CAMPUR ADUK

Saturday, July 31, 2021

LA CALLE DE LA QUEMADA

Yulia selesai mengerjakan PR-nya. Yulia keluar dari kamarnya sambil membaca buku cerita, ya menuju ruang tengah. Duduklah Yulia dengan santai di ruang tengah sambil membaca bukunya dengan baik.

Isi buku yang di baca Yulia :

Tiga ratus tahun yang lalu, orang-orang Spanyol mulai berdatangan ke Meksiko. Seorang saudagar dari distrik La Villa de Illecas, Madrid, Spanyol, ikut hijrah ke Meksiko. Saudagar itu bernama Don Gonzalo Espinosa de Guevara. Ia mengajak serta anak perempuannya yang masih kecil, Dona Beatriz de Espinosa. Selama bertahun-tahun Don Gonzalo Espinosa de Guevara mengembangkan bisnis barunya di Meksiko, hingga akhirnya dia menjadi saudagar kaya raya. Ia pun membangun rumah megah di jantung kota Meksiko. Namun, meski kaya raya, Don Gonzalo dikenal di seantero Meksiko karena putrinya yang jelita. Dona Beatriz si gadis kecil sudah tumbuh menjadi gadis yang menawan. Kulitnya putih bersih bagaikan bunga lili, wajahnya cantik dengan mata bulat indah, dan rambut lembutnya berkilauan bagai sutra jatuh di bahu. Selain cantik, Dona Beatriz juga gadis yang baik hati. Ia tak segan membantu merawat orang sakit dan menyantuni fakir miskin. Oleh karena itu, banyak pria yang menaruh hati kepadanya. Ia pun sering menjadi buah bibir di kalangan pemuda-pemuda Meksiko.

“Dia memang gadis yang sangat cantik. Aku pernah bertemu dengannya di rumah sakit,” ujar seorang pemuda, membicarakan Dona Beatriz.

“Ya, kecantikannya bagai menyatukan keindahan bulan dan bintang,” tukas pemuda yang lain.

“Cantik, baik, berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya. Siapa yang tak jatuh hati padanya?” seru yang lain.

“Siapa kira-kira yang akan menjadi suaminya, ya?” tanya pemuda lain penuh rasa ingin tahu.

Sudah ada banyak pemuda, terutama dari kalangan bangsawan yang melamar Dona Beatriz, tetapi belum ada yang diterima gadis itu. Gadis itu memilih untuk menjalani aktivitas sosialnya dan terus tekun beribadah. Dona Beatriz berharap, suatu hari dia bisa mendapatkan suami yang benar-benar tulus mencintainya, bukan hanya karena kecantikan wajahnya.

Suatu hari, ada seorang pria Italia bernama Don Martin de Scopoli yang datang ke Meksiko. Ia bertemu dengan Dona Beatriz di jalan. Pria bangsawan itu langsung jatuh hati kepada Dona Beatriz. Ia pun memberanikan diri menemui ayah Beatriz di rumahnya.

“Saya Don Martin de Scopoli, Tuan. Saya datang ke Meksiko untuk urusan bisnis. Tetapi, hati saya tertambat di rumah, Anda.”

Don Gonzalo sudah bisa menebak maksud kedatangan pemuda itu. Dia sudah mendapatkan informasi tentang Don Martin dari orang-orang kepercayaannya. Don Martin adalah bangsawan dari Piamonte, Italia. Dia pemuda yang tampan dan baik.

“Ya ... ya ... saya tahu maksud Anda. Anda bukan orang pertama yang mengutarakan niat yang sama,” ujar Don Gonzalo.

“Sayangnya, putriku masih ingin sendiri. Ia masih ingin menyibukkan diri dengan aktivitasnya di rumah sakit dan panti sosial,” lanjut Don Gonzalo, menolak maksud Don Martin secara halus.

“Saya mengerti, Tuan. Tapi, saya bersungguh-sungguh ingin melamar putri Anda. Bila tidak sekarang, suatu hari nanti saya pasti akan datang lagi,” balas Don Martin.

Sejak hari itu, Don Martin memutuskan untuk tidak kembali ke Italia. Ia memilih tetap tinggal di Meksiko, menanti saat Dona Beatriz bersedia untuk menikah. Ia ingin menjadi orang pertama yang melamar gadis cantik itu.

Selama di Meksiko, Don Martin selalu mengikuti kegiatan Dona Beatriz secara diam-diam. Ia tidak ingin mengganggu gadis yang dicintainya itu. Dari pengamatnnya, ia kemudian tahu jika Dona Beatriz adalah gadis yang penuh kasih dan murah hati pada orang lain. Kekayaan dan kemuliaan tak menghalanginya untuk berbuat baik pada kaum papa. Kepribadian Dona Beatriz membuat Don Martin semakin menyukainya.

Dona Beatriz sebenarnya tidak menutup mata. Ia mengetahui perihal tentang Don Martin. Dalam hati, sebenarnya ia pun menyukai pemuda itu. Don Martin rajin mengirimkan surat untuk Dona Beatriz. Kata-katanya sungguh manis. Kadang ia pun menulis beberapa bait puisi yang indah. Dona Beatriz menyukai kemampuan Don Martin merangkai kata. Tetapi hatinya masih belum yakin, apakah Don Martin seperti pemuda lain, yang mencintainya karena kecantikan wajahnya saja.

Suatu hari ketika Beatriz berada di rumah sakit, seseorang mengantarkan pemuda yang terluka parah. Beatriz mendengar kabar bahwa pemuda itu terluka karena beradu pedang dengan pemuda Italia. Beatriz mengira pemuda Italia itu adalah Don Martin. Ia kemudian menyuruh Marcos menyelidikinya, untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

“Benar, Nona. Pemuda itu berduel dengan Don Martin,” lapor Marcos.

“Apa masalah mereka?” tanya Dona Beatriz.

“Don Martin tidak terima saat mendengar bahwa pemuda itu akan melamar Anda. Ia pun menantang pemuda itu untuk berduel dengannya.” Dona Beatriz sedih mendengar laporan Marcos. Ia tak mengira jika pemuda yang diam-diam mencuri hatinya justru tega melukai orang lain.

Don Martin memang seorang yang pencemburu. Ia tak terima bila ada orang yang ingin melamar Dona Beatriz. Ia juga tak suka bila ada pemuda lain yang secara terang-terangan berkata menyukai gadis itu. Don Martin akan melakukan segala cara agar tak ada lagi yang mendekati Dona Beatriz selain dirinya. Cinta Don Martin kepada Dona Beatriz sudah membutakan mata hatinya.

Hari demi hari berlalu, berita tentang pemuda-pemuda yang terluka semakin sering terdengar oleh Dona Beatriz. Bahkan, telah ada seorang pemuda yang meninggal karena tak terselamatkan. Dona Beatriz sangat kecewa pada tindakan Don Martin. Ia sangat sedih dan merasa bersalah. Dia mulai beranggapan jika dia adalah penyebab kekacauan yang terjadi selama ini. Dona Beatriz berpikir keras, mencari cara untuk menghentikan kebrutalan Don Martin. Suatu malam ia berdoa meminta petunjuk pada Tuhan. Ia bermimpi bertemu dengan perempuan bernama Lucia. Ketika terbangun, Dona Beatriz teringat akan kisah pilu Lucia yang berakhir bahagia.

Dahulu kala, ada seorang gadis yang memiliki mata yang cantik. Gadis itu bernama Lucia. Lucia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabdi pada Tuhan. Ia ingin terus beribadah tanpa ada yang mengganggu. Tetapi, ada seorang pemuda yang jatuh cinta padanya. Pemuda itu sangat menyukai mata Lucia yang indah. Ia mengatakan tak bisa hidup tanpa memandang mata Lucia. Lucia merasa terganggu. Ia lalu melepas salah satu matanya dan mengirimkannya pada pemuda itu.

“Karena Anda mencintai mata saya, saya mengirimkan mata ini untuk Anda. Anda tetap bisa hidup dengan memandangi mata saya,” kata Lucia pada pemuda itu.

Orang-orang menangisi keputusan Lucia. Pemuda itu juga sangat menyesal. Ia tak bermaksud melukai Lucia. Namun, Lucia tetap pada pendiriannya. Pemuda itu pun akhirnya mengalah. Ia tak pernah menemui Lucia lagi. Ia mengikhlaskan gadis yang dicintainya, memberikan hidupnya pada Tuhan. Tuhan pun memberikan keajaiban, dengan mengembalikan mata Lucia di tempatnya. Tuhan menyembuhkan luka Lucia, hingga Lucia kembali cantik seperti sedia kala. Ia pun tak pernah berhenti beribadah hingga akhir usianya. Dona Beatriz seakan mendapatkan ilham dari kisah Lucia. Ia telah merencanakan sesuatu yang bisa membuat Don Martin menyerah dan berhenti menyukainya.

Keesokan harinya, Dona Beatriz tetap pergi ke rumah sakit dan panti sosial seperti biasanya. Ketika pulang ke rumah, Dona Beatriz tahu jika ayahnya sedang keluar kota. Ia lalu menyuruh Marcos dan Gracia pergi membeli sesuatu. Dona Beatriz memanfaatkan kesempatan itu untuk melaksanakan rencananya. Ia mengambil tungku batu kecil dan mengisinya dengan arang. Dona Beatriz membuat perapian di tungku itu. Ia berusaha menguatkan hatinya. Dona Beatriz menutup matanya dengan sapu tangan yang basah. Ia lalu berlutut dan mendekatkan wajahnya ke tungku. Dona Beatriz melukai wajahnya sendiri dengan api. Dia berusaha menahan rasa sakitnya. Tapi, beberapa saat kemudian ia merasa tak kuat lagi. Ia lalu menjerit kesakitan.

Marcos yang baru saja tiba di rumah, terkejut mendengar jeritan Dona Beatriz. Ia segera berlari ke kamar Dona Beatriz dan mendapatinya tergeletak pingsan di dekat tungku api yang masih menyala. Marcos segera mengangkat Dona Beatriz dan membaringkannya di tempat tidur. Ia terkejut melihat wajah Dona Beatriz yang terluka parah. Marcos kebingungan. Ia berlari keluar mencari Gracia, istrinya. Gracia baru saja menutup pintu rumah saat Marcos terengah-engah, menjemputnya.

“Ada apa? Kenapa panik seperti itu?”

“Tak ada waktu untuk menjelaskannya kepadamu. Cepat ikut aku!” Marcos menarik tangan istrinya ke kamar Dona Beatriz.

Gracia sangat terkejut melihat wajah Dona Beatriz yang terbakar. “Oh gadisku, apa yang terjadi padamu?” Gracia mengelus lengan Dona Beatriz yang terkulai. Gracia menyayangi Dona Beatriz seperti menyayangi anaknya sendiri. Sejak Dona Beatriz kecil dibawa ayahnya ke Meksiko, Gracia yang merawatnya. Ibu Dona Beatriz berpisah dengan ayahnya karena tak mau pindah ke Meksiko dan memilih tinggal di Spanyol.

“Cepat ambilkan air hangat, Marcos!” seru Gracia ikut panik.

Marcos segera berlari ke dapur. Gracia menyusulnya lalu mengambil cuka apel dan beberapa rempah-rempah yang biasa dipakai untuk meringankan luka bakar. Gracia menyeka luka di wajah Dona Beatriz dengan hati-hati. Gracia lalu mengompres luka tersebut dengan ramuan rempah yang sudah ia siapkan dengan telaten.

“Nona, bangunlah,” Gracia mulai terisak melihat kondisi Dona Beatriz.

“Apa yang harus kita lakukan, Gracia? Tuan pasti sangat marah karena kita tidak menjaga putrinya dengan baik,” keluh Marcos.

“Kita memang tidak becus menjaganya, Marcos. Lihat Nona cantik kita, sekarang. Beruntung nyawanya masih tertolong,” sesal Gracia.

Dona Beatriz perlahan-lahan mulai sadar. Ia mulai merasakan sakit dan perih di seluruh wajahnya. “Gracia,” ucapnya terbata-bata.

“Ya, Nona. Bagaimana keadaan Anda? Pasti sakit sekali. Maafkan kami karena lalai menjaga Nona,” kata Gracia dengan mata berkaca-kaca.

Dona Beatriz berusaha duduk bersandar di tempat tidurnya. “Ini bukan salahmu, Gracia. Ini kemauanku sendiri.” Dona Beatriz meringis menahan perih.

“Apa maksud Nona?” tanya Marcos heran.

“Aku melakukan semua ini agar Don Martin berhenti menyukaiku. Dengan begitu tak ada lagi pemuda yang tersakiti karena rasa cemburunya padaku. Kalian sudah tahu kan apa yang terjadi pada pemuda-pemuda di kota ini?”

“Pemuda-pemuda yang menyukai Anda?” tanya Gracia. Dona Beatriz mengangguk.

“Kenapa Anda tidak melakukan cara lain saja, Nona?” tanya Gracia lagi.

“Cara apa, Gracia? Hanya cara ini yang terlintas di pikiranku,” jawab Dona Beatriz.

“Anda bisa menerima lamarannya. Bukankah Anda juga menyukainya?” Gracia tahu bagaimana perasaan nonanya itu.

“Tapi, aku tak yakin dengan alasannya menyukaiku, Gracia. Lihat saja tindakannya. Ia justru melukai begitu banyak orang. Padahal aku sangat tidak menyukai kekerasan.”

“Ya, Nona. Anda pasti punya alasan. Sekarang Anda beristirahat saja. Saya akan memasakkan sup hangat untuk Nona.” Gracia meninggalkan Dona, menuju dapur.

Marcos masih berdiri di sana. “Apakah Anda manyesal Nona? Anda mungkin kehilangan wajah cantik Anda,” tanya Marcos hati-hati.

Dona Beatriz tersenyum. “Tidak, Marcos. Bagiku yang terpenting adalah aku masih tetap bisa berbuat baik setiap hari.”

Selama beberapa hari Dona Beatriz tak muncul di rumah sakit dan panti sosial. Banyak orang yang menanyakan keadaannya kepada Marcos dan Gracia. Mereka pun hanya bisa mengatakan jika Dona Beatriz sedang sakit. Orang-orang di rumah sakit dan panti sosial pun berdoa untuk kesembuhannya. Don Martin yang setiap hari mengawasinya secara sembunyi-sembunyi, selalu menunggu dan berharap jika Dona Beatriz akan segera keluar dari kediamannya.

Ketika Don Gonzalo tiba di rumah dan menemui putri kesayangannya, ia sangat terkejut. Ia sudah hampir memanggil Marcos dan Gracia untuk memarahinya, tetapi Dona Beatriz segera mencegahnya. Don Gonzalo tak tega melihat putrinya. Luka bakar Dona Beatriz cukup parah, masih memerah dan terkadang mengeluarkan darah. Dona Beatriz pun menjelaskan kejadian sebenarnya pada ayahnya. Telinga Don Gonzalo memanas. Ia ingin memarahi putrinya yang bertindak ceroboh, namun rasa sayang mengalahkan amarahnya. Ia kemudian membelai rambut Dona Beatriz.

“Anakku, sebenarnya ayah kecewa sekali dengan tindakanmu. Kau membahayakan dirimu sendiri. Masalah Don Martin sebenarnya bisa diatasi dengan jalan lain. Sayangnya, semua sudah terlambat,” kata Don Gonzalo, penuh penyesalan.

“Maafkan aku, Ayah. Apa kau membenciku? Apa kau jijik melihatku?” tanya Dona Beatriz sambil terisak. Don Gonzalo hanya terdiam. Ia menarik Dona Beatriz dan memeluknya.

“Bagaimana pun keadaanmu, kau tetap putri kesayangan ayah,” ayahnya berbisik, membuat hati Dona Beatriz tenang.

Keadaan Dona Beatriz yang tak memungkinkan untuk mulai beraktivitas seperti biasa membuat orang-orang di luar mulai berkasak kusuk. Mereka mendengar kisah tentang Dona Beatriz yang membakar diri. Cerita dari mulut ke mulut itu semakin menyebar dan mulai dibesar-besarkan dari kenyataan yang sesungguhnya. Keadaan itu membuat Don Martin mulai tak sabar untuk mengetahui kondisi Dona Beatriz yang sebenarnya. Kini, dia tak hanya ringan tangan pada mereka yang menyukai Dona Beatriz, tetapi juga tak segan menghunuskan pedang pada mereka yang mengejek keadaan Dona Beatriz.

Dona Beatriz yang mengetahui hal itu menjadi semakin sedih. Upayanya ternyata tidak sepenuhnya berhasil. Dia mulai berpikir untuk menemui Don Martin, agar dia melihat keadaannya dan langsung berubah pikiran. Marcos pun akhirnya menemui Don Martin. Ia menceritakan kejadian yang sesungguhnya dan menjelaskan alasan Dona Beatriz melukai wajahnya dengan api. Marcos pun menyampaikan kesedihan Dona Beatriz akan tindakan Don Martin yang sering menggunakan kekerasan.

“Sungguhkah itu, Marcos? Semua ini salahku. Aku harus bertemu dengannya, Marcos,” pinta Don Martin, yang disetujui oleh Marcos.

Marcos segera membawa Don Martin menemui nonanya. Ia berharap masalah yang ada bisa terselesaikan saat keduanya bertemu. Marcos merasa prihatin melihat kesedihan Dona Beatriz yang berkepanjangan karena pemuda Italia itu.

“Nona, ada yang ingin menemui Anda,” Gracia berkata, meminta izin.

Dona Beatriz sedang duduk di kursi malasnya sambil memandang keluar jendela. Kepalanya tertutup kerudung tipis. Ia menurunkan kerudung yang menutupi wajahnya yang masih terluka. “Siapa Gracia?”

“Saya, Senorita,” jawab Don Martin.

Ia berjalan perlahan mendekati Dona Beatriz. “Apa yang terjadi pada Anda, Senorita?” tanya Don Martin saat berhadapan dengan Dona Beatriz. Ia berlutut di hadapan Dona Beatriz. Ia membuka kerudung yang menutupi wajah Dona Beatriz perlahan-lahan. Tak tampak pandangan jijik sama sekali. Ia justru terlihat sedih melihat keadaan Dona Beatriz.

“Senorita, jika Anda melakukan semua ini untuk menghentikan cinta saya pada Anda, Anda salah. Saya sungguh mencintai Anda. Bukan hanya karena kecantikan wajah Anda, tapi juga karena kebaikan hati dan kedermawanan Anda. Anda gadis yang penuh kasih pada sesama. Kebaikan Anda memikat hati saya,” ungkap Don Martin.

“Karena itu, saya mohon berhentilah melukai para pemuda dan orang-orang di sini. Anda tahu kan saya tidak menyukai kekerasan,” ucap Dona Beatriz.

“Saya berjanji, Senorita. Maafkan segala kekeliruan saya. Saya begitu pencemburu dan tak terima saat mendengar orang membicarakan keburukan Anda. Saya akan belajar menahan diri,” sesal Don Martin, tak menyangka tindakannya justru menyakiti orang yang dicintainya.

“Senorita, saya ingin melamar Anda pada ayah Anda. Tapi, saya ingin tahu terlebih dulu, apakah Anda bersedia menerima saya?” tanya Don Martin.

Air mata Dona Beatriz jatuh mendengar penuturan Don Martin. Don Martin segera menghapus air mata itu dengan jemarinya. Ia sama sekali tak segan menyentuh wajah Dona Beatriz yang penuh luka. Dona Beatriz mengangguk. Ia telah menemukan pemuda yang dicarinya. Pemuda yang menyukainya bukan hanya karena kecantikan wajahnya saja. Don Martin tersenyum melihat anggukan Dona Beatriz.

Pernikahan Dona Beatriz dan Don Martin diadakan di kuil Profesa. Don Gonzalo mengadakan pesta yang meriah untuk merayakan pernikahan putrinya. Mereka membuat pesta terbuka, sehingga setiap orang di kota Meksiko bisa datang menghadirinya. Pada hari pernikahannya, Dona Beatriz mengenakan kerudung putih yang menutup kepala dan wajahnya. Luka Dona Beatriz memang sudah sembuh, tetapi wajahnya tidak bisa kembali seperti dulu. Sebagian orang yang penasaran ingin melihat wajah Dona Beatriz tampak kecewa melihatnya. Namun, mereka turut bahagia karena Dona Beatriz menemukan pemuda yang benar-benar mencintainya dengan tulus.

Kejadian yang dialami oleh Dona Beatriz memang sangat terkenal dan dikenang di Meksiko. Orang-orang kemudian memberi nama jalan di depan rumah Dona Beatriz dengan sebutan la calle de la quemada yang berarti jalan di mana seorang wanita pernah terbakar. 

***

Yulia selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus asal dari Meksiko," kata Yulia.

Yulia menutup bukunya dan buku di taruh di meja. 

"Nonton Tv...aja!" kata Yulia.

Yulia mengambil remot di meja, ya menghidupkan Tv dengan baik. Acara Tv yang di tonton Yulia adalah acara olahraga....Olimpiade Tokyo 2020. Remot di taruh di meja. Yulia menonton acara Tv dengan baik karena memang acara Tv bagus banget tentang bintang-bintang olah raga yang berjuang menjadi juara mendali emas, perak dan perunggu.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK