................................................................................................................................................
Pada tepi jalan di pasar kampung itu kelihatan lada, ayam, dan lain-lain sebagainya. Dua orang muda memuat barang-barang itu ke dalam pedati. Setelah selesai, Midun dan Maun pun bersalam dengan ayah-bunda masing-masing, yang ketika itu ada pula di sana menolong memuat barang itu ke dalam pedati. Mereka kedua minta izin, lalu bersiap akan berangkat. Ketika Midun bersalam minta maaf kepada ibunya, lama benar tangannya maka dilepaskan ibunya. Amat berat hati ibu itu melepas anaknya ke Bukittinggi. Sungguhpun Bukittinggi tidak berapa jauh dari kampungnya, tetapi tak ubah hal ibu Midun sebagai seorang yang hendak melepas anaknya dapat bahaya yang akan menimpa anaknya, karena Midun dimusuhi orang. Tetapi ia terpaksa harus melepas Midun, anak yang sangat dikasihinya itu.
Maka berangkatlah Midun dan Maun menumpang pedati yang membawa barang-barangnya itu. Dari kampungnya ke Bukittinggi adalah semalam perjalanan dengan pedati. Ia berangkat pada petang hari Jumat. Pagi-pagi hari Sabtu, sebelum matahari terbit, sudah sampai di Bukittinggi. Di dalam perjalanan keduanya adalah selamat saja.
Belum tinggi matahari terbit, barang-barang yang dibawanya diborong oleh orang Cina dengan harga Rp 160,00. Setelah itu keduanya pergi makan ke sebuah lepau nasi dan menghitung laba masing-masing Barang yang berpokok Rp 50,00 dijual Rp 100,00 dn beruntung Rp 50,00 Penjualan lain kepunyaan ibunya Rp 60,00 disimpan mereka uangnya. Setelah dipotong biaya, lalu dibaginya dua keuntungan itu, yaitu Rp 20,00 seorang. Sesudah makan Midun berkata, "Sungguh bukan sedikit untung kita, Maun! Patutlah Datuk Palindih lekas benar kayanya. Belum lama ia jadi saudagar, sudah banyak ia membeli sawah uang yang diperniagakannya pun tidak sedikit, karena berpuluh pedati ia membawa barang-barang yang telah dibelinya. Maukah Maun berniaga pula nanti?"
"Baik, saya pun amat suka berniaga," jawab Maun...Jika pandai menjalankan perniagaan, memang lekas benar naiknya. Tapi jatuhnya mudah pula. Lihatlah Baginda Sutan itu! Dari sekaya-kayanya jatuh jadi semiskin-miskinnya. Sekarang pikirannya tidak sempurna lagi."
"Benar katamu itu. Karena Baginda Sutan sangat tamak akan uang dan sangat kikir pula, ia dihukum Tuhan. Boleh jadi ia berniaga terlampau banyak mengambil untung, lalu dimurkai Allah. Kekikirannya jangan dikata lagi. Bajunya baju hitam yang sudah berkilat lehernya, karena tidak bercuci. Baunya pun tidak terperikan busuknya. Uang seduit dibalik-baliknya dulu baru dibelanjakan.
................................................................................................................................................
Karya: Tulis Sutan Sati
No comments:
Post a Comment