CAMPUR ADUK

Saturday, July 31, 2021

SIAPA YANG MENELAN CARLOS

Zaskia terus latihan dengan baik, ya menyanyi dengan guru les vokal. Zaskia tekun dengan latihannya karena ingin menjadi penyanyi terkenal seperti artis penyanyi yang di idolakan Zaskia dengan baik. Terkadang Zaskia ikut lomba menyanyi, ya ingin tahu sejauh mana kemampuan dirinya telah mengusai ilmu yang di berikan guru les vokalnya. Beberapa saat kemudian, ya latihan Zaskia selesai. Guru les vokal telah meninggalkan rumah Zaskia. Duduk santai Zaskia di ruang tengah dan sambil membuka bukunya dan di baca dengan baik.

Isi cerita yang di baca Zaskia :

Carlos adalah seorang pedagang berkebangsaan Spanyol. Istrinya telah lama meninggal dunia. Ia memiliki tiga orang putri, yang pertama bernama Anna, yang kedua bernama Carla, dan yang bungsu bernama Maria. Saat itu usaha dagang Carlos tidak banyak mendapatkan keuntungan. Ia mencoba berdagang berbagai macam barang tetapi tetap saja hasilnya kurang memuaskan. Carlos hampir putus asa sampai ia bertemu dengan kenalan lamanya, Pedro, seorang pedagang barang kelontong.

“Pedro, bagaimana kabarmu? Ke mana saja engkau selama ini?” sapa Carlos dengan penuh kehangatan.

“Carlos, kawanku! Lama juga kita tidak bersua! Saat ini aku berdagang di Dunia Baru, Amerika!” jawab Pedro.

“Cukup lama kau di sana, pasti keuntunganmu cukup banyak,” goda Carlos.

“Banyak? Kau salah, kawanku! Keuntunganku sangat, sangat, sangat banyak sekali!” jawab Pedro sambil tertawa terbahak-bahak.

“Bagaimana bisa?” tanya Carlos ingin tahu.

“Awalnya aku coba-coba ikut pelayaran kerajaan Spanyol ke Amerika. Aku hanya membawa barang dagangan selimut dan manik-manik. Kau tahu sendiri bagaimana keadaanku saat itu,” cerita Pedro.

Carlos mengangguk-anggukan kepala. Ia ingat benar keadaan Pedro pada masa itu tidak lebih baik darinya pada saat ini.

“Aku kemudian mencoba menjual barang daganganku itu kepada penduduk lokal. Mereka ternyata sangat menyukai manik-manik. Dan tahukah kau dengan apa mereka membayarnya?” lanjut Pedro.

Carlos menggelengkan kepalanya.

“Mereka membayarku dengan perhiasan emas, perak, dan permata, Carlos!” kata Pedro setengah berteriak.

“Penduduk lokal di Amerika benar-benar sangat kaya! Atap-atap rumah mereka saja terbuat dari emas!” lanjut Pedro setengah membual.

Carlos tertarik dengan cerita Pedro. Ia memutuskan pergi ke Amerika dan mendapatkan keuntungan seperti Pedro. Carlos kemudian membawa ketiga putrinya pindah ke benua Amerika. Setelah pelayaran berbulan-bulan yang melelahkan, akhirnya Carlos dan ketiga putrinya sampai di benua Amerika, tepatnya di wilayah Meksiko. Carlos menitipkan ketiga putrinya di penginapan dan ia sendiri berjalan-jalan ke pasar mencari peluang usaha. Carlos mendapati bahwa pasar di Meksiko telah penuh dengan pedagang berbagai macam barang dan jasa.

“Banyak sekali pedagang di pasar ini. Tidak banyak keuntungan yang akan aku dapatkan jika aku berdagang di tempat ini. Perjalananku akan sia-sia,” katanya dalam hati.

Carlos kemudian masuk ke dalam sebuah kedai minum. Ia tidak sengaja mendengar pembicaraan seorang perwira Spanyol dengan pemilik kedai.

“Aku dengar pasukan Spanyol akan melakukan ekspedisi lagi ke pedalaman,” tanya pemilik kedai.

“Iya, benar! Bisa pesan segelas anggur?” jawab perwira itu.

Pemilik kedai itu menyajikan segelas anggur dan kembali bertanya, “Kalian akan melakukan ekspedisi ke arah mana?”

Perwira itu meneguk anggurnya dan berkata, “Ke selatan! Komandan kami memerintahkan kami pergi ke selatan, ke Buenos Aires untuk membuat pemukiman dan pos terluar.”

“Selain itu apa yang akan kalian lakukan di sana?” tanya pemilik kedai.

“Memetakan wilayah,” jawab perwira Spanyol.

“Membuat peta wilayah?” tanya pemilik kedai kembali menyelidik.

“Hmm, rasa ingin tahumu rupanya cukup besar juga,” kata perwira itu.

“Isilah lagi gelasku ini dengan anggurmu dan aku akan bercerita lebih banyak lagi,” lanjutnya sambil tersenyum.

Pemilik kedai itu langsung memenuhi gelas perwira itu dengan anggur

“Apa yang aku ceritakan tadi adalah perintah resmi yang kami terima, tetapi kabar angin yang aku dengar mengatakan kalau ekspedisi ini sebenarnya untuk mencari lebih banyak perak dan emas,” jelas perwira itu sambil meminum minuman.

“Mencari apa merampok?” tanya pemilik kedai dengan sinis.

Perwira itu hanya tersenyum dan kemudian tertawa terbahak-bahak bersama pemilik kedai. Carlos berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati perwira Spanyol itu.

“Selamat siang, Pak!” sapa Carlos.

“Selamat siang,” jawab perwira itu sambil mempersilakan Carlos duduk di sebelahnya.

“Saya dengar pasukan Bapak akan pergi ke Buenos Aires di selatan. Bisakah saya ikut dengan rombongan Bapak?” tanya Carlos.

“Kenapa kau mau ikut kami ke sana? Apa yang akan kau lakukan di sana?” tanya perwira itu keheranan.

“Saya adalah pedagang dan pemukiman baru tentunya butuh pasar,” jawab Carlos sambil tersenyum.

Perwira itu terdiam. Ia nampak berpikir tentang sesuatu. Beberapa saat kemudian ia berkata, “Baiklah, kau bisa ikut pasukanku ke Buenos Aires. Mungkin kau bisa memulai membuka pasar di sana,” kata perwira itu. “Tetapi semua bahaya dan risiko engkau tanggung sendiri,” lanjutnya.

“Tidak mengapa, saya akan menanggung semua risiko,” jawab Carlos dengan mimik serius.

“Datanglah ke bentengku hari Kamis, empat hari dari sekarang! Datanglah pagi-pagi! Kita akan berangkat bersama-sama,” kata perwira itu sambil menghabiskan anggurnya. Ia akan membayar minumannya ketika tiba-tiba Carlos mencegahnya.

“Saya yang akan membayar semuanya. Anggap saja ucapan terima kasih dari dari saya,” kata Carlos.

Perwira itu tersenyum dan berkata, “Terima kasih.”

Singkat cerita Carlos dan ketiga putrinya akhirnya sampai di Buenos Aires. Mereka tinggal di pemukiman dan membuka toko kelontong. Carlos mulai menawarkan dagangannya kepada penduduk lokal. Mereka sangat menyukainya tetapi pembayarannya tidak seperti yang diharapkan Carlos. Para penduduk lokal itu membayar barang dagangan Carlos dengan hasil bumi, bukan dengan perak, permata, apalagi emas. Rupanya di selatan benua Amerika belum ditemukan tambang emas atau perak pada saat itu.

Carlos terpaksa menerima hasil bumi sebagai pembayaran dagangannya. Ia berpikir mungkin bisa menjualnya kepada penduduk di pemukiman. Carlos berharap mendapat keuntungan dari usaha tersebut. Dugaan Carlos ternyata tidak sepenuhnya salah! Penduduk di pemukiman memang membeli hasil bumi milik Carlos tetapi dengan cara berhutang! Kebanyakan penduduk pemukiman adalah tentara dan pegawai kerajaan yang menerima gaji bulanan dari kerajaan Spanyol. Gaji mereka jarang sekali dibayar tepat waktu karena banyak sekali hambatan dalam pengirimannya.

Lama-kelamaan usaha Carlos merugi dan bangkrut. Carlos berusaha bangkit kembali. Ia mulai berhemat dan berhitung di segala hal, mulai dari makanan, pakaian, hingga air. Carlos tidak hanya menerapkan hidup hemat ini kepada dirinya, tetapi juga kepada ketiga anak gadisnya. Anna, putri sulungnya memprotes tindakan ayahnya ini.

“Ayah, kenapa kita tiap hari hanya memakan bubur gandum? Bukankah kita sesekali bisa membeli roti dan daging?” tanya Anna dengan nada kesal.

“Anna, Sayangku! Kita harus hidup hemat! Kita harus benar-benar berhitung agar ayahmu ini bisa mempunyai modal dan berdagang lagi,” jelas Carlos.

“Tetapi jangan terlalu kikir seperti ini, Ayah!” tukas Anna dengan nada sewot.

Carlos hanya tersenyum mendengar perkataan anaknya. Beberapa waktu kemudian Carlos jatuh sakit. Puteri-puterinya mencoba membujuk Carlos untuk ke dokter tetapi ia menolaknya.

“Ayahmu ini baik-baik saja! Ayah hanya masuk angin. Jadi, untuk apa ke dokter? Buang-buang uang saja,” jawab Carlos dengan ketus.

Penyakit Carlos makin lama makin parah. Selain faktor usia, beban pikiran akan kebangkrutan dan kondisi lingkungan yang buruk makin memperberat penyakit yang dideritanya. Ia bahkan tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Ketika merasa ajalnya sudah dekat, Carlos memanggil semua putrinya.

“Putri-putriku sayang! Ayah tidak tahu berapa lama lagi dapat bertahan hidup. Jika telah tiba waktunya, Ayah ingin kalian menguburkan Ayah dengan benda berharga milik Ayah,” pinta Carlos dengan nada lemah.

“Maaf, Ayah. Harta apa yang ingin dikuburkan bersama Ayah?” tanya Anna, putri sulung Carlos.

“Iya, Ayah. Kita telah jatuh miskin dan tidak lagi mempunyai benda berharga,” sela Carla, putri kedua Carlos.

“Apakah Ayah ingin dikuburkan bersama tempat tidur ini? Itu juga salah harta berharga yang kita miliki,” tambah Maria, putri bungsu Carlos.

Carlos tersenyum dan berkata, “Bukan itu, Maria-ku sayang! Ayah mempunyai sebuah kantong yang berisi uang emas dan perak. Kantong itu yang harus kalian kubur bersama Ayah nanti.”

“Kantong yang berisi uang emas dan perak? Kami tidak pernah melihatnya selama ini. Apakah Ayah sedang mengigau?” tanya Carla.

“Ayah tidak mengigau, Carla-ku sayang! Sekarang pergilah ke dapur dan geserlah lemari di sana,” kata Carlos. “Ketuk-ketuklah dinding di belakang lemari itu. Jika kau mendengar ketukan yang nyaring, bongkarlah dinding itu dan kau akan menemukan kantong itu,” lanjutnya.

Carla pergi ke dapur dan melakukan apa yang dikatakan ayahnya. Ia menggeser lemari makan dan mengetuk-ngetuk dinding di belakangnya. Tidak lama kemudian Carla mendengar suatu ketukan yang nyaring dan ia membongkar bagian tembok tersebut.

“Demi Tuhan! Benar apa yang kau katakan, Ayah! Ada sebuah kantong kulit yang berisi uang emas dan perak di sini,” teriak Carla.

Carlos tersenyum mendengar teriakan Carla. Ia kemudian berkata, “Ingatlah pesan, Ayah! Kuburkan kantung uang emas dan perak itu bersama Ayah jika Ayah meninggal,” kata Carlos mengingatkan.

“Lalu apa yang akan Ayah lakukan dengan uang emas dan perak itu di dalam kubur?” tanya Maria keheranan.

“Ayah akan mencoba berdagang di akhirat, mungkin bisa mendapatkan untung yang lebih besar!” jawab Carlos.

Anna, Carla, dan Maria hanya bisa mengelus dada mendengar jawaban ayah mereka. Tidak lama kemudian Carlos meninggal dunia. Anna, Carla, dan Maria menguburkan ayah mereka sesuai dengan permintaannya, dikubur bersama kantong yang berisi uang emas dan perak miliknya. Hari-hari berlalu sejak meninggalnya Carlos. Anna, Carla, dan Maria merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Kak Anna, aku sangat lapar sekali! Sudah beberapa hari ini kita hanya makan sekali sehari! Dengan bubur kacang yang encer sekali,” rengek Maria.

“Benar, Kak Anna! Jika kita begini terus, lama-kelaman kita bisa menyusul Ayah dan Ibu di akhirat,” tambah Carla.

Anna menghela napas panjang mendengar keluhan adik-adiknya.

“Carla dan Maria, aku juga kelaparan seperti kalian. Aku juga sudah berusaha mencari pekerjaan tetapi belum juga menemukannya,” jelas Anna sambil memegang keningnya.

“Jika kita tidak berhemat seperti ini, beberapa minggu lagi tidak ada apa pun yang bisa kita makan,” lanjutnya.

“Perkataanmu sudah seperti almarhum Ayah saja, Kak!” goda Carla.

“Hei, bagaimana kalau kita ambil saja kantung uang Ayah yang ada di dalam kubur?” kata Maria.

Anna dan Carla memandang Maria dengan keheranan.

“Aku yakin orang mati tidak akan membutuhkan emas dan perak. Barang-barang itu lebih berguna untuk yang hidup,” lanjut Maria, “Ayolah! Daripada kita nanti mati kelaparan.”

“Lalu siapa yang akan mengambil kantong itu di kuburan?” tanya Carla.

“Aku yang akan mengambilnya!” jawab Anna.

“Ini tanggung jawabku sebagai kakak kalian,” lanjutnya.

Keesokan harinya, Anna pergi ke pemakaman, menggali kubur ayahnya dan mengambil kantong penuh uang emas dan perak tersebut. Ia membawanya pulang dan meletakkan di atas meja.

“Kita akan membelanjakan uang ini besok,” kata Anna kepada adik-adiknya.

Malam harinya, sebelum mereka selesai makan malam, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Penuh keheranan mereka mengintip dari lubang kunci dan terkejut dengan penampakan yang ada. Mereka meihat Carlos, ayah mereka, datang kembali dari Dunia Lain. Wajahnya pucat, pakaiannya berdebu dan compang-camping dengan bagian tubuh yang tidak lengkap lagi. Anna, Carla, dan Maria merasa sangat ketakutan setengah mati. Mereka berjongkok di sudut ruang makan dan saling menolak untuk membukakan pintu. Malam itu mereka habiskan dengan tangis ketakutan.

Keesokan harinya, Anna, Carla, dan Maria memutuskan mengembalikan kantong uang milik ayah mereka. Mereka pergi ke makam, menggali, dan meletakkan kantong uang itu kembali ke dalam peti mati ayah mereka. Beberapa hari kemudian, ketiga bersaudara itu sudah tidak mempunyai uang lagi untuk membeli makanan.

“Carla dan Maria, kita sekarang tidak punya uang lagi untuk membeli makanan,” kata Anna dengan nada sedih.

Carla dan Maria terdiam. Mereka bisa merasakan kegelisahan kakak mereka.

“Kak Anna, satu-satunya jalan kita harus mengambil kantong uang milik ayah di pemakaman,” kata Maria.

“Tidak, tidak, itu ide yang sangat buruk!” kata Anna.

“Aku yang akan mengambilnya, Kak!” kata Carla. “Aku yang akan menanggung risikonya,” lanjutnya.

Anna terdiam. Ia hendak melarang adiknya melakukan hal itu tetapi hanya itu satu-satunya jalan yang ada saat ini. Carla pergi ke pemakaman dan mengambil kantong penuh uang emas dan perak tersebut dari makam ayahnya. Ia membawanya pulang dan meletakkannya di atas meja. Malam harinya, Carlos kembali mengunjungi anak-anaknya. Kali ini ia mengetuk pintu lebih lama sambil memanggil nama putri-putrinya. Suaranya sangat berat dan menakutkan.

“Anna, buka pintunya! Sangat dingin di luar sini.”

“Carla, buka pintunya! Kenapa kau tidak menurut perintah Ayah?”

“Maria, buka pintunya! Apakah kau tidak merindukan ayahmu?

Anna, Carla, dan Maria kembali meringkuk ketakutan di sudut ruang makan.

“Apa yang aku bilang! Kalau almarhum Ayah terus-terusan datang seperti ini, kita bisa mati ketakutan,” kata Anna sambil menangis tersedu.

“Maafkan aku, Kak! Maafkan aku!” kata Carla dengan terisak.

Malam itu mereka habiskan dengan berpelukan dan meringkuk ketakutan di pojok ruang makan. Anna memutuskan mengembalikan kantong uang ayah mereka ke pemakaman sampai kemudian Maria menemuinya.

“Apa Kak Anna akan mengembalikan kantong uang itu?” tanya Maria.

“Iya, aku akan mengembalikan ke makam Ayah,” jawab Anna.

“Jangan dikembalikan, Kak! Kita sangat membutuhkan uang itu,” kata Maria.

“Kalau kantong uang ini tidak dikembalikan, Ayah akan selalu datang ke rumah kita. Itu sangat menakutkan,” jawab Anna dengan mimik ketakutan.

“Kalau ayah datang, biar aku yang menemuinya, Kak! Sekarang bisakah Kak Anna menyembunyikan kantong uang itu? Aku tidak ingin Ayah melihatnya jika datang nanti,” kata Maria.

Malam itu, Carlos, ayah mereka, kembali mendatangi rumah anak-anaknya. Ia kembali mengetuk pintu.

“Siapa yang ada di luar?” tanya Maria.

“Aku, Carlos, ayahmu!” jawab Carlos.

Maria membuka pintu dan melihat sebuah kerangka tulang belulang setinggi ayahnya berdiri di hadapannya. Anna dan Carla menjerit ketakutan dan bersembunyi di bawah meja. Maria berusaha menahan ketakutannya. Ia kemudian bertanya, “Apa yang terjadi denganmu, ayahku? Ke mana kakimu yang kuat itu?

“Bumi telah menelannya,” jawab hantu itu.

“Bagaimana dengan lengan dan tangan Ayah?”

“Bumi telah menelannya.”

“Bagaimana dengan telinga Ayah?”

“Bumi telah menelannya.”

“Rambut dan jenggot Ayah?”

“Bumi telah menelannya.”

“Kantong uang Ayah?”

Hantu itu terdiam dan berkata, “Jadi bukan kamu yang mengambilnya?”

Maria mengangguk. Hantu itu berbalik dan berlari menghilang dalam kegelapan malam. Maria, Carla, dan Anna menarik napas panjang melihat kejadian itu. Keesokan harinya mereka pergi ke gereja, berdoa untuk ketenangan arwah ayah mereka. Selain itu mereka juga menyumbangkan sebagian uang milik ayahnya dan menggunakan sisanya untuk pulang ke Spanyol. 

***

Zaskia selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus.....dari Argentina di tulis buku sih," kata Zaskia.

Zaskia menutup bukunya dan menaruh bukunya di meja. 

"Nonton Tv," kata Zaskia.

Zaskia mengambil remot di meja dan menghidupkan Tv. Acara yang di tonton Zaskia, ya musik. Remot di taruh di meja, ya Zaskia menonton Tv acara musik dengan baik karena memang bagus sih......di isi dengan para artis yang populer dengan lagunya yang hits banget.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK