CAMPUR ADUK

Saturday, January 26, 2019

SALAH ASUHAN

....................

Semalam-malaman itu Corde tidak merasai tidur nyenyak. Setiap saat ia bertanya dalam hatinya, "Cintakah ia pada Hanafi?" Tapi senantiasa didengarnya pula sahutan, "Oh! Anak Belanda dengan orang Melayu, bagaimana boleh jadi!" Tapi seketika itu juga berbunyi pula suara, "Orang Melayu boleh disamakan haknya dengan orang Eropah!"

Lalu diharapkan ke muka angan-angannya akan diri Hanafi, lahir dan batin. Rupanya molek, kulitnya tidaklah hitam bagai Bumiputra kebanyakan. Hanafi sendiri benci pada bangsanya, Bumiputra. Pelajarannya, tingkah lakunya, perasaannya, semua sudah menurut cara Barat. Kalau ia tidak tinggal bersama ibunya yang sangat kampung tentang tabiat dan perasaannya, tak akan adalah yang menyangka bahwa Hanafi orang Melayu. Sebab bencinya pada bangsanya sendiri, sudah tentu ia suka minta disamakan dengan bangsa Eropah. Pekerjaannya ialah yang lazim dijabat oleh orang Belanda saja, istimewa pula kalau ia minta disamakan dengan bangsa Eropah, tentu tak ada lagi batasnya pangkat yang boleh dijabatnya. Tapi, meskipun demikian, Corrie boleh memastikan, bahwa ia tidak dapat membalas percintaan Hanafi, sebab ... ya, sebab ...? Sebab ia 'tidak' cinta!

Hanafi dipandang sebagai seorang sahabat saja  yang dibawa bergaul waktu bertemu saja. Dari kecil ia sudah berkenalan, sudah sama-sama bermain-main, meskipun Hanafi tiga tahun lebih tua dari dia. Dahulu masa di sekolah rendah di Solok, ia memandang Hanafi seolah-olah saudara tuanya; dan acap kali Hanafi melindunginya, jika ada seseorang anak laki-laki yang hendak menganiayanya. Waktu ia datang ke Betawi, masih mendapati Hanafi di kota itu, enam bulan sesudah itu baharulah Hanafi pulang ke Sumatra Barat. Tapi dalam enam bulan itu, hanya dua tiga kali ia berjumpa dengan kawan itu, sedang selama di asrama Salemba, tidak pula berkirim-kirim surat dengan dia. Hanya tiap-tiap pakansi mereka bertemu di Solok, sedang pergaulan tetap cara biasa, sebagai kakak dengan adik. Secara orang bersaudara,  banyak benar timbulnya pertikaian pikiran antara keduanya, dan tiap-tiap bersahut-sahutan itu, ada jualah salah seorang yang marah. Jika yang seorang sudah bermuka merah yang lain lalu mengalah, demikian saja dilakukan oleh mereka berganti-ganti, hingga persahabatan antara keduanya bisa kekal.

Hanya Corrie sudah merasai menjadi gadis, setelah ia masuk sekolah HBS; terutama di negeri kecil dijaganya benar namanya, supaya jangan menjadi sebutan.

Oleh karena itu hanya sekali-sekali ia datang ke rumah Hanafi, begitu juga tidak pernah seorang diri, melainkan membawa kawan juga. Dan jika ia berjalan-jalan dengan Hanafi pun ia membawa salah seorang kawan. Buat dirinya sendiri ia tidak terlalu peduli, tapi yang dijaganya hanyalah perasaan orang. Hanafi dipandangannya  seolah-olah saudaranya, jadi seharusnya ia tidak perlu berhati-hati benar, hanya Hanafi itu memang orang Malayu; dan di dalam adat orang Melayu memang banyak benar pantangan bagi anak gadis. Jika sekiranya di Betawi Hanafi membawanya ke tempat permandian di pinggir laut dengan tidak membawa kawan, akan tidaklah ia keberatan, karena - Hanafi dipandangnya sebagai saudaranya benar.

Yang sudah-sudah, Hanafi pun berlaku sebagai seorang saudara pula kepadanya, hanya di dalam pakansi sekali ini, dan terlebih pula sehari tadi, perangainya sudah lain. Sudah menjadi kebiasaan bagi keduanya berpegang-pegang tangan, tidak ada gelinya, tapi waktu tadi siang Hanafi meraba lalu mencium tangan Corrie, bukan saja Corrie terkejut karena kedatangan Tuhan dan Nyonya Brom, melainkan sebenar-benarnya ia terkejut sebab dicium tangannya itu. Dan itu pun sudah luar biasa, karena antara kakak dengan adik tak usahlah terkejut fasal bercium-ciuman tangan itu. Tapi Corrie sudah terperanjat, segala darah sudah naik ke kepalanya, dan jantungnya berdebar-debar.

Itulah suatu tanda baginya, bahwa dari pihak sifat-sifat 'bersaudara' itu sudah berubah. Hati berahinya sebagai gadis sudah timbul pada saat itu. Dan mulai dari itu  yakinlah ia akan bahaya percampuran laki-laki dengan perempuan. Dahulu disangkanya bahwa seorang gadis akan bisa bercampur gau! dengan bujang sebagai saudara sejati;  bebas daripada perasaan lain yang tidak layak bagi orang bersaudara. Persahabatan yang suci antara gadis dengan bujang disangkanya boleh berlaku dengan sesuci-sucinya. Jika ia bergaul dengan bujang-bujang, maka disangkanya adalah ia bergaul dengan sahabat, yang tidak memandang dia sebagai "perempuannya", melainkan sebagai sahabat saja, serupa dengan kepada sahabat laki-laki. Itulah sebabnya maka Corrie sudah mentertawakan sekalian bujang, yang segera saja menulis surat "lamaran", menyatakan cinta yang tidak berhingga kepadanya, setelah bertemu dua tiga kali di tempat keramaian. Laku serupa itu jauh daripada menimbulkan birahi si gadis itu melainkan menimbulkan bencinya, hingga inginlah ia hendak mempermain-mainkan orang yang serupa itu.

Dalam persangkaan Corrie, pergaulannya dengan Hanafi selama ini hanya dibangunkan di atas rasa persahabatan dan persaudaraan saja. Memang sayanglah ia pada Hanafi, tapi sebagai sayang kepada saudara.

Dalam persangkaan Corrie, pergaulannya dengan Hanafi selama ini hanya dibangunkan di atas rasa persahabatan dan persaudaraan saja. Memang sayanglah ia pada Hanafi, tapi sebagai sayang kepada saudara.

Tapi nyatalah bahwa perasaan dari kedua belah pihak sudah berubah. Hanafi sudah cinta padanya, bukan lagi sebagai kepada adiknya, melainkan sebagai kepada seorang perempuan yang dikehendakinya buat menjadi istrinya. Perasaan Corrie terhadap kepadanya sudah berubah pula, tapi cintakah ia pada Hanafi? Itulah suatu pertanyaan besar, yang sedang membimbangkan hatinya, yang mengganggu kesenangannya sampai ke tempat tidurnya. Senantiasa wajah Hanafi sudah terbayang-bayang dalam pandangannya, meskipun ia memicingkan mata. Meskipun perangai Hanafi sudah ke belanda-belandaan, tapi adalah juga sifat ketimuran yang belum hilang sama sekali padanya, yaitu malu-malu sopan orang Timur masih ada di kampungnya; dan sifat inilah yang menarik hati si gadis itu.

Sejurus lamanya termenunglah Corrie. Maka dihitungnya pada buah baju kimononya, seolah-olah meramal-ramal. "Cinta - tidak - cinta - tidak - cinta! Stop, lima bilangan buah kimono, kesudahannya jatuh pada "cinta".

"Oh," kata Corrie," tentu saja disudahi 'cinta' , karena buah kimono itu memang lima. Sekiranya kumulai dengan 'tidak' , tentu 'tidak pula kesudahannya." 

"Tokek!"

"Ha!" kata Corrie pula dalam hatinya. "Tokek itu jarang bohongnya. Mari kita lihat... tidak - 'tokek!' cinta - 'tokek!' - tidak 'tokek!' cinta - 'tokek!' tidak - 'tokek!' cinta.

"Oh! Tokek celaka, biasanya berbunyi lima kali, sekarang enam! Pendeknya aku tak cinta pada si Hanafi si gila -bah! Orang Melayu!" Corrie mencoba menghilangkan segala keriang-kenangan yang berhubungan dengan Hanafi. Kepalanya sudah berasa berat, telinga mendesing-desing.

Sejurus lamanya terlayanglah ia, lalu tertidur. Seketika wajah Hanafi sudah nampak pula di mukanya, sambil senyum simpul dengan sapanya.

Corrie dan Hanafi menikah

..........


Karya : Abdoel Moeis 

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK