Setelah kematian sang ayah, sang ibu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil. Karena kerja keras, sang ibu jatuh sakit. Minimnya biaya pengobatan membuat penyakitnya semakin parah dan akhirnya meninggal dunia.
Tare Iluh dan Beru Sibou kini menjadi yatim piatu. Mereka berdua kemudian dibesarkan oleh bibinya, adik dari ayah mereka. Tare Iluh sebagai seorang kakak merasa sangat sedih dengan penderitaan yang dialaminya. Setelah kedua orang tua mereka meninggal, sekarang bibi mereka yang bekerja keras untuk menjaga mereka tetap hidup. Tare Iluh berjanji suatu saat ia akan bekerja keras mencari nafkah untuk kehidupan yang lebih baik.
“Saya berjanji, ketika saya dewasa saya akan bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga saya. Aku tidak ingin mengganggu bibiku. Saya ingin membuat satu-satunya saudara perempuan saya bahagia. ” kata Tare Iluh dalam hati.
Seiring berjalannya waktu, Tare Iluh, si sulung, telah menjelma menjadi seorang pria dewasa yang tampan dengan wajah bersih dan bersinar. Sementara itu, Beru Sibou menjelma menjadi seorang gadis cantik. Suatu hari Tare Iluh menyampaikan keinginannya kepada bibinya dan juga kepada adiknya Beru Sibou, bahwa ia ingin bepergian ke kota. Tare Iluh ingin hidup mandiri. Dia berjanji bahwa suatu hari dia akan membalas kebaikan bibinya yang telah membesarkan mereka sejak kecil.
“Wahai bibiku wahai adikku, aku ingin pergi ke luar negeri ke kota untuk mencari nafkah. Bibiku sudah lama merawat kami, aku ingin mencari nafkah di kota agar suatu saat aku bisa membalas kebaikanku." kata Tare Iluh.
"Jika itu kehendakmu, Bibi tidak bisa melarangmu. Hati-hati di tanah orang lain. Bibi akan selalu mendoakanmu." kata bibi.
"Aku tidak ingin ditinggalkan olehmu, tapi aku ingin tahu apa lagi. Kamu harus berjanji untuk segera kembali setelah kamu berhasil." Beru Sibou dengan enggan melepaskan adiknya.
"Tentu saja adikku. Adikku pasti akan kembali.” kata Tare Iluh.
Tare Iluh kemudian melakukan perjalanan ke kota dengan bekal yang disiapkan oleh bibinya. Ia merasa sangat sedih harus meninggalkan kakak dan bibinya yang tercinta, namun sebagai anak sulung, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka berdua. Ia tidak ingin terus hidup dalam kemiskinan.
Sesampainya di kota, Tare Iluh kemudian melakukan apa saja untuk menghidupi dirinya sendiri. Upah bekerja sebagian dia tabung. Namun, cepat atau lambat ia merasa bahwa penghasilan yang diperolehnya tidak sepadan dengan kerja kerasnya. Dia kemudian tergoda untuk berjudi. Dengan mempertaruhkan pendapatannya yang kecil, Tare Iluh berjudi. Beruntung kemudian dia memenangkan pertaruhan. Hal ini membuatnya kecanduan judi.
“Kenapa saya bekerja keras seharian tapi hasilnya tidak sesuai. Sementara hanya dengan mempertaruhkan sedikit uang di meja judi, saya bisa mendapatkan banyak uang. Lebih baik aku bertaruh saja." kata Tare Iluh.
Sejak saat itu, Tare Iluh menjadi malas bekerja. Setiap hari kerja dia hanya bertaruh uang di meja judi. Hingga akhirnya ia terjerat banyak hutang akibat kalah judi. Karena tidak mampu membayar hutangnya, Tare Iluh dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau penjara oleh penduduk setempat.
Sementara di desa, setelah kematian Tare Iluh, Beru Sibou merasa sedih. Dia sangat ingin bertemu dengan kakak yang dia cintai. Selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, adik perempuan yang dicintainya tidak pulang ke rumah. Beru Sibou mengkhawatirkan keselamatan adiknya.
“Wahai Beru Sibou, aku mendengar dari negeri bahwa saudaramu adalah seorang penjudi berat. Dia saat ini diborgol karena tidak mampu membayar hutangnya.” kata seorang penduduk desa.
Setelah sekian lama sang adik pergi ke daerah orang, datanglah kabar dari orang-orang di desa yang mengatakan bahwa Tare Iluh telah berubah menjadi penjudi. Menurut kabar yang beredar, Tare Illuh saat ini terancam hukuman pasung karena terlilit hutang yang sangat besar. Mendengar berita ini, Beru Sibou menjadi semakin sedih. Dia hanya bisa menangis setiap hari.
“Adikku sayang, benarkah penduduk desa mengatakan bahwa kamu sekarang sedang dipenjara di tanah rakyat?” Beru Sibou meratap.
Suatu hari, Beru Sibou bertemu dengan seorang kakek tua. Sang kakek bertanya kepada Beru Sibou mengapa wajahnya sedih.
"Kenapa wajahmu sedih, Nak? Ada apa? Mungkin Kakek bisa membantumu." tanya kakek tua itu.
"Saya sedih memikirkan adik saya. Namanya Tare Iluh Kek. Dia sekarang berada di negara di mana orang-orang diancam hukuman karena berhutang. Saya sangat ingin bertemu untuk membantu adik perempuan saya satu-satunya." kata Beru Sibou.
"Oh ternyata kamu adik Tare Iluh. Kakek belum pernah bertemu dengannya tapi pernah mendengar namanya. Kakek dengar dia penjudi berat dan juga punya banyak hutang." kata kakek tua itu.
"Benar, Kakek. Lalu apakah Kakek tahu di mana negara saudara perempuanku?" tanya Beru Sibou.
“Gak tau, Kakek juga gak tahu dimana. Maaf nak, kakek tidak bisa membantumu tapi jika Kakek bisa memberimu saran, coba Nak Beru memanjat pohon yang tinggi lalu bernyanyi dan memanggil adikmu. siapa tahu adikmu bisa mendengarnya." Kakek memberinya nasihat.
Beru Sibou pun mengikuti nasihat kakeknya. Dia mencari pohon tertinggi dan kemudian memanjatnya. Setelah sampai di puncak pohon, Beru Sibou bernyanyi sambil memanggil nama adiknya.
“Tare Iluh, adikku, kamu di mana? Ayo pulang, saudara. Wahai penduduk negeri yang berduka atas saudara perempuanku! Aku mohon lepaskan dia sekarang." Beru Sibou berulang kali memanggil adiknya.
Tapi dia juga tidak mendapatkan hasil. Setelah berjam-jam memanggil nama adiknya, Beru Sibou akhirnya merasa lelah. Dia memutuskan untuk berdoa kepada Yang Mahakuasa.
"Tuanku! Saya ingin bertemu dengan saudara perempuan saya sehingga saya dapat membantunya. Biarkan saya membayar hutangnya. Saya bersedia menggunakan air mata, rambut, dan seluruh tubuh saya untuk digunakan oleh orang-orang di negara yang menghukum saudara perempuan saya." Beru Sibou berdoa.
Yang Maha Kuasa mengabulkan permintaan Beru Sibou. Setelah Beru Sibou berdoa, tiba-tiba angin bertiup kencang disusul hujan lebat disertai kilat menyambar bumi. Pada saat itu, Beru Sibou tiba-tiba berubah menjadi pohon Aren. Tubuhnya menjelma menjadi Pohon Aren yang bisa menghasilkan buah kolang-kaling sebagai makanan. Air mata Beru Sibou berubah menjadi tuak atau nira yang dijadikan minuman oleh masyarakat. Sedangkan rambutnya digunakan oleh warga sebagai pohon palem untuk membuat atap rumah.
***
Roni berhenti baca bukunya.
"Cerita yang bagus asal dari Sumatra Utara," kata Roni.
Roni pun membaca lagi bukunya.
Isi lanjutan buku yang di baca Roni :
Apakah manfaat pohon aren?
Aren atau enau adalah tanaman serbaguna. Tingginya bisa mencapai 25 meter dan lebarnya bisa mencapai 65 cm. Air kran seikat bunga jantan yang disebut nira biasanya diolah menjadi gula aren atau gula merah, diolah menjadi minuman tuak atau terkadang nira juga diolah menjadi cuka meski kini sudah putus asa oleh cuka buatan pabrik. Biji buahnya dapat diolah menjadi kolang kaling sebagai campuran es atau kolak. Daunnya biasa digunakan sebagai atap rumah penduduk di pedesaan. Pucuk daun yang masih pucuk yang disebut daun kawung dapat digunakan sebagai daun rokok. Telapak pohon palem dapat dipelintir menjadi tali. Sedangkan dari tusuk sate bisa dibuat menjadi sapu tusuk sate.
Tuak yang diolah dengan air nira memiliki fungsi penting bagi kehidupan sosial masyarakat Batak. Selain sebagai minuman, tuak biasanya digunakan dalam upacara adat Batak, juga dapat digunakan untuk menyiram beberapa jenis tanaman, atau digunakan untuk sesajen kepada arwah orang yang sudah meninggal.
***
Roni selesai membaca bukunya.
"Memang banyak manfaatnya pohon aren," kata Roni.
Roni menutup bukunya dengan baik dan buku di taruh di meja.
No comments:
Post a Comment