Anjing dan kucing benar-benar bersahabat erat saat itu. Persahabatan ini bisa digambarkan dengan kalimat, “Di mana ada anjing, selalu ada kucing.”
Alam Argentina adalah tempat tinggal yang nyaman bagi bangsa kucing. Cuaca yang hangat sangat cocok bagi banga kucing yang memiliki bulu-bulu halus. Selain itu, ikan, makanan favorit Kucing, banyak ditemui di sungai-sungai dekat pampas atau tepi hutan. Hanya saja, untuk mendapatkan ikan-ikan tersebut, kucing harus berusaha dengan keras. Sungai-sungai di Argentina terkenal dengan arus airnya yang deras. Permukaannya memang tampak tenang tetapi arus bawahnya cukup deras. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di dalam sungai itu bergerak cukup gesit.
Kesabaran, pengalaman, dan pengetahuan arus sungai adalah hal yang wajib dikuasai Kucing untuk dapat menangkap ikan-ikan tersebut, apalagi kucing termasuk bianatang yang takut dengan air. Jika tidak berhati-hati, Kucing bisa terjatuh ke sungai, hanyut terbawa arus, dan mati tenggelam atau tercabik-cabik batuan di dasar sungai.
Suatu hari, Juan, seekor kucing muda sedang berjalan-jalan di tepi hutan. Ia kemudian sampai di sebuah sungai. Hawa yang sejuk dan angin bertiup sepoi-sepoi membuat kucing muda itu memutuskan untuk beristirahat sejenak di tempat itu.
“Waktu dan tempat yang pas untuk beristirahat,” kata Juan dalam hati.
Tiba-tiba terdengar suara dari perut Juan, “Krucuk... krucuk... krucuk...”
“Perutku lapar! Ikan bakar akan mengenyangkan perutku,” kata Juan sambil mengelus-elus perutnya. Ia memandang ke arah sungai dan melihat ikan-ikan yang berenang di permukaan.
Juan berjalan ke tepi sungai dan mulai mencoba menangkap ikan dengan cakarnya. Usahanya tidak mendapatkan hasil. Ikan-ikan itu berenang menjauh dan kembali setelah cakar kucing itu di atas air. Mereka seakan-akan sedang mengejek kucing muda itu. Juan mulai jengkel. Ia kembali mengayun-ayunkan cakarnya lebih cepat untuk menangkap ikan-ikan itu. Hasilnya? Sama saja, tidak ada ikan yang tertangkap. Gerakan ikan-ikan itu terlihat semakin mengejek. Juan menggeser badannya agar lebih dekat dengan sungai supaya cakarnya mengayun lebih jauh dan lebih mudah menangkap ikan. Ia mengayunkan cakarnya dan, “Byuuur....”
Juan terpeleset dan jatuh ke dalam sungai. Tangan Juan menggapai-gapai berusaha meraih sesuatu sebagai pegangan tetapi arus sungai membawanya ke tengah sungai. Ia kemudian menggerakkan kaki dan tangannya, berusaha untuk berenang namun usahanya sia-sia. Tenaganya tidak cukup kuat melawan arus sugai. Tubuhnya muncul tenggelam terseret arus sungai. Juan kemudian mengeong, meminta tolong sekuat tenaga,
“Meeeooooong... meeeooooong... meeeooooong....”
Makin lama suara ngeong Juan semakin lirih seiring tubuhnya yang semakin lemah karena kelelahan. Juan merasa ajalnya sebentar lagi telah tiba. Ia memejamkan matanya bersiap untuk mati. Tiba-tiba terdengar suara gonggongan yang ramai dari tepi sungai. Juan membuka mata dan melihat segerombolan anjing. Salah satu dari mereka, Jose, menceburkan diri ke sungai dan berenang melawan arus, berusaha menolongnya. Singkat cerita, Juan berhasil diselamatkan oleh Jose.
“Te-terima kasih telah menyelamatkan nyawaku, Jose,” kata Juan sambil menggigil kedinginan.
“Sama-sama, Juan,” kata Jose sambil tersenyum.
“Jangan sungkan-sungkan jika ingin meminta bantuanku.”
“Terima kasih, Juan! Hanya saja...”
Jose tiba-tiba terdiam. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu.
“Ada apa, Jose? Kenapa kau terdiam? Apa kau sakit?” tanya Juan dengan nada khawatir.
“Tidak, Juan! Aku sedang memikirkan sesuatu dan kau mungkin bisa membantuku,” jawab Jose.
“Apa masalahmu? Aku mungkin bisa membantumu,” kata Juan bersemangat.
“Aku mendapat tugas menjaga gudang makanan bangsa Anjing di malam hari. Beberapa hari ini aku sering mendengar kegaduhan di dalam gudang, tetapi saat kuperiksa tidak kutemukan sesuatu. Hanya barang-barang yang jatuh dan berserakan.”
“Hmm... bagaimana suara bunyi suara gaduh itu?”
“Selain suara barang-barang yang jatuh, ada suara decitan dan langkah kaki kecil berlari cepat.”
“Gudang makananmu nampaknya dimasuki oleh tikus.”
“Hah... tikus? Mahluk kecil berbulu hitam dengan ekor panjang itu? Tapi aku tidak melihat seekor tikus pun di dalam.”
“Aku akan menemani berjaga nanti malam,” kata Juan. “Dan aku akan menangkap tikus itu untukmu, saudaraku,” tambahnya.
Malam harinya, Juan menemani Jose berjaga di gudang makanan bangsa anjing. Mereka membuat api unggun dan mengobrol di dekatnya.
“Langit malam ini cukup cerah. Kita bisa melihat bulan dan bintang bersinar cukup cerah,” kata Jose memulai pembicaraan.
“Iya, nampaknya sebentar lagi musim semi akan datang,” kata Juan.
“Musim semi, di mana malam akan lebih panjang dan terasa lebih hangat,” tambah Jose.
“Waktu yang tepat untuk berpesta, saudaraku,” balas Juan.
“Siapa yang akan mengadakannya? Kamu, Juan?” tanya Jose.
Mereka kemudian tertawa bersama-sama. Tiba-tiba terdengar kegaduhan di dalam gudang. Jose dan Juan terkesiap. Mereka memasang telinga baik-baik. Suara gaduh itu terdengar lagi.
“Apa kau dengar apa yang aku dengar, Juan?” tanya Jose.
“Iya, aku juga mendengarnya. Izinkan aku masuk ke dalam gudangmu dan aku tangkap perusuh kecil itu untukmu,” kata Juan dengan geram.
“Baiklah,” jawab Jose sambil membuka pintu gudang.
Juan langsung melompat ke dalam gudang untuk mencari penyebab kegaduhan. Ia memerhatikan keadaan di dalam gudang. Dugaannya ternyata tepat. Ia melihat seekor tikus sedang berlari dengan membawa sepotong daging.
“Meeoong, berhenti, tikus! Meeoong, berhenti kataku!” ancam Juan. Ia kemudian mengejar tikus itu.
Tikus itu berusaha bersembunyi di tempat yang gelap tetapi Juan berhasil menemukannya. Tikus itu tidak menyadari kalau mata kucing mampu melihat di tempat dengan pencahayaan yang kurang. Juan berlari mendekat dan mengayunkan cakarnya. Tikus itu berkelit tetapi punggungnya tetap terkena cakar Juan. Ia kemudian mendecit kesakitan. Decitan itu membuat Juan semakin bersemangat mengejar tikus itu. Ia mengejar ke manapun tikus itu lari, mulai dari depan ke belakang gudang, dari lantai gudang ke langit-langit. Tikus itu benar-benar tidak diberi kesempatan bernapas lega oleh Juan. Akhirnya Tikus itu kelelahan dan kurang awas. Juan melihat kesempatan ini. Ia menerkam Tikus itu, menggigit tengkuknya dan membawanya keluar dari gudang. Tikus itu meronta-ronta, berusaha membebaskan diri. Tetapi usahanya sia-sia, tenaganya kalah kuat dengan Juan.
“Ini tikus yang mengacau gudangmu,” kata Juan setelah melempar tikus itu ke hadapan Jose.
“Binatang kecil ini nyalinya besar juga! Berani-beraninya ia mencuri di gudang milik bangsa anjing,” kata Jose.
“Hukuman apa yang pantas untuk binatang hina ini?” tanyanya kepada Juan.
“Ampun, anjing! Ampun! Jangan menghukum saya! Saya tidak tahu kalau gudang ini milik bangsa anjing! Ampun, ampun...,” pinta tikus dengan suara memelas.
“Aku lapar. Bagaimana kalau tikus ini kita jadikan makan malam kita?” usul Juan.
“Ide bagus. Kau mau tikus ini dipanggang setengah matang, matang, atau sedikit gosong?” jawab Jose sambil tersenyum simpul.
“Ampun, ampun! Jangan memakan saya! Saya janji tidak akan mencuri di tempat ini lagi! Sumpah, saya janji tidak akan mencuri di gudang ini lagi,” kata tikus sambil menggigil ketakutan.
“Bagaimana Jose?” tanya Juan.
“Lepaskan saja dia! Aku baru ingat kalau malam ini waktunya aku makan sayur, bukan daging,” jawab Jose.
“Sejak kapan anjing makan sayur? Ada-ada saja Jose ini!” kata Juan dalam hati.
“Tapi ingat, tikus! Jika sekali lagi aku melihatmu berada di sekitar tempat ini, maka aku akan menangkapmu dan menjadikanmu sebagai makan malamku,” lanjut Jose.
Tikus itu mengangguk dan dengan ketakutan berlari sambil terjatuh-jatuh. Juan dan Jose tertawa melihat kejadian itu. Beberapa minggu setelah kejadian itu, Jose kembali bertemu dengan Juan di tengah jalan.
“Hai, Juan! Bagaimana kabarmu?” tanya Jose sambil memeluk Juan.
“Aku baik-baik saja, Jose!” jawab Juan sambil balas memeluk.
“Apa tikus kecil itu masih sering mengganggumu?”
“Ha... ha... ha... aku tidak pernah melihatnya lagi sejak kau menghajarnya waktu itu,” jawab Jose.
“Kau hendak ke mana, Juan?”
“Aku hendak menyampaikan undangan Raja Kucing kepada Raja Anjing,” jawab Juan
“Undangan apa?” tanya Jose.
“Undangan pesta menyambut datangnya musim semi.”
“Rupanya kau bersungguh-sungguh saat membicarakan pesta itu,” komentar Jose.
Juan tersenyum mendengar perkataan Jose.
“Baiklah, aku akan menemanimu menemui Rajaku. Siapa saja yang rencananya kau undang dalam pesta itu?”
“Seluruh bangsa Anjing dan Kucing.”
“Pesta ini nampaknya akan sangat meriah dan tidak terlupakan,” kata Jose.
Memang, pesta itu bakal tidak akan dilupakan sepanjang masa oleh bangsa anjing dan kucing. Akhirnya tiba waktunya untuk berpesta. Ratusan Anjing dan Kucing memadati puncak bukit tempat pesta diadakan. Mereka makan, tertawa, bermain musik, dan menari di bawah sinar bulan purnama. Benar-benar pesta yang sangat meriah. Namun alam nampaknya tidak membiarkan pesta itu berjalan dengan lancar. Beberapa jam setelah pesta dimulai, awan gelap mulai berkumpul. Mereka menutupi bulan purnama, mengubah terang menjadi gelap. Hujan turun tidak lama setelah itu dan dengan cepat berubah menjadi badai. Bangsa anjing dan kucing kemudian mencari tempat berteduh di bawah pohon-pohon sekitar puncak bukit.
“Sayang sekali, pesta ini harus cepat berakhir,” kata seekor anjing.
“Iya, padahal aku baru menari satu putaran,” kata seekor kucing.
“Seandainya hujan tidak turun dengan cepat,” tambah kucing yang lain.
“Hei, bagaimana kalau kita melanjutkan pesta ini ke tempat lain? Ada sebuah lumbung di dekat sini. Kita bisa berpesta di sana,” kata seekor anjing berbulu putih.
“Ide bagus, saudaraku! Ayo, kita pergi ke sana!”
“Ayo, ayo, ayo! Kita pergi ke lumbung itu.”
Ratusan anjing dan kucing dengan badan basah kuyup dan penuh lumpur berjalan berbondong-bondong menuruni bukit. Tujuannya hanya satu, lumbung di dekat bukit, tempat di mana mereka bisa melanjutkan pesta. Lumbung itu ternyata benar-benar ada. Luasnya tidak besar tetapi mampu menampung semua anjing dan kucing. Bangsa kucing membersihkan badannya sebelum masuk ke dalam lumbung. Mereka mengibaskan bulu-bulunya dan air serta lumpur yang melekat berjatuhan ke tanah. Bangsa anjing juga melakukan hal yang sama. Mereka mengibaskan bulu-bulunya untuk menghilangkan air dan lumpur. Badan bangsa anjing menjadi bersih tetapi tidak ekornya.
“Bagaimana ini? Ekorku susah sekali dibersihkan,” kata seekor anjing besar.
“Iya, ekorku juga,” tambah seekor anjing kecil.
“Ekorku juga masih penuh lumpur,” imbuh seekor anjing bertubuh panjang.
“Bagaimana kalau kita tinggalkan ekor kita di luar?” usul seekor anjing kecil.
“Ide bagus! Kita tetap bersih dan dapat masuk untuk berpesta,” sahut anjing berkulit bintik-bintik hitam.
Bangsa anjing kemudian beramai-ramai melepas ekornya di depan pintu lumbung. Mereka juga mengaturnya sesuai ukuran, mulai dari ekor paling kecil hingga ekor paling besar. Hal itu akan memudahkan bangsa anjing menemukan ekornya ketika pesta telah usai. Ketika semua bangsa anjing telah masuk ke dalam lumbung, datanglah serombongan kucing muda. Mereka ini terkenal sebagai kucing-kucing yang suka usil.
“Hei, lihat apa yang ada di depan lumbung ini! Bukankah ini ekor-ekor bangsa anjing?” kata salah seorang kucing muda.
“Kenapa mereka meletakkannya di luar?” tanya kucing muda yang lain.
“Aku tidak tahu. Tapi bagaimana kalau kita acak-acak deretan ekor-ekor ini? Pasti banyak kejadian lucu saat bangsa anjing kebingungan saat mengambil ekornya,” usul seekor kucing muda yang berbulu kuning.
“Iya, apalagi jika mereka salah pasang ekor,” tambah seekor kucing muda berbulu hitam.
Kucing-kucing muda itu tertawa terbahak-bahak. Mereka membayangkan kelucuan-kelucuan yang akan terjadi. Mereka kemudian mengubah susunan ekor-ekor bangsa anjing. Ekor panjang mereka letakkan dengan ekor yang paling pendek, ekor berbulu banyak dengan ekor yang tidak berbulu, ekor yang berwarna gelap dengan ekor yang berwarna cerah. Susunan yang tertata rapi sekarang benar-benar menjadi kacau balau. Setelah puas mengacak-acak susunan ekor bangsa anjing, kucing-kucing muda itu membersihkan badannya dan masuk ke dalam lumbung. Mereka ikut berpesta dan mulai membuat kekacauan baru.
Lumbung yang sempit membuat bangsa anjing dan kucing hanya duduk-duduk atau berdiri sambil mengobrol dan menikmati minuman. Suasana berubah saat kucing-kucing muda itu masuk ke dalam lumbung. Mereka menari-nari tanpa melihat situasi, tabrak sana-tabrak sini. Kucing-kucing muda itu juga berteriak-teriak dan tertawa keras-keras. Beberapa anjing merasa tidak enak dengan tingkah laku kucing-kucing muda itu. Mereka mulai mengomel, menjaga jarak dengan bangsa kucing. Hal yang sama juga dilakukan dengan bangsa kucing.
Suasana menjadi semakin panas. Bangsa anjing dan kucing mulai berkumpul dengan sesamanya. Mereka saling menyindir kelakuan masing-masing dan berujung kepada saling mengejek. Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Bulu-bulu bangsa kucing berdiri tegak tanda siaga. Sikap bangsa kucing ini ditanggapi oleh bangsa anjing dengan seringai yang menunjukkan taring-taringnya. Geraman dan suaran ngeong saling bersahutan. Bangsa kucing mulai memunculkan cakarnya. Tetapi sebelum bangsa anjing membalasnya, terdengar lagi suara petir menggelegar.
Kali ini terdengar lebih keras dan lebih dekat. Seekor anjing takut dengan suara petir itu berteriak, “Kita bisa mati di sini! Cepat tinggalkan tempat ini!”
Bangsa anjing mendadak terdiam dan saling berpandangan. Mereka nampaknya memikirkan ucapan anjing tadi. Tidak lama kemudian semua bangsa anjing bergegas keluar dari lumbung. Mereka buru-buru mengambil ekor-ekor mereka yang ada di depan lumbung tanpa memeriksanya. Bangsa kucing yang melihat kejadian itu terheran-heran.
“Ada apa dengan bangsa anjing? Kenapa mereka lari terbirit-birit saat kita mengeluarkan cakar? Apakah mereka takut dengan kita?” tanya seekor kucing belang.
“Iya, bangsa anjing memang penakut! Ayo kita kejar mereka!” ajak seekor kucing berbulu kuning.
Bangsa kucing pun beramai-ramai keluar dari lumbung mengejar bangsa anjing tepat saat sebuah petir menyambar sebuah pohon di dekat lumbung. Sementara itu, bangsa anjing yang melihat bangsa kucing berlarian keluar dari lumbung mengira bahwa petir sedang mengejar mereka semua. Bangsa anjing pun berlari lebih cepat, sangat cepat sampai bangsa kucing tidak terlihat lagi.
“Berhenti, berhenti, berhenti! Hujan sudah reda, petir tidak lagi bisa memburu kita!” teriak seekor anjing kecil.
“Iya, ayo berhenti! Berhenti berlari! Ambil napas dulu,” sahut anjing yang lain
Bangsa anjing pun berhenti berlari dan beristirahat. Beberapa ekor anjing mencoba untuk memasang kembali ekornya. Tetapi alangkah terkejutnya mereka saat mendapati ekor yang mereka bawa bukan ekor milik mereka. Anjing-anjing ini kemudian mencoba mencari ekor-ekor mereka di antara anjing-anjing yang lain. Usaha mereka ini menimbulkan kehebohan. Anjing-anjing yang lain baru menyadari kalau mereka membawa ekor yang bukan milik mereka. Anjing-anjing itu berusaha mencari ekor-ekor asli mereka, tetapi usaha ini sia-sia. Letak ekor yang berada di belakang membuat bangsa anjing tidak terlalu memerhatikan apalagi menghapalnya. Kondisi ini tidak berubah. Anjing besar mendapat ekor kecil. Anjing berbulu tipis mendapat ekor berbulu lebat. Anjing bertubuh panjang mendapat ekor pendek dan semacamnya.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah kita dari awal sudah mengurutkan ekor-ekor kita agar tidak tertukar saat mengambilnya?” tanya seekor anjing bertubuh panjang.
“Benar, saudaraku! Kita sudah mengurutkannya, menatanya dengan rapi, tetapi ada yang mengacak-acaknya!” kata anjing berbulu hitam.
“Siapa? Tikus? Aku tidak melihat seekor pun di lumbung.”
“Bukan, tapi saudara kita, bangsa kucing!”
“Kucing?”
“Iya, benar! Kucing! Apakah kalian tidak ingat siapa yang masuk terakhir ke dalam lumbung? Kucing-kucing bengal itu!”
Beberapa ekor anjing mulai menggeram dan diikuti oleh anjing-anjing yang lain.
“Aaaaauuuuuu... aaaaauuuuuu... aaaaauuuuuu...”
Bangsa anjing melolong-lolong dengan penuh kemarahan. Sejak saat itulah permusuhan bangsa anjing dan bangsa kucing dimulai.
***
Siti selesai membaca bukunya.
"Cerita yang bagus dari asal cerita di tulis buku sih....Argentina," kata Siti.
Siti menutup bukunya dan menaruh buku di meja dengan baik. Siti mengambil remot di meja, ya untuk menghidupkan Tv. Di pilihlah chenel yang menayangkan acara musik Pop. Remot di taruh ke meja sama Siti. Ya menikmati keadaannya dengan penuh santai banget dan menonton acara musik Pop yang bagus di Tv.
No comments:
Post a Comment