Open mula-mula jadi guru sekolah rakyat, sudah itu jadi mualim, lantas menjadi pengarang, kemudian tukang jahit.
Tentang perawakannya tak banyak yang dapat diceritakan, ia punya dua kaki, dua tangan, dua telingan, dua mata, dan satu hidung. Bahwa lubang hidungnya ada dua, itu sudah sewajarnya. Open seperti manusia lain, lain tidak.
Tapi, namanya memang mempunyai riwayat. Itu tidak dapat disangkal. Beribu-ribu nama lain ada, Abdullah dan Effendi, Al'aut dan Binuak, enak kedengarannya dan sedap dilihat jika tertulis. Dan orang-orang yang keritis sudah pasti tidak akan merasa puas, jika diterangkan mengapa Open bernama Open.
Open sendiri sudah barang tentu tak ada bagiannya dalam memberi nama itu. Waktu ia masih merah, sebentar-sebentar ia berteriak dan buru-buru datang ibunya terbuka dada dan disodorkannya bayi ini sesuatu yang menjulur dari dada yang terbuka itu. Open menghirup dengan senangnya, ia berhenti berteriak dan setelah selesai, tidur dengan nyenyaknya.
....
Waktu ini jadi guru sekolah rakyat, saban ia hendak masuk kelas untuk memberi pelajaran, ia selalu ingat kepada cita-cita ibunya ini, dan sebab itu ia selalu mulai pelajarannya dengan, "Selamat pagi, anak-anak. Kemarin aku telah kawin dengan gadis di kota ini. Aku sengaja tidak mengundang kamu sekalian, karena aku pikir, kamu toh tak akan dapat memberi apa-apa. Apa pula yang dapat diharapkan dari anak-anak, bukan?
Atau pada lain kali ia menceritakan panjang lebar tentang perselisihannya itu dengan istrinya itu. Waktu ia pakai celana pendek saja istrinya pegang golok. Kata bersahut dengan kata dan tiba-tiba isterinya mengejar dia dengan golok itu dan dia lari pontang-panting, Dan bagaimana larinya itu, dicobakannya pula di muka kelas. Anak-anak pada tertawa, seorang berkata, "Ah, Pak Guru takut sama istri." Yang lain berkata, "Kasihan Pak Guru, dirongrong terus-terusan oleh istrinya."
Anak-anak yang berpihak pada pendapat pertama lebih banyak dan itu sebabnya sejak dari itu Open bernama, Guru Golok. Dan karena golok sangat baik bersajak dengan goblok, Open akhirnya bernama, Guru Goblok.
....
Orang yang sesabar-sabarnya akhirnya marah juga. Dan Open adalah orang yang selalu menurutkan kata hatinya. Jika hati ini berkata, pegang seorang anak dan pukul dia, ia memang memegang seorang anak yang terdekat dari dia, lalu dipukulnya. Rasanya pada Open, ia memukul hanya pelan, tapi dari telinga anak itu keluar darah.
Dan inilah sebabnya datanglah orang tua murid yang kena pukulan itu ke sekolah, guru kepala maki-maki Open dan akhir cerita, Open diberhentikan.
Tapi waktu Open mau pergi meninggalkan sekolah celaka itu, ia menetang guru kepala, dan tegas-tegas katanya, "Satu hal, Tuan harus akui, saya tidak goblok! Saya hanya menceritakan pada anak-anak bahwa istri saya pernah mengejar saya dengan golok. Saya lari .... dan anak-anak menamakan saya dari sejak itu guru goblok. Mengapa? Tuhan saja yang tahu. Saya tidak.
....
Dan dalam keadaan Open sekarang ini, tidak punya pekerjaan lagi, diusir sebagai anjing boleh dikatakan, pada waktu itu lebih-lebih lagi ia bersyukur karena punya sepeda. Waktu ia menaiki sepeda itu, terasa olehnya seolah-olah menaiki kuda yang dicintainya dan yang berguna sekali sebagai teman hidup sehari-hari kesusahan, ia sebenarnya ingat untuk menjual sepeda itu sewaktu-waktu. Dengan ingatan itu Open merasa lega sedikit. Dan ia sekarang dapat menggunakan pikirannya untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Apa yang sebenarnya telah terjadi? Anak-anak nakal, ia memukul anak itu sampai berdarah telinganya. Ia diberhentikan dan anak-anak boleh belajar terus dengan senangnya. Di mana keadilan?
Ibunya berkata, "Open, engkau harus berterus-terang dalam segala hal. Dengan jalan begitu engkau dapat memajukan dunia yang penuh dengan kebohongan ini."
Dan perkataan ibu itu benar seratus persen, pada pendapat Open. Ke mana pun juga ia melihat, selalu ia bertemu dengan kebohongan, kebusukan-kebusukan yang disimpan baik-baik.
Kelas sekolah bagi Open adalah tempat yang terbaik untuk menyebarkan benih terus-terang ini. Itu sebabnya ia menjadi guru, tapi akhirnya itu pula sebabnya yang melemparkan dia dari kelas itu.
Buat pertama kali terasa oleh open bahwa dunia penuh dengan kurang terima kasih.
....
Open memeluk sayang istrinya, dan keesokan harinya, hari keduanya dan hari seterusnya, Open pakai pantaloon. Orang-orang desa tercengang. Beberapa orang berbisik-bisik. "Lihat mualim kita sudah gila!" Ya, ada pula yang berani berkata. "Mualim kita sudah gila!" Ya, ada pula yang berani berkata. "Mualim kita sudah jadi mata-mata Jepang, awas jangan didatangi rumahnya lagi. Jangan biarkan lagi anak-anak belajar pada dia."
Akhirnya semua itu tak tertahankan lagi, lebih-lebih oleh Surtiah. Pada suatu malam pula, kata Surtiah pada Open. "Kak, mari kita ke kota. Coba mengarang di sana. Ingat mualim di kota dulu." Dan Open memeluk sayang istrinya pula dan mereka pergi ke kota. Open akan jadi pengarang.
Open dan Surtiah tiba di kota. Orang yang pertama sekali dikunjunginya ialah mualim dulu yang selalu pakai pantaloon itu. Maksud Open hanya untuk bercakap-cakap saja tentang pekerjaan karang-mengarang mualim itu. Tapi sayang tak sampai bertemu, karena kata istri mualim itu, suaminya beberapa bulan yang lalu ditangkap Jepang. Sebabnya ialah karena ia tak mau bekerja sama dengan Jepang, tak mau membacakan khotbah Jumat yang telah disiapkan oleh Kantor Urusan Agama Jepang.
Setelah mendengar ini, tiba-tiba pandangan Open terhadap segala apa yang dilihatnya berlarian sekali. Jika ia melihat orang di tengah jalan pakai celana karung, timbul pertanyaan padanya, mengapa?
Kembali ia ingat kepada mualim yang ditangkap Jepang dan waktu timbul pula dalam hatinya pertanyaan, mengapa, mengapa, semua segera menjadi terang-benderang baginya. Jepang datang untuk kemakmuran, Jepang datang untuk memperkosa kemerdekaan agama, untuk melaparkan dan untuk menelanjangi bangsa Indonesia, dan orang Indonesia sendiri tidur lelap, seperti sejak tiga abad yang lalu. Dan seperti torpedo ke luar dari kapal selam, ke luar perkataan dari mulutnya, "Rakyat Indonesia harus dibangunkan, dibangunkan, dibangunkan!"
Dan hampir bersamaan terbayang di hadapannya wajah ibunya, Open, engkau harus berterus-terang."
....
Open, dengan karangan itu pergi kepada seorang redaktur. ....
"Tuan ini berbahaya bagi tuan sendiri. Lebih baik tuan simpan saja. Atau bakar.
....
Karangan Open ini diterbitkan, bahkan mula-mula mau diberikan hadiah nomor satu, tapi kemudian Badan Sensor Jepang menyesal telah meloloskan karangan itu. Terlambat sensor itu melihat bahwa karangan itu sangat berbahaya. Bahwa karangan itu adalah serangan sehebat-sehebatnya terhadap Tenno Heika. Terlambat, tapi ada satu yang belum terlambat, yaitu menangkap Open. Open diminta datang di Kenpetai. Di sini ia tidak di tanyai baik-baik, tapi segera dipukuli dan dipaksa mengaku bahwa karangan itu adalah serangan atas Tenno Haika Maharaja Jepang.
Sebenarnya memaksa Open tidak perlu sama sekali, karenaa ia toh akan mengatakan dengan terus-terang bahwa karangan itu dimaksudkanya begitu. Tapi dikatakannya pula dongeng itu bukan dibikin-bikinnya begitu saja, tapi betul-betul pernah didengarnya dan mungkin sekali betul-betul pernah terjadi.
Setelah mengaku, Open dipukuli. Darah mengalir di seluruh badan. Setelah itu ia disuruh mandi, sampai kaku. Lalu disuruh duduk di bawah panas terik. Beberapa hari setelah itu luka-luka di badannya dengan sendirinya baik kembali. Rupanya demikianlah cara Jepang mengobati luka-luka, dimandikan sampai kaku, dijemur sampai terbakar, dan luka baik dengan sendirinya, tidak dengan yodoform atau yodium-yodium atau salep, tapi dengan obat-obat yang disediakan alam. Hampir tidak dapat dipercayai.
Sejak itu Open ditutup dalam kamar terkunci. Badannya tambah lama tambah kurus. Tapi mujurlah ia tak pernah dipukul-pukul lagi.
Dalam kamar tertutup itu, buat pertama kali. Open insaf akan harga kemerdekaan. Kemerdekaan ada dua macam, kemerdekaan jasmani, dan kemerdekaan rohani. Kemerdekaan jasmani boleh diambil orang lain, seperti halnya dengan dirinya sekarang ini, tapi kemerdekaan rohaninya tiada seorang pun yang dapat mengambilnya. Ia bisa pergi ke mana-mana dengan pikirannya, biar pun di sekeliling badannya menjulang tinggi tembok empat persegi. Tapi kemerdekaan tujuan hidup? Tidakkah kemerdekaan hanya alat untuk mencapai tujuan itu? Dan apakah tujuan itu?
Pada waktu yang lain, ia ingat kepada ibunya, "Open, engkau harus terus-terang dalam segala hal. "Sebenarnya maksud ibunya sama saja, Tuhan ....Kusucian ....Terus-terang ....Kebenaran!
Ibunya memang bukan orang desa lagi, pernah sekolah HIS di kota. Tapi karena bergaul dengan orang-orang sederhana ia mengucapkan segalanya dengan sederhana pula. Ia bukan mengatakan Tuhan atau Kesucian atau Kebenaran, tapi terus-terang! Ya, sama saja maksud ibunya sebenarnya.
Sejak Open menjadi pengarang, ia banyak membaca buku-buku filsafat. Pada waktu ia dalam penjara Kenpetai ini, dalam mana ia kadang-kadang hampir-hampir menjadi gila dan putus asa, selalu ditutup dalam kamar kecil, buang air besar dan buang air kecil, makan dan minum di tempat itu juga, pada waktu penderitaannya memuncak, hanya satu ahli filsafat yang menemani kesengsaraannya, Boethius. Ya, ada kadang-kadang ia merasa dialah Boethius sendiri. Di penjara, karena hendak berbuat baik kepada manusia sesamanya, ia di penjara oleh kebaikan itu sendiri.
Tapi Boethius sendiri berkata, kesengsaraan itu sebenarnya tidak apa-apa. Hanya anggapan yang salah terhadap kesengsaraan itu, itu yang menjadikan orang putus asa dan merasa celaka.
Perkataan Boethius itu tergores dalam hati Open sebagai suatu kebenaran dan adalah hiburan baginya, setelah ia yakin bahwa kewajibannya dalam penjara itu ialah menghilangkan anggapan salah tentang kesengsaraan. Kesengsaraan bukan musuh, anggapan itulah musuh. Setelah ia dapat melepaskan anggapan itu dan dapat melihat kesengsaraan yang di deritanya sebagai wajarnya, ia mengucap syukur kepada Tuhan dan terima kasih pada Boethius. Demikian, ia dengan sabar dapat menanggungkan penderitaannya dalam penjara Kenpetai itu.
Waktu Republik Indonesia diproklamasikan, ia lepas. Badannya memang agak kurus, tapi isi pikirannya bertambah gemuk. Ia bukan Open yang dulu lagi, ini adalah Open yang berlainan sekali, lebih berpaham dan melihat kehidupan secara luas. Itu sebabnya ia tidak ikut-ikut dengan revolusi membunuh Jepang, Belanda Indo, dan Cina. Revolusi baginya baik, tapi segera ia menunjukkan anasir-anasir yang jahat. Ia harus dicek kembali, dialirkan melalui tempat yang lebih baik, menuju cita-cita yang sama juga. Revolusi baik. Dia sendiri mengalami revolusi yang paling hebat dalam dirinya sendiri. Revolusi tidak lain daripada akibat evolusi yang berlaku, evolusi berupa pemerasan perlahan-lahan dan secara teratur. Tapi revolusi tidak membunuh, revolusi hanya berarti mengguncangkan yang ngelamun dan membangunkan yang tidur serta selangkah lebih besar menuju cita-cita. Dalam pada itu karangan-karangannya yang dibikinnya dulu diterbitkan orang dan segera nama Open terkenal ke mana-mana. Satu dua kali ia mendapat surat dari pembaca, yang mengancam jika dia berani juga mengeluarkan karangan-karangan yang kotor itu. Dan ada pula yang menamakan dia pengarang tolol. Tapi ini hanya perkecualian. Biasanya dia mendapat penghargaan kanan kiri.
Open sendiri girang membaca karangan-karangan itu kembali, tapi sesuatu dalam hatinya berkata bahwa ia rasa tak bisa membikin karangan-karangan seperti itu lagi. Jika ia nanti toh menulis lagi, pasti akan berlainan sekali. Lebih halus, barangkali dan mungkin juga lebih berisi. Tapi sekarang ini belum bisa. Ia memang telah banyak memikirkan soal-soal kehidupan yang pelik-pelik, tentang tujuan hidup, tapi ia merasa serasa masih ada lowongan dalam kalbunya yang harus diisinya dulu dengan air kefilsafatan yang merupakan pandangan hidup yang lebih tegas.
Tidak! Sekarang ini biarlah Open mengeluarkan karangan-karangan yang dulu satu per satu dan tidak menulis yang baru. Ia tahu dan yakin bahwa pada suatu ketika lowongan dalam kalbunya pasti akan terisi penuh dan barulah tiba waktunya untuk menulis lagi dengan keyakinan yang lebih tegas.
Waktunya revolusi mulai tenang. Open terpaksa mencari pekerjaan untuk hidupnya. Ia dapat pekerjaan, mula-mula sebagai penolong tukang jahit, tapi kemudian ia lekas pintar menjahit sendiri.
....
Karya: Idrus
No comments:
Post a Comment