Di jalan suaka indah terdapat beberapa rumah yang sudah tak berpenghuni. Alhasil tempat ini dimanfatkan satu kelurahan warga asing alias Hantu! Salah satu rumah mewah nan megah,ada satu keluarga yang tinggal di sana. Malam hari perumahan bagi manusia perumahan ini begitu mengerikan terlebih saat mereka mendengar suara-suara aneh ketika melintas di rumah yang tak berpenghuni itu.
"Huahaha....hahaha....hey sil, gue uda berhasil nakuti-nakuti manusia. Mukanya itu loh, Sil. Astaga...sumpah.Lo tahu kan Mr. Bean? Nah...lebih susah dari Mr. Bean mukanya. Haha...kocak banget kan?" ucap gadis berambut panjang mengkilap itu.
Namanya Mila dia jadi hantu karena kecelakan yang menimpanya kemarin. Sadar sepupunya tidak menanggapi ceritanya, Mila kembali mengejutkan lamunan Silvi, gadis berambut pendek ikal.
"Silviiii," lengkingan suara Mila membuat Silvi tersontak tak karuan.
"Kan gue uda bilang, Mil. Lo itu nggak ada gunanya ngeganggu manusia. Ini dunia bukan milik lo. Mereka berhak juga hidup di dunia!" omel Silvi.
Satu-satunya hantu yang tidak pernah menganggu manusia hanya Silvi. Gadis itu begitu kasihan bila melihat manusia menunjukkan ekspresi ketakutannya.
"Sampai kapan sih lo kayak gini, Sil.Lo itu harus jadi hantu sejati dong. Tunjukin tu kemampuan lo....," Mila menepuk-tepuk pundak Silvi.
"Ogah!!" Silvi terbang meninggalkan Mila yang sedang duduk di atas pohon mangga.
"Silvi....," teriak Mila mengikuti ke arah mana sepupunya akan pergi.
Silvi diam tak bergerak sedikit pun saat ia melihat pemuda sedang antangnya duduk di luar rumah ditemani dengan gitarnya.
"Kok berhenti?" kata Mila sembari menoleh ke Silvi.
Silvi menatap haru laki-laki itu. Bibirnya tersungging menyaksikan pemuda berwajah polos itu memainkan gitarnya.
"Bayu?" itu kata yang terlontar di bibir Mila.
Silvi langsung menoleh ke Mila.
"Lo kenal Mil?"
"Hah?! Apa?! Nggak...bukan..gue itu...ituloh...gue ngasal jeplak aja. Huahaha," ucap Mila terbatah-batah.
"Gue kerjai ah."
"Eii...jaa.." belum selesai bicara, Mila sudah pergi untuk menganggu pemuda itu.
Tampak Mila lihai membuat sesuatu ke pemuda itu. Jadi deh dia kocar-kacir minta tolong.
"Huuu...huaa....huaaa...gila. Tadi gue denger suara nyanyian cewek tapi nggak ada orangnya, terus tadi gue liat kayu terbang terbang, kita harus pindah dari sini!" ucap pemuda itu pada 2 sahabatnya.
"Lo yang gila, bay! Mana mungkin ada kayu terbang terbang. Deman lo ya?" ucap pemuda bertubuh cungkring.
"Ahh uda-uda, lo kalau takut bay. Nggak usah di luar-luar. Gue tahu kok sebenarnya lo masih takutkan karena ngebayangi Mila?" ucap pemuda berwajah tampan.
"Arrgghh...tahu...ahh!" pemuda itu menyerah.
Dia memilih diam dari pada di keroyok 2 sahabatnya.
"Gile bener...untung aja dia nggak pingsan, mil," ucap Silvi merasa khawatir.
"Haha....Mila di lawan!" Mila mendangakkan kepalanya.
"Maafin aku, Bayu," desis Mila dalam hati.
"Udah ah pulang yuk, entar lagi terbit fajar ni."
"Apaan terbit fajar. Lama lagi kaleee."
"Ya udah, gue mau pulang aja. Mau bobok coanteks!" Silvi lagi-lagi meninggalkan Mila.
Di kamarnya, dia terbayang dengan pemuda itu.
"Gue mau kesana aja deh! Tanpa Mila! Nanti tu anak bisa ngerusuhi lagi!" dersis Silvi dalam hati.
Gadis itu langsung diam-diam ke luar rumah untuk kembali pemuda itu. Bukan untuk menakut-takuti tapi mendengarkan lagu yang dia nyanyikan. Siapa tahu pemuda itu masih memainkan gitarnya, asyiikk...bisa nonton konser gratis dong!.
Benar ternyata, pemuda itu masih memainkan gitar di kamarnya. Silvi numpang duduk di atas meja belajar pemuda itu.
"Nana.....nana....nana," tanpa disadari Silvi ikut bernyanyi bersamanya.
Spontan pemuda itu diam memastikan suara itu bukan suara gitarnya.
"Mampos! Pasti dia ketakutan......aaduh mulut! Mulut! Kenapa keceplosan sih!" desis Silvi dalam hati sembari menampar-tampar bibirnya.
Setelah berapa detik terdiam. Pemuda itu kembali bernyanyi dan memainkan gitarnya. Ttiiiinnnng! tanpa sengaja Silvi menjatuhkan benda kaca milik pemuda itu. Silvi dan pemuda itu sama-sama terdiam. Mereka saling menatap benda yang jatuh itu.
"Lari nggak...lari...nggak....lari nggakk..," dersis Silvi panik menanggapi hal ini.
"Gue harus berubah wujud!" Silvi mulai mengeluarkan kelebihannya dengan memperlihatkan dirinya pada manusia.
Tapi hanya satu orang yang dikehendakinya. Cling! tiba-tiba Silvi mulai terlihat di hadapan pemuda itu. Mereka saling menatap. Bingung dengan reaksi mereka. Bukannya takut, tapi justru mati kutu! Bengong! Cengang! Mau nangis mau jerit pun tidak bisa dilakukan keduanya. Sampai akhirnya....."Aaaaaaaa" keduanya sama-sama menjerit. Lalu diam sejenak. Lalu "Aaaaaa" menjerit lagi. Diam lagi, dan "Bay kenapa lo Bay?" dua sahabat pemuda itu mendobrak habis pintu kamar pemuda itu. "Lo mimpi ya?" ucap pemuda itu menunjuk arah Silvi. Silvi tercengir. Ada rasa takut dalam dirinya.
"Bay lo sakit Bay, Demam lo Bay....rald, telepon nyokapnya," ucap pemuda berwajah tampan.
"Apaan sih! gue nunjuk perempuan ini! Dia ngapain nyelonong masuk kamar gue."
Kedua sahabatnya menoleh arah telunjuk pemuda itu.
"Lo sakit Bay. Gak ada siapa-siapa. Cuma elo sendirian disini."
"Dimas...Gerald....gue itu nggak sakit. gue nggak halusinasi, beneran ni perempuan lagi tercengir duduk di meja belajar gue!"
Kedua sahabatnya yang bernama Dimas dan Gerald itu saling menatap.
"Kalau lo nggak percaya. Nii...ni....ni.....nggak ada kan," ucap Dimas sembari meraba meja belajar pemuda itu.
Spontan pemuda itu tergeletak pingsan di atas tempat tidurnya.
"Bayuu....," ucap serentak Gerald dan Dimas.
"Astaga...dia pingsan...," dersis Silvi dalam hati.
Silvi menarik napas panjang. Terpaksa Silvi harus meninggalkan rumah itu. Padahal dia masih ingin mendengarkan suara gitar, itu memang hobinya sejak dulu. Silvi berjalan tanpa menginjak tanah. Wajahnya yang ceria terlihat lesu malam ini.
"Woy....bengong aja lo!" ucap Mila mengejutkan lamunan Silvi.
"Kayaknya gue suka deh liat laki-laki yang main gitar itu, Mil."
"Hah?!"
"Hahh.....engh...bukan....bukan...maksud gue. Gue suka sama cowok yang suka main gitar. Bukan dia.....," Silvi tercengir.
Mila menanggapinya dengan santai.
"Ciee.....ciee..bilang aja lo suka!" Mila menyenggolkan sikulnya ke siku Silvi.
Silvi tersenyum-senyum sendiri.
"Lo nggak lagi sakit kan, Sil? Dia itu manusia loh, sama artinya lo suka sama musuh lo sendiri...," kata Mila membuat perasaan Silvi tak menentu.
Apa salahnya jika jatuh cinta dengan manusia? Toh dia juga sama-sama ciptaan Tuhan! "Uda deh...lo nggak usah mimpi terlalu tinggi. Kalau nggak kesampaian bahkalan sakit tau, Sil."
"Gue nggak mimpi kok. Gue bukan jatuh cinta sama dia. Gue cuma kagum, Mil," Silvi mulai berontak.
"Iya...iya kagum. Gue ngerti...boleh-boleh aja. Tapi jangan sampai perasaan lo ini sampai kedengeran opa, oma ataupun bokap nyokap lo. Kalau mereka tahu....hm...hm...habis lo!" Mila melagakkan wajah seramnya.
Masih saja gadis berambut panjang itu tidak terlihat seram, melainkan menggemaskan dan lucu! Kayak kamu....iya kamu. Malam hari ini untuk kehidupan manusia normal adalah siang hari. Beda dengan kehidupan dunia lain. Silvi membututi setiap langkah pemuda yang diduga bernama Bayu itu. "Ha kalung?! Astaga itu kalung gue....kenapa ada sama dia...." ucap Silvi setelah melihat kalung dengan mainan gitar antik nempel di leher Bayu.
"Kalungnya pasti ketinggalan tadi siang (malam bagi manusia)," dersis Silvi dalam hati.
Terus saja ia mengikuti Bayu sampai Bayu berada sendirian di tempatnya. Di gudang sekolah, ternyata Bayu sedang sendirian disana. Silvi mengambil kesempatan untuk menampakkan wujudnya. Keduanya sama-sama diam setelah mereka beradu pandang. "Kok gue deg-degan," ucap mereka bersamaan di dalam hati.
"Looo...," ucap mereka bersamaan.
"Lo?!" lagi-lagi mereka serentak berbicara.
Silvi menarik nafas panjang. "Lo kok bisa ada disini sih? Sebenarnya lo itu siapa?!" bentak Bayu.
Bentakkan itu membuat reaksi Silvi menjadi kiut. Bahkan wajahnya mulai terlihat sendu.
"Itu kalung gue...," ucap Silvi pelan.
Bayu melihat arah tunjukkan tanggannya.
"Ini...," ucap Bayu.
Silvi mengangguk.
"Nggak! Gue dapet kok di meja belajar gue. Ya ini punya gue!"
"Ehh lo. Lo nggak sadar ya, semalam gue juga ada di kamar lo. Itu artinya kalung itu milik gue! Enak-enak aja bibir lo cakap itu punya lo! Huu..." gontok Silvi.
Bayu terdiam saat pantulan sinar matahari menembus kaca jendela gudang, sponitas kulit Silvi serasa terbakar dan mengeluarkan bau hangus.
"Lo ini sebenarnya apa sih? Alien kah? Vampir kah? Kuntilanak kah? Dracula kah? Kok lo bisa hangus gitu kebakar?"
"Kembalikan cepat kalung itu. Gue bisa mati kalau kena cahaya! please...," suara Silvi mulai terdengar serak.
Bayu mendengar suara gadis itu langsung luluh. Bayu langsung melepaskan kalungnya dan memberikannya pada Silvi. Setelah menerima kalung itu, Silvi langsung pergi dari sana.
"Lo bukan manusia ya? Lo hantu kan?" ucap Bayu sebelum Silvi pergi jauh meninggalkan gedung.
"Maaf kalau tadi siang....um...maksudnya kalau tadi malam gue udah ngganggu lo!"
"Pergi.....pergi....pergi sana. Jangan pernah gangu hidup gue. Dunia kita itu beda! Hust....hust....," Bayu mengusir kasar Silvi.
Padahal bukan maksudnya Silvi menganggu kenyamanan Bayu. Hanya saja ia tidak sengaja. Ingat tidak sengaja! Dengan perasaan sedih, Silvi pergi meninggalkan tempat itu Walaupun sebenarnya ia tetap ingin menatap wajah polos pemuda itu.
Sesampainya di permukiman para hantu, Ketika semua hantu terlelap tidur. Terlihat hanya satu gadis hantu yang masih melotot menangis mengingat kejadian tadi. Begitu bencinya manusia terhadap makluk lain. Begitupun dengan kehidupan para hantu yang memberi kehidupan manusia!
"....pergii...pergii...sana....jangan pernah gangu hidup gue. Dunia kita itu beda! Hust....hust...," Silvi mengingat perkataan Bayu.
Akhirnya mata bulat gadis itu terus mengalirkan air mata. Dia tidak akan bisa berkata-kata lagi sekarang. Pemuda itu sudah mengusirnya, itu artinya dia tetap bermimpi akan berteman dengan sosok manusia. Padahal itu keinginannya dari dulu setelah ia menjadi hantu. Beda dengan sanak saudaranya yang sangat membeci manusia dan selalu menakuti-takuti manusia. Huff....Silvi tertidur untuk melupakan semua yang sudah terjadi padanya!
Karya: Sanniu Cha Putri
"Huahaha....hahaha....hey sil, gue uda berhasil nakuti-nakuti manusia. Mukanya itu loh, Sil. Astaga...sumpah.Lo tahu kan Mr. Bean? Nah...lebih susah dari Mr. Bean mukanya. Haha...kocak banget kan?" ucap gadis berambut panjang mengkilap itu.
Namanya Mila dia jadi hantu karena kecelakan yang menimpanya kemarin. Sadar sepupunya tidak menanggapi ceritanya, Mila kembali mengejutkan lamunan Silvi, gadis berambut pendek ikal.
"Silviiii," lengkingan suara Mila membuat Silvi tersontak tak karuan.
"Kan gue uda bilang, Mil. Lo itu nggak ada gunanya ngeganggu manusia. Ini dunia bukan milik lo. Mereka berhak juga hidup di dunia!" omel Silvi.
Satu-satunya hantu yang tidak pernah menganggu manusia hanya Silvi. Gadis itu begitu kasihan bila melihat manusia menunjukkan ekspresi ketakutannya.
"Sampai kapan sih lo kayak gini, Sil.Lo itu harus jadi hantu sejati dong. Tunjukin tu kemampuan lo....," Mila menepuk-tepuk pundak Silvi.
"Ogah!!" Silvi terbang meninggalkan Mila yang sedang duduk di atas pohon mangga.
"Silvi....," teriak Mila mengikuti ke arah mana sepupunya akan pergi.
Silvi diam tak bergerak sedikit pun saat ia melihat pemuda sedang antangnya duduk di luar rumah ditemani dengan gitarnya.
"Kok berhenti?" kata Mila sembari menoleh ke Silvi.
Silvi menatap haru laki-laki itu. Bibirnya tersungging menyaksikan pemuda berwajah polos itu memainkan gitarnya.
"Bayu?" itu kata yang terlontar di bibir Mila.
Silvi langsung menoleh ke Mila.
"Lo kenal Mil?"
"Hah?! Apa?! Nggak...bukan..gue itu...ituloh...gue ngasal jeplak aja. Huahaha," ucap Mila terbatah-batah.
"Gue kerjai ah."
"Eii...jaa.." belum selesai bicara, Mila sudah pergi untuk menganggu pemuda itu.
Tampak Mila lihai membuat sesuatu ke pemuda itu. Jadi deh dia kocar-kacir minta tolong.
"Huuu...huaa....huaaa...gila. Tadi gue denger suara nyanyian cewek tapi nggak ada orangnya, terus tadi gue liat kayu terbang terbang, kita harus pindah dari sini!" ucap pemuda itu pada 2 sahabatnya.
"Lo yang gila, bay! Mana mungkin ada kayu terbang terbang. Deman lo ya?" ucap pemuda bertubuh cungkring.
"Ahh uda-uda, lo kalau takut bay. Nggak usah di luar-luar. Gue tahu kok sebenarnya lo masih takutkan karena ngebayangi Mila?" ucap pemuda berwajah tampan.
"Arrgghh...tahu...ahh!" pemuda itu menyerah.
Dia memilih diam dari pada di keroyok 2 sahabatnya.
"Gile bener...untung aja dia nggak pingsan, mil," ucap Silvi merasa khawatir.
"Haha....Mila di lawan!" Mila mendangakkan kepalanya.
"Maafin aku, Bayu," desis Mila dalam hati.
"Udah ah pulang yuk, entar lagi terbit fajar ni."
"Apaan terbit fajar. Lama lagi kaleee."
"Ya udah, gue mau pulang aja. Mau bobok coanteks!" Silvi lagi-lagi meninggalkan Mila.
Di kamarnya, dia terbayang dengan pemuda itu.
"Gue mau kesana aja deh! Tanpa Mila! Nanti tu anak bisa ngerusuhi lagi!" dersis Silvi dalam hati.
Gadis itu langsung diam-diam ke luar rumah untuk kembali pemuda itu. Bukan untuk menakut-takuti tapi mendengarkan lagu yang dia nyanyikan. Siapa tahu pemuda itu masih memainkan gitarnya, asyiikk...bisa nonton konser gratis dong!.
Benar ternyata, pemuda itu masih memainkan gitar di kamarnya. Silvi numpang duduk di atas meja belajar pemuda itu.
"Nana.....nana....nana," tanpa disadari Silvi ikut bernyanyi bersamanya.
Spontan pemuda itu diam memastikan suara itu bukan suara gitarnya.
"Mampos! Pasti dia ketakutan......aaduh mulut! Mulut! Kenapa keceplosan sih!" desis Silvi dalam hati sembari menampar-tampar bibirnya.
Setelah berapa detik terdiam. Pemuda itu kembali bernyanyi dan memainkan gitarnya. Ttiiiinnnng! tanpa sengaja Silvi menjatuhkan benda kaca milik pemuda itu. Silvi dan pemuda itu sama-sama terdiam. Mereka saling menatap benda yang jatuh itu.
"Lari nggak...lari...nggak....lari nggakk..," dersis Silvi panik menanggapi hal ini.
"Gue harus berubah wujud!" Silvi mulai mengeluarkan kelebihannya dengan memperlihatkan dirinya pada manusia.
Tapi hanya satu orang yang dikehendakinya. Cling! tiba-tiba Silvi mulai terlihat di hadapan pemuda itu. Mereka saling menatap. Bingung dengan reaksi mereka. Bukannya takut, tapi justru mati kutu! Bengong! Cengang! Mau nangis mau jerit pun tidak bisa dilakukan keduanya. Sampai akhirnya....."Aaaaaaaa" keduanya sama-sama menjerit. Lalu diam sejenak. Lalu "Aaaaaa" menjerit lagi. Diam lagi, dan "Bay kenapa lo Bay?" dua sahabat pemuda itu mendobrak habis pintu kamar pemuda itu. "Lo mimpi ya?" ucap pemuda itu menunjuk arah Silvi. Silvi tercengir. Ada rasa takut dalam dirinya.
"Bay lo sakit Bay, Demam lo Bay....rald, telepon nyokapnya," ucap pemuda berwajah tampan.
"Apaan sih! gue nunjuk perempuan ini! Dia ngapain nyelonong masuk kamar gue."
Kedua sahabatnya menoleh arah telunjuk pemuda itu.
"Lo sakit Bay. Gak ada siapa-siapa. Cuma elo sendirian disini."
"Dimas...Gerald....gue itu nggak sakit. gue nggak halusinasi, beneran ni perempuan lagi tercengir duduk di meja belajar gue!"
Kedua sahabatnya yang bernama Dimas dan Gerald itu saling menatap.
"Kalau lo nggak percaya. Nii...ni....ni.....nggak ada kan," ucap Dimas sembari meraba meja belajar pemuda itu.
Spontan pemuda itu tergeletak pingsan di atas tempat tidurnya.
"Bayuu....," ucap serentak Gerald dan Dimas.
"Astaga...dia pingsan...," dersis Silvi dalam hati.
Silvi menarik napas panjang. Terpaksa Silvi harus meninggalkan rumah itu. Padahal dia masih ingin mendengarkan suara gitar, itu memang hobinya sejak dulu. Silvi berjalan tanpa menginjak tanah. Wajahnya yang ceria terlihat lesu malam ini.
"Woy....bengong aja lo!" ucap Mila mengejutkan lamunan Silvi.
"Kayaknya gue suka deh liat laki-laki yang main gitar itu, Mil."
"Hah?!"
"Hahh.....engh...bukan....bukan...maksud gue. Gue suka sama cowok yang suka main gitar. Bukan dia.....," Silvi tercengir.
Mila menanggapinya dengan santai.
"Ciee.....ciee..bilang aja lo suka!" Mila menyenggolkan sikulnya ke siku Silvi.
Silvi tersenyum-senyum sendiri.
"Lo nggak lagi sakit kan, Sil? Dia itu manusia loh, sama artinya lo suka sama musuh lo sendiri...," kata Mila membuat perasaan Silvi tak menentu.
Apa salahnya jika jatuh cinta dengan manusia? Toh dia juga sama-sama ciptaan Tuhan! "Uda deh...lo nggak usah mimpi terlalu tinggi. Kalau nggak kesampaian bahkalan sakit tau, Sil."
"Gue nggak mimpi kok. Gue bukan jatuh cinta sama dia. Gue cuma kagum, Mil," Silvi mulai berontak.
"Iya...iya kagum. Gue ngerti...boleh-boleh aja. Tapi jangan sampai perasaan lo ini sampai kedengeran opa, oma ataupun bokap nyokap lo. Kalau mereka tahu....hm...hm...habis lo!" Mila melagakkan wajah seramnya.
Masih saja gadis berambut panjang itu tidak terlihat seram, melainkan menggemaskan dan lucu! Kayak kamu....iya kamu. Malam hari ini untuk kehidupan manusia normal adalah siang hari. Beda dengan kehidupan dunia lain. Silvi membututi setiap langkah pemuda yang diduga bernama Bayu itu. "Ha kalung?! Astaga itu kalung gue....kenapa ada sama dia...." ucap Silvi setelah melihat kalung dengan mainan gitar antik nempel di leher Bayu.
"Kalungnya pasti ketinggalan tadi siang (malam bagi manusia)," dersis Silvi dalam hati.
Terus saja ia mengikuti Bayu sampai Bayu berada sendirian di tempatnya. Di gudang sekolah, ternyata Bayu sedang sendirian disana. Silvi mengambil kesempatan untuk menampakkan wujudnya. Keduanya sama-sama diam setelah mereka beradu pandang. "Kok gue deg-degan," ucap mereka bersamaan di dalam hati.
"Looo...," ucap mereka bersamaan.
"Lo?!" lagi-lagi mereka serentak berbicara.
Silvi menarik nafas panjang. "Lo kok bisa ada disini sih? Sebenarnya lo itu siapa?!" bentak Bayu.
Bentakkan itu membuat reaksi Silvi menjadi kiut. Bahkan wajahnya mulai terlihat sendu.
"Itu kalung gue...," ucap Silvi pelan.
Bayu melihat arah tunjukkan tanggannya.
"Ini...," ucap Bayu.
Silvi mengangguk.
"Nggak! Gue dapet kok di meja belajar gue. Ya ini punya gue!"
"Ehh lo. Lo nggak sadar ya, semalam gue juga ada di kamar lo. Itu artinya kalung itu milik gue! Enak-enak aja bibir lo cakap itu punya lo! Huu..." gontok Silvi.
Bayu terdiam saat pantulan sinar matahari menembus kaca jendela gudang, sponitas kulit Silvi serasa terbakar dan mengeluarkan bau hangus.
"Lo ini sebenarnya apa sih? Alien kah? Vampir kah? Kuntilanak kah? Dracula kah? Kok lo bisa hangus gitu kebakar?"
"Kembalikan cepat kalung itu. Gue bisa mati kalau kena cahaya! please...," suara Silvi mulai terdengar serak.
Bayu mendengar suara gadis itu langsung luluh. Bayu langsung melepaskan kalungnya dan memberikannya pada Silvi. Setelah menerima kalung itu, Silvi langsung pergi dari sana.
"Lo bukan manusia ya? Lo hantu kan?" ucap Bayu sebelum Silvi pergi jauh meninggalkan gedung.
"Maaf kalau tadi siang....um...maksudnya kalau tadi malam gue udah ngganggu lo!"
"Pergi.....pergi....pergi sana. Jangan pernah gangu hidup gue. Dunia kita itu beda! Hust....hust....," Bayu mengusir kasar Silvi.
Padahal bukan maksudnya Silvi menganggu kenyamanan Bayu. Hanya saja ia tidak sengaja. Ingat tidak sengaja! Dengan perasaan sedih, Silvi pergi meninggalkan tempat itu Walaupun sebenarnya ia tetap ingin menatap wajah polos pemuda itu.
Sesampainya di permukiman para hantu, Ketika semua hantu terlelap tidur. Terlihat hanya satu gadis hantu yang masih melotot menangis mengingat kejadian tadi. Begitu bencinya manusia terhadap makluk lain. Begitupun dengan kehidupan para hantu yang memberi kehidupan manusia!
"....pergii...pergii...sana....jangan pernah gangu hidup gue. Dunia kita itu beda! Hust....hust...," Silvi mengingat perkataan Bayu.
Akhirnya mata bulat gadis itu terus mengalirkan air mata. Dia tidak akan bisa berkata-kata lagi sekarang. Pemuda itu sudah mengusirnya, itu artinya dia tetap bermimpi akan berteman dengan sosok manusia. Padahal itu keinginannya dari dulu setelah ia menjadi hantu. Beda dengan sanak saudaranya yang sangat membeci manusia dan selalu menakuti-takuti manusia. Huff....Silvi tertidur untuk melupakan semua yang sudah terjadi padanya!
Karya: Sanniu Cha Putri
No comments:
Post a Comment