"Karen, apakah kau Karen si tikus desa?" sapa Kathy, sedikit ragu.
"Iya, Kathy! Aku memang Karen si tikus desa. Maaf aku belum sempat mengunjungi rumahmu," jawab Karen sambil menghampiri Kathy.
"Apa yang kau lakukan di hutan ini? Tempat ini jauh sekali dari rumahmu?" tanya Kathy, keheranan.
"Aku sedang mengumpulkan biji-biji kenari. Aku akan menyimpannya untuk persediaan musim dingin," Karen menjawab sembari menunjuk karung-karungnya.
Kathy mengalihkan pandangannya ke karung-karung milik Karen yang sudah penuh dengan kenari. Ia kemudian berkata, "Banyak sekali kenari yang kau kumpulkan, Karen. Aku yakin kau tidak akan kelaparan saat musim dingin tiba."
"Kau benar, Kathy", jawab Karen sambil tertawa, "jika bukan karena mempersiapkan persediaan musim dingin ini, aku lebih senang tinggal di rumah. Rasanya menyenangkan sekali melihat matahari terbit dari balik bukit, menghirup udara segar, atau sekedar berjalan-jalan di dalam hutan."
Kathy tampak heran melihat saudaranya yang begitu senang tinggal di desa. "Benarkah? Aku merasa kota lebih cocok untuk seekor tikus. Kau bisa melihat lampu berkelap-kelip di malam hari, berlarian tanpa halangan di got, dan makan berbagai makanan lezat," sanggahnya.
Karen tersenyum, lalu berkata lagi, "Bagiku desa adalah tempat yang terbaik untuk tikus. Bagaimana kalau kita saling berkunjung saat Natal nanti. Kita bisa membuktikan mana yang lebih baik antara hidup di desa atau hidup di kota?"
Kathy merasa tertantang, "Baik, aku setuju! Aku akan datang ke rumahmu saat Natal nanti tapi jangan lupa kau harus ke rumahku juga. Kau akan tahu, Karen, jika kota lebih baik dari pada desa." Karen tertawa mendengar perkataan Kathy. Mereka pun berpisah setelah sepakat untuk saling berkunjung saat Natal.
Kathy mendapat giliran pertama. Ia mengunjungi rumah Karen di pedesaan. Kathy tidak menyangka jika ia akan menghadapi banyak rintangan dalam perjalanan ke rumah Karen. Ia harus melalui jalan yang berliku, melewati hutan yang gelap gulita, naik turun bukit, dan berjalan di atas salju lunak yang tebal. Kathy pun tiba di rumah Karen dengan kondisi kelelahan.
"Karen, kau tidak pernah cerita kalau perjalanan ke rumahmu sangat berat. Apalagi aku harus melewati tumpukan salju lunak yang tebal itu! Aku hampir mati kedinginan di sana!" keluh Kathy sesampai di rumah Karen, "aku sangat lelah dan lapar. Bisakah aku meminta sedikit makanan dan air?"
Karen tertawa melihat penampilan Kathy yang acak-acakan. Ia semakin terbahak ketika mendengar ceritanya. Melihat saudaranya yang terlihat begitu kecapaian, Karen segera berkata, "Jangan khawatir, Kathy. Kau boleh melihat-lihat gudang makananku dan pilihlah apa yang kau suka. Kau juga boleh makan sebanyak-banyaknya. Anggaplah rumah ini sebagai rumahmu, jangan sungkan-sungkan."
Setelah beristirahat sejenak, Kathy masuk ke dalam gudang makanan Karen. Ia sangat terkejut karena ada banyak sekali makanan yang tersimpan di sana. Ada berbagai macam biji kenari, jagung, kacang, remah-remah roti, serta rumput hijau. Ia bahkan menemukan akar PolyBody, akar pohon yang rasanya manis dan hanya tumbuh di tempat tertentu.
"Karen pasti telah bekerja keras untuk mengumpulkan ini semua. Aku tidak pernah melihat gudang makanan selengkap dan sebanyak ini. Ia benar-benar rajin," gumam Kathy sendirian.
Kathy mengambil dan memakan beberapa makanan serta biji-bijian, setelah memilih-milih makanan selama beberapa saat. Rasa lelah membuatnya makan sangat banyak hingga kehausan.
"Karen, di mana kau simpan airmu? Aku haus sekali," tanya Kathy, setengah berteriak.
Karen, yang sedang berada di ruangan lain, segera menghampiri Kathy. "Ayo, ikut aku, Kathy. Aku akan menunjukkan tempatnya," ajak Karen.
Kathy mengikuti Karen dan ia kembali terkejut ketika melihat tempat persediaan air milik Karen. Rupanya Karen telah membuat beberapa lubang dan saluran air yang sederhana untuk menampung lelehan salju. Lubang-lubang itu berfungsi sebagai tempat penampungan air dan saluran untuk mengalirkan air yang tersisa agar tidak membanjiri rumahnya. Sungguh cerdas, ia tidak akan pernah kehausan sepanjang tahun, kata Kathy dalam hati.
Setelah makan dan minum sepuasnya. Kathy dan Karen duduk dan mengobrol bersama. Karen pun terusik untuk menanyakan kesan Kathy, "Bagaimana? Hidup di pedesaan sungguh menyenangkan, bukan?"
"Pemandangan di sini memang sangat indah, bahkan ketika salju turun. Suasananya juga sangat tenang. Aku pun suka dengan makanan yang ada di sini. Bahkan aku makan sangat banyak sekali. Terima kasih atas kebaikan hatimu, Karen," kata Kathy, tulus. Karen tersenyum mendengarnya.
"Tetapi jika kau bertanya, mana yang lebih baik antara hidup di kota atau hidup di desa, aku lebih memilih hidup di kota," lanjut Kathy.
Karen tetap tersenyum lebar mendengar perkataan Kathy. Ia lalu berkata, "Giliranku untuk mengunjungi rumahmu di kota. Aku ingin membuktikan apa yang kau katakan."
Beberapa waktu kemudian, Karen pergi ke kota. Ia kebingungan melihat keramaian yang ada. Ia mencari rumah Kathy, tetapi tidak juga menemukannya. Ia pun memutuskan untuk bertanya kepada seekor tikus got yang ditemuinya.
"Selamat siang, Teman. Apakah kau tahu di mana rumah Kathy si tikus kota?"
"Kathy siapa? Ada banyak nama Kathy di kota ini. Tolong, kau berikan ciri-ciri yang lebih spesifik lagi," jawab tikus got itu.
Karen bingung menjawabnya. Rasanya semua tikus di dunia sama, kecuali tikus got ini. Badannya benar-benar bau, batin Karen. Ia berusaha mengingat ciri-ciri khusus yang dimiliki saudaranya. Sesaat kemudian, ia berkata, "Kathy punya warna kaki yang berbeda, warnanya abu-abu muda, sama dengan warna kakiku."
"Aku ingat dengan tikus itu. Ia tinggal di rumah mewah yang ada di ujung kota. Ikuti saja jalan ini, perempatan pertama belok kanan, teruslah berjalan hingga ada sebuah lapangan. Aku lupa di mana pastinya ia tinggal, tapi aku rasa rumahnya di sekitar lapangan itu. Cobalah kau bertanya dengan tikus-tikus di sana, mungkin mereka bisa membantu," jawab Tikus Got memberi petunjuk.
"Terima kasih," balas Karen, "apakah aku bisa bertanya sekali lagi?"
"Apa yang ingin kau tanyakan lagi?" tanya Tikus Got.
"Kapan kau terakhir kali mandi? Aku hampir pingsan mencium bau tubuhmu," tanya Karen, polos.
"Ha...ha...ha, rupanya kau orang yang senang bercanda," kata Tikus Got, sambil tertawa, "badanku memang bau dan aku sudah tidak ingat kapan aku terakhir kali mandi." Karen hanya mengangguk, berusaha memahami kebiasaan Tikus Got.
Setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih, Karen mengikuti petunjuk tikus got itu. Ia sampai di lapangan yang diceritakan oleh Tikus Got. Karen semakin bingung karena semua rumah di sekitar lapangan itu tampak sama. Karen pun memerhatikan sekitarnya, ingin bertanya lagi. Pandangannya kemudian tertumbuk pada seekor tikus yang sedang makan sepotong keju.
Karen menghampiri tikus itu dan menyapanya, "Selamat siang, Teman? Apakah kau tahu di mana rumah Kathy si tikus kota?"
Tikus itu tidak menjawab, ia asyik sendiri dengan makanannya.
"Teman, apa kau tahu di mana rumah Kathy si tikus kota?" tanya Karen lagi.
Tikus itu menjawab dengan kasar karena kesal, "Aku tidak tahu dan jangan menggangguku! Apa kau tidak melihat aku sedang apa? Aku sedang makan, makan!" Selesai berkata demikian, tikus itu berlari masuk ke dalam got, meninggalkan Karen yang tercenung karena kaget diperlakukan tidak ramah.
Setelah berjalan cukup lama dan bertanya kepada beberapa tikus, akhirnya Karen berhasil menemukan rumah Kathy.
"Kathy, aku kuat berjalan jauh tetapi aku tidak kuat dengan bau badan tikus-tikus got itu," kata Karen setelah tiba di rumah Kathy.
Kathy tersenyum mendengar candaan Karen. "Tidak semua tikus di kota ini badannya bau, Karen," bantah Kathy, sambil membantu Karen menurunkan barang bawaannya.
Kathy kemudian menyiapkan meja makan. Ia menyajikan berbagai macam kue, seperti kue mentega, kue kacang, kue coklat, puding, dan cake warna-warni. Karen takjub melihat semua makanan yang disajikan oleh Kathy. Ia bahkan belum pernah mencicipi beberapa di antaranya.
"Aku tidak tahu kalau kau pandai membuat kue, Kathy! Kue-kue ini sangat enak sekali," puji Karen saat mencicipi roti yang disajikan Kathy.
"Jangan memujiku, Karen. Aku tidak pandai membuat kue apalagi cake. Semua ini adalah buatan tuan rumahku," kata Kathy, sambil tersenyum.
Karen pun mencicipi semua makanan yang dihidangkan oleh Kathy dengan semangat. Ia makan banyak sekali kue, bahkan sampai menghabiskan beberapa toples kue. Kue-kue ini enak sekali. Pantas saja kalau Kathy betah tinggal di sini, kata Karen dalam hati.
Setelah menghabiskan banyak kue, Karen mulai kehausan. "Kathy, aku ingin minum. Di mana kau simpan airmu?" tanya Karen.
"Ayo ikut aku, tetapi jangan berisik," ajak Kathy. Ia membawa Karen ke gudang anggur di bawah rumah.
"Banyak sekali simpanan airmu, Kathy," kata Karen di tengah decak kagumnya. Ia memandangi tong-tong anggur di ruangan itu dengan mata takjub.
Kathy menyodorkan segelas anggur kepada Karen, "Coba kau rasakan ini."
Karen meminum anggur itu. Rasanya benar-benar enak. Karen suka sekali. "Wow, air apa ini? Rasanya enak sekali! Seumur hidup, baru kali ini, aku merasakan air seenak ini."
Kathy tersenyum mendengar perkataan Karen. Ia kemudian berkata, "Tentu saja enak, rasanya jauh berbeda dengan air putih yang kau minum tiap hari di desa, Karen!"
"Pantas kau senang hidup di kota, Kathy!" ujar Karen, sambil menambah anggur di dalam gelasnya.
Karen tidak biasa meminum anggur. Rasa anggur yang nikmat membuatnya minum berlebihan. Karen pun mabuk dan mulai berjalan sempoyongan. Ia menabrak beberapa benda, sehingga suasana menjadi berisik.
"Karen, jangan berisik! Kau akan membangunkan Tom, kucing rumah ini," seru Kathy mengingatkan.
"Aku tidak peduli! Anggur ini sangat enak! Aku mau nambah lagi!" teriak Karen sambil berjalan sempoyongan.
Ternyata teriakan Karen membangunkan Tom, kucing peliharaan di rumah, tempat Kathy tinggal. Tom turun ke gudang anggur dan melihat Karen, yang sedang mabuk sambil berteriak-teriak.
"Dasar tikus-tikus itu! Belum tahu siapa aku sepertinya," Tom berkata, geram. Perlahan-lahan ia mendekati Karen dan dengan satu ayunan tangan ia berhasil menangkap Karen.
Kathy yang melihat hal itu langsung bersembunyi. "Karen yang malang. Aku, kan, sudah bilang jangan berisik. Sekarang Tom telah menangkapmu," kata Kathy lirih. Ia merasa sedih sekali.
Sesaat kemudian Karen tersadar dari mabuknya. Ia terkesiap saat tahu jika ia berada dalam genggaman Tom.
"Kucing besar, ampunilah aku. Jadilah orang yang pemurah. Aku akan menghiburmu dengan sebuah cerita," kata Karen, berusaha mengulur waktu kematiannya.
Tom tersenyum, licik, "Mulailah bercerita, siapa tahu aku akan mengasihimu."
"Suatu hari, hiduplah dua ekor tikus di desa," Karen mulai bercerita dengan suara lirih.
"Jadi kau punya saudara? Pasti kenyang jika memakan 2 ekor tikus," sela Tom.
"Mereka punya sepotong daging," lanjut Karen.
Tom menyela lagi, "Daging bagus untuk tikus, membuatnya makin berisi dan makin nikmat dimakan."
"Mereka menjemurnya di atap." Karen masih melanjutkan ceritanya.
"Mereka ingin membuat dendeng? Kucing suka sekali dengan dendeng," kata Tom menimpali cerita Karen.
Karen tidak menggubris tanggapan Tom, ia melanjutkan ceritanya, "Tiba-tiba datanglah burung gagak dan rubah memakan dendeng mereka."
"Dan aku juga akan memakanmu," kata Tom sambil membuka mulutnya lebar-lebar.
"BAAAMMM!" Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibanting dengan keras.
Tom terkejut mendengar suara itu. Tanpa dia sadari, cengkeraman tangannya melonggar. Kesempatan itu dipergunakan Karen untuk melarikan diri. Ia langsung meloncat dan masuk ke dalam lubang di dinding sembari berteriak memanggil saudara nya, "Kathy, apakah ini yang kau sebut kehidupan kota? Hidup yang penuh ketakutan!"
***
Feni selesai membaca buku.
"Cerita yang bagus....asal Norwegia," kata Feni.
Feni menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja.
"Nonton Tv aja!" kata Feni.
Feni beranjak dari duduknya di ruang tamu ke ruang tengah untuk nonton Tv. Di ruang tengah ada Mbak Lisa yang sedang nonton Tv dengan acaranya sinetron gitu Buku Harian Seorang Istri. Feni dengan Mbaknya, ya asik nonton Tv sih.
No comments:
Post a Comment