Thalia selesai membantu ibunya melipat pakaian gitu. Thalia duduk santai di ruang tengah sambil asik baca bukunya.
Isi buku yang di baca Thalia :
Tahun 1519, pasukan Spanyol yang dipimpin Hernán Cortèz memulai penjelajahan di Amerika Selatan. Perjalanan inilah yang kemudian menjadi awal penjajahan bangsa Spanyol di Amerika Selatan. Mereka tidak segan berbuat kejam kepada penduduk lokal hanya untuk mendapatkan emas, perak, serta hasil bumi seperti cokelat dan tembakau. Pada awalnya, penjajahan bangsa Spanyol berjalan dengan lancar. Mereka menggunakan senjata api untuk melawan penduduk lokal yang hanya bersenjatakan tombak dan pedang. Peperangan yang tidak seimbang tersebut berubah menjadi pembantaian. Penduduk lokal yang selamat dari pembantaian tersebut dijadikan budak oleh bangsa Spanyol.
Beberapa waktu kemudian, keadaan berubah. Penduduk lokal yang selamat dari pembantaian dan perbudakan bergabung dalam suku-suku dan melakukan perlawanan balik. Perang gerilya dan penguasaan lingkungan yang baik menjadi senjata utama suku-suku lokal ini dalam menghadapi bangsa Spanyol. Mereka bahkan mampu mendesak bangsa Spanyol sehingga hanya mampu bertahan di dalam benteng-benteng mereka.
Pengepungan berbulan-bulan itu mengakibatkan persediaan makan penghuni benteng menjadi sedikit. Mereka tidak dapat melakukan aktivitas jual-beli di kota ataupun berburu makanan. Beberapa orang yang nekat keluar dari benteng untuk berjual-beli atau mencari makan tidak ada yang berumur panjang. Mereka dikirim kembali ke benteng oleh suku-suku lokal dalam keadaan tidak bernyawa.
Kejadian ini membuat Kapten Diaz, sebagai pimpinan sebuah benteng di pedalaman Argentina, pusing. Ia seakan menghadapi dua musuh yang menyerang bersamaan; pengepungan benteng dan persediaan makanan yang semakin menipis.
“Pasukan Spanyol adalah pasukan terkuat di dunia. Mereka dapat melawan apa pun yang bernapas,” kata kapten Diaz kepada para perwiranya dalam suatu rapat.
“Mereka harus terpenuhi kebutuhan makanan dan kesehatannya. Aku akan mengeluarkan perintah untuk mendahulukan kebutuhan mereka dibandingkan penduduk sipil,” lanjutnya.
Para perwira terdiam. Nampak kebingungan di wajah mereka. Tiba-tiba seorang perwira berkata,
“Minta izin untuk berbicara, Kapten.”
“Ya, silakan,” jawab Kapten Diaz.
“Kapten Diaz, kami adalah prajurit. Kami terbiasa menahan lapar dalam waktu yang lama. Lain halnya dengan anak dan istri kami serta penduduk sipil yang lain. Kami akan sulit berkonsentrasi jika memikirkan anak, istri, dan saudara kami hidup dalam kelaparan. Tolong dipertimbangkan lagi perintah Kapten.”
Kapten Diaz terdiam mendengar penjelasan perwiranya. Ia menghela napas panjang dan berkata,
“Hari ini aku memutuskan bahwa setiap penghuni benteng, baik prajurit, penduduk sipil, dan para budak, mendapat jatah makan sekali dalam sehari. Keputusan ini berlaku selama sebulan sejak dikeluarkan.”
Para perwira nampak senang. Mereka kemudian mengumumkan keputusan itu kepada semua penghuni benteng.
Sebulan berlalu sejak keputusan kapten Diaz dikeluarkan. Pengepungan masih berlangsung. Tidak ada bantuan makanan yang datang dan persediaan makanan semakin menipis. Keadaan ini memaksa kapten Diaz membuat keputusan baru.
“Mulai hari ini, setiap penghuni benteng, baik prajurit, penduduk sipil, dan para budak, mendapat jatah makan sekali dalam dua hari. Keputusan ini berlaku selama dua minggu sejak diumumkan,” kata kapten Diaz.
Keputusan ini menjadi bahan pembicaraan para penghuni benteng. Mereka tidak suka dengan keputusan itu, tetapi mereka menerimanya karena tidak ada jalan lain untuk menambah persediaan makanan.
Beberapa hari setelah pengumuman kedua kapten Diaz, seorang pemimpin budak dari suku Querand mendatangi kantor kapten Diaz.
“Selamat pagi, Kapten Diaz,” sapa ketua suku Querand.
“Selamat pagi, Ketua! Gerangan apa yang membuatmu datang pagi-pagi ke kantorku,” balas kapten Diaz.
“Kami punya pemecahan untuk mengatasi krisis makanan ini,” jawab ketua suku Querand.
“Oh, ya? Apa yang akan kau sarankan?” tanya kapten Diaz.
“Izinkan suku kami untuk mencari makanan di luar benteng. Kami adalah penduduk lokal daerah ini. Kami tahu di mana bisa mendapatkan hewan buruan dan buah-buahan. Kami juga tidak akan diganggu oleh suku-suku lokal yang mengepung benteng ini,” jawab ketua suku Querand.
“Selain itu, Kapten tidak perlu memikirkan jatah makan untuk kami. Kami bisa mencari makan sendiri di luar benteng. Kapten bisa mengalihkan jatah makan kami untuk penghuni benteng yang lain,” lanjut ketua suku Querand.
Kapten Diaz manggut-manggut mendengar penjelasan itu. Ia kemudian berkata, “Terima kasih atas perhatianmu, Ketua! Aku tidak akan mengizinkan kamu dan orang-orang sukumu keluar dari benteng ini. Kami sedang berperang, kami sedang dikepung! Aku tidak meragukan loyalitasmu, tetapi orang-orang yang mengepung kami adalah bangsamu sendiri! Apa kamu bisa menjamin orang-orang sukumu tidak menceritakan kepada pengepung kami tentang jumlah prajurit & amunisi yang kami miliki? Tidak menceritakan kelemahan benteng ini?” kata kapten Diaz dengan penuh emosi.
Ketua suku Querand terdiam mendengar bantahan kapten Diaz.
“Maaf, Kapten! Kami tidak bermaksud melakukan seperti yang Kapten khawatirkan. Kami hanya mencoba membantu,” kata ketua suku Querand.
“Aku tahu, tetapi keselamatan benteng ini adalah tanggung jawabku,” kata kapten Diaz sambil menghela napas panjang.
Pembatasan jatah makan ini mulai menimbulkan masalah baru bagi benteng kapten Diaz. Budak-budak suku Querand mulai jatuh sakit. Awalnya hanya beberapa orang dari mereka yang sakit. Beberapa hari kemudian, hampir separuh dari budak-budak suku Querand jatuh sakit.
Maldonado adalah seorang gadis bangsa Spanyol yang tinggal dalam benteng kapten Diaz. Usianya yang baru 15 tahun membuatnya menjadi satu-satunya anak-anak berbangsa Spanyol dalam benteng itu. Hal itu membuatnya kesulitan dalam mencari teman bermain. Maldonado akhirnya bermain dan berteman baik dengan anak-anak sebayanya dari suku Querand.
Kelaparan dan penyakit yang menyerang budak-budak suku Querand membuat Maldonado kehilangan teman bermain. Ia mengunjungi teman-temannya yang sakit. Maldonado sedih saat melihat kondisi teman-temannya yang kelaparan dan lemah tak berdaya.
“Aku akan membantu kalian, teman-temanku! Aku akan mencari makanan bagi kalian,” kata Maldonado menghibur teman-temannya.
Maldonado kemudian menyusun rencana untuk meninggalkan benteng. Saat malam datang, ia pergi ke belakang benteng. Ia berencana keluar dari pintu belakang. Maldonado bersembunyi di bawah bayangan tembok benteng, menunggu lengahnya para penjaga.
Waktu pergantian penjaga tiba. Pintu belakang benteng tidak terjaga. Maldonado berjalan mengendap-endap ke arah pintu, membukanya pelan-pelan, lalu berlari sekuat tenaga ke arah hutan. Maldonado terus berjalan masuk ke dalam hutan. Ia memanfaatkan sinar bulan posisi rasi bintang sebagai penunjuk arahnya. Keahlian itu didapatnya dari kapten kapal yang membawanya ke Amerika Selatan.
Makin jauh Maldonado masuk ke dalam hutan, makin sering terdengar suara-suara binatang penghuni hutan. Suara-suara itu tidak membuat Maldonado takut. Ia terus berjalan dan mencari tempat yang diceritakan teman-temannya suku Querand, tempat yang penuh dengan buah-buahan.
Banyak suara-suara aneh dan menakutkan yang didengarnya. Dengan panduan cahaya bulan, suasana hutan yang gelap dan menyeramkan tidak membuat Maldonado takut. Tiba-tiba Maldonado mendengar suara raungan binatang. Ia kemudian berhenti, mendengarkan suara raungan itu dengan seksama. Suara raungan itu kembali terdengar.
“Suara itu... seperti suara binatang yang kesakitan! Aku akan memeriksanya, siapa tahu binatang itu membutuhkan bantuanku. Lagi pula, suara itu terdengar tidak jauh dari tempatku sekarang,” kata Maldonado dalam hati. Ia kemudian mengubah arah perjalanannya. Ia mencari asal suara raungan itu.
Maldonado akhirnya sampai di sebuah gua. Ia sangat terkejut dengan pemandangan di dalam gua. Maldonado melihat seekor puma sedang melahirkan anak-anaknya. Tiba-tiba induk puma itu menatap Maldonado dengan tajam. Maldonado terkejut, tetapi ia memberanikan diri mendekati induk puma itu. Maldonado kemudian membantu induk puma itu dengan membersihkan tubuhnya dari ceceran darah persalinan. Ia membersihkan dan menggendong bayi-bayi puma itu lalu meletakkannya di dekat induknya untuk disusui.
Maldonado memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari di dalam gua itu. Ia membantu induk puma mengawasi anak-anaknya selama induk puma pergi berburu. Maldonado bahkan tidak segan mengajak anak-anak puma itu bermain bersamanya.
Suatu hari, ketika induk puma berada di dalam gua, Maldonado pergi mengumpulkan buah-buahan di sekitar gua. Tiba-tiba saja ada seseorang menghadang jalan Maldonado. Rupanya orang itu adalah pejuang suku Querand. Pejuang itu menghunus tombaknya dan dengan bahasa isyarat menyuruh Maldonado ikut dengannya. Maldonado mengikuti pejuang suku Querand menuju ke perkampungannya.
Kedatangan Maldonado di kampung suku Querand membuat kegemparan bagi penduduknya. Orang-orang Querand berbondong-bondong ke tempat Maldonado ditahan. Mereka ingin tahu bagaimana rupa orang yang bangsanya telah mengalahkan pejuang-pejuang hebat suku Querand. Kepala suku Querand kemudian memanggil salah seorang anggota suku yang bisa berbahasa Spanyol untuk menanyai Maldonado.
“Panggil Chavez kemari!” perintah kepala suku Querand.
Tak berapa lama kemudian, orang yang bernama Chavez menghadap kepala suku Querand.
“Yang Mulia, saya Chavez, siap menerima perintah,” kata Chavez.
“Chavez, aku dengar kau pernah tinggal lama dalam benteng bangsa Spanyol. Apakah kau juga bisa berbahasa Spanyol?” tanya kepala suku Querand.
“Saya hanya bisa bahasa Spanyol yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, Yang Mulia,” jawab Chavez.
“Aku rasa itu sudah cukup untuk menanyai tawanan kita. Sekarang kamu tanyai gadis itu, siapa namanya, dari mana asalnya, dan bagaimana kisahnya hingga ia bisa sampai di sini!” perintah kepala suku Querand.
“Baik, Yang Mulia! Saya akan segera melaksanakannya,” jawab Chavez. Ia kemudian pergi ke tempat Maldonado ditahan.
Chavez menanyai Maldonado di depan suku Querand. Ia menanyai Maldonado dalam bahasa Spanyol dan berencana menerjemahkan jawaban Maldonado dalam bahasa suku Querand agar kepala suku dan anggota suku lainnya dapat mengerti.
“Siapa namamu?” tanya Chavez memulai pertanyaan.
“Maldonado,” jawab Maldonado.
“Di mana kamu tinggal?”
“Benteng Kapten Diaz.”
“Bagaimana kau bisa sampai kemari? Apakah kau berniat mematai-matai kami?”
Maldonado menjawab pertanyaan itu dengan menceritakan kisahnya mulai dari kelaparan di dalam bentengnya hingga ditangkap oleh pejuang suku Querand. Ia menceritakan kisahnya dalam bahasa suku Querand. Kepala suku dan orang-orang kampung suku Querand terkejut mendengar jawaban Maldonado. Baru kali ini mereka mendengar seseorang yang warna kulit dan fisiknya berbeda dari mereka mampu berbahasa Querand. Mereka juga takjub dengan keberanian Maldonado menembus hutan seorang diri dan membantu kelahiran induk puma. Kepala suku Querand bingung menentukan hukuman bagi Maldonado. Ia kemudian mengumpulkan para tetua suku untuk berunding menentukan nasib Maldonado.
“Para tetua suku, hari ini kita berkumpul untuk menentukan nasib seorang gadis bangsa Spanyol yang bernama Maldonado,” kata kepala suku Querand memulai pembicaraan.
“Jika mengikuti keputusan yang disepakati suku-suku di sekitar sini, kita seharusnya membunuh gadis itu karena berbangsa Spanyol, bangsa yang telah membunuh banyak dari saudara-saudara kita,” lanjutnya.
“Suku Querand adalah suku yang bermoral. Kami hanya berperang dan membunuh laki-laki dewasa, bukan anak-anak dan wanita,” kata salah seorang tetua suku Querand.
“Lagi pula, apa yang dilakukan oleh Maldonado adalah tindakan seorang pemberani. Ia berusaha membantu saudara-saudara kita yang ditawan di benteng Kapten Chavez. Ia pertaruhkan nyawanya dengan menembus hutan ini seorang diri. Maldonado tidak layak dihukum mati karena kebaikan hatinya,” tambah seorang tetua lainnya.
Kepala suku Querand terdiam. Ia kemudian berkata, “Aku tidak akan menghukum mati Maldonado tetapi aku tidak akan membiarkannya pulang ke benteng Kapten Diaz. Dia akan ditahan di sini tetapi tidak hidup sebagai tahanan. Ia akan diperlakukan sebagai anggota suku Querand.”
Maldonado akhirnya tinggal di perkampungan suku Querand. Ia merasa senang karena diterima dengan baik oleh anggota suku Querand. Ia membantu wanita-wanita suku Querand memasak dan mengasuh bayi. Maldonado juga sesekali mengajarkan bahasa Spanyol kepada anggota suku Querand yang lain.
Kehidupan berjalan dengan tenang di perkampungan suku Querand hingga datanglah ekpedisi pasukan Spanyol yang akan membebaskan benteng-benteng Spanyol dari pengepungan. Pasukan itu menyerang perkampungan suku Querand, membunuh para laki-laki, menawan para wanita dan anak-anak, serta membakar rumah-rumah suku Querand. Pasukan Spanyol sangat terkejut saat mengetahui ada seorang gadis Spanyol di antara para tawanan. Mereka lalu membawa Maldonado kembali ke benteng Kapten Diaz.
Maldonado disambut dengan hangat oleh para penghuni benteng kapten Diaz. Dia bahkan dielu-elukan sebagai pahlawan karena datang dengan pasukan pembebas. Kapten Diaz kemudian memanggil Maldonado. Ia meminta Maldonado bercerita tentang kisah perjalanannya. Maldonado dengan senang hati menceritakannya kepada kapten Diaz.
Setelah Maldonado selesai bercerita, kapten Diaz berkata, “Aku mengagumi tekad dan keberanianmu, Maldonado! Tetapi karena kau telah melawan perintahku untuk tetap tinggal di dalam benteng, maka aku akan menghukummu! Kau akan diikat di pohon di depan benteng dengan waktu yang sama mulai dari kau meninggalkan benteng hingga kau kembali lagi ke sini!”
“Kau juga tidak akan diberi makan dan minum selama itu! Kau akan menjadi contoh bagi para penghuni benteng bagaimana seorang pembangkang dihukum,” lanjut Kapten Diaz.
Maldonado terkejut mendengar perkataan Kapten Diaz. Ia tiba-tiba ditangkap oleh prajurit Spanyol, diseret keluar benteng, dan diikat di sebuah pohon. Para penghuni benteng terkejut dan merasa kasihan saat mengetahui hukuman yang diterima Maldonado. Mereka berbicara kepada Kapten Diaz, mendesak untuk membebaskan Maldonado. Tetapi kapten Diaz tidak bergeming dengan keputusannya.
“Aku bertanggung jawab penuh atas keselamatan benteng ini. Setiap perintah yang aku keluarkan adalah untuk keselamatan benteng ini, untuk keselamatan kita semua!” kata Kapten Diaz dengan tegas.
“Oleh karena itu, setiap orang yang tidak patuh kepadaku, baik bangsa Spanyol atau budak, akan dihukum! Disiplin harus ditegakkan,” lanjutnya.
Para penghuni benteng yang mendengar perkataan Kapten Diaz hanya bisa menghela napas panjang. Mereka lalu berdoa demi keselamatan Maldonado.
Tiga minggu sejak Maldonado dihukum, datanglah sebuah ekspedisi pasukan Spanyol yang membawa bahan makanan dan amunisi ke benteng Kapten Diaz. Pasukan anggota itu kemudian menceritakan kejadian menarik yang mereka jumpai ketika berada di dekat benteng Kapten Diaz.
“Ketika kami berada di dekat benteng ini, kami melihat sebuah pemandangan yang aneh,” kata salah seorang prajurit ekpedisi.
“Kami melihat seorang anak gadis yang terikat di sebuah pohon. Pakaiannya compang-camping. Nampaknya ia sudah terikat cukup lama di pohon itu,” lanjutnya.
“Itu pasti Maldonado,” sela seorang penghuni benteng.
“Maldonado? Kesalahan apa yang dibuatnya sehingga mendapat hukuman seperti itu?” tanya seorang prajurit ekspedisi dengan nada marah.
Para penghuni benteng terdiam dan tertenduk lesu.
“Gadis itu sangat istimewa. Ketika kami akan membebaskannya, kami melihat ada seekor induk puma dan anak-anaknya yang berjaga di bawah pohon itu. Mereka nampak sayang terhadap gadis itu. Aku bahkan yakin induk puma dan anak-anaknyalah yang memberi makan dan minum terhadap gadis itu,” kata prajurit ekspedisi itu melanjutkan cerita.
Para penghuni benteng menangis mendengar cerita tersebut.
“Kenapa kalian tidak membebaskannya?” tanya salah seorang penghuni benteng.
“Pemimpin kami melarangnya. Ia takut jika mengusik puma-puma itu, sesuatu yang buruk akan menimpa kami,” jelas seorang prajurit ekpedisi.
Entah siapa yang memulai, para penghuni benteng bersama-sama keluar dari benteng. Mereka tidak lagi menghiraukan aturan Kapten Diaz. Hanya satu tujuan mereka, membebaskan Maldonado dan membawanya pulang.
***
Thalia selesai baca bukunya.
"Cerita yang bagus dari....Argentina," kata Thalia.
Thalia menutup buku dan menaruh buku di meja.
"Main piano ah!" kata Thalia.
Thalia beranjak dari duduknya di sofa ke tempat duduk yang dekat dengan piano. Thalia segera memainkan piano dengan baik dengan lagu yang di mainkan, ya lagu klasik gitu.
No comments:
Post a Comment