Sebenarnya terlalu dini untuk menyuruh Oliver bekerja kepada Pak Sowerberry. Tetapi, keputusan telah diambil. Pak Bumble membawa Oliver pergi ke toko Pak Sowerberry pada malam harinya. Oliver mulai menangis. Ia merasa sangat tidak bahagia dan yakin bahwa setiap orang membecinya.
Pak Sowerberry telah menutup tokonya. Dia kini sedang menulis dengan cahaya "lilin" yang kecil sangat menyedihkan. "Lilin" itu terbuat dari sebatang kayu yang tengahnya diberi sumbu.
"Kemarilah, Pak Soweberry. Saya membawa anak laki-laki yang kau maksudkan." Oliver menunduk.
"Oh, anak itukah?" tanya Pak Sowerberry sambil mengangkat "lilin"-nya di atas kepala agar bisa lebih jelas melihat wajah Oliver.
Kemudian ia teriak kepada istrinya, "Bu, maukah kau datang ke sini untuk melihat kesempatan ini, sayangku?"
Wanita kurus kecil dengan muka sangat buruk datang dari ruangan kecil di belakang toko.
"Sayangku," kata Pak Sowerberry, "ini anak laki-laki dari rumah penampungan yang kukatakan kepadamu."
Oliver menunduk lagi.
"Oh, sayang," kata wanita itu. "Dia terlaku kecil."
"Tak apa, dia hanya agak kecil," kata Pak Bumble sambil menatap tajam ke arah Oliver, seolah-olah anak itu bersalah karena bertubuh tidak lebih besar. "Dia memang kecil. Itu memang benar. Tapi dia akan segera tumbuh. Bu Sowerberry. Dia akan segera tumbuh besar."
"Ya, saya yakin dia akan tumbuh." kata wanita itu agak marah. "Dengan makanan dan minuman yang kami berikan. Anak ini terlalu mahal untuk dipelihara Kemari, masuklah ke ruang bawah, kamu hanya tulang kurus kering."
Wanita itu membuka pintu dan mendorong Oliver menuruni beberapa anak tangga menuju ruangan gelap yang biasa digunakan sebagai dapur. Seorang gadis duduk di sana. Gadis itu mengenakan sepatu dan baju usang dan banyak berlubang.
"Kemari, Charlotte," kata Bu Sowerberry, yang mengikuti Oliver turun ke ruangan itu. "Beri anak ini beberapa potong daging dingin yang kita simpan untuk makanan anjing. Anjing itu tidak datang ke rumah sejak pagi tadi, jadi daging itu tidak diperlukan lagi oleh anjing."
Mata Oliver bercahaya membayangkan tentang daging. Mereka memberi sepiring makanan anjing kepada Oliver. Oliver menyantapnya amat lahap.
Bu Sowerberry memperhatikan Oliver yang sedang makan. Dia tidak senang melihat bagaimana Oliver makan.
"Ikutlah denganku." kata Bu Sowerberry sambil membawa lampu yang kotor dan menunjukkan jalan menuju ruang atas. Tempat tidurmu di toko. Kamu tidak pernah membayangkan tidur di peti mati, kan? Kurasa begitu. Tetapi, tidak ada tempat lain. Meskipun kamu mau atau tidak, kamu tak dapat tidur di tempat lain. Kamu harus tidur di peti mati itu. Ayo cepat, jangan membuatku berada di sini sepanjang malam!"
Ketika Oliver ditinggalkan seorang diri di toko, ia merasa sangat takut. Di sana peti mati yang hampir separuh selesai, yang terlihat seperti peti kematiannya sendiri. Potongan-potongan kayu yang berada di dinding terlihat seperti hantu. Udara di dalam toko sangatlah panas, dan bau kematian seperti melayang-layang di udara. Tempat tidur Oliver sangat sepi seperti kuburan.
Itulah tempat tidur Oliver seorang diri di tempat yang menakutkan, tanpa teman seorang pun. Oliver merasa sangat menderita. Tidak ada seorang yang mencintai atau memedulikannya. Hatinya terasa sangat berat. Sambil melangkah menuju peti mati, yang seterusnya akan dipakai sebagai ranjang ke kecilnya, ia berharap benar-benar mati dan dapat tidur selamanya di tempat itu.
Pagi harinya, Oliver mendengar suara pintu toko diketuk sangat keras. Ketukan itu diulang-ulang sekitar dua puluh kali, rupanya orang yang sedang mengetuknya sedang marah atau terburu-buru.
"Buka pintu, cepatlah!" teriak suara itu.
"Ya, akan saya buka, Pak," kata Oliver sambil memutar kunci pintu.
"Aku yakin kamu anak baru itu bukan begitu?" tanya suara itu.
"Ya, Pak," jawab Oliver.
"Berapa umurmu?"
"Sepuluh tahun, Pak,"
"Akan kupukul kau begitu aku sudah masuk ke dalam," kata suara itu.
Oliver membuka pun kecuali seorang anak laki-laki besar yang duduk di depan rumah, sedang makan roti dan mentega. Anak itu bermata kecil dan hidungnya berwarna merah.
"Apakah kamu yang mengentuk pintu?" tanya Oliver.
"Ya."
"Apakah Anda membutuhkan peti mati?" tanya Oliver.
"Sepertinya kau tidak tahu siapa aku. Kau dari rumah penampungan, ya?"
"Bukan, Pak," sahut Oliver.
"Aku Noah Claypole," kata anak laki-laki itu, "Dan kamu akan bekerja di bawah pekerja yang malas!" Sambil berkata begitu, Noah Claypole memukul Oliver dan melangkah masuk ke toko.
***
Pak Sowerberry dan istrinya datang beberapa saat kemudian. Oliver diikuti Noah Claypole masuk ke dapur untuk sarapan pagi.
"Pergilah ke dekat perapian, Noah," kata Charlotte. "Aku menyimpan beberapa potong daging yang lezat untuk sarapanmu. Oliver, tutuplah pintu di belakang Noah, dan ambilah beberapa potong daging yang telah kusiapkan untukmu. Tehmu ada di sana. Bawalah dengan kotak di sana. Cepatlah, mereka ingin agar kamu segera ke toko. Kamu dengar?"
"Kamu dengar, Gembel?" Noah Claypole ikut berteriak.
"Oh, Noah!" seru Charlotte. "Mengapa kau memanggil dia seperti itu? Kau lucu. Mengapa kau tidak membiarkan dia sendirian?"
"Baiklah, mari kita biarkan dia sendiri!" kata Noah. "Semua orang membiarkan dia sendiri!" kata Noah. "Semua orang membiarkan dia sendirian. Ayah dan ibunya membiarkan dia sendiri, begitu pula dengan keluarganya. Bukankah begitu, Charlotte?"
"Oh, kau lucu," kata gadis itu sambil tertawa mendengar olok-olok Noah.
Noah juga mulai tertawa. Keduanya asyik melihat Oliver Twist yang malang yang sedang duduk di atas kotak kayu di sudut yang paling dingin di ruang makan, sambil menyantap beberapa potongan roti yang sudah keras.
Noah adalah anak laki-laki miskin, tetapi tidak berasal dari rumah penampungan. Dia tahu siapa orang tuanya. Ibunya bekerja sebagai pencuci pakaian, dan ayahnya adalah tentara yang terlalu sering mabuk. Karena itu, anak laki-laki lain yang bekerja di toko ini dulu bersikap kasar kepadanya, sehingga Noah senang sekarang melihat Oliver datang, karena sekarang ia dapat bersikap kasar pada Oliver.
No comments:
Post a Comment