“Pedro, apabila kau tak segera membawa gadis pilihanmu ke hadapan kami, kami yang akan memilihkan gadis untuk kau nikahi,” gertak Raja El Rey pada putra semata wayangnya.
Raja El Rey merasa telah berumur dan sudah waktunya turun tahta. Akan tetapi, syarat turun-temurun kerajaan mengharuskan setiap pangeran sudah menikah sebelum menjadi raja. Oleh karena itu, Raja El Rey memberi batas waktu pada Pangeran Pedro untuk menemukan tambatan hatinya. Sebenarnya, perjodohan sudah lazim di kalangan istana. Tetapi, Pangeran Pedro bersikeras untuk menemukan gadis pilihannya sendiri. Ia tak peduli gadis itu berasal dari kalangan bangsawan ataupun rakyat jelata.
“Memangnya di kerajaan ini tak ada gadis yang sesuai dengan hati Anda, Pangeran?” tanya Sancho.
Dia adalah seorang pelayan sekaligus teman dekat Pangeran Pedro. Mereka sering bertukar pikiran.
“Entahlah, Sancho. Kau tahu kan aku sudah beberapa kali menyamar untuk menemukan gadis yang kusukai di kerajaan ini. Sayangnya, belum ada yang membuatku jatuh hati. Apa kau punya ide?”
“Kenapa Anda tak mencarinya di luar kerajaan, Pangeran?”
Pangeran termenung mendengar gagasan Sancho. Ia seperti mendapat pencerahan. Selama ini, ia terlalu sibuk memikirkan permintaan ayahnya. Ia lupa jika dunia ini luas, tak sebatas kerajaannya saja. Pangeran pun memutuskan untuk memulai pencariannya. Suatu hari, pangeran memutuskan pergi berkelana seorang diri. Ia menunggangi kuda kesayangannya, Caballo. Ia sudah berkuda dan meninggalkan kerajaannya seharian. Hari mulai beranjak siang dan pangeran bermaksud beristirahat sejenak. Ia memilih berhenti di sebuah telaga untuk mengambil minum. Saat ia merunduk mengambil air, ia melihat bayangan buah jeruk di permukaan air telaga. Ketika melongok ke atas, ia mendapati tiga buah jeruk ranum bergantung di ranting pohon jeruk.
“Hmm ... jeruk-jeruk itu sepertinya segar sekali,” gumam Pangeran Pedro.
Ia lalu memanjat pohon jeruk yang tak seberapa tinggi dan memetik buah tersebut. Pangeran Pedro kemudian duduk di bawah pohon besar yang rindang. Caballo berada di sampingnya, memuaskan dahaga dengan meminum air telaga yang segar. Pangeran segera membelah jeruk pertamanya. Tapi, tanpa terduga muncul seorang gadis dari dalam buah jeruk itu. Pangeran sangat terkejut. Gaids itu adalah gadis tercantik yang pernah dilihat pangeran.
“Beri aku tortilla,” ujar sang gadis pada pangeran.
“Maaf, aku tak punya tortilla,” jawab pangeran.
“Kalau begitu, aku akan kembali ke dalam jeruk,” kata sang gadis.
Ia pun masuk kembali ke dalam jeruk. Jeruk yang sudah terbelah itu menjadi utuh kembali dan meloncat dari genggaman pangeran, kembali ke ranting pohon jeruk. Kini, ada dua butir jeruk di tangan pangeran. Sebelum kejadian pertama berulang, pangeran pergi ke desa terdekat untuk membeli tortilla.
“Apakah aku bisa membeli sepotong tortilla?” tanya pangeran pada seorang pedagang di pasar.
Pedagang itu memberikan tortilla yang diminta pangeran. Tetapi, pangeran tampak kebingungan karena kantong uangnya tertinggal di telaga, saat ia mengambil air minum tadi. Melihat pangeran kebingungan, pedagang itu berkata, “Bawalah saja kalau kau tak punya uang untuk membayar. Aku sudah akan pulang dan itu adalah potongan tortilla terakhir yang kumiliki.”
Pangeran berterima kasih pada pedagang itu dan segera kembali ke telaga untuk mengambil kantong koinnya. Tapi, ia sudah tak sabar untuk membelah jeruk berikutnya. Pangeran pun mengikat kudanya dan duduk di bawah pohon besar. Pangeran membelah jeruk keduanya dengan hati-hati. Kali ini ia tak terkejut melihat seorang gadis muncul dari dalam jeruk itu. Namun, ia takjub karena sang gadis ternyata lebih cantik dari gadis jeruk yang pertama.
“Berikan aku aguardiente,” ujar gadis jeruk kedua.
Pangeran terkejut. Ia mengira sang gadis juga akan meminta tortilla. Ia pun terpaksa memberi jawaban yang mengecewakan.
“Maaf, aku tak punya aguardiente,” ucap pangeran sedih.
“Kalau begitu, aku akan kembali ke dalam jeruk.”
Seperti gadis pertama, gadis kedua juga masuk lagi ke dalam jeruk. Jeruk yang sudah terbelah itu berubah menjadi utuh kembali dan meloncat dari genggaman pangeran, kembali ke ranting pohon jeruk.
“Kalau kubelah jeruk ini dan dia meminta apa yang aku tak punya, bagaimana ya?” gumam pangeran.
Pangeran kemudian berpikir, seandainya Tuhan menakdirkan ia bertemu dengan jodohnya, gadis dalam jeruk terakhir itu, pasti akan meminta apa yang ia punya. Akhirnya, pangeran nekat memotong jeruk terakhirnya. “Berikan aku xocolatl,” pinta gadis jeruk yang terakhir.
“Emmm ...” Pangeran bergumam sejenak.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, pangeran tidak langsung menjawab. Pangeran memang tidak memiliki xocolatl, tapi dari kejauhan ia melihat sebuah kereta datang. Pangeran mendapatkan ide cemerlang.
“Baiklah, aku akan memberikan yang kau minta. Tetaplah di sini karena aku akan segera kembali,” seru pangeran. Dia lalu menghampiri kereta itu dan memintanya berhenti. Seorang gipsi melongokkan kepalanya keluar kereta.
“Ada apa, Tuan?”
“Apakah kau memiliki xocolatl? Aku akan menukarnya dengan sekantung uang emas ini,” pangeran meminta, penuh harap.
“Kebetulan aku memilikinya, Tuan.”
Gipsi itu menyodorkan sebotol xocolatl dan menyambar kantung uang Pangeran Pedro. Pangeran Pedro bergegas kembali menemui gadisnya. Ia menyerahkan xocolatl yang diminta oleh gadis itu.
“Sekarang, saya menjadi milik Anda, Tuan,” ujar si gadis.
Pangeran tersenyum puas. Saat ia perhatikan, gadis itu ternyata jauh lebih cantik daripada gadis-gadis jeruk sebelumnya. Pangeran sangat senang. Ia belum pernah melihat gadis secantik itu sebelumnya.
“Saya akan menikahi Anda, Nona. Siapa nama Anda?”
“Nama saya Reina,” jawabnya sambil tersenyum.
Senyum Reina memikat hati Pangeran Pedro. Pangeran Pedro bermaksud mengajak Reina ke kerajaan untuk bertemu ayahnya dan menikahinya. Namun, ia tak mungkin membawa Reina yang berpakaian lusuh itu. Pangeran Pedro melihat pria gipsi tadi berjalan mendekat. Ia hendak menukar kantung uangnya yang lain dengan pakaian untuk Reina. Namun, melihat pakaian pria gipsi yang tak kalah lusuh, Pangeran Pedro mengurungkan niatnya.
“Tuan, apakah kau bersedia menemani gadisku sebentar? Aku ingin mencari pakaian yang bagus untuknya. Tolong, jaga dia."
Pangeran memberikan sekantung uang lagi pada pria gipsi.
“Baik, Tuan,” jawab pria itu, senang.
Pria gipsi itu sebenarnya memiliki anak gadis yang sedang tertidur di dalam kereta. Ia terbangun saat pangeran hendak menaiki kudanya. Begitu melihat pangeran, gadis itu jatuh cinta.
“Ayah, siapa orang yang naik kuda tadi?” tanya gadis gipsi pada ayahnya.
“Entahlah. Dia tadi membeli xocolatl dari ayah. Ia lalu menitipkan gadis ini pada ayah, dan memberi ayah banyak uang.”
“Apakah gadis itu istrinya?”
“Ayah tak tahu. Kenapa kau tak bertanya sendiri padanya?”
Gadis gipsi mendekati Reina dan bertanya, “Nona, apakah kau istri pria berkuda tadi?”
“Bukan. Tetapi, ia berkata akan menikahiku,” jawab Reina, jujur.
“Oh, begitu. Bolehkah aku menyisir rambutmu? Saat pria itu kembali, kau akan tampak lebih cantik,” pinta gadis gipsi.
“Silakan jika kau tak keberatan.”
Gadis gipsi itu menyisir rambut Reina. Namun, sesungguhnya ia sedang menyematkan jarum bermantra ke kepala Reina. Reina segera berubah menjadi seekor merpati dalam sekejap. Gadis gipsi lalu mengambil pakaian yang ditinggalkan Reina dan segera mengganti pakaiannya. Gadis gipsi itu ternyata memiliki kemampuan sihir.
“Apa yang kau lakukan, Anakku?” tanya pria gipsi.
“Aku jatuh cinta pada pria itu, Ayah. Dengan begini, aku akan bisa menikah dengannya,” jawab gadis gipsi.
“Lagipula, kata ayah dia sudah memberi ayah banyak uang. Dia pasti orang kaya. Aku akan bahagia hidup dengannya dan bisa memberi ayah banyak uang, kelak,” lanjutnya.
Pria gipsi mengangguk, membenarkan ucapan putrinya. Lagipula pria berkuda tadi belum tahu tentang putrinya, pikir pria gipsi. Tak lama kemudian Pangeran Pedro datang. Ia sedikit heran saat melihat kulit gadis jeruknya nampak lebih gelap. Namun, pangeran tak terlalu curiga karena gadis gipsi telah memantrai wajahnya agar mirip dengan Reina.
“Kulitmu tampak lebih gelap, Reina. Apa yang terjadi padamu?” tanya Pangeran Pedro.
“Matahari sangat terik, Tuan. Kulitku jadi terbakar,” jawab gadis gipsi.
Pangeran menganggukkan kepala, memercayai ucapannya karena panas matahari memang begitu menyengat. Pangeran segera menyerahkan pakaian yang indah untuk dikenakan Reina palsu. Ia lalu membawa gadis itu kembali ke istana, menemui ayahnya. Sesampai di istana, Pangeran Pedro membawa Reina palsu menemui ayah dan ibunya. Raja dan Ratu El Rey tampak senang melihat calon menantunya. Ia cantik, santun, dan lembut. Ia pasti bisa menjadi ratu yang baik dalam mendampingi pangeran memimpin kerajaan. Hari pernikahan pangeran pun tiba. Raja menggelar pesta besar di istana. Mereka tidak hanya mengundang para bangsawan, tetapi juga seluruh rakyat kerajaan. Pesta berlangsung meriah.
Tak lama kemudian, Raja El Rey turun tahta dan menyerahkan tampuk pemerintahan pada Pangeran Pedro. Pangeran Pedro dan istrinya diarak dengan kereta kuda. Iring-iringan prajurit menabuh genderang tanda suka cita. Rakyat menyambut raja baru mereka. Raja El Rey memang terkenal adil dan bijaksana. Rakyat pun berharap penggantinya bisa bersikap serupa. Kini, Pangeran Pedro telah menjadi raja. Ia hidup bahagia dengan istrinya. Namun, ia belum mengetahui jika ia bukan menikahi Reina yang sesungguhnya, melainkan seorang gadis gipsi. Suatu hari, Sancho melihat seekor merpati putih bertengger di dahan dekat balkon istana. Sancho merasa tertarik dan mendekati sang merpati, yang ternyata jinak itu.
“Tuan, bagaimana keadaan pangeran dan istrinya?” tanya merpati itu. Sancho terkejut karena merpati bisa bicara menggunakan bahasa manusia.
“Kau bisa bicara? Sungguh kau yang bicara? Atau aku salah dengar?” Sancho balik bertanya, tak percaya.
“Ya, Tuan. Saya bisa berbicara,” jawab merpati itu lagi. Sancho tampak takjub.
“Keadaan pangeran baik. Ia kini telah menjadi raja. Istrinya pun baik. Kadang ia menyanyi, kadang pula ia menangis,” ujar Sancho, menjawab pertanyaan merpati.
Merpati itu pun terbang menjauh setelah mendengar penuturan Sancho. Beberapa hari berikutnya, Sancho melihat merpati putih yang sama, hinggap di kepala Caballo. Mereka seperti sedang bercakap-cakap. Setelah itu Sancho semakin sering melihat merpati itu di sekitar istana.
"Raja, apakah Anda pernah mendengar tentang merpati yang bisa berbicara?” tanya Sancho suatu pagi, saat menemani Raja Pedro berkuda.
“Belum pernah, Sancho. Tapi, apa yang tak mungkin terjadi di dunia ini? Kau masih ingat gadis jerukku?” balas Raja Pedro.
Sancho mengangguk. Raja Pedro memang tak pernah menceritakan asal-usul Reina pada kedua orang tuanya. Ia hanya mengatakan Reina gadis sebatang kara yang tinggal di luar kerajaan. Saat itu, Raja dan Ratu El Rey tak mempermasalahkan pilihan anaknya. Mereka percaya anaknya akan memilih wanita terbaik untuk dijadikan istri. Tetapi, Raja Pedro menceritakan asal usul Reina kepada pelayan setianya, Sancho. Ia pun meminta Sancho merahasiakannya.
“Memangnya kau bertemu merpati yang bisa berbicara itu?” tanya Raja Pedro.
“Iya, Raja. Kadang saya juga melihatnya hinggap di kepala Caballo.”
“Oh, ya? Jadi kau juga mengenalnya, Caballo?” ucap Raja Pedro, sambil menepuk leher Caballo yang tertutup surai panjang.
“Jangan-jangan Caballo bisa bicara?” gurau Raja Pedro. Mereka tertawa.
Tapi Caballo hanya meringkik, bukan bicara.
“Apa yang kau dan merpati itu bicarakan, Sancho?”
“Tidak banyak. Ia hanya bertanya tentang keadaan Anda dan Ratu.”
“Dia bertanya tentangku? Ia mengenalku?”
“Siapa yang tak mengenal Anda, Tuan? Anda adalah seorang raja,” balas Sancho. Raja Pedro tersenyum.
“Sancho, kalau kau melihatnya lagi, tangkap dan bawa dia kepadaku,” pinta Raja Pedro.
Semakin hari ia semakin penasaran dengan merpati yang diceritakan Sancho.
“Baik, Tuan.”
Sancho sudah hafal tempat bertengger merpati itu. Ia lalu menaruh jebakan agar merpati itu tidak terbang ketika ia akan menangkapnya. Saat merpati itu bertengger di tempat biasa, ia pun masuk dalam jebakan Sancho. Ia tak bisa melepaskan diri dari jebakan itu. Ketika Sancho melihat seekor merpati masuk jebakannya, ia memastikan terlebih dulu bahwa merpati itu adalah merpati yang ia inginkan.
“Maafkan aku, merpati. Aku tak bermaksud menyakitimu. Ada yang ingin bertemu denganmu,” ujar Sancho pada merpati putih.
“Tolong lepaskan aku, Tuan,” rintih merpati itu.
“Aku akan segera melepaskanmu, setelah aku mempertemukanmu dengannya,” jawab Sancho, berjanji pada merpati.
Tanpa menunggu lagi, Sancho segera mencari Raja Pedro. Rupanya raja sedang minum teh bersama ratu di taman istana.
“Raja, ini adalah merpati yang hamba ceritakan.”
Sancho mengulurkan merpati itu pada Raja Pedro. Raja Pedro tampak senang. Merpati itu cantik sekali. Bulunya putih dan halus. Akan tetapi, ratu justru tampak terkejut melihatnya.
“Duhai merpati yang cantik, Sancho bilang kau bisa berbicara. Sekarang, bicaralah padaku,” pinta Raja Pedro.
Namun, merpati itu diam saja.
“Sancho, sepertinya ia hanya mau bicara denganmu. Tapi, merpati ini sungguh cantik sekali. Aku ingin memeliharanya,” lanjut Raja Pedro.
“Tidak perlu, Sayang. Lepaskanlah merpati itu. Kasihan dia,” kata ratu.
Ia tampak sedikit panik dan ketakutan.
“Kau tak suka merpati ini, Reina?” tanya Raja Pedro.
Tangannya mengelus kepala merpati dan tiba-tiba ia menemukan sebuah jarum menusuk jarinya. Ia lalu menarik jarum itu dari kepala sang merpati. Tak disangka, merpati itu berubah menjadi manusia. Merpati itu adalah jelmaan Reina yang sesungguhnya. Pangeran terkejut dan tampak bingung mendapati dua Reina di hadapannya.
“Kau pasti penyihir!” teriak ratu, sambil menunjuk Reina.
“Bukan, kau yang penyihir!” balas Reina, tak mau kalah.
“Raja, tusukkanlah jarum itu ke buah jeruk di meja Anda. Anda akan tahu yang sebenarnya,” tukas Reina.
Raja pun menusukkan jarum yang tertancap di kepala merpati ke sebutir jeruk. Sihir ratu terserap masuk ke dalam buah jeruk. Wajah aslinya pun kembali.
“Siapa kau?” bentak raja pada gadis gipsi.
“Jadi, selama ini yang aku nikahi bukan Reina?” tanyanya lagi.
Reina lalu bercerita tentang gadis gipsi yang telah menusukkan jarum bermantra ke kepalanya, sehingga ia berubah menjadi merpati. Selama ini ia terbang ke sana ke mari, menanyakan cara menghapus sihir gadis gipsi. Kini, Reina telah terbebas dari sihir itu. Gadis gipsi langsung tersungkur di kaki Raja Pedro. “Ampuni saya, Raja Pedro. Saya melakukan semua ini karena saya mencintai Anda,” ucap gadis gipsi, meminta belas kasihan. Ia menangis tersedu-sedu.
“Cara yang kau lakukan salah, Nona. Kau harus dihukum!” tukas Raja Pedro.
Hukum kerajaan mengatur bila ada yang melakukan kejahatan akan dihukum dengan dibakar di tiang. Gadis gipsi itu ketakutan membayangkan hukumannya. Ia memohon-mohon ampun pada Raja Pedro.
“Raja, sebaiknya Anda pikirkan lagi hukuman untuk gadis gipsi ini. Bagaimanapun selama ini ia telah menjadi ratu yang baik,” saran Sancho.
Raja masih tampak marah karena kebohongan gadis gipsi. Namun, ia memang bukan raja yang kejam. Ia pun memikirkan kembali hukuman yang layak untuk gadis gipsi.
“Kalau begitu, bawalah ia kepada Marlin, penyihir istana. Minta Marlin menghapus kemampuan sihirnya. Setelah itu, keluarkan ia dari kerajaan,” perintah Raja Pedro.
Gadis gipsi itu meminta maaf berkali-kali kepada Raja Pedro. I benar-benar menyesali perbuatannya. Maka, setelah dikeluarkan dari kerajaan, ia kembali kepada ayahnya. Mereka pun kembali menjadi pengelana. Raja Pedro lalu menikahi Reina yang asli. Rakyat bersuka cita menyambut ratu mereka. Raja Pedro dan istrinya memulai kehidupan baru di istana, memimpin rakyat mereka dengan bijaksana, dan hidup bahagia selamanya.
***
Maudy selesai membaca bukunya.
"Cerita yang bagus, ya asalnya dari Mesiko," kata Maudy.
Maudy menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja. Pintu depan di ketuk dan ada ucapan salam juga sih "Assalamualaikum."
Maudy membuka pintu dan menjawab salam "Waalaikumsalam."
"Abang Kent...tumben main kesini?!" kata Maudy.
"Rindu sama Maudy," kata Kent yang terus terang dengan pernyataannya.
"Bisa aja...Abang Kentt," kata Maudy dengan menunduk malu.
"Aku boleh masuk kan!" kata Kent.
"Silakan Abang Kent!" kata Maudy.
Maudy dan Kent duduk di ruang tamu. Keduanya ngobrol yang asik, ya pokoknya obrolan kaya orang yang lagi kasmaran karena cinta bertemu gitu sih.
No comments:
Post a Comment