Lalu buat apa kita jauh-jauh kesini?!” aku kesal dan melempar Milly ke lantai.
“Aduuuu!! Monic mau aku lempar juga?”
“Jangan!!!” teriakku. “Nanti malah kau lempar ke luar jendela lantai 7 ini”
“Hehehe… kau tau ya!”
Semua orang tak akan percaya dan tak akan mau percaya bahwa Milly bukan sekedar boneka. Dia adalah temanku. Temanku sejak lahir. Dia adalah sebuah roh penjaga yang dimasukkan ke dalam tubuh boneka oleh orangtua kandungku untuk menjagaku dan membuatku senang. Dia bisa mengubah keadaan dengan caranya yang misterius.
Karya: Agustina Dwi Ilmi
No comments:
Post a Comment