Natasya selesai bermain dengan teman-teman. Natasya duduk santai di ruang tengah, ya sambil membaca bukunya dengan baik.
Isi buku yang di baca Natasya :
Warna bulu Tzunuum yang coklat kusam memang tidak menarik. Bila dibandingkan dengan kawan-kawannya sesama burung, penampilan Tzunuum tampak paling buruk. Tetapi, dia tak berkecil hati dan tidak rendah diri. Dia tetap mau berteman dengan mereka semua. Tzunuum sudah merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang dia miliki, sehingga dia merasa lebih bahagia. Sifat-sifat Tzunuum tersebut membuat teman-teman menyukainya. Ketika Tzunuum dewasa, seekor kolibri jantan menarik perhatiannya. Sudah beberapa hari ini kolibri jantan itu terbang mondar-mandir di depan sarangnya sambil berkicauan. Tzunuum tampak malu-malu ketika kolibri jantan itu mendekatinya.
“Apa yang harus kulakukan, Motmot?” tanya Tzunuum pada sahabatnya.
“Terima saja, Tzunuum. Aku rasa dia adalah kolibri yang pemberani. Suaranya juga merdu sekali,” jawab burung Motmot.
“Aku malu,” balas Tzunuum lagi.
“Hei, kau sudah dewasa dan cantik, Tzunuum. Biasanya apa yang kolibri betina lakukan saat mendapatkan pinangan dari kolibri jantan?”
“Mereka akan berakrobat di udara, menunjukkan kemampuan terbangnya. Akrobat itu berarti jawaban ‘ya’ untuk kolibri jantan yang meminangnya.”
“Kalau tidak?” sela Motmot.
“Kalau jawabannya ‘tidak,’ kolibri betina akan mengacuhkan si jantan sampai si jantan menyerah.”
“Oo …. Lalu kau sendiri bagaimana, Tzunuum? Apa kau menyukai kolibri jantan itu?”
Tzunuum tertunduk malu mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Motmot. Ia malah menjawab pertanyaan itu dengan bercanda. “Apa aku harus menjawab pertanyaanmu dengan akrobat juga, Motmot?”
“Jadi, itu artinya?” Motmot bertanya balik.
Tzunuum berkedip-kedip.
“Lalu tunggu apa lagi? Cepatlah berdansa di angkasa!” seru Motmot, girang.
“Tidak sekarang, Motmot. Aku ingin melihat apa dia akan datang lagi besok.”
“Baiklah. Besok aku akan kemari lagi melihatmu berakrobat di angkasa. Pasti indah sekali.”
“Kita lihat saja besok,” jawab Tzunuum, sambil tersenyum.
Motmot terbang menjauh. Ia sudah tak sabar menanti esok hari. Motmot yakin kolibri jantan itu belum menyerah. Ia akan datang lagi mencari Tzunuum. Motmot punya rencana sendiri. Motmot lalu bersiul-siul di dahan Azar, si pohon hutan. Suaranya yang parau seperti suara katak sangat khas. Semua penghuni hutan tahu itu suara Motmot. Mendengar siulan Motmot, beberapa burung yang biasa bertengger di dahan Azar berdatangan.
“Ada apa, Motmot? Kau berisik sekali,” ujar Vermilion yang terbang mendekat.
“Aku punya berita baik. Sebaiknya, kita tunggu yang lain datang dulu, baru aku akan memberitahukannya kepada kalian.”
Tak berapa lama kemudian, dua ekor burung datang bergabung. Mereka adalah Uchilchil dan Kardinal. Keduanya langsung bertengger di dahan yang berdekatan dengan dahan yang dihinggapi Motmot.
“Aku senang semua sudah berkumpul,” ucap Motmot.
Mereka berempat memang sahabat setia Tzunuum. Di antara Motmot, Uchilchil, Kardinal, dan Vermilion, hanya Tzunuum yang tak mempunyai bulu indah. Keempat temannya mempunyai bulu yang cantik dan menawan. Bahkan, Kardinal dan Vermilion punya nyanyian yang sangat merdu. Motmot mempunyai bulu berwarna hijau zamrud di punggung dan bahunya. Kepala, ujung sayap, dan ekornya berwarna pirus, perpaduan antara warna hijau dan biru. Bulu ekor Motmot panjang dengan ujung mirip pendulum jam. Semua mengagumi keelokan ekor Motmot yang unik itu. Uchilchil mempunyai bulu berwarna biru safir di tubuhnya. Hanya ada sedikit warna putih di bagian perut. Sayap Uchilchil berwarna biru yang sedikit lebih tua dari warna biru di tubuhnya. Sedangkan Vermilion mempunyai mahkota berwarna merah oranye di kepalanya. Perut dan dadanya juga berwarna merah oranye. Sedangkan di bagian sayap dan punggung berwarna coklat tua. Tubuh Vermilion sedikit gemuk dibandingkan dengan kawan-kawan lainnya.
Warna bulu Kardinal paling mencolok. Seluruh tubuhnya diselimuti bulu berwarna merah terang. Hanya ada sedikit bagian yang berwarna kehitaman di dekat paruhnya yang juga kemerahan. Bulu di kepala Kardinal berdiri menyerupai jambul. Paruhnya tidak runcing seperti teman-temannya, tetapi sedikit bulat dan tebal karena Kardinal memakan biji-bijian, sedangkan teman-temannya memakan serangga. Sementara itu, Tzunuum dan burung kolibri lainnya mempunyai bulu berwarna kecoklatan dan agak kusam. Paruhnya panjang karena digunakan untuk mengambil makanan yang berupa nektar bunga. Burung kolibri juga membantu penyerbukan pada tanaman-tanaman yang berbunga. Selain bisa terbang mundur dan melayang di udara, kolibri juga bisa terbang dengan kecepatan hingga 54 kilometer per jam.
“Memangnya ada apa, Motmot?” tanya Kardinal penasaran karena Motmot tak kunjung melanjutkan pemberitahuannya.
Motmot kemudian menceritakan percakapannya dengan Tzunuum tentang si kolibri jantan. Motmot mengajak mereka semua menunggu di dekat pondok Tzunuum, esok hari. Mereka akan melihat Tzunuum berakrobat di angkasa, tanda ia menerima pinangan kolibri jantan.
“Oh, ya? Pasti akan menarik sekali. Tzunuum kan jago terbang,” ujar Vermilion.
“Ya, begitu Tzunuum selesai berakrobat, kita bisa langsung memberikan ucapan selamat padanya,” lanjut Motmot.
Mereka semua setuju. Mereka ikut senang karena sahabatnya akan menikah. Mereka tak ingin melewatkan peristiwa bahagia it. Mereka lalu kembali pulang, bersiap-siap untuk esok hari. Keesokan harinya, Vermilion, Kardinal, Uchilchil, dan Motmot berangkat dari pondoknya masing-masing. Mereka bertemu di ranting Pichi, si jambu hutan. Vermilion dan Kardinal menahan diri untuk tidak berkicau agar tak mengacaukan rencana mereka. Pichi ikut penasaran melihat keempat sahabat itu berkasak-kusuk. Mereka sudah menunggu cukup lama, namun belum melihat kolibri jantan yang diceritakan Motmot datang. Tzunuum juga tak tampak di depan pondoknya.
“Kau yakin kolibri jantan itu akan datang?” Uchilchil mulai ragu.
“Pasti datang. Kita tunggu saja,” jawab Motmot, yakin.
Perkataan Motmot benar. Tak berapa lama, mereka mendengar kicauan merdu dari kejauhan. Motmot tahu itu suara si kolibri jantan.
“Dia datang! Dia datang!” pekiknya tertahan.
Keempat sahabat itu mengamati dengan saksama. Suara kolibri jantan makin dekat, tapi Tzunuum belum keluar. Kolibri jantan itu kini bertengger di ranting Pakal, si jeruk hutan. Kemudian terbang lagi melintasi pondokan Tzunuum dan hinggap di ranting Op, si apel hutan. Tiba-tiba dari dalam pondokan Tzunuum, sebuah benda meluncur keluar begitu cepat. Benda itu terbang di angkasa sambil berputar-putar membentuk tarian yang indah. Tak salah lagi, itu bukan benda melainkan Tzunuum. Ia memberi kolibri jantan itu jawaban ‘ya’. Keempat sahabatnya bertepuk tangan di dahan Pichi. Mereka tak tahan lagi untuk tidak bersuit-suit. Pichi ikut senang walau belum paham dengan apa yang sedang terjadi. Saat Tzunuum menyelesaikan tarian dansa di angkasa dan hinggap di ranting Op, kolibri jantan itu bersiul kian merdu. Ia terbang menghampiri Tzunuum yang bertengger tak jauh dari tempatnya. Lalu, keluarlah keempat kawan Tzunuum dari tempat persembunyian mereka. Tzunuum terkejut. Wajahnya tersipu karena malu.
“Kalian di sini?” tanya Tzunuum.
“Ya. Aku mengajak mereka, Tzunuum. Kami tak ingin melewatkan hari bahagiamu,” ujar Motmot.
“Selamat ya, Tzunuum. Kami ikut berbahagia untukmu,” lanjut Uchilchil.
Vermilion dan Kardinal bersiul menyenandungkan lagu pernikahan. Pichi baru mengerti sekarang. Ia ikut tersenyum gembira.
“Kapan kalian menikah?” tanya Op ikut-ikutan.
“Secepatnya,” jawab kolibri jantan singkat. Wajahnya berseri-seri.
“Jangan lupa undang kami ya,” goda Kardinal.
Kini Tzunuum sibuk mempersiapkan pernikahannya. Teman-teman setianya berjanji akan membantu Tzunuum membuat pesta pernikahan yang istimewa. Para penghuni hutan turut senang mendengar kabar pernikahan Tzunuum. Mereka semua mencintai Tzunuum yang baik hati. Begitu juga Canac, si lebah hutan. Saat ia tahu Tzunuum akan menikah, ia langsung berdenging riang. Canac adalah teman Tzunuum mencari makanan. Mereka sering mengembara mencari ladang bunga bersama.
“Aku akan menyiapkan madu dan nektar terlezat untuk para tamu. Aku juga akan menghias tempat pernikahan Tzunuum dengan bunga indah yang berwarna warni. Pestanya pasti akan berlangsung meriah,” serunya, riang.
Azar berdehem pelan. Burung-burung yang bertengger di dahannya terkejut dan beterbangan.
“Maaf … aku tak bermaksud mengagetkan kalian,” ucapnya pada para burung.
“Motmot, kau yang mengatur pernikahan Tzunuum?” tanya Azar.
“Ya, Azar. Tzunuum memintaku membantu mengatur semuanya.”
“Kalau begitu, katakan pada Tzunuum bahwa aku bersedia menyiapkan ruang untuk pernikahannya. Lihatlah kelopak-kelopak bungaku yang mekar. Begitu tiba waktunya, aku akan menjatuhkan kelopak-kelopak ini hingga menutupi tanah. Jadi, kalian bisa menjadikannya tempat perayaan pernikahan Tzunuum.”
“Baiklah, Azar. Terima kasih. Akan kusampaikan pada Tzunuum. Dia pasti senang mendengarnya. Kau adalah salah satu pohon favoritnya.” Azar tersenyum mendengar penuturan Motmot.
“Jika Tzunuum mau, ia juga boleh berbulan madu di dahan-dahanku. Kelopak bunga ini pasti masih indah menghias tangkai-tangkaiku.”
“Terima kasih, Azar. Kau baik sekali.”
Motmot mengingat semua pemberian kawan-kawan penghuni hutan untuk Tzunuum. Nicte, si anggur hutan juga tak mau ketinggalan. Dia berjanji akan mengeluarkan aroma anggur yang harum di pesta pernikahan Tzunuum nanti. Para tamu pasti merasa senang dan betah.
“Aku juga. Aku akan membantu Nicte mengharumkan tempat pesta. Kau tahu kan Motmot, aroma jeruk dan anggur benar-benar menyegarkan,” ucap Pakal.
“Tentu, Nicte dan Pakal. Aku mewakili Tzunuum mengucapkan terima kasih.”
Haaz si pisang hutan, Put si pepaya hutan, Op, dan Pichi telah membuat kesepakatan. Mereka akan memberikan buah-buah ranum mereka sebagai suguhan di pesta pernikahan Tzunuum. Mereka berpikir jika tamu-tamu pasti akan kenyang menikmati sajian buah yang melimpah dari mereka. Tzunuum sungguh terharu dengan semua pemberian kawan-kawannya. Ia tak menyangka mereka semua begitu peduli padanya. Tapi entah mengapa, Tzunuum tampak sedikit muram. Vermilion pikir Tzunuum tegang menghadapi hari pernikahannya.
“Ada apa denganmu, Tzunuum? Semua sudah disiapkan Motmot. Teman-teman yang lain juga memberikan apa yang mereka punya untuk meramaikan pestamu. Kenapa kau malah terlihat murung?” tanya Vermilion.
“Ya, Vermilion. Aku hanya sedang bingung.”
“Apa yang kau bingungkan?” tanya Kardinal.
“Aku tak tahu harus mengenakan apa di pesta nanti. Aku tak memiliki gaun ataupun perhiasan yang indah.”
Kardinal, Uchilchil, Vermilion, dan Motmot menatap Tzunuum. Tzunuum benar. Dia harus tampak cantik di hari pernikahannya. Mereka sibuk menyiapkan pernak-pernik pesta, sampai lupa menyiapkan penampilan Tzunuum nanti.
“Begini saja Tzunuum, kau serahkan urusan ini kepada kami. Kau beristirahat saja dan jaga kesehatanmu,” kata Uchilchil bijak.
Padahal, dia sendiri belum tahu apa yang harus dilakukan.
“Sekarang kami pergi dulu, ya.”
Mereka berempat pamit, meninggalkan Tzunuum sendiri. Mereka lantas berkumpul di dahan Azar yang kokoh. Masing-masing memikirkan jalan keluar yang terbaik. Tapi, mereka tak tahu di mana bisa mendapatkan gaun yang indah untuk Tzunuum.
“Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” tanya Uchilchil.
“Ya, pesta akan berlangsung tak lama lagi. Kita harus cepat,” balas Vermilion.
“Apa kalian sedang membicarakan pesta pernikahan Tzunuum?” sebuah suara tiba-tiba menyela pembicaraan keempat burung itu.
“Siapa itu?” tanya Kardinal.
“Ini aku, Ah Leum.”
Seekor laba-laba muncul dengan tiba-tiba di hadapan mereka. Ia bergelantungan di jaringnya.
“Apa kalian membicarakan pernikahan Tzunuum?” ulang Ah Leum.
“Ya, Ah Leum. Kami punya sedikit masalah. Apa dari tadi kau mendengar percakapan kami?” tanya Motmot.
“Ya. Maafkan aku, sebenarnya aku tak bermaksud menguping pembicaraan kalian. Aku tak sengaja. Aku baru saja tiba dan mendengar seantero penghuni hutan membicarakan pesta pernikahan Tzunuum. Dia sahabatku, aku juga ingin membantunya.”
“Apa yang ingin kau berikan padanya, Ah Leum?”
“Kalian bilang, Tzunuum belum punya gaun dan perhiasan. Aku akan membuatkan tudung untuknya. Aku sendiri yang akan menenunnya. Aku pastikan tudung itu sangat halus dan berkilauan bila diterpa sinar. Tzunuum tentu akan tampak semakin cantik bila mengenakan tudung itu di kepalanya,” Ah Leum menjelaskan panjang lebar.
“Baik, Ah Leum. Terima kasih. Kita hanya punya waktu beberapa hari lagi. Semoga kau bisa menyelesaikannya dengan cepat,” dukung Motmot.
“Akan kuusahakan.”
“Lalu bagaimana dengan gaun Tzunuum? Kita masih belum mendapatkannya,” ucap Vermilion mengingatkan.
“Hmm … cobalah temui Yuyum Oriole, si burung kepodang. Dia sangat pandai menjahit. Aku biasa membantunya menenun gaun-gaun yang akan ia jahit,” terang Ah Leum.
“Aku pernah mendengar tentang Yuyum. Oh, bagaimana bisa aku melupakannya,” Uchilchil menepuk kepalanya dengan sayap.
“Baiklah, kami akan menemuinya.”
Keempat sahabat itu terbang menemui Yuyum. Mereka beruntung karena bisa langsung menemukan Yuyum yang sedang menjahit di pondoknya. Kardinal segera menyampaikan maksud kedatangan mereka pada Yuyum. Yuyum berjanji membantu membuatkan gaun pernikahan untuk Tzunuum.
“Tapi masalahnya, aku butuh bahan-bahan untuk gaun Tzunuum. Aku tak mungkin pergi ke sana ke mari mencari bahan-bahan itu karena hari pernikahannya tak lama lagi,” Yuyum sedikit gelisah.
“Bahan apa yang kau perlukan, Yuyum?” tanya Vermilion.
“Aku membutuhkan bulu-bulu burung yang berwarna-warni, Vermilion,” jawab Yuyum.
Keempat sahabat itu berunding. Demi sahabat mereka Tzunuum, mereka sepakat menyumbangkan sedikit bulu mereka untuk dijahit menjadi gaun pernikahan Tzunuum. Yuyum tersenyum haru saat mengetahui hal itu.
“Kalian sungguh sahabat sejati,” ucap Yuyum kagum.
Uchilchil memberikan bulunya yang berwarna biru. Vermilion memberikan bulu merah oranye dilehernya untuk dibuat kalung. Kardinal menyerahkan helaian bulu berwarna merah terang miliknya. Sementara Motmot, menyumbangkan bulunya yang berwarna hijau zamrud dan pirus. Yuyum menerima bulu-bulu itu dan berjanji untuk segera menyelesaikan gaun dan perhiasan untuk Tzunuum. Yuyum memanggil Ah Leum untuk membantunya menyelesaikan gaun itu secepatnya. Ketika hari pernikahan tiba, Tzunuum begitu terkejut. Ia tak menyangka kawan-kawannya mempersiapkan pesta megah untuknya.
Tzunuum mengenakan gaun yang dijahit Yuyum. Kepalanya dihiasi tudung indah buatan Ah Leum. Kalung dari bulu Vermilion menggantung di lehernya. Gaun itu tampak berkilauan, berwarna-warni memantulkan sinar. Tzunuum sangat cantik mengenakan gaun itu, hadiah istimewa dari sahabat-sahabatnya. Suasana pesta sungguh meriah. Penghuni hutan yang mengenal Tzunuum datang menjadi saksi pernikahan. Kolibri jantan sudah siap, menantinya di pelaminan yang dibuat di batang Azar. Kupu-kupu menghibur para tamu dengan tariannya yang gemulai. Ketika pesta sedang berlangsung, tiba-tiba ada seekor burung melesat cepat melewati kerumunan tamu. Semua tamu yang hadir terkejut. Ternyata burung itu adalah Cozumel. Cozumel adalah burung layang-layang pengirim pesan. Ia burung yang lincah, tangkas, dan mampu terbang cepat. Burung kecil berwarna coklat abu-abu itu memiliki ekor yang panjang. Sayapnya runcing dengan bentangan yang lebar. Kali ini Cozumel membawa pesan dari Dewa.
“Aku ingin menyampaikan pesan dari Dewa untukmu, Tzunuum,” katanya di depan pelaminan.
“Kami akan mendengarkan baik-baik, Cozumel,” balas Tzunuum.
“Dewa telah melihat kebaikan hatimu, yang menumbuhkan rasa cinta teman-teman padamu. Oleh karena itu, Dewa ingin memberikan hadiah untukmu. Mulai hari ini, kamu bisa mengenakan gaun pernikahanmu itu selamanya. Gaun itu akan menjadi bagian dari bulu-bulumu sendiri. Selamat, Tzunuum,” ucap Cozumel, menyampaikan pesan dari Dewa.
“Terima kasih, Dewa. Terima kasih, Cozumel,” balas Tzunuum.
Ia tak menyangka akan mendapatkan anugerah seperti ini. Kini ia memiliki dua keistimewaan yang pernah ditawarkan Dewa kepadanya, kemampuan terbang dan penampilan yang cantik. Semua tamu bertepuk tangan untuk Tzunuum. Keempat sahabat Tzunuum juga turut berbahagia karena apa yang mereka berikan, akan melekat selamanya di tubuh Tzunuum. Cozumel segera bergabung dengan para tamu menikmati hidangan pesta dan hiburan dari kupu-kupu. Sejak hari itu hingga kini, burung kolibri dan keturunannya memiliki bulu yang indah. Semua berkat kebaikan hati Tzunuum, si kolibri, sehingga Dewa memberinya hadiah istimewa.
***
Natasya selesai baca bukunya.
"Cerita yang bagus asal dari Meksiko," kata Natasya.
Natasya menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja.
"Nonton Tv," kata Natasya.
Natasya mengambil remot di meja dan menghidupkan Tv dengan baik. Acara Tv yang di tonton Natasya, ya acara sinetron tema cinta......Badai Pasti berlalu. Remot di taruh di meja. Natasya asik nonton Tv yang acara yang bagus gitu.
No comments:
Post a Comment