Beberapa abad yang lalu, Vietnam dipimpin oleh Raja Hung Vuong Ketiga. Ia adalah raja yang sangat disegani rakyatnya. Ia juga sangat terkenal akan kebaikan dan kemurahan hatinya. Raja dan Permaisuri hanya mempunyai seorang anak perempuan. Maka mereka mengangkat anak laki-laki untuk menjadi pemimpin Kerajaan. Anak laki-laki itu diberi nama An Tiem. Raja dan Permaisuri merawat An Tiem seperti merawat anak kandung mereka sendiri. An Tiem pun tumbuh menjadi anak yang sangat pintar dan berbudi pekerti baik. Semakin dewasa ia tumbuh menjadi anak muda yang bijaksana. Ketika An Tiem dan Putri Raja telah dewasa dan saling mencintai, Sang Raja menikahkan keduanya. Pesta pernikahan mereka berlangsung sangat meriah. Semua rakyat ikut menyaksikan pernikahan calon pemimpin mereka dengan gembira.
Setelah menikah An Tiem dan Sang Putri memiliki dua anak. Sebagai penerus tahta kerajaan An Tiem dididik sangat keras oleh Sang Raja. Namun Sang Raja tidak lupa untuk menasihati keduanya agar kelak selalu memerhatikan kehidupan rakyatnya. An Tiem pun mengikuti nasihat dan perintah Sang Raja. Ia juga mengikuti setiap kegiatan Sang Raja supaya ia siap menggantikannya saat turun tahta kelak. Semakin lama An Tiem berubah menjadi calon pengganti Raja yang sangat berwibawa. Semua rakyat dan para penghuni Istana semakin memuji dan mengagumi An Tiem. Mereka berharap An Tiem akan menjadi pemimpin yang tidak kalah baiknya dengan Sang Raja. An Tiem terus melatih diri dengan serius.
Ia tidak ingin mengecewakan harapan rakyat dan penghuni Istana. Dia telah bertekad untuk menjadi calon raja yang bisa melindungi rakyatnya. Ketekunan An Tiem dalam belajar dan melatih diri membuat Raja semakin menyayanginya. Akan tetapi tidak semua penghuni Istana menyukai An Tiem. Beberapa prajurit merasa tidak senang dengan perhatian dan kasih sayang Raja kepada An Tiem, anak angkatnya. Suatu pagi An Tiem telah siap mengikuti Sang Raja pergi ke beberapa desa untuk melihat keadaan rakyatnya. Mereka segera memulai perjalanan dengan dikawal oleh beberapa prajurit. Sementara itu beberapa prajurit yang tidak menyukai An Tiem sedang berkumpul di istana, membuat rencana untuk menyingkirkan An Tiem.
Mereka iri karena An Tiem, yang hanya seorang anak angkat, mendapat perhatian yang lebih dari Raja. Akhirnya para prajurit yang iri sepakat untuk mengarang cerita bohong tentang An Tiem. Secara diam-diam beberapa prajurit yang iri tersebut menghadap Raja yang baru kembali ke Istana pada sore harinya. Mereka mengatakan beberapa kebohongan tentang An Tiem. Lalu untuk lebih meyakinkan Sang Raja, mereka berkata bahwa An Tiem telah memerintahkan prajurit di Istana untuk melakukan pengkhianatan dan merebut kekuasaan Sang Raja.
“Wahai, Raja, An Tiem hanyalah seorang anak angkat. Dia tidak mungkin memikirkan masa depan Kerajaan ini,” kata seorang prajurit berapi-api.
Sang Raja termenung dalam hati dan mulai memikirkan kebenaran perkataan prajurit-prajuritnya.
“Benar Raja! An Tiem hanya ingin menjadi raja dan hanya memikirkan kehidupannya sendiri. Ia bahkan telah menghasut dan menjelek-jelekkan Raja di hadapan Tuan Putri,” seorang prajurit ikut menimpali agar Raja semakin yakin dengan perkataan mereka.
Para prajurit itu tidak menyerah. Setiap hari mereka selalu mengatakan cerita kebohongan tentang An Tiem kepada Raja. Raja pun mulai terhasut dengan perkataan para prajurit itu. Ia lalu memutuskan untuk mengusir An Tiem dan keluarganya dari Istana. An Tiem, istri, dan anaknya pun dibawa ke sebuah pulau yang sangat terpencil di seberang lautan tanpa bekal apa pun. Meski di usir dari Istana dan harus hidup di tempat yang tak berpenghuni, An Tiem tidak berkecil hati dan mengeluh sedikit pun. Ia memutuskan untuk hidup mandiri bersama anak dan istrinya. Ia bertekad mengubah tempat tinggalnya yang baru menjadi lebih baik untuk hidup keluarganya. Setelah mempunyai tempat tinggal sementara, di antara pepohonan yang sangat lebat, An Tiem mulai melihat-lihat tempat di sekitarnya.
Saat berkeliling An Tiem menemukan sebuah ladang yang sangat luas. Ketika ia sedang menyusuri ladang itu, An Tiem melihat segerombolan burung yang mengelilingi sebuah tanaman. Dia melihat burung-burung itu memakan biji-biji kecil yang sangat banyak. An Tiem termangu sejenak dan terus memerhatikan burung-burung yang sedang makan. Setelah gerombolan burung itu terbang, An Tiem mendekati tanaman berbiji itu. Ia melihat sebuah tanaman menjalar dengan buah bulat berwarna hijau. Sebagian buah itu telah terkoyak hingga An Tiem bisa melihat bagian dalamnya yang berwarna merah dan berbiji banyak. An Tiem pun memutuskan untuk membawa biji-biji tersebut pulang dan menanamnya di ladang. Beberapa hari kemudian An Tiem menaburi ladangnya dengan biji tanaman berbuah bulat.
Setiap hari ia merawat ladangnya dengan sangat tekun. Bulan demi bulan berlalu, ladang An Tiem kini dipenuhi tanaman berbuah bulat berkat ketekunan dan kegigihannya dalam merawat tanaman itu. An Tiem lalu memetik satu buah dan membelahnya. Di dalamnya terlihat warna merah yang berair dan berbiji banyak. Karena merasa penasaran, An Tiem pun memakan buah itu. Rasanya sangat enak, manis, dan menyegarkan. An Tiem kemudian memetik beberapa buah untuk anak istrinya di rumah. Di tengah kegembiraannya memanen dan menikmati buah itu, diam-diam An Tiem sangat merindukan keluarganya di Istana. Setiap hari ia merenung di pinggir laut. Ia ingin sekali bertemu dengan Sang Raja dan orang-orang di Istana. Ketika sedang merenung, ia mendapatkan sebuah ide. Ia mengambil beberapa buah di ladangnya dan membawanya ke laut. An Tiem kemudian menulis namanya di buah-buah itu dan menghanyutkannya. An Tiem berharap suatu saat buah itu akan sampai kepada Sang Raja dan menyampaikan rasa rindunya. An Tiem melakukan hal itu berulang-ulang.
Hampir setiap hari ia menghanyutkan buah, yang bertuliskan namanya, di laut. Dan, usahanya tidak sia-sia. Beberapa nelayan yang sedang melaut menemukan buah yang bertuliskan namanya. Buah itu pun menjadi perbincangan di antara para nelayan. Mereka mencoba mencari tahu asal mula buah bernama. Akhirnya mereka menemukan pulau tempat An Tiem dan keluarganya tinggal. Setelah itu banyak nelayan yang memutuskan untuk tinggal di pulau itu. Semakin lama pulau itu menjadi ramai dan tidak sepi seperti dahulu. An Tiem sangat gembira. Ia dan orang-orang yang ikut tinggal di pulau itu bertekad untuk membangun pulau tempat tinggal mereka menjadi lebih baik. Orang-orang yang melihat kebijaksanaan An Tiem pun memintanya untuk menjadi pemimpin mereka. An Tiem membangun pulau itu dengan kesungguhan hati karena tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah percaya kepadanya.
Pulau itu pun semakin terkenal dan didatangi oleh banyak orang. Kabar tentang An Tiem yang membangun dan memimpin pulau itu segera menyebar ke seluruh negeri. Sang Raja pun mendengar kabar itu. Ia sangat ingin membuktikan apakah orang yang dimaksud adalah anak angkatnya, yang pernah dia usir dari Istana. Raja kemudian berlayar menuju pulau tempat tinggal An Tiem. Ketika Sang Raja dan anak buahnya sampai di pulau tersebut, mereka sangat terkejut. Sang Raja melihat sebuah pulau yang sangat berbeda dari yang ia lihat dahulu. Sang Raja merasa sangat menyesal telah mengusir An Tiem karena hasutan anak buahnya. Ia pun bergegas menemui An Tiem dan keluarganya. Saat bertemu dengan An Tiem dan keluarganya, Sang Raja meminta maaf kepada mereka. Ia lalu meminta An Tiem untuk kembali ke Istana. An Tiem dan keluarganya sangat gembira karena mereka bisa berjumpa dan berkumpul kembali dengan Sang Raja.
Mereka pun kembali ke Istana dan membawa banyak buah yang telah ditanam oleh An Tiem. Beberapa tahun kemudian An Tiem menjadi raja menggantikan Sang Raja Hung Vuong Ketiga yang telah wafat. Meskipun telah menjadi raja, An Tiem tak pernah lupa mengunjungi orang-orang di pulau. Setiap kali An Tiem kembali dari pulau, ia selalu membawa buah bulat berbiji, yang kini lebih dikenal dengan nama buah semangka. Dari cerita itu, orang Vietnam menganggap buah ini sebagai buah keberuntungan, yang telah mempertemukan kembali sebuah keluarga yang terpisah. Oleh karena itu, sampai saat ini, orang Vietnam sering membawa buah semangka saat berkunjung ke rumah kerabat atau keluarga.
***
Mutiara selesai membaca bukunya.
"Cerita yang bagus....asal cerita dari Vietnam," kata Mutiara.
Mutiara menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja.
"Nonton Tv saja!" kata Mutiara.
Mutiara keluar dari kamarnya, ya ke ruang tengah untuk nonton Tv bersama ayah dan ibu. Acara Tv yang di tonton tentang olahraga...Olimpiade Tokyo 2020.
No comments:
Post a Comment