Di sebuah desa terpencil yang dekat dengan hutan, hiduplah seorang pemuda bernama Chuoi. Ia hidup sebatang kara di rumahnya yang sangat kecil. Di rumah itulah Chuoi tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa, setelah kedua orang tuanya meninggal saat ia masih kanak-kanak. Dahulu sebelum ia beranjak dewasa, ia mendapatkan makanan dari tetangganya. Kini ketika sudah menjadi seorang pemuda dewasa, Chuoi berusaha untuk mencari makan dan memenuhi semua kebutuhan hidupnya seorang diri.
Setiap hari Chuoi bekerja mencari kayu ke hutan. Kayu-kayu itu ia potong menjadi kayu bakar dan ia jual ke pasar. Selain itu Chuoi juga menjual bunga-bunga hutan setiap musim bunga mekar. Setiap hari Chuoi membawa kayu-kayu yang amat berat dari hutan ke pasar. Ia membawanya dengan meletakkannya di atas kepala. Chuoi tidak mempunyai cukup uang untuk membeli gerobak yang ditarik oleh sapi untuk membawa kayu-kayu bakarnya. Oleh karena itu, ia hanya bisa membawanya dengan kedua tangan.
Suatu hari ia hendak mencari kayu bakar ke hutan. Dalam perjalanan ia melihat sekelompok anak harimau yang sedang bermain bersama induknya. Chuoi pun berhenti untuk melihatnya. Setelah beberapa saat, induk harimau meninggalkan ketiga anaknya untuk mencari makan. Ketiga anak harimau yang masih kecil-kecil itu pun kembali bermain dengan asyik tanpa menyadari kehadiran Chuoi di antara mereka. Saat melihat anak-anak harimua itu, sebuah ide terlintas di benak Chuoi. Ia berniat menangkap salah satu anak harimau dan menjualnya di pasar. Dengan demikian ia bisa mendapatkan sebuah gerobak dan sapi untuk membawa lebih banyak kayu bakar dari hutan.
Chuoi memulai rencananya. Ia menunggu kesempatan untuk menangkap salah satu anak harimau itu. Chuoi mengamati gerak-gerik ketiga anak harimau itu dengan saksama. Ketika salah satu anak harimau itu berguling-guling ke arah Chuoi, ia langsung menangkap anak harimau malang itu dengan cepat. Dengan cekatan Chuoi memegang bagian belakang kepala anak harimau itu agar tidak melukainya. Chuoi bergegas meninggalkan hutan, namun anak harimau yang sedang ia pegang meronta-ronta sehingga membuat Chuoi kesulitan.
Melihat salah satu saudaranya tertangkap, kedua anak harimau yang lain mengaum kencang, memanggil induknya untuk datang menyelamatkan mereka. Chuoi semakin panik. Saat ia bersiap untuk lari, tiba-tiba ia mendengar suara harimau yang mengaum kencang. Chuoi menoleh ke belakang dan mendapati induk harimau di dekatnya.
Chuoi langsung memanjat pohon di depannya. Ia naik ke pohon bersama anak harimau yang ditangkapnya. Sesampai di atas pohon, anak harimau di tangan Chuoi semakin meronta-ronta. Anak harimau itu pun lepas dari cengkeraman Chuoi karena ia tidak sanggup menahannya lagi. Anak harimau itu terjatuh dan menghantam tanah dengan kencang, hingga kepalanya terluka dan tak sadarkan diri.
Induk harimau segera menghampiri anaknya yang tidak sadarkan diri. Sesaat kemudian ia berjalan menuju ke pohon beringin di dekat mereka. Kedua anak harimau yang lain tampak menjaga saudaranya yang tak sadarkan diri. Chuoi masih bertahan di atas pohon, memerhatikan tingkah induk harimau dan anak-anaknya. Tak lama kemudian induk harimau datang membawa beberapa lembar daun beringin. Ia mendekati anaknya yang tak sadarkan diri lalu mengunyah daun-daun itu perlahan. Setelah itu induk harimau menempelkan kunyahan daun itu di kepala anaknya yang terluka. Tak berapa lama anak harimau itu sadar dan luka di kepalanya sudah sembuh. Keluarga harimau itu pun segera pergi meninggalkan Chuoi yang masih berada di atas pohon.
Chuoi sangat terkejut dengan peristiwa yang baru saja ia lihat. Dengan rasa penasaran ia mendekati pohon beringin yang daunnya dipetik oleh induk harimau. Chuoi memetik beberapa lembar daun, mengamatinya, dan mencium baunya. Tidak ada yang istimewa, pikir Chuoi dalam hati. Namun Chuoi tetap membawa daun-daun tersebut dalam sakunya, lalu kembali mencari kayu bakar.
Setelah memperoleh cukup kayu bakar, Chuoi segera pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan ia melihat seekor anjing tetangganya sedang terluka di pinggir jalan. Chuoi lalu teringat dengan induk harimau. Ia pun mengunyah daun-daun beringin itu lalu mengusapkannya pada bagian tubuh anjing yang terluka. Tak berapa lama anjing tersebut sembuh dan bisa berjalan seperti biasa.
Setelah membuktikan khasiat daun beringin itu, Chuoi berencana untuk menanamnya di rumah. Maka keesokan harinya Chuoi pergi ke hutan untuk memetik beberapa daun beringin. Selain itu ia memotong salah satu batangnya untuk ditanam di rumah. Chuoi sangat berhati-hati sekali agar tidak merusak pohon beringin yang sangat berkhasiat.
Chuoi segera kembali ke rumah dan menanam batang pohon beringin itu di belakang rumah. Ia merawatnya dengan sangat hati-hati karena ia tahu jika pohon itu sangat bermanfaat. Ia sangat berharap pohon itu bisa tumbuh seperti pohon beringin yang ada di hutan. Dengan demikian ia bisa menyembuhkan orang-orang sakit.
Waktu berlalu dengan cepat. Pohon beringin Chuoi mulai tumbuh besar, dengan akar dan daun banyak. Chuoi semakin senang dan rajin merawat pohon beringin itu. Ia selalu membawa daun beringin itu ketika menyembuhkan tetangganya yang sedang sakit.
Tak lama berselang, Tahun Baru Imlek hampir tiba. Semua orang bersuka cita dalam menyiapkan dan menyambutnya. Chuoi pun sibuk mencari bunga-bunga di hutan untuk dijual di pasar. Setelah mendapat bermacam-macam bunga, Chuoi bergegas ke pasar di kota. Akan tetapi ia sangat terkejut ketika melihat keadaan kota yang sepi. Chuoi tidak mendapati kemeriahan orang-orang menyambut tahun baru seperti biasanya. Semua orang bahkan terlihat murung.
Chuoi segera mencari tahu apa yang sedang terjadi. Orang-orang berkata bahwa Putri Raja sedang sakit keras. Semua tabib dari seluruh penjuru negeri sudah dipanggil untuk menyembuhkannya, namun tidak ada satu pun yang berhasil. Oleh karena itu orang-orang merasa bersedih dan tidak bisa bersuka cita merayakan tahun baru.
Chuoi merasa iba mendengar kabar itu. Ia berniat untuk membantu mengobati Putri Raja dengan daun beringinnya. Chuoi yakin jika daun-daun itu bisa menyembuhkan penyakit Putri Raja. Sesampai di rumah, Chuoi segera memetik daun beringin sebanyak-banyaknya. Ia kemudian kembali ke kota dan menempuh perjalanan ke Istana. Chuoi membawa semua perbekalan yang ia butuhkan karena perjalanan yang ia tempuh tidak mudah.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan Chuoi akhirnya sampai di Istana. Ia meminta izin kepada prajurit penjaga untuk diperkenankan masuk. Namun prajurit itu menolaknya.
“Siapa kamu dan apa tujuanmu datang ke sini?” tanya salah seorang penjaga yang mukanya sangat seram.
“Namaku Chuoi dan aku hendak mengobati Putri,” jawab Chuoi hati-hati.
Para penjaga tidak percaya pada Chuoi dan mengira ia adalah orang jahat. Adu mulut pun terjadi di antara mereka. Salah seorang prajurit lalu mengeluarkan pedang dan melukai tangan Chuoi. Chuoi mengerang kesakitan karena tangannya hampir putus terkena pedang prajurit. Ia segera mengeluarkan beberapa lembar daun beringin dan mengunyahnya. Chuoi kemudian meletakkan kunyahan itu pada lukanya. Tak menunggu waktu lama luka di tangannya sembuh dan kembali seperti semula.
Para prajurit tercengang, tak percaya melihat kejadian itu. Namun mereka segera tahu jika Chuoi tidak bermaksud jahat. Mereka pun segera melapor kepada Raja dan mengizinkan Chuoi masuk ke Istana. Di sebuah ranjang Chuoi melihat Putri Raja terbaring lemah tak berdaya. Mukanya pucat dan badannya sangat kurus. Chuoi segera mengeluarkan beberapa lembar daun beringin dari dalam tasnya. Ia mengunyah daun-daun itu dan mengoleskannya pada dahi Putri. Perlahan-lahan wajah Putri Raja yang semula pucat mulai memerah, kepalanya pun bergerak dan matanya terbuka. Putri Raja bisa bangun dan sehat seperti sedia kala.
Raja dan seluruh rakyat merasa senang karena Putri telah sehat kembali. Raja pun menikahkan putrinya dengan Chuoi sebagai wujud rasa terima kasih karena Chuoi telah menyembuhkan Putri. Raja percaya jika Chuoi adalah pemuda yang baik dan bisa menjaga Putri. Raja memberikan tanah dan harta kekayaan kepada Chuoi dan Nguyet Tien, Putri Raja, untuk memulai hidup baru mereka. Dengan harta pemberian Raja, Chuoi merobohkan rumah lamanya dan membangun rumah baru yang layak untuk hidup bersama istrinya. Akan tetapi ia tetap mempertahankan pohon beringinnya karena pohon itu telah berjasa menyembuhkan banyak orang.
Chuoi dan istrinya hidup bahagia di rumah baru mereka. Putri sangat senang menanam bunga di sekitar rumah mereka. Chuoi tidak keberatan istrinya memenuhi halaman rumah dengan berbagai macam bunga beraneka warna. Ia hanya berpesan agar istrinya tidak menebang pohon beringin di halaman belakang rumah mereka. Istrinya pun selalu mengingat dan menuruti pesan Chuoi.
Suatu hari Chuoi pergi ke hutan mencari bunga-bunga yang belum ditanam di rumahnya. Sedangkan istrinya menunggu di rumah. Ketika pagi sudah beranjak siang, Chuoi belum juga kembali. Istrinya mulai bosan menanti Chuoi. Ia pun teringat jika ia masih mempunyai beberapa batang bunga yang belum sempat ditanam. Istri Chuoi segera mengambil batang bunga yang masih dimilikinya. Ia berkeliling halaman rumah, mencari tempat untuk menanam bunganya. Akan tetapi seluruh halaman sudah penuh bunga, tidak ada lahan kosong lagi. Tiba-tiba ia teringat pada lahan kosong yang sangat sempit di sekitar pohon beringin Chuoi. Meski teringat pesan Chuoi, namun ia sangat ingin menanam bunganya. Ia pun memutuskan untuk tetap menggali tanah kosong di sekitar pohon beringin Chuoi.
Sesaat kemudian istri Chuoi berhasil membuat galian. Namun ia sangat terkejut karena pohon beringin itu mulai menangis kesakitan. Istri Chuoi ketakutan dan berteriak histeris. Teriakannya yang sangat kencang terdengar sampai ke hutan, tempat Chuoi mencari bunga. Chuoi pun langsung berlari pulang. Sesampainya di rumah Chuoi melihat pohon beringinnya menangis kesakitan. Perlahan-lahan Chuoi mendekati pohon itu, tetapi pohon beringin itu mulai bergerak naik. Chuoi berusaha menggapai akar pohon beringin yang mulai naik, namun pohon itu semakin tinggi. Chuoi masih berpegangan pada akarnya karena pohon itu semakin kuat menariknya. Chuoi melihat ke bawah dan mendapati rumah dan istrinya semakin mengecil, bahkan rumah-rumah di desanya serta hutan yang ada di dekat desanya semakin tak terlihat.
Semakin lama Chuoi bisa melihat bintang semakin besar. Akhirnya mereka berdua sampai di bulan. Pohon beringin lalu menancapkan diri. Sedangkan Chuoi hanya bisa duduk di bawah pohon beringin, sembari memandangi bumi dari bulan. Ia mengusir sepi dengan bermain seruling di bawah pohon beringin. Chuoi tetap berharap bisa kembali ke bumi dan berkumpul bersama istrinya, meski ia tak tahu kapan semua itu bisa terjadi.
***
Biangka selesai membaca bukunya dengan baik.
"Cerita yang bagus...dari Vietnam," kata Biangka.
Biangka menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja.
"Nonton Tv!" kata Biangka.
Biangka mengambil remot di meja dan segera di hidupkan Tv dengan baik. Acara Tv yang di tonton Biangka adalah.acara musik pop lebih tepatnya acara ulangtahunnya Band Ungu sih. Biangka asik banget mendengarkan lagu-lagu yang bagus sih.
No comments:
Post a Comment