CAMPUR ADUK

Saturday, July 31, 2021

ASAL-USUL MINUMAN YERBA MATE

Vivian selesai mencuci pakaiannya dan juga sudah di jemur dengan baik di halaman belakang. Vivian duduk di ruang tengah, ya santai sambil baca bukunya.

Isi buku yang di baca Vivian :

Yari, Sang Bulan, mempunyai tugas menyinari bumi di malam hari. Ia menjalankan tugas ini sejak bumi diciptakan. Yari senang dengan tugasnya. Ia sangat menikmati pemandangan bumi dari langit. Suatu hari Yari melihat suatu kilatan warna perak di bumi. Ia penasaran dengan penampakan itu. Yari mengamati dengan seksama kilatan itu. Ia kemudian menyadari bahwa kilatan perak itu adalah pantulan cahayanya dari sungai yang membelah sebuah hutan. Malam berikutnya, Yari memerhatikan kembali hutan itu. Kali ini ia melihat kumpulan busa putih di hilir sungai. Rupanya kumpulan busa itu adalah buih-buih dari air terjun yang ada di sungai dalam hutan ini. Malam-malam berikutnya, Yari terus memerhatikan hutan ini. Ia merasa senang dengan segala sesuatu yang dilihat di sana. Yari melihat rimbunnya daun pepohonan di hutan itu nampak seperti karpet hijau yang membentang luas. Ia juga melihat burung-burung beraneka warna yang terbang di sore atau pagi hari. Yari kemudian menanyakan keberadaan hutan itu kepada teman-temannya benda langit yang lain. 

“Hutan hijau dengan sungai yang membelahnya menjadi dua? Mungkin yang kau maksud itu hutan di utara Argentina. Hutan itu memang indah sekali,” kata Hujan. 

“Aku pernah masuk ke dalam hutan itu. Pohon-pohonnya cukup tinggi, daun-daunnya sangat rimbun, dan suhunya sangat nyaman,” lanjut Hujan. 

“Air terjunnya juga sangat indah. Suara gemercik airnya sangat menenangkan hati,” kata Embun Pagi.

“Air sungainya yang jernih dan dingin nampaknya cocok untuk berenang atau sekadar berendam,” tambah Embun Pagi. 

“Iya, hutan itu benar-benar tempat yang teduh! Tempat yang tepat untuk beristirahat. Waktu seakan berhenti di sana,” timpal Angin. 

“Penghuni hutan itu juga sangat beragam. Mereka sangat menarik untuk dilihat dan cukup jinak untuk diajak bermain,” kata Matahari. 

“Aku seringkali melihat banyak sekali burung berwarna-warni yang bersarang di sana. Aku juga sering tertawa sendiri jika melihat tingkah laku lucu monyet-monyet yang hidup di sana,” lanjut Matahari sambil tersenyum. 

Yari merasa takjub ketika mendengar cerita teman-temannya tersebut. Keinginannya untuk mengunjungi hutan itu makin kuat dari hari ke hari. Ia berusaha mencari cara agar bisa mewujudkan keinginannya. Suatu malam, Yari bertemu dengan Arai, Sang Awan. 

“Hei, Arai! Bagaimana kabarmu? Sudah lama aku tidak bertemu dengamu,” sapa Yari. 

“Hei, Yari! Kabarku baik-baik saja! Aku memang sudah lama tidak bertemu denganmu. Aku banyak menghabiskan waktuku dengan Matahari dan Hujan,” jawab Awan. 

“Apakah Matahari sering bersinar cukup terik?” tanya Yari.

“Iya, Yari! Matahari terkadang tidak menyadari kalau dia bersinar cukup terik. Manusia dan mahluk bumi lainnya tidak akan tahan dengan panasnya. Saat itulah waktuku bertugas, melindungi manusia dari terik matahari,” kata Arai sambil tersenyum. 

“Kalau tugasmu bersama Hujan?” tanya Yari ingin tahu.

“Hujan? Sangat menyenangkan bertugas dengannya. Aku sering membawa Hujan ke berbagai tempat. Air yang diturunkan Hujan banyak membawa kebahagian bagi manusia dan mahluk bumi lainnya,” jelas Arai. 

“Tetapi aku juga sering melihat manusia dan mahluk bumi lainnya bersedih karena Hujan turun berlebihan sehingga menimbulkan banjir,” sanggah Yari.

“Hmm, manusia seharusnya tidak menyalahkan Hujan jika terjadi banjir. Hujan telah bekerja keras menurunkan air sesuai dengan aturan yang dibuat oleh Pencipta kita. Beda dengan manusia,” kata Arai.

“Maksudnya?” tanya Yari. 

“Manusia seringkali bertindak di luar aturan, Yari! Mereka menebang pohon-pohon tanpa mau menanamnya lagi. Manusia lupa bahwa pohon-pohon itu berfungsi untuk menyerap air dari Hujan. Jika pohon-pohon itu lenyap, air tidak akan terserap tetapi terus mengalir ke perkampungan manusia dan menyebabkan banjir,” kata Awan menjelaskan. 

“Selain itu, manusia juga sering bertindak seenaknya. Mereka sering membuang sampah ke sungai sehingga aliran air sungai sering terhambat. Ketika Hujan turun, air dari sungai itu akan menggenangi perkampungan manusia di sekitar sungai,” tambah Arai. 

Yari menggangguk tanda mengerti.

“Malam masih panjang, adakah sesuatu yang bisa kau ceritakan untuk menghabiskan waktu, Yari?” tanya Arai. 

“Oh, iya! Aku punya cerita tentang tempat yang menarik di utara Argentina,” jawab Yari.

Ia kemudian mengulang cerita dari teman-teman angkasanya kepada Arai. 

“Wow, nampaknya tempat itu sangat indah, seperti pecahan dari surga. Aku yakin kau pasti ingin sekali mengunjungi tempat itu?” tanya Arai begitu Yari selesai bercerita. 

“Aku ingin sekali, Arai! Tapi aku tidak bisa meninggalkan tugasku menyinari bumi di malam hari,” jawab Yari. 

Arai terdiam mendengar jawaban Yari. Beberapa waktu kemudian ia berkata, “Aku tahu bagaimana caranya kau bisa meninggalkan tugasmu dan mengunjungi hutan itu.”

“Hah, benarkah?” tanya Yari seakan tidak percaya. 

“Benar, Yari! Apakah kau tidak menyadarinya?” jawab Arai.

“Bagaimana itu bisa terjadi, Arai?” tanya Yari sekali lagi. 

“Apa yang sekarang kita lakukan?” tanya Awan. 

“Kita sedang duduk-duduk dan berbincang santai,” jawab Yari. 

“Bagaimana kita bisa melakukan hal itu?” 

“Karena teman-temanmu, awan-awan kecil menutupi langit. Aku tidak dapat melakukan tugasku menyinari bumi!” Yari terhenyak. 

Ia baru menyadari apa yang dimaksud oleh Arai. 

“Aku mengerti sekarang,” teriak Yari. 

“Jika teman-temanmu, awan-awan kecil ini menutupi langit dari sore hingga pagi hari, bumi tidak akan melihat sinar bulan. Jadi, aku bisa menyelinap turun ke bumi tanpa ada yang menyadari hal tersebut,” lanjutnya. 

Arai tersenyum dan berkata, “Kapan kau ingin turun ke bumi?”

“Besok, Arai! Besok!” jawab Yari. 

“Bolehkah aku ikut?” tanya Arai.

“Tentu saja kau boleh ikut menemaniku, Arai,” kata Yari.

Arai tersenyum mendengar jawaban Yari. Ia kemudian berbicara dengan teman-teman awan kecilnya, meminta mereka menutupi langit pada malam berikutnya. Esok malamnya, semua berjalan dengan rencana. Awan-awan kecil teman Arai menutupi langit hingga langit nampak gelap. Yari dan Arai merubah dirinya menjadi dua orang gadis dan turun ke bumi, ke hutan yang dijuluki pecahan dari surga. Akhirnya mereka sampai ke hutan itu. Meski tiada cahaya dari langit, hutan itu cukup terang karena cahaya dari kunang-kunang. Sungguh suatu pemandangan alam yang menakjubkan. Yari dan Arai berhenti sejenak untuk menikmati keindahan tarian kunang-kunang itu. 

“Arai, baru kali ini aku melihat tarian cahaya seperti ini,” kata Yari.

“Aku juga, Yari! Tarian itu sungguh memesona! Serangga kecil yang bercahaya itu sangat pandai terbang meliuk-liuk!” jawab Arai. 

“Seandainya gerakan mereka bisa dilatih, aku akan melatih mereka terbang menuliskan namaku,” kata Yari. 

Arai tertawa mendengarkan keinginan Yari. 

“Ayo, kita masuk lebih dalam ke hutan ini,” ajak Arai.

Mereka kemudian berjalan masuk ke dalam hutan. Tidak seberapa jauh berjalan, Arai dan Yari melihat tanaman-tanaman anggrek yang sedang berbunga. “Yari, apakah kau tahu nama tanaman ini? Bunga yang sangat indah sekali,” tanya Arai.

“Mungkin ini yang dinamakan anggrek, Arai! Angin dan Embun Pagi sering menceritakan keindahan bunganya,” jawab Yari. 

“Baru kali ini aku melihat tanaman ini! Lihat bunganya, bentuk dan warnanya sangat eksotis sekali,” kata Arai. 

“Iya, aku juga baru kali ini melihat tanaman ini. Wajar kalau kita tidak pernah melihatnya karena tanaman ini dari langit. Ia hanya bisa tumbuh di tempat terlindung dan lembap seperti ini,” jelas Yari.

“Bisakah aku membawanya ke langit?” tanya Arai. 

“Aku yakin kau akan kecewa, Arai! Tanaman ini tidak akan berumur panjang jika berada di langit. Sinar Matahari akan membakarnya sampai habis,” jawab Yari sambil tersenyum. 

“Ayo, kita berjalan lagi! Ada banyak tempat yang harus kita kunjungi dalam hutan ini,” lanjut Yari.

Mereka melanjutkan perjalanan masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba saja Yari dan Arai dikejutkan dengan teriakan monyet-monyet yang sedang bergelantungan. 

“Arai, kenapa monyet-monyet itu masih terbangun di malam hari seperti ini?” tanya Yari. 

“Entahlah, Yari! Mereka mungkin susah tidur atau ingin mengajak kita bermain,” jawab Arai.

“Semoga mereka tidak meminta kita untuk menggendong dan menidurkan mereka,” kata Yari dengan khawatir. 

“Tenanglah, Yari! Itu bukan tugas kita, itu tugas induk monyet,” jawab Arai sambil tertawa. 

Yari dan Arai berhenti sejenak untuk melihat tingkah polah monyet-monyet itu. Mereka bergelantungan, berlompatan ke sana kemari, bahkan saling berkejaran dengan sesamanya. Yari dan Arai tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu. Beberapa monyet kemudian mendekati mereka. Yari dan Arai tanpa segan mengelus-elus kepala monyet-monyet lucu itu. Mereka sangat terhibur dengan tingkah polah monyet-monyet ini. Yari dan Arai tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka. Tatapan matanya sangat tajam dan menakutkan. Pagi datang menggantikan malam. Burung-burung beraneka warna terbang keluar dari sarangnya untuk mencari makan. 

“Arai, lihatlah ke angkasa. Ada banyak sekali burung-burung di atas sana,” kata Yari sambil menunjukkan jarinya ke atas. 

Arai mendongak dan berkata, “Iya, Yari! Bulu-bulu mereka sangat bagus sekali.” 

Mereka kemudian duduk dan memandang langit. 

“Aku baru menyadari bahwa pemandangan di bumi ini sangat indah,” kata Arai. 

“Benar, Arai! Kita mungkin terlalu lama berada di angkasa sehingga tidak menyadari keindahan bumi,” jawab Yari. 

“Sayang sekali, kita tidak punya waktu lama untuk menikmati keindahan alam ini,” tambah Arai.

“Kalau begitu, kita harus segera pergi ke sungai yang membelah sungai ini. Aku sangat ingin berendam dan berenang di sana,” kata Yari.

“Ayo berangkat,” kata Arai. 

Mereka melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian, Yari dan Arai sampai ke sungai. Air sungai yang jernih membuat mereka tidak tahan untuk menceburkan diri ke dalam sungai. 

“Yari, air sungai ini benar-benar menyegarkan! Aku tidak ingin keluar dari sungai ini. Aku akan berendam di dalam selamanya,” teriak Arai kegirangan. 

“Arai, kau jangan berlebihan! Kau bisa lumutan kalau berlama-lama di sini. Siapa yang akan menggosokmu nanti?” jawab Yari sambil tersenyum. 

Yari dan Arai berenang dengan gembira. Mereka juga menyelam untuk melihat keindahan susunan batu-batu sungai. Beberapa waktu kemudian mereka keluar dari sungai dan beristirahat di tepian. 

“Yari, aku merasa lelah sekali,” kata Arai sambil tidur telentang. 

“Aku juga, Arai! Bagaimana kalau kita beristirahat dulu. Aku melihat ada sebuah gubuk di dekat sini. Kita mungkin bisa melepas lelah di sana,” kata Yari.

“Baiklah kalau begitu, ayo kita pergi ke sana!” ajak Arai. 

Mereka kemudian berjalan ke arah gubuk yang dimaksud oleh Yari. Rasa lelah membuat mereka cepat terlelap dalam gubuk itu. Tiba-tiba muncul seekor jaguar dari semak-semak. Rupanya jaguar itu yang mengawasi Yari dan Arai sejak semalam. Ia bermaksud memangsa Yari dan Arai. Jaguar itu melompat dan berusaha menerkam Yari dan Arai. Sebelum cakarnya sampai ke muka Yari dan Arai, sebuah anak panah meluncur dan menembus kepala jaguar itu. Panah itu langsung membunuh jaguar dalam seketika. Yari dan Arai terbangun saat tubuh jaguar menimpa mereka. Yari dan Arai sangat terkejut dan mereka kemudian menyadari apa yang terjadi saat melihat tubuh jaguar yang mati dengan anak panah menancap di kepalanya. Seorang laki-laki dengan senjata panah keluar dari balik pohon. 

“Selamat pagi, Nona-nona! Maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Saya terpaksa membunuh jaguar itu karena ia bermaksud memangsa kalian,” kata laki-laki itu. 

“Te-rima kasih, Pak! Bapak te-lah menyelamatkan nyawa ka-mi,” kata Yari terbata-bata. 

Ia masih belum bisa menghilangkan keterkejutannya. 

“Kalian harus berhati-hati jika berjalan di hutan ini. Banyak binatang buas yang hidup di sini,” kata laki-laki itu. 

“Iya, Pak! Kami hanya ingin beristirahat di gubuk ini,” kata Arai. 

“Kalau begitu, kalian beristirahatlah di rumahku. Letaknya tidak jauh dari sini. Aku akan mengantar kalian,” tambah laki-laki itu.

Yari dan Arai kemudian mengikuti laki-laki itu berjalan ke rumahnya. 

“Namaku Tevez!” kata laki-laki itu memulai pembicaraan. 

“Nama saya Yari dan teman saya ini, Arai,” kata Yari. 

“Kalian gadis-gadis yang sangat pemberani! Berjalan-jalan di dalam hutan tanpa membawa pisau atau panah,” lanjut Tevez. 

“Kami hanya berjalan-jalan, Pak! Kami tidak berniat berburu. Jadi untuk apa membawa senjata?” jawab Arai.

Tevez tertawa mendengar jawaban Arai. Mereka kemudian sampai di rumah Tevez. Rumahnya sangat sederhana tetapi cukup nyaman untuk ditinggali. Tevez tinggal dalam rumah itu bersama istri dan anak gadisnya. Yari dan Arai diperlukan dengan ramah oleh Tevez dan keluarganya. Mereka dijamu dengan makanan yang ada dan disiapkan sebuah kamar untuk beristirahat. 

“Pak Tevez, terima kasih atas keramahanmu”, kata Yari. 

“Itu sudah kewajiban kami, Yari! Tetua kami tidak akan suka jika kami tidak memperlakukan tamu dengan baik,” jawab Pak Tevez. 

“Pak Tevez, kenapa Bapak tinggal di sini, jauh dari perkampungan?” tanya Arai. 

“Kami dulu memang tinggal di perkampungan. Tetapi sejak anak gadis kami tumbuh dewasa, kami melihat jiwanya mudah sekali merasa cemas dan ketakutan jika berada di keramaian. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk tinggal di dalam hutan ini,” jelas Pak Tevez. 

Yari dan Arai saling berpandangan setelah mendengar penjelesan Tevez. Mereka kemudian undur diri untuk beristirahat. 

“Arai, kita harus memberikan hadiah untuk Pak Tevez! Ia telah menyelamatkan nyawa kita dan menjamu kita dengan baik,” kata Yari ketika berada di dalam kamar.

“Benar, Yari! Tetapi hadiah apa yang akan kita berikan?” tanya Arai. 

“Entahlah, aku akan mencarinya saat kembali ke langit nanti,” jawab Yari. 

Waktu berjalan dan datanglah waktu sore. Yari dan Arai berpamitan dengan keluarga Tevez. 

“Bapak dan Ibu Tevez, sore telah datang. Inilah waktu kami untuk kembali pulang ke rumah,” pamit Yari. 

“Kalian hendak pulang ke mana? Malam segera turun, semua akan nampak gelap di hutan. Kalian akan kesulitan mencari jalan pulang,” sanggah Pak Tevez. 

“Perjalanan pulang kami lebih mudah dibandingkan menyusuri hutan ini, Pak,” jawab Arai. 

“Kami tinggal di angkasa. Saya, Yari, adalah dewi bulan, sedangkan Arai adalah dewi awan,” kata Yari sambil menepuk pundak Arai. 

Bapak dan Ibu Tevez saling berpandangan setelah mendengar penjelasan Yari. Belum hilang keheranan mereka, Bapak dan Ibu Tevez melihat tubuh Yari dan Arai berubah menjadi dua berkas cahaya. Tiba-tiba cahaya-cahaya itu terbang melejit ke angkasa. Yari kembali menjalankan tugasnya menyinari bumi di malam hari. Begitu juga dengan Arai. Sebelum berpisah, Arai berkata kepada Yari, “Jangan lupa untuk mencari hadiah untuk keluarga Tevez.”

“Tentu, aku tidak akan lupa, Arai!” jawab Yari.

Selang beberapa hari kemudian, Yari mengajak Arai mengunjungi rumah keluarga Tevez. 

“Apa yang akan kau hadiahkan kepada mereka, Yari?” tanya Arai. 

“Aku akan memberikan suatu tanaman yang akan berguna bagi keluarga itu,” jawab Yari.

Yari menaburkan bibit-bibit tanaman yang nampak seperti titik-titik cahaya berwarna biru. Ia kemudian menyinari tempat di mana bibit itu ditebar dengan cahayanya yang paling indah dan lembut. Arai membantu Yari dengan menurunkan gerimis yang mampu menyuburkan tanah. Bibit-bibit itu dalam sekejap berubah menjadi suatu tanaman. Keesokan harinya, keluarga Tevez terkejut dengan tanaman yang tumbuh di depan rumah mereka. 

“Pak, tanaman apa yang tumbuh di depan rumah kita ini?” tanya Bu Tevez.

“Entahlah, Bu! Aku tidak pernah melihat tanaman ini sebelumnya,” jawab Pak Tevez sambil mengernyitkan alis. 

“Cepat sekali tumbuhnya tanaman ini, ya, Pak! Kemarin aku belum melihatnya, sekarang sudah tumbuh sedemikian tinggi,” tambah Bu Tevez.

Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan Yari yang berwujud manusia. 

“Selamat pagi, Bapak dan Ibu Tevez! Masih ingat dengan saya, Yari? Dewi Bulan?” sapa Yari sambil tersenyum. 

“I-ya, ka-mi masih ingat denganmu,” jawab Pak Tevez. 

“Tanaman ini bernama Yerba Mate. Ia adalah simbol persahabatan kita, Pak Tevez,” kata Yari sambil memetik salah satu daun Yerba Mate.

“Daun tanaman ini dapat kalian olah menjadi minuman yang tidak saja menghilangkan haus tetapi dapat membangkitkan semangat, menenangkan hati, mempererat persaudaraan bagi yang meminumnya. Penyakit puteri kalian juga akan sembuh dengan minuman ini. Kelak, banyak orang yang akan mencari minuman dari daun tanaman ini,” lanjut Yari. 

“Tetapi kami tidak tahu bagaimana mengolah tanaman ini, Yari,” kata Pak Tevez. 

“Aku akan mengajari kalian cara mengolah daun tanaman ini. Aku juga akan memberi umur panjang kepada puteri kalian agar ia dapat mengajarkan cara menanam, memelihara, dan mengolah Yerba Mate kepada orang lain,” jawab Yari.  

Kenikmatan minuman Yerba Mate menyebar dengan cepat di Argentina, Paraguay, dan daerah Amerika Selatan lainnya. Minuman ini membuat orang-orang tetap terjaga ketika rasa kantuk datang menyerang. Selain itu, minuman Yerba Mate membuat orang-orang membentuk persahabatan meski tidak saling mengenal. Demikianlah cerita asal-usul minuman Yerba Mate, salah satu minuman yang paling terkenal di Amerika Selatan. 

***

Vivian selesai baca bukunya.

"Cerita yang bagus....asal dari Argentina," kata Vivian.

Vivian menutup bukunya dan di taruh bukunya di meja. Vivian mengambil remot di meja dan segera menghidupkan Tv. Acara Tv yang di tonton adalah film.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK