CAMPUR ADUK

Monday, December 31, 2018

MISTERI KELAS KOSONG

Pagi ini adalah pagi yang sangat menyusahkan bagi semua siswa SMPN 4 GORONTALO, bagaimana tidak pagi itu adalah pagi yang diguyur oleh hujan yang sangat lebat dan disertai angin kencang. Seluruh siswa berlarian menuju kelasnya masing-masing, ya meskipun sudah lari sekencang-kencangnya ya tetap basah apalagi kalau kelasnya paling belakang.
Di sekolah kami ada 25 ruang kelas, 2 ruang kantor, 2 ruang Koperasi sekolah, dan 8 ruang kamar mandi. Kelasku ada di ruang belakang tepatnya di kelas 8-H, di sebelah ruang kelasku ada satu ruangan kosong tanpa penghuni maksudnya ruang kelas itu kosong tidak ada siswa satu pun di kelas itu.

Konon dahulu di kelas itu ada banyak siswa tetapi di antara siswa itu ada satu orang siswa perempuan yang memiliki penyakit ganas ya kayak kanker gitu. Dan siswa perempuan itu meninggal setelah lama mengidap penyakit kanker mematikan itu. Siswa perempuan itu adalah salah satu siswa yang selalu diejek, dikerjain oleh temannya. Sebelum siswa perempuan itu meninggal dia bersumpah agar semua teman-teman yang sudah selama ini mengejeknya dan semua siswa yang akan menempati kelas itu akan meninggal sama seperti dia. Dan kebetulan siswa yang selalu mengejeknya adalah teman sekelasnya sendiri.

Setelah bersumpah dia meninggal di rumah sakit pada jam 00.00. Setelah semua temannya tahu mereka tidak berbela sungkawa tetapi malah menertetawakan siswa perempuan itu, “Kasihan banget sih Dinda, udah penyakitan eh akhirnya meninggal juga, hahaha,” Dan setelah kejadian itu semua siswa yang ada di kelas itu meninggal secara bergantian, setiap satu hari pasti ada siswa yang meninggal.

Akhirnya dalam waktu satu bulan semua siswa yang ada di kelas itu habis dan hanya tersisa kursi dan mejanya saja. Guru-Guru yang mengajar di sana pun keheranan mengapa semua siswa yang ada di kelas itu meninggal semua. Akhirnya para Guru mencari murid baru yang akan menempati kelas itu, setelah mendapat siswa yang berjumlah 30 anak itu, mereka pun mengikuti jejak kematian seperti yang lain. Dalam waktu satu bulan mereka habis, semua siswa baru itu meninggal. Setelah kejadian itu tidak ada lagi yang mau menempati kelas itu dan sampai sekarang kelas itu dibiarkan kosong agar tidak ada korban lagi.

“Kayla, baju kamu basah ya,” tanya Zaffa.

“Iya nih Zaf, kena hujan tadi,” Balasku.

“Ya sudah kamu duduk aja, biar gak kedinginan,”

“Iya Zaf,”

Bel masuk pun berbunyi teng teng teng. Semua siswa masuk ke kelasnya tanpa berbaris karena di luar hujan. Setelah 10 menit akhirnya guru kelas kami pun masuk.

“Selamat pagi anak-anak,” sapa Bu Natta.

“Pagi Bu,” jawab kami serentak.

“Anak-anak hari ini hujannya deras ya, sampai-sampai Ibu aja kedinginan,”

“Iya Bu.. kami juga kedinginan,” jawab salah satu dari kami.

“Anak-anak sekarang ada kabar gembira loh,”

“Apa Bu?” jawab kami dengan gembira.

“Sekarang kalian jam kosong dan tidak ada kegiatan KBM hari ini, tapi tugas kalian hari ini adalah bersih-bersih kelas,”

“Oke Bu,”

“Jangan seneng dulu, tugas kalian adalah bersih-bersih kelas kalian dan kelas sebelah,”

“Hah kelas kosong itu Bu?” tanya Rina.

“Iya Rin kenapa?”

“Itu kan kelasnya angker Bu, apalagi sudah kotor banget kenapa nggak kelas lain aja yang bersihin,”

“Kelas lain juga kebagian yang lain Rina, sudah cepat kalian bersihin, nanti jam 10.00 kalian bisa meninggalkan sekolah,”

“Iya Bu, terima kasih ya,” balas kami.

Kami masih deg-degan kalau harus bersihkan kelas itu. Tapi ya gimana lagi itu sudah menjadi tugas kami. Kami pun langsung menuju kelas kosong itu, dengan perasaan berdebar-debar kami masuk ke kelas kosong itu. Ternyata kelas itu kotor, dan semuanya pun berantakan. Kursinya pun ada yang terbelah, terjungkir dan lain-lain. Dan lebih mistisnya kelas itu berbau wangi bunga kenanga padahal tidak ada yang memberi wewangian di sana, karena memang sudah 5 tahun kelas itu tak berpenghuni.

“Zaf, kamu mau bersihin yang mana?” tanya Dino si ketua kelas.

“Aku menyapu aja deh, kan lebih ringan,” jawab Zaffa.

“Ihh enak kalau begitu,” balas Rina.

“Ya sudah kalau kalian saling iri, aku tentukan saja ya,” seru Dino.

“Ya itu lebih baik,” jawabku -Kayla.

Dino pun segera membagi tugas kepada kami. Dan kami pun segera melaksanakannya, kebetulan tugasku menyapu kelas besama 3 teman yang lain sedangkan Zaffa tugasnya merapikan buku di lemari belakang yang sudah penuh dengan sarang laba-laba dan debu kotor. Sesudah membersihkan kami pun segera kembali ke rumah. Di tengah perjalanan menuju ke luar sekolah Zaffa masih bertanya-tanya tentang kelas kosong itu. Tetapi aku cuma menjawabnya nanti aku ceritain. Setelah aku dan Zaffa sampai di luar sekolah, ternyata aku sudah dijemput oleh sopir mobil Ayahku. Dan aku pun langsung masuk karena Zaffa juga sudah dijemput.

Sesampainya di rumah aku langsung menaruh tasku dan langsung mandi. Setelah mandi dan berpakaian aku langsung menuju ruang makan yang sudah penuh dengan makanan. Ya itu semua yang masak pembantu di rumahku. Karena Ayah dan Ibuku selalu sibuk. Ayah bekerja di kantor sedangkan Ibuku bekerja di rumah sakit karena ibuku adalah seorang dokter mata. Aku pun makan dan setelah itu aku pergi masuk ke kamar dan langsung mengambil laptop yang ada di tasku. Aku langsung membukanya dan mendengarkan lagu, bermain game, dan lama kelamaan aku pun mulai merasa bosan dan aku pun menutup laptopku. Aku langsung menuju halaman belakang rumahku yang di sana ada kolam renang dan taman kecil. Aku duduk di pinggir kolam renang dan sambil memasukkan kakiku ke dalam air kolam.

“Hmm rasanya sepi ya, kalau nggak punya saudara. Percuma aja punya rumah mewah kalau setiap hari sepi begini,” ucapku. Memang rumahku selalu sepi, cuma ada pembantu, sopir, satpam, dan tukang kebun. Ibuku selalu pulang jam 5 sore dan Ayahku selalu pulang jam 7 malam ya jika nggak ada tugas lembur. Jika ada tugas lembur biasanya Ayahku pulang jam 9 hingga 10 malam.

“Non Kayla, ada yang nyari non,” ucap pembantu rumahku.

“Siapa Bi?”

“Kayaknya temen Non Kayla,”

“Ya sudah Bi terima kasih ya,”

Aku pun langsung menuju ruang depan dengan kaki basah, lalu aku membuka pintu dan ternyata yang datang adalah temanku Zaffa. Yah dia lagi dia lagi.

“Hai Zaff ada apa?”

“Ehm, maaf ya aku ganggu, aku cuma mau tanya yang tadi,”

“Kamu masih ingat itu,”

“Ya iyalah, masa nggak,”

“Aku mau tanya asal usul kelas kosong itu, kan kamu udah banyak tahu tentang kelas itu, kamu kan osis di sekolah,”

“Ya udah, aku ceritain tapi di kamar aja ya, nggak enak di sini malu sama orang,”

“Okelah di kamar kamu aja,” Kami pun masuk ke kamarku yang berada di lantai dua. Setelah kami sampai, aku membuka pintu dan Zaffa pun segera memasuki kamarku. Kami pun duduk di atas kasur. Aku memegang boneka kesayanganku dan Zaffa duduk bersila di atas kasur.

“Ayo sekarang kamu ceritain!” pinta Zaffa.

“Waktu itu ada seorang cewek yang selalu diejek oleh teman sekelasnya karena dia adalah anak yang penyakitan, dia selalu diejek sampai-sampai dia merasa sangat benci terhadap teman-temannya. Cewek itu bernama Dinda. Singkat cerita dia akhirnya meninggal di rumah sakit setelah dia lama menderita sakitnya itu. Sebelum dia meninggal dia bersumpah agar teman teman yang sudah mengejeknya akan meninggal seperti dia. Dan setelah bersumpah akhirnya si Dinda ini meninggal pada pukul 12 malam pas,” Ceritaku.

“Kasihan banget ya si Dinda itu, ngomong-ngomong cerita singkat tapi kok kamu malah cerita di sini kenapa nggak tadi aja di kelas kan nggak bikin aku penasaran,”

“Iya tapi aku takut si Dinda nanti denger lalu dia mengutuk aku sama kamu meninggal, kamu mau?”

“Ya enggak sih, siapa yang mau mati,” jawab Zaffa.

“Ya sudah kamu kan udah denger ceritanya, jadi kamu pulang oke,”

“Kenapa Kay?” tanya Zaffa.

“Aku mau istirahat, memangnya kamu nggak mau istirahat ya kan?” tanyaku.

“Okelah aku mau pulang, dah,” sambil melambaikan tangan.

“Dah juga,”

Aku pun langsung pergi ke kamar dan langsung istirahat. Tak terasa setelah aku bangun, jam menunjukkan pukul 19.00 WIB. Aku pun segera menuju dapur untuk mengambil buah-buahan di kulkas. Pada saat di dapur kebetulan ada Bibi di sana, lalu aku pun bertanya.

“Bi Bunda belum dateng ya?”

“Belum Non Kayla mungkin nanti jam 10 malam Non,”

“Heh..” aku menghela napas, “Ya udah lah Bi,”

Aku pun langsung menuju ruang keluarga untuk menonton TV. Saat aku menyalakan TV tiba-tiba mati lampu. Aku pun serentak berteriak karena aku kaget banget. Lalu aku pun memanggil Bibi, Bibi pun datang dengan membawa lilin kecil.

“Non Kayla, Non Kayla di mana?”

“Iya Bi Kayla di sini,”

“Aduh Non, maafin Bibi ya, bibi masih cari lilin,”

“Gak apa-apa kok Bi, ya sudah kita mau ke mana ini Bi,”

“Ehm kita ke ruang tamu aja non, Non ke ruang tamu dulu bibi mau ke dapur dulu, bibi mau ngambil lilin lain takutnya lilin ini akan habis nantinya Non,”

“Ya udah deh Bi tapi jangan lama-lama ya Bi, soalnya Kayla takut Bi,”

“Iya Non tenang aja,”

Kami pun berpisah, aku ke ruang tamu dengan membawa lilin sedangkan bibi ke dapur dengan membawa senter. Aku pun berjalan dengan hati-hati sampai ke ruang tamu. Tiba-tiba.. Seperti ada yang lewat di depanku dan angin yang berhembus panas pun terasa. “Bi, Bibi Kayla takut Bi, Bibi cepetan,” Suara hening tak ada balasan dari bibi. Aku semakin takut dan merinding karena aku teringat misteri dari kelas kosong itu, aku takut kalau arwah Dinda yang meninggal itu ke sini karena aku membicarakannya. Tiba-tiba HP-ku berdering di antara saku celanaku. Aku serentak kaget. Ternyata Dino menelepon aku. Aku segera mengangkatnya.

“Hallo, ini Dino,”

Tak ada balasan dari panggilan Dino.

“Hallo, Dino jangan bercanda ini lagi mati lampu, kamu bersuara sedikit gitu,”

“Hallloooo Kayyylaaa.” dengan suara sedikit serak, dan suaranya perempuan.

“Siapa ini?”

“Aaaku Diiiinda,”

“Hahahaha..”

Aku melempar hp-ku ke sofa.

Aku berlari tak tentu arah dan aku tak sengaja bertemu Pak satpam di ruang tengah yang lagi memegang senter.

“Non Kayla, kenapa teriak-teriak, Bapak pikir ada maling,”

“Pak, Kayla takut Bibi mana?”

“Bibi.. tadi sih dia bilang mau beli sesuatu di toko,”

“Kapan?” tanya Kayla

“Sebelum mati lampu lah,”

“Apa.. terus yang tadi bawa lilin kecil siapa kalau bukan Bibi?”

“Maksud Non?”

“Jadi yang tadi itu bukan Bibi tapi apa dong?”

Aku semakin ketakutan dan terasa aku berkeringat dingin dan bulu kudukku berdiri semua.

“Jangan-jangan pak satpam ini juga bukan pak satpam,”

“Memang iya, saya bukan pak satpam saya adalah hantu rumah ini,”

“Pak satpam jangan bercanda, please,”

“Iya-iya non, Bapak minta maaf ya sudah non Kayla di kamar aja biar pak satpam ambilin lampu minyak ya, biar gak cepet habis dan lebih terang,”

“Tapi Kayla ikut ya,”

“Ya sudah ayo,”

Aku dan pak satpam pun pergi ke dapur, setelah mengambil lampu minyak aku diantar pergi ke kamar. Dan pak satpam menaruhnya di dekat kasur. Ya setidaknya sudah sedikit terang dari yang tadi. Aku mencoba memejamkan mataku agar rasa takut yang terus mengitariku lama kelamaan akan hilang. Tak lama kemudian aku pun tertidur. Di tengah tidurku ada sosok yang menarik selimutku, lalu aku memberanikan diri untuk melihat. Tiba-tiba saat aku akan melihat di bawah ranjang tempat tidurku, Lampu minyak yang ku pakai meredup dan mati. Aku pun terdiam dan tak dapat berkata apa-apa. Lalu aku melanjutkan untuk memasang selimut dan menutupinya ke seluruh tubuhku tak terkecuali wajahku.


Cerpen Karangan: Chudzaifiyah

MANUSIA BERENCANA TUHAN YANG MENENTUKAN JAWABAN

Indro setelah menyelesaikan pekerjaannya langsung bergerak ke mesjid. Dengan santai Indro duduk di dalam mesjid. Eeeh di bertemua dengan suami mbak Eva yang bernama Tono. Indro pun bersalaman dengan mas Tono barulah mulai pembicaraan "Gimana dengan si Maman masih kerja di Batam?"

"Oh adik saya ....Maman masih kerja di Batam."

"Sedang mas Tono...masih kerja juga?" tanya Indro.

"Oh...saya dapat panggilan kerja nanti tanggal 2 januari kerja lewat hp," kata mas Tono.

Indro mendengar pernyataan itu sedikit terkejut "Apa dia ini baru daftar kerja atau libur kerja dan mulai tanggal 2 januari kerja ya?" di dalam benak Indro.

Indro pun jojong aja dengan santai bercakap-cakap dengan mas Tono. 

"Jenis pekerjaan mas Tono apa?" tanya Indro.

"Ada deh yang penting ok pekerjaannya....Indro."

"Ohhhh.....masalahnya saya dapet kabar bahwa tingkat pengangguran sarjana masih tinggi di Indonesia. Penyebabnya banyak alasannya. Sedang mamas sarjana apa?" kata Indro.

"Saya...sarjana teknik. Lebih tepatnya elektro...ya..Indro."

"Berarti benarlah pekerjaan yang di jalankan mamas Tono sesuai dengan sarjananya. Tetapi zaman ini di tuntut bukan berdasarkan bidang. Kalau bisa di makan semuanya untuk bisa makan. Alias mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga."

"Iya...sih. Tapi saya dapat pekerjaan ini termasuk lumayan deh."

"Oh...ya mamas Tono. Perusahan mamas Tono itu pusatnya di mana?"

"Maksudnya Indro?"

Indro dalam pikirannya mulai berpikir aneh tentang mas Tono "Orang ini mengerti tentang pusat dan cabangnya gak ya?"

Indro langsung menjelaskannya "Maksudnya .....perusahaan itu pusatnya di Jakarta atau cabang aja."

Mas Tono berpikir dan akhir bicara "Pusatnya di kota Palembang."

"Oh.... jadi pusatnya di Palembang. Jadi bukan cabang perusahan Jakarta. Toh....," kata Indro.

Dalam pikiran Indro berpikir "Mas Tono...sebenarnya ngerti tentang perusahaan gak ya?"

"Gimana dengan kamu Indro...masih kerja," tanya mas Tono.

"Masih sih cuma sambilan di anggap tetap juga enggak. Masalahnya di dunia hanya 2 jenis pekerjaan untuk bisa bertahan hidup. 1 ikut orang , maksudnya jadi karyawan di perusahaan atau jadi pegawai negeri sipil. Dan ke 2 mencipta pekerjaan tujuannya tidak mau jadi bawahan tapi Bos dan membuka lapangan pekerjaan seluas luasnya. Ikut serta dalam menuntaskan masalah polemik yaitu penggangguran tingkat pendidikan SD sampai Sarjana."

"Kongkritnya juga pola pikir kamu ya Indro. Kaya layaknya pejabat yang memproses masalah yang berkembang di masyarakat dan langsung di tanggulangi," mas Tono.

Indro di dalam pikirannya berpikir "Ternyata mas Tono ini gak tahu dirinya."

Indro pun mulai bertanya kembali "Mas Tono kenapa tidak mengambil pendidikan saja?"

"Maksudnya Indro.........saja jadi Dosen gitu. Tapi harus S2. Bagaimana dengan tunjangan yang ada di pendidikan?"

"Ada...semuanya ada tunjangan ini itu. Yang terpenting jadi dosen mengalahkan diri sendiri, mengalahkan semua jenis keilmuan maksudnya menguasai ilmunya. Selanjutnya nanti di tuntut untuk mampu membibing mahasiswa dalam pembuatan sekripsi. Baru deh  berkualitaslah jadi Dosen," sedikit penjelasan Indro.

"Oh...begitu. Tapi kaya saya tekuni saja pekerjaan saya yang di panggil tanggal 2 Januari."

"Oh mas Tono kemarin ngajuin CVnya untuk perusahan?" tanya Indro.

"Iya,"jawab mas Tono.

"Sedangkan gajinya sudah mencapai UMK?" tanya kembali Indro.

"Sudahlah Indro.....Rp.3.000.000,-......."

"Oh..begitu..... Sebenarnya saya bidang pemerintahan hanya ingin memastikan sesuatu dari kebijakan Joko Widodo mengenai tenaga kerja di Indonesia yang lagi di tangulangi lewat beberapa hal. Sampai ada pertumbuhan perusahaan baru yang berkembang di Indonesia baik pengembangnya dalam negeri maupun luar negeri. Jadi kesimpulannya kebijakan Joko Widodo telah masuk dan mas Tono merasakan. Saya hanya mencari data  yang tersebar di masyarkat jika ada temuan keberhasilan dari individu atau kelompok. Contohnya mas Tono yang mendapat pekerjaan di era pemerintahan Joko Widodo. Berarti ada sedikit pencerahan atau kebenaran bahwa telah sampai kebijakan demi kebijakan yang di laksanakan Presiden Joko Widodo telah di anggap berhasil dan sukses. Berdasarkan data yang saya kumpulkan," penjelasan Indro.

"Jadi...Indro... kamu orang yang memeriksa dari sistem kerja pusat dan daerah baik pemerintahan maupun swasta?" tanya mas Tono.

"Ya..bisa di bilang begitulah......," saut Indro.

"Berarti ada benar dong kambarnya di mana-mana banyak orang-orang pemerintahan yang bergerak untuk membangun negeri dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi untuk mengumpulkan data-data kerja untuk menanggulangi persoalan yang masih kompleks di Indonesia," kata mas Tono.

"Iya..begitulah," saut Indro.

Azan pun di kumandangkan. Semua orang mulai bergerak untuk mengambil wudu untuk melaksanakan sholat Isya. Baru lah di laksanakan sholat Isya dengan penuh khusuk. Setalah sholat Isya. Imamnya langsung duduk di tempat biasa untuk memberikan nasehat atau ceramah. Ternyata pada malam tahun baru di mesjid mengadakan acara Aqiqah anaknya mas Yunus. Semua orang berdoa untuk putri mas Yunus di pandu Imam Hartono. Baru deh setelah itu makan-makan. Indro tanpa sungkan-sungkan makan enak. Mas Yunus yang punya hajad mempersilakan jamaah semuanya yang sudah di anggap keluarganya sendiri.

Semua orang menikmati acara Aqiqahan sampai selesai baru deh. Mulai pengajian Al Quran yang di pandu oleh mubaliq muda dan berbakat mendidik anak-anak untuk pandai baca Al Quran. Indro pun ingin ikutan tapi karena pekerjaan lain langsung pamitan dengan mas Yunus dan Imam Hartono. Indro pun pulang ke rumah sampai di rumah mulai mengetik sesuatu dan mengumpulkan banyak data-data yang disatukan dalam satu dokumen dan di simpan dari komputernya. 

"Selesai juga pekerjaan saya," celoteh Indro.

Indro pun mulai menyetel Tv untuk menyaksikan acara tahun berganti.

"Padahal cuma....ganti kalender aja. Yang lama berganti yang baru," celoteh Indro.

Indro menyaksikan tontonan Tv dari acara zikir dan doa sampai pagelaran musik.

"Rame juga. Disini pun rame. Padahal Dono dan Kasino lagi sibuk kerja...di malam pergantian tahun ini," celoteh Indro.

Indro pu mematikan Tv langsung bergerak ke mesjid. Sampai di mesjid Indro di suruh jagain anak-anak yang di himbau Imam Hartono untuk berkumpul di malam tahun baru di mesjid agar mengurangi keburukan di dunia ini yang hura-hura berlebihan. Semuanya pun tertip pada awalnya. Tapi namanya anak-anak masik tingkat paut sampai SMP yang kocar-kacir padahal sudah ada mubaliq yang membimbing agar tidak berisik atau ribut. 

Suasana malam terus semakin malam dan udara makin dingin. Manusia tetap dengan rencana mereka masing-masing sesuai pemahaman akidah masing-masing. Kembang api pun beledak di langit tetap saja Indro sadar.

"Iman manusia yang kuat banget ada juga yang lemah. Benar Alloh SWT Maha Tahu Segala-galanya. MANUSIA BERENCANA TUHAN JUGA JAWABANNYA. Amal baik dan buruk manusia di muka bumi ini telah di hitungnya dari awal kelahiran sampai kematian. Sama dengan acara Tv yang mengadakan zikir dan doa. Jawabannya adalah ALLOH SWT," celoteh Indro dengan suara kecil.

Indro terus mengawasi anak-anak sampai membuat makan untuk mereka. Sedangkan dana acara berdasarkan dari sodakoh para jamaah untuk menanggulangi masalah tahun baru supaya anak-anak di berikan arahan yang baik. Tidak berkeliaran kemana-mana saat tahun berganti. Indro pun merasa letih seharian dan ngantuk. Akhirnya izin juga Indro dengan Imamnya dan mubaliqnya untuk pulang dan beristirahat. 

Sampai di rumah Indro langsung tidur di sofa ruang tengah karena ngantuk banget dan melupakan kemerihan pergantian tahun di  lingkungan sekitarnya. Sampai subuh waktu Indro bangun menjalankan kewajibannya dan sekaligus melihat sekelilingnya lingkungannya.

"Ternyata benar manusia tergantung dari iman dan takwanya. Yang kuat imannya menjaga kebaikan dunia ini. Yang imannya lemah sampai lepas hancur dengan keadaan dunia ini alias keburukan dunia. Berarti siapa yang menanam kebaikan maka akan mengusir jauh-jauh keburukan. Dan keburukan itu datangnya lama. Tapi jika keburukan yang di tanam maka keburukan itu datangnya cepat. Maka murka Alloh SWT telah datang pada manusia dengan segala bentuk kesulitan, kesusahan, kekacauan, dan malapetaka atau musibah," celoteh Indro.

Azan pun di kumandangkan. Langsung Indro menjalankan tugasnya sebagai muslim yang baik sholat subuh.


Karya: No

BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.

“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.

“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.

“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.

“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.

“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.

Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.


Karya: Setia zuriatini damai

RAHASIA KOTAK BIRU

“aku ke toilet dulu ya, kalian tunggu disini” ujar ku kepada Ade dan Widya sambil terburu buru ke toilet sekolah yang letaknya tak jauh dari ruang kelas ku.

Sesampainya di toilet aku melihat kotak berwarna biru yang terletak di bibir bak yang air nya tak penuh lagi, “kotak apa itu?” kata ku dalam hati sambil memperhatikan kotak itu dengan seksama, “heeemm bagus juga ni kotak, tapi punya siapa? Ah sudah lah mending aku bawa saja ke kelas dan ku tanyakan pada Ade siapa tahu dia pernah liat kotak ini” pikir ku.

Kupegang kotak biru itu sambil berjalan menuju ruang kelas tapi entah mengapa medadak ada yang aneh dengan suasana di sekeling ku, suasana yang biasanya ramai kini tiba tiba sunyi dan sepi, dan sesampainya aku di kelas sejauh aku melihat tak ada seorang pun kecuali perempuan cantik yang duduk di sudut belakang, “kemana teman teman ku kemana Ade, Widya kemana semua orang? Dan siapa dia” begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam otak ku.

“hei Salma” sapa Yuni dengan memukul ku dan menyadarkan ku bahwa aku masih berdiri di depan pintu toilet sambil memegang kotak biru “woy ngapain kamu disini, pake ngelamun segala” Tanya yuni dengan wajah heran.

“e.. a. anu gak apa apa” jawab ku bingung.

“kamu kenapa Salma? Sakit?” Tanya Yuni sambil memegang kening ku.

“ah engak kok, aku ke kelas duluan ya” ujar ku bergegas ke kelas.

Jadi tadi aku masih di depan toilet, terus yang jalan ke ruang kelas tadi siapa?, Roh aku?. Dan perempuan yang di kelas tadi siapa? Apa ini Cuma ilusi? Tiba tiba pertanyaan pertanyaan yang tak ku tahu jawabannya itu muncul begitu saja di otak ku.

Sesampainya aku di ruang kelas aku langsung duduk si samping Ade, dengan wajah bingung.

“eh kenapa kok keliatan bingung gitu?” tanya Ade sambil keheranan melihat ekspresi wajah ku.

“itu apa?” Widya menunjuk kotak biru yang aku bawa. Namun aku masih diam terpaku dengan sekelumit pertanyaan yang muncul di otak ku.

“Mon, Mon” pangil Ade dengan menggoyang goyangkan badan ku.

“ah.. apa si, sakit tau” gerutu ku pada mereka.

“abis kamu si ditanya kenapa malah bengong, bukan nya jawab”

“iya kayak orang kesambet tau gak” tambah widya

“idih siapa juga yang kesambet”

“kalo gak kesambet, terus apa dateng dateng langsung diem terus ditanya gak jawab”

“kalo aku kesambet udah nyekek kalian kali, haha.”

“iy tu bener, de udah mati kita dicekik nenek gerondong ini. eh itu kotak apaan si Mon?” tanya Widya penasaran

“sial ini kalo aku nenek gerondong kalian apa buyut gerondong? Oh ini gak tau aku nemu kotak ini di toilet”

“terus kenapa kamu ambil tuh kotak, ntar yang punya nyariin”

“abis kotaknya bagus si jadi aku ambil heehhee..” jawab ku nyengir.

“huu dasar tar kalo yang punya nyari baru tau kamu” kata Ade.

“tet.t…t..tt..” bunyi bel tanda istirahat usai, kami pun kembali ke tempat duduk masing-masing dan menunggu jam pelajaran selanjutnya. Tapi aku masih bingung dengan apa yang baru aku alami beberapa menit yang lalu, apa itu semua, apa sekedar hayalan ku saja tapi kalau hayalan mengapa gadis tadi nyata, ah sudah lah mungkin aku hanya lelah karena olah raga tadi.

Tak terasa bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku dan yang lain merapikan buku yang di meja dan bersiap siap pulang. Tidak seperti biasanya hari ini aku pulang sendirian, tidak bersama Ade karena ia hendak pergi bersama Widya, “yah terpaksa naik angkot sendiri” kata ku sambil memegang kotak biru yang ku temukan tadi. Saat aku hendak naik angkot tiba tiba perempuan cantik yang aku lihat dalam ilusi ku itu ada di dalamnya duduk paling pojok dengan rambut yang tergerai menutupi sebagian matanya dan wajahnya masih seperti tadi Nampak pucat seperti mayat hidup. Seketika detak jantungku berdetak semakin kencang. “woi cepet dikit naiknya lelet amat si bukan situ aja yang mau naik tapi kita juga”, suara teriakan penumpang yang hendak naik memecahkan pandangan ku terhadap perempuan tadi. Aku langsung naik dan duduk di kursi dan kulihat lagi perempuan itu tak ada di pojok kursi di dalam angkot. “kemana perempuan itu?” kata ku dalam hati. “apa ini ilusi lagi” tanya ku.

Sepanjang perjalanan aku hanya melamun memikirkan kejadian aneh yang ku alami hari ini. Entah ini nyata atau tidak yang ada di otak ku sekarang adalah siapa perempuan itu, mengapa setiap kejadian aneh dia selalu ada, siapa dia?

Entah apa yang terjadi pada ku hari ini aku pergi sekolah pagi pagi sekali tidak seperti biasa nya yang selalu pergi jika matahari telah bersinar terang. “kayaknya kepagian ni aku datengnya” kata ku sambil melewati koridor sekolah yang masih sepi dan terasa dingin. “heegeeeheehsss” suara tangis dari arah sudut ruang kelas XII ipa 2, langsung aku terdiam seingat ku tak ada seorang pun di kelas itu saat aku melewatinya tadi, lalu siapa yang menangis. Kurasakan bulu kuduk ku berdiri dan ketakutan menerpa badan ini ingin rasanya aku lari tapi entah mengapa aku hanya bisa berdiri kaku di balik pintu di depan kelas itu. Selang lima menit tangisan itu berhenti dan tubuh ku bisa digerakkan lagi. aku takut dengan apa yang terjadi tapi ku coba beranikan diri untuk melihat siapa yang menangis, saat aku lihat suasana kelas itu masih sama dengan yang aku lewati beberapa menit yang lalu sepi belum ada satu orang pun di sana. “oh tuhan jadi siapa yang menangis tadi?” badan ku terasa lemas dan aku terduduk di lantai ruang kelas. “Salma” pangil Yuni yang baru datang dan melihat ku tertunduk lemas “kok kamu di sini bukan ke kelas mu, loh kamu pucat, kamu sakit ya?” tanya yuni penuh kecemasan.

“ah engak kok Yun, aku baik baik aja, iya ya aku salah masuk kelas ni kayak nya” jawab ku nyengir

“hahha.. dasar aneh, eh tumben dateng pagi biasa nya telat mulu” ledek Yuni

“hehehe iy ni, alarm pagi ini jitu bisa buat aku bangun pagi” ujar ku sambil berdiri “aku ke kelas dulu ya, dadah”

Aku berjalan ke kelas Yuni hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan ku hari ini, sampainya di kelas ternyata sudah ada yang datang dan dia pun heran melihat ku hari ini datang sepagi ini.

Namun aku hanya mengacuhkannya aku masih takut akan kejadian yang ku alami barusan, sungguh aneh kenapa kejadain ini berlanjut terus, pertama kotak yang ku temukan di toilet ke dua ilusi yang nyata itu dan ke tiga tangisan wanita tadi, apa mungkin ini semua berhubungan?, tapi setiap kejadian aneh itu muncul kenapa perempuan itu selalu ada, siapa dia?, apa maunya?, “woi, pagi pagi udah ngelamun” bentak Ade memecahkan lamunanku

“buset kaget tau, ampir copot ni jantung” jawabku kaget

“hhaha.. kamu si aneh pagi pagi ngelamun, lagian tumben dateng pagi?” tanyanya

“eh aturan kamu tu bersyukur aku dateng pagi jadi kamu bisa liat kecantikan aku pagi pagi ahhaha” canda ku

“ih PD amat si jadi manusia” ujarnya ilfil

“De aku mau cerita sesuatu” ujar ku serius

“cerita apa si?, serius amat”

Aku pun menceritakan hal yang ku alami beberapa hari ini, namun Ade hanya tertawa mendengar cerita dari ku, Ade malah bilang kalau aku ini paranoid. Tapi masa si kejaadian yang terjadi ini hanya ketakutan ku saja, jika ini ketakutan ku semata kenapa perempuan itu selalu hadir dalam setiap ilusi ini.

Semenjak kejadian tangisan yang kudengar itu hal hal aneh lain pun datang silih berganti mulai dari suara jeritan di rumah, piring jatuh, pintu yang terbuka sendiri padahal saat itu tak ada seorang pun di rumah. Bahkan mimpi mimpi buruk yang ku alami, tapi anehnya mimpi buruk itu selalu terulang ulang. Di mimpi itu aku berada di ruang kosong dengan seorang perempuan, dan perempuan itu duduk di kursi sambil memegang kotak biru yang sama persis yang kutemukan di toilet waktu itu, dia memegang kotak itu dengan rambut yang acak acakan, baju yang robek di sana sini, dan tangannya banyak bekas cakaran, matanya menerawang jauh, seakan dia tak mau hidup lagi. dan seperti yang kupikirkan perempuan itu memang tak mau hidup lagi, ia berdiri dengan badan sempoyongan dan mengambil gunting di tasnya lalu memotong urat nadinya hingga darah memancar dari luka di tangan nya, darah itu mengenai baju ku. aku menjerit namun tak ada seorang pun yang mendengar jeritan itu, dan perempuan itu melemparkan kotak biru kepada ku kemudian dia meninggal. Setiap perempuan itu meninggal aku selalu terbangun dan ketakutan.

Suatu malam mimpi itu datang lagi tapi anehnya saat aku terbangun dari mimpi itu tangan kiri ku memegang selembar kertas yang bertuliskan “bantu aku!!!. Cari tahu Nur Aisyah!! Tolong!!” dengan tinta darah. Aku merasakan ketakutan yang mendalam saat membacanya, dan berharap ini Cuma bagian dari mimpi buruk ini. Tapi kenyataannya tidak kertas itu benar nyata dan sekarang ada di tangan ku. kuputuskan untuk mencari tahu siapa Nur Aisyah itu, tapi dari mana aku harus memulai mencarinya, saat pertanyaan itu menggeliat di otak ku, entah bagaimana bisa terjadi aku seperti berada dalam ruang perpustakaan sekolah dan di sana terdapat perempuan yang sering masuk dalam mimpi mimpi ku, dan tepat saat aku memandang perempuan itu seketika aku tersentak dan kembali ke dunia ku, seolah olah aku mempunyai indra ke enam dan bisa masuk ke alam lain. Tapi itu semua tak menjadi pikiran ku yang sekarang aku lakukan adalah mencari tahu siapa Nur Aisyah, dan sepertinya pencarian ini akan dimulai dari perpustakaan sekolah.

Saat pulang sekolah aku menyibukkan diri dengan mencari tahu siapa Nur Aisyah itu, ku mulai pencariaan dari daftar alumni dari alumni pertama namun tak membuahkan hasil buku itu sudah banyak yang terputus dan sepertinya tak mencakup keseluruhan murid, lalu ku lanjutkan dengan album foto alumni, ku buka lembar demi lembar album itu sampai aku menemukan nama “Nur Aisyah” yang tercantum dalam foto angkatan 1997, wajah nya persis dengan perempuan yang muncul dalam mimpi dan semua kejadian aneh yang ku alami selama ini, namun di album ini terlihat lebih cantik dan bersemangat.

Setelah aku mendapatkan informasi bahwa dia alumni SMA Tri Saktya angkatan 1997, segera aku mencari informasinya di daftar riwayat siswa, yap kudapatkan juga nama nya Nur Aisyah, lahir di Bandung 29 april 1981, ia anak ke dua dari bapak Wiranto dan ibu Kasiem, dia mempunyai seorang kakak bernama Firdaus. Nur aisyah diterima di SMA di bangku kelas 2 ipa, ia murid yang cerdas yaitu dengan bukti dia tercatat sebagai peserta olimpiade fisika tingkat provinsi. Dia tinggal di jln mawar no 45.

Setengah harian aku habiskan waktu untuk mencari info tentang dirinya kuputuskan untuk pulang, saat aku melintasi ruang XII ipa 2, rasa takut itu kembali hadir dan membuat aku berdiri kaku, ku lirik jauh ke dalam ruang kelas dan ku temukan Nur Aisyah sedang duduk melamun, sontak aku terkejut dan ketakutan setengah mati. Saat aku hendak lari, kaki ini terasa kaku dan memaksa ku untuk tetap berdiri ketakutan, Nur Aisyah pun berdiri dari tempat ia duduk dan berjalan keluar kelas melewati ku dengan tatapan kosong ia menatapku dan menunjuk ke arah gudang kosong di samping laboratorium fisika. Perasaan ku makin tak menentu ketakutan sekaligus penasaran, saat aku memperhatikan gudang kosong itu Nur Aisyah sudah menghilang dan kaki ku bisa digerakkan lagi, apa yang ditunjukkannya pada ku apa yang ada di ruangan itu. “ah sudah lah, sudah hampir maghrib besok aja aku cari tahu apa yang ada di gudang kosong itu” ujar ku dalam hati.

Keesokan harinya aku sengaja datang pagi pagi untuk melihat apa yang ada di gudang itu, dari luar gudang itu Nampak seperti gudang biasa yang penuh dengan kursi dan meja rusak, saat aku hendak mengintip tiba tiba pak Darman mengagetkanku “eh alah anak gadis kok manjat manjat ngintip koyongono” katanya sambil memegang sapu, dia memang penjaga sekolah ini, dia sudah lama bekerja sebagai penjaga sekolah katanya sih dia bekerja sejak sekolah ini pertama kali didirikan.

“hehhe enggak kok pak gak ngintip, pengen liat aja apa isi gudang ini” kilah ku sambil nyengir

“oalah bocah ngawur, yo iki gudang isi ne pasti barang barang seng wes ra di pake lagi”

“iya pak bener juga ya, bapak pinter juga ya”

“hem mbak e ki ngeledek, mbok yo ojo ngono mbak”

“hahha enggak kok pak, bapak tu pinter lagi, eh pak saya boleh nanya sesuatu gak”

“nanya apo to mbak”

“pak Darman kan kerja di sekolah ini udah lama, bapak pernah kenal gak sama Nur Aisyah siswa sini dulu” tanya ku panjang,

“Aaaiisyah?” wajah pak darman ketakutan

“ia pak Aisyah”

“maap mbak saya gak tau mbak, saya gak tau” ujarnya bergegas meninggalkan ku, namun tiba tiba angin dingin datang menerpa tubuh ini dan suara itu muncul “pak Darman, paak tolong pak tolong aku, beritahu dia beri tahu dia paak” suara Aisyah membuat ketakutan pak Darman makin jadi. Setelah suara itu perlahan hilang, aku bergegas mendekati pak Darman, namun langkah ku terhenti saat pertanyaan keluar darinya yang setengah ketakutan.

“mbak tau Aisyah dari mana” wajahnya masih sangat ketakutan

“saya gak tau banyak si pak, tapi semenjak dia sering ganggu saya, sedikit sedikit saya cari informasi tentangnya”

“ahh? Mbak diganggu Aisyah?” tanyanya makin terkejut

“ia pak, bapak tadi udah denger kan dia minta bantuan dari bapak, saya pengen tahu siapa dia”

“iya mbak, baik baik saya akan cerita, sebenernya begini lo mbak ceritanya, waktu itu Aisyah adalah siswi baru di SMA ini, dia ayu tenan, semua pria di sekolah ini menyukai dia, selain dia ayu dia juga pinter lo mbak, lebih lagi dia baik hati, dia sering ngobrol dengan saya tentang cara ngerawat bunga, dia itu sopan mbak, kalo menurut saya dia itu gadis yang sangat sempurna, tapi…” pak Darman menghentikan pembicaraannya

“tapi apa pak?” tamya saya penasaran

“tapi nasib dia mbak ndak beruntung, waktu itu hari selasa pagi se sma ini heboh mbak, soalnya Aisyah ditemukan mati mbak di gudang ini, yang buat serem itu lo mbak dia mati dikelilingi darah yang ngalir dari tangan kirinya mbak, terus rambutnya acak acakan baju nya banyak robek mbak, dugaan orang si dia mati bunuh diri karena depresi mbak” jelasnya panjang

“oo gitu ya pak, terus setelah dia meninggal gimana?” tanya ku lagi

“yo setelah Aisyah meninggal banyak kejadian aneh di sekolah ini,”

“kejadian aneh gimana pak?” potong ku

“yo kejadian aneh, kadang ada murid yang gak sengaja lihat dia, terus ada guru juga waktu itu lihat dia, aneh to mbak, terus yo mbak yang aneh lagi itu 2 siswa pria yang dulu sering ngejar ngejar dia malah ketakutan terus kalo di sekolah, terus e mbak 3 minggu setelah kematian Aisyah ke 2 pria itu pun ditemukan mati di tempat yang sama, entah tanpa hal yang jelas yang saya tahu 2 pria itu mati dengan wajah ketakutan” jelasnya kembali

“terus dulu Aisyah punya pacar gak pak?”

“kalo yang itu saya kurang tahu mbak tapi dulu gossip gossip nya dia suka sama Ryan temen sekelasnya juga kalo ndak salah” jawabnya ragu

“oo gitu ya pak, ya udah deh pak saya masuk kelas dulu ya”

“oh iya monggo neng” jawabnya

“Nur Aisyah wanita cantik pintar baik hati, apa yang membuatnya bunuh diri?” tanya ku dalam hati. Apa karena dia patah hati, tapi kalau patah hati kenapa 2 pria yang diceritakan pak darman tadi mati di tempat yang sama dengan aisyah. “huh” kuputuskan pulang sekolah akan masuk ke gudang kosong itu.

Saat pulang sekolah ku beranikan diri untuk masuk ke gudang itu, kucari celah agar aku bisa masuk ke dalamnya, dan akhirnya kudapatkan celah itu, aku masuk leawat jendela yang berada di bagian belakang gudang. Saat kaki ku menapakkan pijakan di lantai bulu kuduk ku merinding, jantungku berdebar keras, dan hal itu terulang aku seolah terseret kem asa lalu, melihat aisyah diseret oleh dua orang pria ke dalam gudang, aisyah berusaha memberontak namun apa daya pria itu lebih kuat dari nya, mulutnya dibekap dengan saputangan, lalu pria itu merobek baju aisyah dan mereka memperk*sanya, Aisyah meronta ronta namun mereka tak menghiraukannya, setelah selesai mereka meninggalkan Aisyah begitu saja, dengan wajah kusut pikiran yang tak karuan. Aisyah mengambil gunting dan bunuh diri. Darahnya mengalir deras dari pergelangan tangannya. Saat darah itu memercik ke tubuh ku aku tersadar kembali, dan kulihat tak ada sedikit pun darah menempel di baju ku.

Saat aku melirik ke samping sepertinya arwah Aisyah sedang memperhatikanku dia mendekat dan berkata “tolong aku, sebenarnya saat kejadian itu aku punya janji dengan Ryan di taman belakang sekolah, aku membawa kotak yang sekarang ada padamu, namun saat aku menuju kesana aku dihadang oleh dua bajingan itu, aku dibawanya ke sini dan hal itu pun terjadi, sebenarnya aku hendak memberikan kotak itu kepada Ryan, karena dalam kotak itu ada jawaban atas pernyataan cintanya kepada ku, dan aku yakin dia menunggu jawaban itu. Dan Cuma kau yang bisa menolong ku, tolong aku berikan kotak itu pada nya” katanya memohon pada ku.

“baik akan kuberikan pada nya” setelah aku mengucapkan itu seketika Aisyah hilang, dan aku bergegas ke luar dari gudang dan mencari tahu tentang keberaadaan Ryan sekarang.

Sama hal nya cara aku mencari informasi tentang Aisyah cara itu pun ku gunakan untuk mencari informasi tentang Ryan dan yap aku dapatkan dia sekarang bekerja di percetakan di jalan wahidin. Setelah ku mendapatkan informasi itu aku segera kesana sambil membawa kotak biru Aisyah. Sesampainya di sana aku harus menunggu beberapa jam untuk menemuinya. Saat kami pertama kali bertemu dia heran dan tak pernah merasa kenal dengan ku. namun saat aku menyebutkan Aisyah wajahnya yang tampan mendadak dihiasi kesedihan, lalu ku ceritakan semua hal yang terjadi pada diri ku dan bagaimana aku bisa tahu aisyah awalnya ia tidak percaya sampai aku mengatakan kalau mereka merencanakan pertemuan di belakang taman namun Aisyah tak kunjung datang, dia bertanya “darimana kau tahu semua itu?” tanyanya heran kepada ku “Aisyah, Aisyah yang menceritakannya pada ku” jawabku. Lalu aku ceritakan kenapa dia tidak datang memenuhi janji nya, Ryan seketika terkejut, namuan saat aku menyodorkan kotak biru Aisyah, dia diam, dan memperhatikannya. “ok udah ya, aku udah sampein keinginan aisyah sama kamu, sekarang terserah kamu kotak itu mau kamu apain” ujar ku polos namun tak ada respon yang ditunjukkan oleh Ryan. Aku pun pergi meninggalkan nya namun saat langkah ku tak terlalu jauh suara ryan memanggil ku “tunggu,” cegah nya menghentikan langkahku, aku menoleh dan menghampirinya “apa?” tanya ku. “terimakasih atas semuanya” ucap Ryan. “oh gak masalah aku seneng seneng aja ngelakuin nya” jawab ku santai “ya udah deh aku balik ya, udah sore ni” lanjutku. “ya udah makasi ya sekali lagi” jawab Ryan.

Saat di jalan menuju rumah aku ngeliat Aisyah tersenyum menatap ku, mungkin itu ucapan terima kasih dari nya, dia Nampak cantik dan pandangannya tak kosong lagi. dan kuharap dia bahagia atas semua yang kulakukan dan semoga dia tenang di alam nya.

Sejak kejadian itu hidup ku kembali normal tak ada kejadian aneh, suara suara aneh, atau mimpi mimpi buruk yang menghantui seperti yang ku alami akhir akhir ini, semua kembali seperti biasa dan aku tetap menjadi diri ku yang selalu datang telat ke sekolah dan aku bahagia. Meski aku tak cantik dan tak pintar tapi aku tahu hidup ku bisa bermanfaat bagi orang lain atau setidaknya makhluk lain lah.



Karya: Linda Hani S

LUKISAN API NIESTRE

Malam berselimut asap pekat di sebuah kota. Suara bising mesin-mesin kendaraan berlalu-lalang, Gemerlap cahaya warna-warni lampu kota telah membutakan penduduk yang berdesakan tinggal di dalamnya. Angin malam menyerbak, membekukan hingga ke rongga-rongga tulang, seakan meneror penduduknya untuk tetap terjaga dalam realita, seakan meneror penduduknya takluk dalam mimpi-mimpi tiada akhir. Sementara gedung-gedung korporasi berdiri angkuh melawan alam, di langit kota turun perlahan tiga makhluk yang berjubah sehitam malam, berkepala ular. Mereka bukan manusia, mereka makhluk yang diutus para dewa untuk menjadi saksi sebuah peristiwa malam ini. Mereka melayang dari langit ke bumi sambil menembangkan syair

Kini Ahasveros mewabah di atas bumi

Petualang yang tak pernah tahu jalan kembali

Demi mencari arti diri, terbang hingga ke arsy

Harus berakhir hangus, terbakar matahari!

Di sudut kota itu terdapat sebuah bukit, puncaknya tertutup oleh rimbunan hutan, seakan terpisah dari peradaban kota di bawahnya. Di Balik rimbunan hutan itulah sebuah rumah kayu sederhana berdiri muram, didiami seorang lelaki tua yang tak kalah muram. Wajahnya layu, pakaiannya kumal tak terurus dinodai sisa-sisa cat. Lelaki tua itu terus melukis pada sebuah kanvas, ditemani ratusan lukisan hasil karyanya yang dipajang memenuhi dinding-dinding rumah. Lukisan-lukisan itu dipenuhi debu namun masih memancarkan berbagai pemandangan dan peristiwa di dalamnya. Lukisan-lukisan dengan detail yang sangat cermat. Begitu hidup dan nyata. Namun, lukisan-lukisan itu kini hanya mampu memandang cemas pada lelaki tua yang telah menciptakannya. Bagaimana tidak cemas? Sudah beratus-ratus tahun sejak lelaki tua itu mengunci diri dalam gubuk kayunya, berfokus pada satu lukisan yang kini tengah dilukisnya. Sebuah lukisan yang menggambarkan kobaran api yang menyala-nyala seakan mampu menghangatkan seisi ruangan. Sambil terus melukis sesekali mulutnya bergumam pelan “Siapa aku?”. Niestre nama lelaki tua itu.

Zaman dahulu ketika malam masih berselimut kabut tebal di sebuah desa yang begitu terpencil. Jauh dari suara bising mesin-mesin kendaraan, Jauh dari cahaya warna-warni lampu kota, angin malam masih menyerbak, menembus sela-sela rumah kayu yang dibangun seadanya, seakan membujuk penduduk untuk tidur lelap dalam rumah gubuknya yang sederhana, seakan membujuk penduduk untuk hanyut dalam mimpi-mimpinya yang sederhana. Di desa itulah Niestre dilahirkan. Sejak baru dilahirkan telah ia tunjukan sebuah mukjizat layaknya seorang nabi. Ketika tabib mengangkat tubuh bayi mungilnya dari rahim ibunya dan menimangnya, ia tidak menangis seperti bayi kebanyakan. Justru telunjuk tangannya bergerak-gerak melukis sesuatu dari darah bekas persalinan, Niestre lukis bunga-bunga padma di tangan si tabib sebagai tanda terima kasih, Tabib itu takjub keheranan. Namun si bayi kecil Niestre hanya membalas keheranan itu dengan tersenyum manis. Kabar pun tersiar ke seluruh desa, tentang bayi ajaib yang mampu melukis ketika baru saja dilahirkan, desa kecil itu kemudian geger hingga kabar itu menjadi topik yang ramai dibicarakan dimana-mana.

Waktu pun berlalu Seiring bertambahnya usia, kemampuan melukis Niestre semakin bertambah. Kabar tentang si bayi ajaib tidak juga surut, justru setiap hari Niestre mendatangkan keajaiban-keajaiban baru bersama lukisannya. Bahkan bagi mereka yang tidak mengerti tentang lukisan pun dapat melihat bahwa lukisan-lukisan Niestre begitu hidup, Lukisan-lukisan Niestre bukan hanya indah tapi mampu mendatangkan perasaan ajaib dan magis bagi penikmatnya. Berbagai cerita ajaib muncul dari Niestre dan lukisannya. Sewaktu remaja Niestre yang sedang asik jalan-jalan di sore yang cerah bertemu dengan Orpheus, yang sedang duduk di sebuah batu di padang rumput, memainkan lagu duka cita atas hilangnya istrinya, nada-nada yang dimainkan dari harpanya begitu memilukan menusuk dada, sambil memetik senar harpanya ia tembangkan syair-syair berisi ratapan karena kehilangan Euridice. Kesedihan Orpheus karena tak mampu menyelamatkan Euridice dari kematian seakan mengubah cuaca cerah sore itu menjadi gelap dan mendung. Niestre yang merasa kasihan pada sang dewa musik membuatkannya sebuah lukisan Euridice dan memberikannya pada orpheus. Orpheus begitu gembira melihat lukisan Euridice yang bukan saja mirip namun melihat lukisan itu Orpheus merasa seperti bertemu Euridice secara utuh kembali. Ia peluk erat lukisan Euridice, cinta sejatinya telah kembali hidup dalam sebuah kanvas. Ia berterima kasih sebanyak-banyaknya pada Niestre. Ia tinggalkan harpa di padang rumput, sambil membawa pulang lukisan Euridice ke rumahnya. Orpheus pun menjalani hidup dengan bahagia.

Selain menyelamatkan Orpheus dari duka citanya, Niestre bersama lukisannya bahkan mampu menyelamatkan kehidupan sebuah desa. Konon suatu ketika, di ujung timur negeri ini terdapat sebuah desa yang sangat miskin. Desa Kwor namanya, seringkali desa ini tertimpa bencana hingga menimbulkan wabah kelaparan yang sangat parah. Bayi-bayi busung lapar, orang dewasa kurus tak bertenaga, sawah-sawah kering tak terurus, dalam kondisi yang begitu mengkhawatirkan itu para pemimpin desa malah lari tunggang-langgang enggan bertanggung jawab pada nasib penduduknya, maka datanglah Niestre ke sana, sesampainya di Desa Kwor Niestre langsung mulai melukis berbagai macam buah-buahan lezat dan berbagai hidangan makanan di sebuah kanvas setinggi dua tubuh manusia dan di pajangnya di depan balai desa. Seketika bayi-bayi lapar yang melihat lukisan itu berhenti menangis seakan baru saja diberi asi, begitu juga orang-orang dewasa yang menatap lukisan itu, mereka seketika kenyang dan bertenaga, lalu ramai-ramai bangkit dari rasa laparnya dan berbondong-bondong mengolah sawahnya lagi. Walau bencana kembali datang, namun setiap melihat lukisan Niestre di balai desa, penduduk desa kwor menjadi semakin kuat dan tangguh. Tidak lama kemudian desa tersebut menjadi makmur bahkan menjadi salah satu desa termakmur di Negeri ini.

Namun kini segala kisah-kisah heroik Niestre telah jauh berlalu, kini Niestre hanya pelukis tua muram dalam gubuk kayu muram yang tenggelam dalam satu lukisan. Lukisan-lukisan masa lalunya kini menderita melihat sang pencipta yang tak lagi menyala seperti dulu. Sesekali Nistre menatap lukisan-lukisannya yang lain sambil bertanya pada mereka “Siapa aku?”, Lukisan-lukisan itu berusaha menjawab pertanyaan Niestre, namun Niestre tidak pernah mampu mendengar suara-suara itu, Niestre hanya mendengar keheningan. “kalian semua telah kucipta namun tidak juga mampu menjawab siapa aku”. Putus asa karena tak pernah mendengar jawaban dari lukisan-lukisan itu ia kembali melanjutkan lukisan yang nampak seperti kobaran api yang terus dibuatnya semakin detail, lebih hidup, tambah menyala. Seiring pudarnya kisah-kisah Niestre yang tenggelam dimakan waktu, seiring meredupnya cahaya kemanusiaan dalam tubuhnya. Seiring turunnya tiga mahluk berjubah hitam berkepala ular di atas rumah kayunya. Namun Niestre tidak juga mendengar suara-suara lukisannya yang menembangkan syair

Kini Ahasveros mewabah di atas bumi

Petualang yang tak pernah tahu jalan kembali

Demi mencari arti diri, terbang hingga ke arsy

Harus berakhir hangus, terbakar matahari!

Kabar Niestre yang telah menyelamatkan desa kwor dengan lukisannya tersebar ke seluruh penjuru bumi, sepulangnya dari Desa Kwor berbagai sanjungan dan pujian menyambut Niestre di desa kelahirannya. Orang-orang desanya turut bangga dengan apa yang Niestre lakukan pada Desa Kwor. Ia dinyatakan sebagai pahlawan. Niestre yang hanya pemuda sederhana kini disanjung seluruh kota. Kepulangan ke desanya disambut dengan syukuran di balai desa. Setiap sore anak-anak kecil meneriakan nama Niestre seperti pahlawan saat mereka sedang asyik bermain di lapangan, ibu-ibu mendongengkan anak-anaknya sebelum tidur dengan kisah Niestre yang menyelamatkan Desa Kwor seperti musa yang menyelamatkan kaum Yahudi dari Firaun. Bapak-bapak mulai mendiskusikan kemungkinan Niestre menjadi demang desa pada saat mereka kumpul-kumpul di sore hari, dan yang lebih membuat kalut adalah ketika perempuan-perempuan desa mulai cari-cari perhatian saat melihat Niestre jalan-jalan santai di sore hari.

Hingga di suatu senja pintu gubuk kayu Niestre diketuk seseorang, begitu pintu itu dibuka terlihatlah seorang perempuan muda dengan rambut hitam terurai lurus sepunggung dengan warna kulit coklat kemerahan di ambang pintu rumah. Mata perempuan itu berbentuk almond dengan garis wajah oval, ia sunggingkan senyum anggun namun menggoda dari bibirnya yang kemerahan, penuh, dan sensual “namaku Empousa, senang bisa bertemu dengan anda”, Niestre yang tidak biasa kedatangan tamu begitu gugup dan hanya senyum seadanya kedatangan tamu perempuan sore-sore seperti ini. “Ya, ada apa?”. Jelas mata tajam dan senyum sensual Empousa telah membius logika Niestre hingga hanya bisa berkata ada apa. “tidak ada, hanya ingin tahu bagaimana kediaman seorang pelukis sekaligus pahlawan yang dielu-elukan semua orang”. Jawabnya dengan nada datar namun sopan. Niestre kehilangan logika untuk melontarkan pertanyaan, Niestre hanya menjawab “Ya, beginilah, sama saja seperti orang-orang lain”. Empousa mulai masuk ruangan sebelum dipersilakan, melewati Niestre yang hanya diam mematung dengan segudang tanda tanya di kepala, ia pandangi sekeliling ruangan yang dipenuhi oleh lukisan-lukisan. “Kau terlalu merendah Niestre, dinding rumah orang pada umumnya tidak dipenuhi oleh lukisan-lukisan luar biasa seperti ini” mata perempuan itu mengerling pada Niestre dan tubuhnya gemulai seperti menari ketika ia berjalan mengagumi satu-persatu lukisan Niestre. Niestre seakan terhipnotis oleh setiap langkah perempuan itu. Di akhir langkah gemulainya, perempuan itu menatap nakal mata Niestre, kilau impulsif terpancar dari sana, ia berkata “Lukisan-lukisan yang luar biasa, coba ceritakan padaku maksud dan arti setiap lukisan-lukisanmu”

Maka sejak itu setiap matahari hampir terbenam Empousa mengunjungi rumah kayu Niestre di puncak bukit, saling bercerita tentang arti dan makna setiap lukisan-lukisan Niestre. Lukisan-lukisan Niestre sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Tak akan pernah habis untuk diceritakan satu-persatu. Pertemuan demi pertemuan terus terjadi, membuat mereka semakin dekat, dan kehilangan batas. Terkadang bila malam terlalu dingin mereka berdua malah lupa bercerita tentang makna lukisan dan asik bercinta sepanjang malam. Semua kedekatan mereka terhenti ketika sebuah pertanyaan terlontar dari Empousa “sudah banyak kau ceritakan makna lukisanmu, namun tidak adakah dari lukisan-lukisanmu yang mencurahkan hati dan perasaanmu sendiri? kau hanya sibuk melukis karena orang lain atau karena mengagumi suatu hal”, “Perasaan sendiri? untuk apa?”. Empousa menjawab tenang. “ya ini semua tentang dirimu, ini kehidupanmu, kau berhak tahu siapa dirimu, sampai kapan kau hanya mengagumi orang-orang lain, benda-benda lain, kau punya anugerah yang luar biasa, gunakanlah, lukislah dirimu sendiri agar aku bisa mengenal siapa kamu?”. “Siapa aku?” pikiran Niestre benar-benar kacau mendengar pertanyaan itu, pertanyaan yang tidak pernah terlintas dalam benaknya. “ya kau adalah manusia yang luar biasa, mudah saja bukan untuk melukis tentang dirimu.” Niestre diam, pikirannya jauh menerawang, “Aku akan datang saat kau telah mengetahui arti dirimu”

“Tunggu sebentar! aku tahu siapa aku, akan aku lukis sekarang juga”, Niestre bangkit mengambil kanvas, kuas, serta cat, segera membuat sketsa dari pikirannya. Tidak sampai 15 menit lukisan itu sudah jadi. “inilah aku” katanya sambil menyerahkan sebuah lukisan bunga padma pada Empousa, bunga padma yang sama yang pernah ia lukis sewaktu baru dilahirkan. Hanya saja kali ini dengan penggambaran yang lebih detail dan hidup. Bunga padma itu berwarna kuning, dengan kilau ceria di atas sebuah kolam yang jernih. Seperti biasanya lukisan Niestre begitu hidup. Riakan kolam yang lembut dalam sebuah kanvas seakan menceritakan suatu ketenangan, bunga padma yang berkilau seakan menceritakan sebuah kebahagiaan. Kebahagiaan dan ketenangan, titik spiritualitas tertinggi seorang manusia. Menerima lukisan itu Empousa hanya mengulum bibir Niestre dan berkata “kau lebih dari itu Niestre, lihatlah lagi ke dalam dirimu dan kau akan tahu siapa dirimu. Aku dapat melihatnya, dirimu sesungguhnya bukanlah bunga padma yang kau lukis ini”. Empousa pergi, meninggalkan Niestre dalam labirin tanya siapa aku

Sejak itu Niestre mulai mencari jati dirinya, ia tenggelam dalam sebuah tanya di kepalanya, tanpa pernah mendengar suara dari lukisan-lukisannya yang tergantung di dinding rumah kayunya, yang berada di tangan Orpheus, yang ada di Desa Kworr. Semua lukisannya jelas telah mengetahui jawabannya. Namun suara-suara mereka semua berbeda dan hanya menghasilkan keheningan di telinga Niestre. Niestre ambil kanvas dan kuas sebagai senjatanya untuk menaklukan misteri terbesar semestanya, akan ia lukis siapapun manusia yang menciptakan bayangan dari cahaya api di hadapannya. Kemudian waktu pun bergulir desa berubah menjadi kota, pahlawan-pahlawan super bermunculan, Iron Man, Batman, saras 008, menyingkirkan nama Niestre yang hanya sekedar pahlawan di benak anak-anak yang kini tak lagi bermain di lapangan, Ibu-ibu sudah tidak lagi mendongengkan anak-anaknya, harga sembako membumbung tinggi, setiap malam mereka menakar-nakar kebutuhan beras untuk esok pagi. Bapak-bapak tidak lagi punya waktu kumpul membicarakan desa, kini mereka dihantui sistem kompetisi kota, mereka kerja pagi-malam demi memenuhi kebutuhan keluarga. Kisah-kisah Niestre tersingkir dari peredaran zaman

Tiga mahluk berjubah hitam berkepala ular telah sampai di depan gubuk kayu Niestre. Begitu mereka menginjakan kaki di atas bumi dalam sekejap lukisan api niestre berubah menjadi api sesungguhnya. Bukan sekedar hidup sebagai obyek lukisan, tapi benar-benar telah menjadi api seutuhnya. Lukisan api itu kini bukan hanya mengubah persepsi, namun telah melampaui batas-batas fisiknya sebagai lukisan. Api dalam lukisan Niestre menjalar ke luar dari kanvas. membakar tangan Niestre yang sedang melukisnya. Niestre terkejut, ia kibaskan tangannya yang terbakar api, namun api dalam lukisan itu tiba-tiba saja meledak mementalkan tubuhnya, Niestre jatuh terkulai lemas, sebelum otaknya mampu bertanya apa yang terjadi, lukisan itu telah membakar seluruh rumah kayu dan lukisan-lukisan Niestre yang lainnya. Api dari lukisan berkobar semakin besar, membakar apapun di sekeliling Niestre, Api itu mengitari Niestre, menjalar mendekatinya dari berbagai arah, kemudian membakar tubuh Niestre. Dalam kobaran api yang menyala-nyala membakar dirinya, Niestre dapat melihat tiga mahluk berjubah hitam membahana menembangkan syair. Dalam kobaran api yang menyala-nyala membakar dirinya, Niestre dapat mendengar suara-suara dari lukisannya yang terbakar. membahana menembangkan syair

Kini Ahasveros mewabah di atas bumi

Petualang yang tak pernah tahu jalan kembali

Demi mencari arti diri, terbang hingga ke arsy

Harus berakhir hangus, terbakar matahari!

Api dari lukisan terus membakar apapun. Semakin besar tak terkendali. Bahkan api dari lukisan telah membakar lukisan itu sendiri, membakar dirinya sendiri. Saat itu dari kobaran api munculah Empousa di hadapan Niestre. Empousa masih sama seperti ratusan tahun lalu saat Niestre pertama kali melihatnya di ambang pintu. Seorang perempuan muda dengan rambut hitam lurus terurai sepunggung dengan warna kulit coklat kemerahan, mata berbentuk almond dengan garis wajah oval, dan bibirnya yang kemerahan. Namun ada yang sedikit berbeda. Di atas kepalanya terdapat sebuah tonjolan yang mirip sekali dengan tanduk “Sesuai janji aku datang padamu saat telah kau lukiskan siapa dirimu sebenarnya. Kaulah manusia, makhluk penuh ambisi yang merusak dan membakar kehidupannya sendiri”. Empousa tertawa melengking, suara tawanya terus meninggi memekakkan telinga, kemudian seperti tertiup angin suara tawanya menghilang seiring hilang kembali dirinya. Lukisan api telah terbakar habis menjadi arang, lukisan yang Niestre ciptakan selama ratusan tahun kini tak jauh berbeda dengan kertas putih yang terbakar. Menyaksikan tragedi di bawahnya langit hitam mulai menangis, menurunkan hujannya. Air hujan yang jatuh ke bumi seperti membelai api yang bergolak, kemudian menggelayut manja dan padam. Tinggal asap yang tersisa ditinggal api yang kemudian hilang ditelanjangi angin. Maka selesailah sudah seluruh sandiwara.

Tangan Niestre telah menjadi arang, hanya sedikit sisa-sisa darahnya yang belum habis diuapkan api, namun kesadarannya belum hilang. Kini ia merasa asing setelah perjalanannya mencari arti diri yang begitu panjang. Kepulangannya kini tak lagi disambut seperti kepulangannya dari Desa Kwor. Di ujung hayatnya Niestre melihat dari atas bukit, desa kelahirannya telah menjadi kota, pohon-pohon telah berubah menjadi gedung-gedung tinggi, Niestre berada dalam realita yang sudah tak dikenalnya lagi. Niestre telah menjadi makhluk purbakala dan mati tanpa jejak. Tidak! Ia tidak mau mati di atas tanah yang tak dikenalnya. Ia kini begitu rindu pada kampung halamannya. Pada pohon-pohon yang melambai diterpa angin. Pada kabut yang sejuk membelai mimpi-mimpi. Pada senyum tulus dari penduduknya yang sederhana. Maka, bertinta hitam arang dan merah darah, ia buat sebuah lukisan terakhirnya di atas tanah. Dengan sisa keajaibannya ia buat sebuah lukisan yang menggambarkan desa kelahirannya. Padang rumput hijau membentang luas, dengan empat sungai yang mengalir membelah bukit, ditumbuhi pohon-pohon apel besar nan meneduhkan. Di atas lukisan itulah Niestre menghembuskan nafas terakhirnya. Di atas sebuah lukisan tentang desa yang permai dan sederhana yang di zaman ini orang-orang mengenalnya sebagai Taman Eden.


Karya: Aldi P Soebakir

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK