CAMPUR ADUK

Thursday, January 3, 2019

STELLA

"Nama gue Stellanovia. Gue lahir di Amrik. Karena ortu pindah kerja Indonesia. Jadinya gue ikut keluarga di sini. Kenidupan gue di Amrik benar-benar jadi pengalaman yang paling seru yang pernah gue rasa. I could not lie to myself that USA was a place for my free life."

Stella menutup perkenalan singkatnya dengan pernyataan yang mengundang bisik-bisik kecil dari anak sekelas. Ya, dialah Stellanovia, cewek blasteran yang lama tinggal di Amrik dan sekarang berada di komunitas yang mungkin sebelumnya tidak pernah dia bayangkan. Stella memilih untuk tidak banyak berinteraksi dengan banyak orang di sekelilingnya. Setiap hari di sini dihabiskan berkutit dalam kesendiriannya, ditemani oleh sebuah Ipod-nano pink berstiker kupu-kupu ungu.

"I love misic", katanya tatkala banyak mata memandangnya karena tidak sengaja bersenandung di kerumunan orang banyak. Senyuman yang manis menggoda membuat banyak hati yang luluh. Apalagi dengan paras cantik yang terawat, khas cewek metropolitan yang mengundang decak kagum cowok-cowok.

"Kata gue kalo nggak punya modal banyak gak usah berani deh ngedeketin tuh cewek."
.....

Seorang cowok berperawakan tinggi tegap dibalut baju sekolah, dengan lintingan rokok menggantung di bibirnya, sedang asyik berbicara dengan teman-teman se-genknya.

"Jangan narsis loe. Mentang-mentang banyak cewek yang kesengsem sama loe, loe jadi belagu gitu"

"Udah gue bilang kan, bro. Gue bukan narsis, tapi sadar diri."

"Gue yakin loe bakal sadar diri kalo loe bisa ngobrol sama cewek itu."

Seorang diantara mereka menunjuk ke pojok sekolah.

Mata cowok itu mendarat tepat pada satu pandangan menarik. Seorang cewek berambut panjang tergerai tampak sedang sendiri, tanpa ada seorang pun yang mendekatinya. Lintingan rokok yang tadi tergantung pada bibir mereka kini jatuh ke tanah.

"Berani gak? Katanya loe bernyali gede? Mana buktinya?."

"Loe nantang gue, men."
.....

"Tapi itu cewek siapa Sih?."

Karena di tantang, ia menggulung bajunya sambil melangkah ke depan. Belum berapa langkah eh dia mundur kembali.

"Loe tanya aja sendiri."

"Tapi tuh cewek siapa sih?."

"Loe tanya aja sendiri. Sejak dia datang ke sekolah ini, teman-teman sekelasnya bilang, dia cuma komunikasi dengan mereka sekali pas berkenalan make inggris-inggris yang sok-sok an itu. Katanya sih pindahan Amrik kek, wonosobo kek. Tuh anak keliatan songok banget, udah dua tahun di sini, belum ada yang mau nempel sama dia."

"Kenapa gak ada yang mau sama dia ya? Apa karena suka makan hot dog kali ya? Jadinya suka gukk...gukk..."

Tawa riuh sekelompok anak itu mengumbar, mengundang tatapan dari pojok sana. Stella tak menyadari kalau dialah yang menjadi bahan pembicaraan anak-anak lelaki itu Kini, tampak olehnya seorang dari mereka dengan gaya selangit menuju ke tempat duduknya. Dari jauh, sapuan angin sedikit agak kencang menjadi efek kedatangan anak lelaki yang tersenyum-senyum sok imut. Orangnya tinggi, tegap berbadan atletis dan memancarkan aura kharismatik dari wajahnya bersinar bersih. Senyum mengarah ke Stella.
.....

"Hi....."

Si cowok menyodorkan tangannya Stella memandang cuek, kemudian melepas dua earphone dari telinganya.

"Excuse me."

Disambut dengan bahasa planet, si cowok terdiam sesaat. Takut salah kalau refleks menjawab. Ntar malah ketahuan bahasa Inggrisnya yang cukup tidak karuan. Padahal itu hanya sebuah "Excuse me."

"I'm find, thanks."

Si cowok membalikkan badan wajahnya merah merona, berjalan ke depan meninggalkan Stella yang duduk kebingungan menatap kepergiannya. Tawa riuh sekelompok anak laki-laki di seberang Stella kembali menarik perhatian Stella. Mereka menyambut temannya yang "bernyali besar."

"Kenapa, men? Baru digonggongin, ya?", ucap salah seorang dari mereka sambil menahan tawa.

Si cowok itu menundukkan kepala, menggaruk-garuk, menarik sebatang rokok dan menyulutnya.

"Gila, gue baru aja kelu banget. Habis dianya langsung berbahasa planet ke gue."

"Emang dia bilang apa."

"Excuse me."

"Terus loe jawab,"

"I'm find."

Mendadak tawa kelompok anak lelaki itu kembali membahana, menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka. Tawa terpingkal-pingkal mengalir deras dari mulut mereka masing-masing, menarik minat Stella untuk melirik lagi.

"Dasar loe. Uda gue bilang kan, ngedeketin cewek kayak dia itu mesti modal, kalau gak modal duit, ya modal otaklah."

"Yeeeee, sembarangan loe. Gue juga ngerti dia ngomong apa. Tapi kalo lagi nervous setiap orang juga bisa melakukan kesalahan."
.....

"Sekali lagi, kalo dia ngomong kayak gitu jawab aja make I love you."

Kali ini si cowok menyambut ikut tertawa. Mereka tidak menyadari kalau Stella sudah ada beberapa langkah dari mereka.

"Excuse me, are you guys laughing at me?."

Mereka sontak terdiam. Sundutan rokok menjadi atraksi berikutnya, tatkala mereka kaget karena ada yang menghampiri mereka.

"Hallo, apa kalian ngetawain gue?."

Sekarang mereka saling bertatapan. Bertatapan karena ketakutan bercampur takjub melihat paras seorang gadis cantik yang berdiri tegak di depan mereka. Hembusan angin mengibaskan rambut halus Stella.

"Come on, take it easy. Santai aja lagi."

Ucapnya sambil menyodorkan tangannya.

"Aku Stella."

Dengan bingung bercampur senang, bercampur bingung lagi, dan senang lagi, masing-masing menatap Stella dan saling berpandangan. Akhirnya pada saat bersamaan mereka memutuskan menyambut tangan Stella Serentak. Mereka tertawa menyadari tingkah refleks masing-masing Stella ikut-ikutan tertawa. Satu persatu mereka memperkenalkan diri sampai giliran cowok "bernyali."

"Heru..."

Heru kembali menunduk merasa sedikit canggung setelah kesalahan bahasa yang diperbuat sebelumnya. Stella menyunggingnya senyum lucu.

"Gue pindah ke sini, baru sekitar dua bulanan. Jadi semuanya masih serba baru buat gue."

"Kita juga tahu kok."

"Oh, really.....Ngomong-ngomong what were you guys talking about?"

"Loe."

"Kenapa dengan gue?."

"Penasaran aja sama kata-kata orang. Soalnya loe itu termasuk manusia unik di sini."

Stella menempati kursi kosong di samping Heru. Heru sedikit salah tidak, bergeser dan membenarkan tempat duduknya.

"Enggak semua yang loe dengar itu dengar. Mungkin mereka merasa  gue adalah manusia aneh, karena, karena gue sulit berkomunikasi dengan mereka. Honestly, gue masih belajar dan beradaptasi en sekarang gue mencoba praktik dengan kalian.

Sekelompok anak laki-laki bengong mendengar penjelasan Stella. Kemudian tersenyum karena mengerti kalau Stella menjadikan mereka sebagai teman dekat pertamanya di sekolah ini. Ternyata dipikir-pikir, Stella bukanlah sejenis anak yang introvert seperti yang mereka kira. Stella juga bukan cewek yang kuno, enggak gaul, kolot, apa lagi sulit berkomunikasi. Buktinya tangannya menyambut rokok yang disodorkan oleh anak cowok itu, lambang pertemanan yang sejati.

"Wah, keren juga loe mau ngerokok Stel."

"It's quite common for me. Tapi gue heran kenapa loe semua berani ngerokok di sekolah?. Di Amrik sono pun gue cuma bisa merokok di luar sekolah."
.....

"Kalian kelas berapa? So pasti senior-senior di sekolah ini."

"Hmmm, kelihatannya gitu ya? Nggak kok, kita juga baru di sini, alias masih kelas satu. Pas kemarin waktu adu nyali sama senior-senior kita bisa nunjukin kalau mereka nggak ada apa-apanya. Alhasil tampuk kekuasaan beralih ke kita."

"Well, kalo gitu kalian mesti hormat dong sama gue. Gue kan udah kelas dua en senior dari kalian."

Mereka saling bertatapan kembali, lalu tertawa. Stella memandang bingung dan kembali mengepulkan asap rokok.

"Kita sih nggak ada hormat-hormatan,  biarpun di sini ada juga anak yang mestinya senioran tapi tinggal kelas. Yang penting sama-sama senang. Kalau loe mau jadi anggota gerik kita sih ok-ok aja. Yang penting bisa nambah hepi."

"Sound good"

Stella tersenyum melihat lima orang lelaki adik kelasnya yang kini menjadi sobat pertamanya. Ia merasa bahwa dengan orang-orang inilah dia menemukan suasana yang berbeda yang membuatnya ini akan menjadi bagian petualangan yang panjang di tempat barunya. Ya petualangan yang seru mungkin, yang mengantarkan mereka berenam pada suatu kejutan.

"Hey, kalian semua, kemari!"

Stella, Heru, dan teman-temannya memasukkan puntung rokok ke dalam saku. Stella berpura-pura berjabat tangan sambil tersenyum-senyum kepada kelimanya.

"Nggak usah pura-pura. Kalian berenam ikut saya ke kantor sekarang juga!."

Mereka seolah-olah tidak mendengar ucapan yang terlontar. Hanya beberapa kalimat canda keluar dari bibir mereka sebagai respon kepada guru berbadan gendut yang berada lima langkah di depan.

"Pura-pura nggak denger lagi. Kamu yang cewek, ke sini kamu!"

Stella seakan terperanjak mendengar panggilan dari guru itu. Ia melangkah menuju datangnya suara, setelah sebelumnya menunjuk diri memastikan apakah dia yang di panggil atau bukan.

"Kenapa, Bu? Ibu memanggil saya?"

"Iya, dari tadi saya memanggil kamu sama teman-temanmu."

"Emangnya ada perlu apa, Bu?"

"Nggak usah berkilah, barusan kamu merokok, kan?."

"Wah, enggak, coba aja tanya sama teman-teman saya yang di situ....?

Stella tiba-tiba menghentikan kalimatnya. Kali ini dia benar-benar bengong. Tidak seorangpun ada di belakangnya. Heru dan teman-temannya sudah beranjak dari pojok tempat mereka berkumpul.

"Ta...ta...tadi mereka ada disitu kok, Bu."

"Mereka siapa? Saya tahu kamu bagian dari mereka, sekarang kamu ikut saya ke kantor dan jelasin semua ini di sana."

Stella berusaha mencari teman-teman barunya, sambil memohon orang-orang yang lewat di sana supaya mau bersaksi kalau dia tidak ikut-ikutan merokok. Akan tetapi, semua orang berlagak tak tahu apa-apa. Walaupun mereka berlagak tahu, pastilah Stella kena hukuman. Stella memutuskan untuk mengikuti ibu guru berbadan subur itu. Ia menghadap sebuah meja di kantor guru. Terlihat ekspresi cuek saat diintrograsi dengan banyak pertanyaan. Tentang semua hal, sampai- sampai pertanyaan personal yang menkaitkan Stella dengan kehidupannya di Amerika. Stella hanya ya dan tidak. Stella tidak pernah menanggapi semua pertanyaan yang diajukan dengan deplomatis. Dia merasa apa gunanya melawan, toh kalau ngaku dan ketahuan merokok pun dia pasti mendapat hukuman yang kecil, seperti diskors misalnya. Itu tentunya kecil bagi Stella yang pernah diskors beberapa kali di Amrik dulu. Sampai pertanyaan terakhir dari si penginterogasi.

"Besok kamu harus cek ke dokter dan buktikan kalau kamu bebas narkoda. Hasilnya serahkan ke saya lusa. Saya takut, jangan-jangan kamu memang sudah kegandrungan narkoda."

Stella hanya diam. Cek antinarkoba bukanlah hal yang ribet bagi dia. Toh selama ini dia hanya merokok dan tidak pernah menyentuh obat-obatan terlarang. Palling juga hanya kadar nekotin yang terdeteksi dari paru-parunya, dan tes urinya. Bukan hal yang sulit. Stella beranjak dari tempatnya.

"Eh iya, nama kamu siapa?."

"Saya Stella, Stellanovia."

Stella berada di ruang tunggu sebuah klinik di sebelah selatan Jakarta. Tangannya menggenggam sebuah tabung berisi air seni yang akan diberikan kepada dokter untuk diperiksa.
.....


Karya: Indra Refifal S.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK