Lilia selesai latihan menari dengan teman-temannya. Lilia berada di rumah, ya duduk santai di ruang tengah sambil membaca bukunya dengan baik.
Isi buku yang di baca Lilia :
Suatu hari, bangsa Ular yang tinggal di hutan Amazon, Argentina mengadakan rapat besar. Semua jenis ular, mulai dari ular berbisa, ular piton, hingga ular berkulit belang mendatangi rapat itu. Mereka berkumpul untuk bertukar sapa, bercerita tentang kabar terbaru, serta membicarakan masalah-masalah di sekitar mereka.
“Rakyatku, hari ini kita berkumpul dalam rapat besar. Jika ada permasalahan atau keluhan, sampaikanlah sekarang agar aku bisa mencarikan penyelesainnya,” kata Raja Ular membuka rapat besar.
“Baginda Raja, saya senang tinggal di hutan ini, sangat tenang dan sepi,” kata seekor ular berkulit kuning memulai pembicaraan.
“Hanya saja, rasa sepi kadang-kadang membuat saya bosan,” lanjutnya.
Ular-ular peserta rapat itu mulai berisik. Mereka membicarakan perkataan ular berkulit kuning itu dengan ular-ular di sebelahnya.
“Tenang! Ular-ular yang saya cintai, saya mohon tenang terlebih dahulu,” kata Raja Ular menenangkan.
Ular-ular itu kemudian terdiam. Mereka kembali menyimak pembicaraan teman mereka tersebut.
“Sekarang apa yang ingin kau inginkan?” tanya Raja Ular kepada ular berkulit kuning itu.
“Saya ingin sesekali ada hiburan di hutan ini, Baginda Raja!” jawab ular berkulit kuning.
“Suasana sepi yang lama terkadang juga membosankan. Kita memang sesekali perlu menikmati hiburan. Kira-kira hiburan apa yang kalian inginkan?” tanya Raja Ular kepada semua peserta rapat.
“Sebuah pesta!” usul seekor ular kecil.
“Sebuah pesta dansa!” tambah seekor ular besar.
“Sebuah pesta dansa yang besar, Baginda Raja!” sahut ular yang lain.
Ular-ular itu mulai ramai mengajukan usul tetapi usul mereka hampir sama semua. Mereka mengusulkan untuk mengadakan sebuah pesta dansa.
“Baiklah, kita memutuskan untuk mengadakan sebuah pesta dansa dan mengundang semua penghuni hutan ini! Bagaimana? Apa kalian semua setuju?” tanya Raja Ular kepada bangsa ular peserta rapat.
“Setuju...!” jawab semua ular peserta rapat bersamaan.
Bangsa Ular kemudian menyebarkan undangan pesta dansa itu kepada semua penghuni hutan. Awalnya para penghuni hutan sempat terkejut ketika menerima undangan tersebut, tetapi akhirnya perasaan itu berubah menjadi senang. Jarang sekali ada pesta di hutan ini, apalagi sebuah pesta dansa. Bangsa Ikan adalah penerima pertama undangan pesta dansa bangsa Ular. Raja Ikan kemudian mengumpulkan semua bangsa ikan untuk memberitahukan undangan itu.
“Rakyatku, hari ini aku menerima undangan pesta dansa dari bangsa Ular,” kata Raja Ikan kepada rakyatnya.
“Aku ingin kalian datang ke pesta dansa itu dan bersenang-senang. Jarang sekali ada pesta di hutan ini, apalagi pesta dansa. Hanya saja, permasalahnnya pesta dansa itu diadakan di darat, bukan di air,” lanjut Raja Ikan dengan wajah sedih.
Bangsa ikan terdiam. Mereka seakan mengerti kesedihan rajanya. Tiba-tiba saja seekor ikan kecil berteriak, “Tuanku, kita bisa ikut di pesta dansa itu! Kita bisa ikut!” Raja Ikan mendongak, memandang ikan kecil itu dan bertanya, “Bagaimana caranya, Saudaraku?” “Tuanku, pesta dansa ini diadakan di tepi sungai.
Kita bisa melihat penampilan dan tarian penghuni hutan yang lain dengan tetap di dalam air. Jika ada penampilan yang bagus, kita bisa bersama-sama melompat ke udara dan ketika jatuh lagi ke air, kita mengibaskan ekor bersama-sama sehingga terdengar suara mirip tepukan tangan,” jelas ikan kecil.
“Kita juga bisa membawa ganggang bercahaya dan menggigitnya saat melompat dari air. Ganggang bercahaya akan berpendar dalam kegelapan. Itu akan nampak seperti pesta kembang api, Tuanku,” lanjut ikan kecil itu.
Raja Ikan terdiam mendengarkan penjelasan ikan kecil itu. Tidak lama, Raja Ikan tersenyum dan berkata, “Idemu sungguh bagus sekali, Saudaraku! “Rakyatku, bangsa Ikan, mulai hari ini berlatihlah lompatan udara dan kumpulkan ganggang bercahaya! Kita akan menampilkan tarian udara, pesta kembang api, dan suara tepukan tangan yang meriah dalam pesta dansa itu,” perintah Raja Ikan.
Bangsa ikan bersorak-sorai mendengar perintah rajanya. Sebagian dari mereka mulai berlatih lompatan udara dan kibasan ekor, sementara yang lain mengumpulkan ganggang bercahaya. Tidak jauh dari tempat berkumpulnya bangsa Ikan, bangsa Buaya juga berkumpul untuk membahas undangan pesta dansa bangsa Ular.
“Raja Buaya, apa yang harus kita persiapkan untuk pesta dansa bangsa Ular ini?” tanya seekor buaya.
“Aku sebenarnya ingin kita menampilkan sebuah tarian dalam pesta itu, tetapi karena kita tidak begitu lincah saat di darat, bagaimana kalau kita menampilkan pakaian terbaik saja?” usul Raja Buaya.
Semua buaya mengangguk mendengar usulan raja mereka.
“Model pakaian seperti apa yang Paduka ingin tampilkan?” tanya seekor buaya kecil.
“Aku memikirkan model pakaian yang sederhana tetapi elegan,” jawab Raja Buaya.
“Kita bisa memulai mengumpulkan daun pandan atau jerami lalu mengayamnya menjadi sebuah topi. Rangkaian buah pisang bisa menjadi kalung yang baik. Warna kulit kuning kulit pisang akan nampak seperti emas. Sebuah tongkat kayu bisa membantu kita berjalan dengan dua kaki dan membuat kita nampak berwibawa. Tongkat itu juga bisa membantu kita jika ingin berdansa. Bagaimana?” jelas Raja Buaya kepada rakyatnya.
“Setujuuu...!” teriak para buaya sambil bertepuk tangan.
Undangan pesta dansa bangsa Ular juga diterima oleh bangsa Kodok. Raja Kodok memutuskan agar bangsa Kodok datang ke pesta itu dengan baju dari rajutan sisik ikan. Model pakaian itu sederhana tetapi apabila baju itu terkena sinar, sisik-sisik ikan nampak gemerlapan, anggun, dan mewah. Ia lalu mengirimkan utusan kepada bangsa Ikan untuk meminta dan mengumpulkan sisik-sisik ikan yang telah rontok. Lain halnya dengan Bangsa Katak, saudara bangsa Kodok.
“Aku tidak keberatan bangsa Katak memakai pakaian model apa pun atau menari dengan gaya apa pun ketika datang di pesta dansa bangsa Ular. Hanya satu perintahku, semua bangsa Katak harus berbau harum dan wangi di pesta itu! Aku akan sangat malu jika ada yang berkata bangsa Katak adalah bangsa yang bau!” perintah Raja Katak kepada rakyatnya.
“Lagi pula, bau harum dan wangi bisa menambah rasa percaya diri!” tambahnya.
Bangsa Katak mematuhi perintah rajanya. Mereka mencari dan mengumpulkan bunga dan daun yang berbau harum dan wangi. Bangsa Katak kemudian menumbuk dan mengoleskan tumbukan bunga dan daun itu ke sekujur tubuh mereka. Bau tubuh mereka akhirnya menjadi harum dan wangi. Persiapan penghuni hutan untuk menghadiri pesta dansa bangsa Ular mengusik bangsa Flamingo. Mereka kemudian berbondong-bondong menghadap Raja Flamingo.
“Rajaku, semua penghuni hutan ini sedang bersiap untuk menghadiri pesta dansa bangsa Ular. Mereka berlatih menari, menjahit baju terbaik, bahkan merawat tubuh mereka hingga baunya harum dan wangi,” kata seekor Flamingo.
“Bangsa Flamingo adalah penari terbaik di hutan ini, bahkan mungkin di dunia. Kita bisa menampilkan tarian terbaik tanpa perlu berlatih. Aku merasa itu sudah cukup bagi kita untuk datang ke pesta dansa bangsa Ular,” jawab Raja Flamingo.
“Kami mengerti jika bangsa Flamingo adalah penari terbaik di hutan ini, bahkan mungkin di dunia, Rajaku. Kami hanya merasa malu jika penari terbaik di dunia datang ke sebuah pesta dansa hanya dengan kaki putih yang sederhana,” jawab Flamingo yang lain.
“Benar, Rajaku! Kita akan menjadi pusat perhatian dalam pesta dansa itu karena keahlian menari kita. Kita juga harus memerhatikan penampilan. Kita tidak cukup tampil dengan kaki putih. Kita harus memakai sesuatu. Kita harus tampil istimewa dan glamor,” tambah seekor Flamingo yang berdiri paling belakang.
Raja Flamingo mengganggukkan kepalanya dan berkata, “Baik, aku mengerti keinginan kalian. Sekarang jelaskan kepadaku aksesoris apa yang harus kita pakai saat pesta dansa bangsa Ular? Apa kita harus memakai gelang? Atau apa?” Bangsa Flamingo terdiam hingga seekor Flamingo di baris depan berkata, “Aku tahu aksesoris yang cocok kita pakai dalam pesta dansa itu, Rajaku.”
“Apa yang ingin kau usulkan?” tanya Raja Flamingo penasaran.
“Rajaku, kita hanya perlu memakai kaos kaki warna-warni, seperti kombinasi garis merah, kuning, dan hitam. Kaos kaki warna-warni itu akan sesuai dengan kaki putih Flamingo. Kaos kaki itu juga bisa membuat kaki kita tetap hangat dalam dinginnya malam,” jelas Flamingo itu. Para Flamingo mulai berisik.
Mereka membicarakan usulan kaos kaki warna-warni itu dengan Flamingo di dekatnya. “Baik, aku setuju kita memakai kaos kaki warna-warni seperti yang kau usulkan. Sekarang, di mana kita bisa mendapatkan kaos kaki seperti itu?” tanya Raja Flamingo.
“Kita bisa mencoba mencarinya di desa seberang sungai Amazon ini, Rajaku,” jawab seekor Flamingo di barisan tengah, “Aku dengar banyak pedagang di desa itu. Mungkin salah satunya ada yang menjual kaos kaki seperti yang kita inginkan.”
“Baik, mari kita pergi bersama-sama ke desa itu!” perintah Raja Flamingo.
Para Flamingo kemudian berbaris rapi dan berjalan mengikuti Raja Flamingo untuk pergi ke desa di seberang sungai Amazon. Tidak lama kemudian, bangsa Flamingo sampai ke desa tersebut. Mereka kemudian mengetuk pintu toko yang pertama kali mereka jumpai.
“Tok... tok... tok…”
“Siapa di luar?” tanya pemilik toko.
“Kami bangsa Flamingo dan kami ingin membeli kaos kaki dengan garis warna-warni,” jawab Raja Flamingo.
Pemilik toko membuka pintu dan ia sangat terkejut melihat rombongan Flamingo yang ada di depan rumahnya.
“Temanku, aku tidak punya kaos kaki seperti yang kalian gambarkan itu. Aku hanya menjual kaos kaki polos dengan satu macam warna,” jawab pemilik toko.
“Apakah engkau tahu di manakah kami bisa mendapatkan kaos kaki dengan garis warna-warni?” tanya Raja Flamingo.
“Aku tidak tahu, Temanku! Kau bisa mencoba pergi ke toko di tengah desa ini. Toko itu adalah toko terbesar di desa ini. Mungkin mereka menjual kaos kaki seperti yang kau maksudkan,” jelas pemilik toko.
Bangsa Flamingo berjalan ke arah toko yang ditunjukkan oleh pemilik toko pertama. Kedatangan rombongan Flamingo mengejutkan pemilik toko kedua.
“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu ?” sapa pemilik toko.
“Selamat siang, kami mencari kaos kaki,” jawab Raja Flamingo “Kaos kaki seperti apa?” “Kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam.”
Pemilik toko menggaruk-garuk kepalanya saat mendengar jawaban Raja Flamingo. Ia lalu berkata, “Temanku, aku tidak menjual kaos kaki dengan model seperti itu. Aku bahkan belum pernah melihat kaos kaki dengan model seperti yang kau sebutkan.”
“Apakah engkau tahu di manakah kami bisa mendapatkan kaos kaki dengan model seperti itu?” tanya Raja Flamingo.
“Aku tidak tahu, tetapi kau bisa mencoba mencarinya di ibu kota, Buenos Aires. Ada banyak pedagang yang tinggal di sana. Mungkin salah satunya ada yang menjual kaos kaki dengan model seperti itu,” jawab pemilik toko.
“Ibu kota? Buenos Aires? Butuh waktu berhari-hari untuk bisa sampai di sana sementara pesta dansa bangsa Ular akan diadakan lusa,” kata seekor Flamingo.
“Baik, kita datangi semua toko yang ada di desa ini. Siapa tahu salah satu dari mereka menjual kaos kaki seperti yang kita inginkan,” perintah Raja Flamingo.
Bangsa Flamingo kemudian mendatangi semua toko yang ada di desa itu. Mereka bertanya tentang kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam dan tidak ada toko yang menjualnya. Hari menjelang senja. Raja Flamingo tertunduk lesu. Ia merasa lelah dan kesal karena tidak mendapatkan kaos yang diinginkan bangsanya. “Senja mulai tiba. Ayo, kita pulang,” perintah Raja Flamingo.
“Tapi, Rajaku, kita masih belum mendapatkan kaos kaki yang kita inginkan,” kata seekor Flamingo.
“Malam di hutan Amazon sangatlah gelap. Aku tidak ingin kita tersesat atau celaka karena berjalan di kegelapan. Kita bisa mencari kaos kaki itu besok pagi. Ayo kita pulang sekarang,” jelas Raja Flamingo.
“Baik, Rajaku,” kata para Flamingo serentak.
Mereka kemudian berbaris dan berjalan pulang. Ketika hendak menyeberangi sungai, mereka berjumpa dengan seekor Armadillo yang sedang minum.
“Selamat sore para Flamingo! Tumben kalian pergi berombongan seperti ini. Apakah kalian baru pulang menghadiri sebuah pesta? Atau kalian hanya berjalan-jalan?” tanya Armadillo.
“Selamat sore, Armadillo! Kami baru saja mencari kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam di desa sebelah,” jawab Raja Flamingo.
“Apakah kalian menemukannya?” tanya Armadillo “Tidak, kami belum menemukannya,” jawab Raja Flamingo sambil menghela napas panjang.
“Aku rasa kalian bisa menemukan kaos kaki seperti itu di Buenos Aires, ibu kota. Kalian bisa menggunakan jasa pos untuk memesan dan mengirimkannya ke sini, tapi itu akan membutuhkan waktu berhari-hari,” jelas Armadillo.
“Itulah masalahnya. Kami tidak punya waktu sebanyak itu,” kata Raja Flamingo.
“Coba kalian mencari kakak iparku, Burung Hantu. Ia pandai dan pengetahuannya luas sekali. Kakak iparku mungkin tahu di mana kalian bisa mendapatkan kaos kaki seperti itu di dekat sini,” kata Armadillo memberi saran. Armadillo kemudian menggambarkan posisi rumah burung hantu di atas pasir sungai.
“Rupanya rumah kakak iparmu tidak jauh dari rumah kami. Sore ini juga kami akan mengunjunginya,” ujar Raja Flamingo.
“Sampaikan salamku jika bertemu dengannya! Semoga berhasil!” kata Armadillo sambil melanjutkan minum.
Raja Flamingo tidak membuang waktu. Ia memerintahkan para Flamingo untuk pulang ke rumah masing-masing sementara ia sendiri pergi ke rumah Burung Hantu.
“Tok... tok... tok…”
“Siapa di luar?” tanya Burung Hantu.
“Saya, Raja Flamingo, saudaraku Burung Hantu,” jawab Raja Flamingo.
Burung Hantu terkejut mendengar jawaban itu. Ia bergegas membuka pintunya dan mempersilakan Raja Flamingo masuk ke dalam rumah.
“Suatu kehormatan bagiku, Raja Flamingo datang bertamu ke rumahku,” kata Burung Hantu.
“Jangan berlebihan, Burung Hantu,” jawab Raja Flamingo.
“Sore ini aku bertemu dengan adik iparmu, Armadillo. Ia mengatakan bahwa kau bisa membantu memecahkan masalah kami,” lanjut Raja Flamingo.
“Permasalahan seperti apa, Raja Flamingo?” tanya Burung Hantu dengan mengerutkan dahinya.
“Bangsa Flamingo ingin datang ke pesta dansa bangsa Ular dengan memakai kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam. Kami sudah mencarinya ke mana-mana tetapi tidak juga menemukannya,” jelas Raja Flamingo.
“Memang susah mencari kaos kaki dengan model seperti itu, tetapi bukan berarti itu tidak mungkin untuk didapatkan,” jawab Burung Hantu.
“Aku akan membantumu, Raja Flamingo! Aku akan mencari kaos kaki itu malam ini dan mengantarnya ke rumahmu keesokan harinya,” lanjut Burung Hantu.
“Secepat itu?” tanya Raja Flamingo keheranan.
Burung Hantu tersenyum. Ia lalu berkata, “Bukankah acara pesta dansa bangsa Ular akan diadakan lusa?”
“Baik, Burung Hantu! Aku tidak akan bertanya bagaimana cara kau mendapatkan kaos kaki itu! Jika kau memenuhi janjimu, aku akan membayarmu banyak sekali,” kata Raja Flamingo.
“Terima kasih, Raja Flamingo! Datanglah lagi ke rumahku besok pagi. Kau dan bangsamu akan mendapatkan kaos kaki itu,” kata Burung Hantu.
Tengah malam, Burung Hantu keluar dari rumahnya dan pergi ke arah hulu sungai Amazon. Ia terbang rendah dan memperhatikan batu-batu koral di sepanjang sungai. Tidak lama kemudian nampak seekor ular koral sedang melata di atas batu. Burung Hantu terbang mendekati ular itu dan mematuknya hingga mati. Ia membawa bangkai ular itu ke rumahnya lalu mengulitinya. Rupanya Burung Hantu hendak membuat kaos kaki dari kulit ular koral yang berwarna kombinasi garis merah, kuning, dan hitam. Malam itu, Burung Hantu memburu semua ular koral yang hidup di sekitar sungai Amazon.
Ia menyadari bahwa dibutuhkan banyak sekali kulit ular koral untuk dijahit menjadi kaos kaki bangsa Flamingo. Burung hantu tidak menyadari bahwa perburuannya telah memusnahkan semua ular ular koral sekitar sungai Amazon. Keesokan harinya, Raja Flamingo terheran-heran saat Burung Hantu mengantar kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam ke rumahnya. Jumlahnya tidak satu pasang, tidak juga dua pasang, melainkan puluhan pasang kaos kaki.
“Burung Hantu, rupanya kau bisa menepati janjimu. Aku akan menyuruh orang untuk menyiapkan bayaranmu,” kata Raja Flamingo.
“Terima kasih, Raja Flamingo,” jawab Burung Hantu.
“Tetapi jika bangsa Flamingo ingin memakai kaos kaki ini dalam pesta dansa bangsa Ular, ada satu syarat yang dipenuhi,” lanjut Burung Hantu.
“Syarat apa?” tanya Raja Flamingo.
“Bangsa Flamingo harus menari sepanjang pesta, tidak boleh berhenti sejenak pun atau kalian akan celaka,” jelas Burung Hantu.
“Jangan khawatir! Kami mampu menari sepanjang malam, Burung Hantu!” jawab Raja Flamingo sambil tersenyum.
Bangsa Flamingo bangga dengan kaos kaki barunya. Mereka memakai kaos kaki itu dan datang ke pesta dansa bangsa Ular. Semua binatang yang hadir berdecak kagum melihat keindahan kaos kaki bangsa Flamingo. Saat itu belum ada yang menyadari bahwa kaos kaki itu adalah kulit ular koral. Bangsa Flamingo kemudian mulai menari. Mereka bergerak dan berputar sangat cepat seakan tiada kenal rasa lelah. Gerakan yang seirama dan kaos kaki warna-warni dengan kombinasi garis merah, kuning, dan hitam yang dipakainya membuat tarian bangsa Flamingo sangat indah untuk dinikmati. Salah seekor ular kecil curiga dengan kaos kaki bangsa Flamingo.
“Warna kaos kaki itu nampaknya mirip dengan ... apa, ya?” katanya dalam hati.
Tiba-tiba ia dicolek oleh seekor katak dan ditanya, “Aku belum melihat saudaramu, Ular Koral, di pesta ini. Apakah mereka terlambat datang atau kalian lupa mengundangnya?” Ular kecil itu terkejut mendengar pertanyaan itu.
Ia menyadari bahwa kaos kaki bangsa Flamingo ternayat bermotif yang sama dengan kulit saudaranya, Ular Koral. Ular kecil itu mencoba memperhatikan kaos kaki bangsa Flamingo, tetapi usahanya sia-sia. Bangsa Flamingo menari dengan cepat dan tiada henti sehingga sulit melihat detail kaos kaki itu. Tiba-tiba saja seekor Flamingo terjatuh karena tersandung tongkat seekor buaya. Ular kecil mendekati Flamingo yang malang itu dan memperhatikan kaos kakinya. Ia terkejut saat meraba kaos kaki bangsa Flamingo.
“Rasanya kasar, ini bukan kain, ini sisik!” katanya dalam hati.
Ular kecil itu kemudian menarik salah satu kaos kaki Flamingo, melemparkannya ke atas, dan berteriak dengan marah, “Ini bukan kaos kaki tenun! Ini kulit saudara kita, Ular Koral! Bangsa Flamingo telah membunuh saudara kita dan menjadikannya kaos kaki.”
Suasana pesta menjadi hening. Para Flamingo berhenti menari dan saling berpandangan dengan sesamanya. Tiba-tiba saja terdengar suara desis yang sangat keras. Bangsa ular mulai menyerang bangsa Flamingo. Sungguh malang nasib bangsa Flamingo, mereka sangat lelah menari sehingga tidak bisa menghindar dari gigitan bangsa Ular. Bangsa Flamingo menjerit kesakitan saat ular-ular itu menggigit kaki mereka. Bisa ular membuat bangsa Flamingo hampir mati. Tetapi, dengan susah payah, bangsa mereka dapat melarikan diri.
Para Flamingo itu kemudian merendam kakinya di dalam air. Mereka menangis menahan sakit dan kaki mereka berubah menjadi merah karena racun ular. Itulah asal mula kenapa Flamingo suka berendam di dalam air dan kaki mereka berwarna merah. Mereka kadang-kadang keluar dari air tetapi rasa sakit akibat bisa ular yang muncul lagi membuat Flamingo kembali berendam di air. Mereka kadang-kadang menekuk kakinya berjam-jam untuk mengurangi rasa sakit akibat bisa ular. Sungguh malang nasib Flamingo.
***
Lilia selesai baca bukunya dengan baik.
"Cerita yang bagus dari asalnya....Argentina," kata Lilia.
Lilia menutup bukunya dan menaruh buku di meja.
"Main gitar sambil menyanyi ah!" kata Lilia.
Lilia mengambil gitarnya di kamarnya dan segera keluar sih dan duduk di ruang tengah lagi.
"Lagu apa yang aku nyanyikan ya?" kata Lilia berpikir dengan baik.
Lilia teringat dengan lagu terkenalnya Band Ungu dan juga masih populer sampai sekarang.
"Lagu Band Ungu.....yang Demi Waktu saja!" kata Lilia.
Lilia segera memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu dari Band Ungu...Demi Waktu, ya dengan baik sih.
No comments:
Post a Comment