CAMPUR ADUK

Thursday, January 3, 2019

KASIH SAYANG SEORANG IBU

Segala nasihat dari ibunya tidak satupun yang diindahkan. Sampai-sampai ibunya mengeluarkan kata-kata pantangan, yang mestinya bukan pada tempatnya diperuntukkan pada anaknya.

"Kamu memang anak durhaka! Anak yang tak mau membalas budi. Kalau selalu demikian tingkahmu, yah....saya rela kehilangan kau!". Namun si Cengkuk tidak menggubris kata-kata ibunya.

Dia selalu saja menuruti nafsu iblisnya. Berjudi, mencuri, menipu dan...pekerjaan hina lainnya. Mula-mula kebiasaan mencuri ini hanya terbatas milik ibunya saja. Tetapi setelah ibunya dibuat melarat dan tak ada harta yang pantas dicuri, Cengkuk mulai berani mencuri kepunyaan orang lain. Semua itu hanya buat foya-foya dan untuk berjudi.

Baru-baru ini secara diam-diam Cengkuk menjual tanah pekarangan ibunya yang tinggal sejengkal, kepada seorang rentenir kaya di desanya. Akibatnya ibu Cengkuk yang sudah tua ini terpaksa diusir oleh si rentenir, karena tanah yang sudah dibeli itu akan ditanami. Inilah awal mulanya sampai sang ibunya sampai hati mengeluarkan kutukan.

"Anak terkutuk! Hu....hu....hu....." ujar ibunya diantara isak tangis.

"Ha.....ha.....ha, kutukanmu mana terwujud! Kutukan manusia macam  kamu itu hanya bisa terjadi pada kecoak! Ha....ha...." ujar Cengkuk sambil pergi meninggalkan ibunya yang menangis tersedu-sedu.

Ibu Cengkuk terpaksa menumpang pada orang lain, karena sudah tak punya tempat tinggal lagi. Cengkuk sendiri sejak itu tak pernah muncul lagi. Entah kemana saja perginya. Yang jelas ia pergi membawa uang hasil penjualan tanah pekarangan ibunya, untuk mendatangi arena judi dimana saja berada.

Minggu-minggu pertama nasib Cengkuk memang mujur. Dia selalu menang dalam perjudian. Tetapi lambat laun kemenangan itu sirna, berganti kekalahan yang selalu diderita. Akhirnya uangnya habis sama sekali. Akan menjumpai ibunya lagi sudah tak mungkin, dia merasa malu. Jalan satu-satunya terpaksa menumpang pada pamannya yang berada di desa lain. Kini Cengkuk baru menyesali perbuatannya selama ini. Rasa berdosa selalu menghantui jiwanya.

Akhirnya Cengkuk jatuh sakit. Sakit yang tak kepalang tanggung parahnya. Berbagai obat telah dicoba, namun hasilnya nol. Cengkuk tetap saja berada diantara hidup dan mati.

Setelah dengan obat-obatan tak mempan, paman Cengkuk terpaksa mendatangkan dukun. Dan dukun yang didatangkan ini bukan sembarang dukun, melainkan dukun yang benar-benar ahli dalam segala penyakit luar dan dalam.

Namanya Kyai Sodikin. Seorang tua yang bijaksana dan sangat ahli dalam bidangnya. Cengkuk pun segera diperiksa. Cara memeriksa tidak seperti kalau seorang dokter memeriksa pasiennya. Kyai Sodikin mempunyai cara-cara tersendiri sebagai layaknya seorang dukun pada waktu itu.

Dimintanya kemenyan madu. Kemenyan itu dibakar. Setelah itu kelihatan Kyai Sodikin komat-kamit mulutnya mengucapkan mantera. Sejenak kemudian....

"Penyakit anak ini tak dapat sembuh kecuali ibunya sendiri yang menyembuhkan....!" ujar Kyai Sodikin pelan. Paman Cengkuk terkejut.

"Hah.....bagaimana Kyai? Kenapa harus ibunya yang bisa menyembuhkan?"

"Ya....sebab penyakit anak ini akibat kutukan ibunya. Maka hanya ibunya yang bisa menyembuhkan?" kata Kyai Sodikin lagi.

"Sekarang sebaiknya ibu anak ini diberi tahu dan diajak kemari....!"

"Oh ya! Baik Kyai. Tetapi bagaimana kalau tidak mau datang?"

"Hem....! Begini, jangan dikatakan tentang anak ini. Ajak saja ibunya kemari tanpa membicarakan anaknya yang sakit.....!"

Ibu Cengkuk sudah berada di rumah paman. Kyai Sodikin mendekati dan berkata....

"Kamu punya anak yang bernama Cengkuk?"

"Benar Kyai. Tetapi aku tak sudi mengaku lagi! Anak itu jahat, durhaka dan berani sama orang tua! cetus ibu Cengkuk masih diliputi rasa dendam.

"Hmmm......! Tetapi bagaimanapun dia anakmu. Dan kini sedang sakit parah tak mungkin sembuh tanpa ucapan pemberian maaf dari ibunya.....?

"Hah! Biarlah saja Kyai. Mati pun aku tak menyesal. Biar dia mati!"

"Jangan begitu, ah. Kasihanilah sedikit. Beri dia maaf...."

"Tidak! Bagaimanapun aku tidak akan memberi maaf. Biar dia mati tersiksa sampai mat!"

"O begitu? Yah.... daripada Cengkuk tersiksa antara hidup dan mati lebih baik saya sempurnakan saja! Biar tak memperpanjang penderitaan....."

Selesai berkata begitu, kyai Sodikin meninggalkan tempat duduknya bergegas menuju ke kamar Cengkuk sambil menghunus pedang yang selalu dibawanya. Paman Cengkuk terkejut, demikian pula ibu Cengkuk. Akan berbuat apakah Kyai Sodikin ini? Pikir mereka. Serta kedua orang itu menyusul ke dalam kamar Cengkuk, ingin tahu apa yang akan diperbuat Kyai Sodikin dengan pedang itu.

"Daripada menanggung siksa yang tak terhingga, padahal ibunya tak mau memberi maaf maka lebih baik anak ini saya bunuh saja!" ujar Kyai Sodikin sambil mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Ibu Cengkuk terkejut, dan.....tanpa disadari terlontar ucapannya...

"Kyai.....jangan! Jangan bunuh anakku.....!"

"Tidak! Anak ini harus saya bunuh! Ini lebih baik daripada harus menanggung siksa yang tak terhingga!" ucap Kyai Sodikin seakan tak peduli.

"Oh Kyai...jangan...jangan bunuh anakku....! Baiklah saya memaafkan dia, asal tidak dibunuh..." Pinta ibu Cengkkuk menimbulkan iba.

"Benar Kyai......kumaafkan segala kesalahannya......"

Aneh, setelah mendengar ucapan pemberian maaf dari ibunya itu, berangsur-angsur sakit Cengkuk sembuh dan akhirnya sembuh sama sekali.

Kini Cengkuk telah kembali keadaannya berkumpul menjadi satu dengan ibunya lagi. Perbuatan tercela dimasa lalu tidak diulangi lagi. Kini Cengkuk telah menjadi anak yang baik, penurut, soleh, dan penuh hormat kepada orang tuanya yang tinggal seorang itu.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK