CAMPUR ADUK

Thursday, January 3, 2019

DEWI LIMARAN

Dahulu kala di wilayah kerajaan Jenggala (sekarang Kota Kediri) terdapat sebuah desa yang bernama Wonosekaran. Desa tersebut terletak di tepi sungai dan dikelilingi oleh hutan yang lebat. Di desa itu hidup lima nenek-nenek yang sangat miskin dan susah, namun mereka semua rukun dan bergotong royong. Setiap harinya pekerjaannya mencari ikan dan mencari dedaunan di hutan kemudian dijual di pasar. Rumah mereka memecar di sebelah barat, timur, utara dan selatan serta satu lagi di tengah. Rumah yang berada di tengah ini dihuni oleh nenek yang bernama nenek Sambadil.

Suatu hari nenek Sambadil badannya agak sakit sehingga bangun kesiangan. Karena kesiangan, ia ditinggal oleh teman-temannya pergi ke pasar. Ia sangat sedih sekali. Lebih sedih lagi ketika seharian memancing, kailnya belum juga mendapat ikan. Akhirnya ia pulang dengan wajah suram dan kesal sebab tidak ada lauk untuk makan di hari itu. Dalam perjalanan, tiba-tiba nenek Sambadil melihat benda yang berkilauan merambat. Benda itu ternyata seekor keong yang hampir terinjak kakinya. Rumahnya sangat bersinah, berwarna kuning seperti emas! Nenek Sambadil sangat senang hatinya, sehingga menyebutnya keong emas. Keong itu kemudian dibawa pulang dan dipeliharanya dengan baik.

"Kamu tunggu di sini ya keong emas. Nenek mau cari dedaunan di hutan," gumam nenek Sambadil pergi mencari dedaunan di hutan.

Anehnya, di hutan nenek Sambadil mendapatkan daun yang banyak sekali dan ketika dijual di pasar ternyata laku semuanya sehingga keuntungannya benar. Dengan senang hati ia bergegas pulang karena belum menanak nasi dan membersihkan rumah. Namun betapa terkejutnya nenek Sambadil ketika membuka pintu, ternyata rumahnya telah bersih, lantainya telah disapu dan telah tersedia makanan di meja makan. Ia heran siapa yang berbuat demikian baik terhadapnya? Mencoba menanyakan pada teman-temannya namun mereka merasa tidak pernah membersihkan rumah dan menanak nasi untuk nenek Sambadil. Bahkan teman-temannya mengatakan bahwa nenek Sambadil sudah mulai pikun.

Keesokan harinya, seperti biasa nenek Sambadil mencari ikan dan dedaunan di hutan. Setelah di jualnya di pasar, ia pun segera pulang ke rumah. Namun ia terkejut lagi kali ini, karena rumahnya bersih kembali dan lebih bersih dan kemarin. Nenek Sambadil tak habis-habisnya berpikir. "Ah mungkin ini perbuatan Bidadari yang baik hati," pikirnya, namun ia tetap ingin mengetahui siapa bidadari itu.

Keesokkan harinya lagi, Nenek Sambadil pura-pura mengail ikan dan mencari dedaunan di hutan, namun sebenarnya ia bersembunyi di bawah pohon pisang di depan rumahnya. Ia ingin tahu siapa bidadari yang masuk rumahnya itu. Namun ketika ditunggu sampai siang hari seperti ketika ia pulang dari pasar belum juga kelihatan bidadari yang masuk rumahnya itu. Dan ketika ia masuk, ternyata telah tersedia di rumahnya makanan berikut lauknya Nenek Sambadil benar-benar merasa heran dengan kejadian ini.

Pada hari berikutnya Nenek Sambadil tidak pergi mencari ikan dan dedaunan di balik guci yang besar. Ia kini benar-benar ingin melihat siapa bidadari yang memasakkan dan membersihkan rumahnya itu. Setelah menunggu beberapa saat kini nenek Sambadil benar-benar terperanjat, karena melihat seorang putri cantik jelita keluar dari belanga tempat memelihara keong emasnya dan ketika putri itu menanak nasi, hup, segera ditangkap oleh nenek Sambadil.

"Oh, nenek yang baik hati tolonglah saya...." kata putri yang cantik tersebut. Sambil menangis menceritakan dirinya. "Nama saya sebenarnya adalah Dewi Limaran, permaisuri Raden Putra, yaitu seorang pangeran peri yang jahat, saya dijadikan seekor keong dan hanya bisa kembali menjadi seorang putri jika keong tadi ada yang memelihara dengan ikhlas.

Wah senang sekali hati nenek Sambadil mendapat teman seorang putri cantik dan baik hati. Karena senangnya, ia memberi nama Dewi Limaran, Putri Keong Emas.

Suatu hari terdapat serombongan orang yang sedang berburu. Rombongan tersebut dipimpin oleh seorang pangeran yang ternyata bernama Raden Putra. Paden Putra didampingi oleh pembantunya yang bernama Ki Jodeh dan Sonta. Perburuan mereka hari itu tak mendapatkan apa-apa sehingga sangat mengecewakan dan melelahkan. Sang pangeran segera mengutus salah satu pembatunya di desa terdekat untuk meminta minum dan ikut bermalam jika diperbolehkan.

Ki Jodoh pergi ke Desa Wonosekaran. Dilihatnya keadaan desa tersebut sangat sepi, semua rumah telah tertutup pintunya kecuali satu yang masih tampak lampunya berkelip-kelip dari kejauhan. Setelah didekati ternyata rumah  nenek Sambadil. Ki Jodel segera mengutarakan maksudnya dan ternyata disetujui oleh nenek Sambadil. Ki Jodel segera mengutarakan maksudnya dan ternyata disetujui oleh nenek Sambadil. Ki Jodel segera mohon pamit serta tak lupa membawa air kendi pemberian nenek Sambadil untuk minum Pangeran Putra.

Pada suatu hari Putri Keong Emas sedang menyajikan makanan, sang Pangeran merasa tertarik pada sang putri. Ia beranggapan, Putri Keong Emas mirip sekali dengan isterinya yang hilang.

Kemudian sang Pangeran segera menanyakan hal itu kepada Putri Keong Emas, "benarkan Ia Dewi Limaran permasuri Pangeran Putra dari Kerajaan Jenggala?" Maka dijawablah oleh Putri Keong Emas bahwa memang betul dia adalah Dewi Limaran dari Kerajaan Jenggala. Oooooo........h betapa terharunya  hati Pangeran Putra. Ia merasa bahagia sekali dengan pertemuan ini. Seketika itu pula Sang Pangeran ingin memboyong Putri Keong Emas bisa pulang ke Jenggala. Keberangkatan ke Kerajaan Jenggala, diiringi tetabuhan tersebut. Putri Keong Emas akan menjadi seekor keong lagi dan tidak akan bisa berjumpa dengan Sang Pangeran.

Pangeran segera mengutus Ki Jodoh dan Ki Sonta pulang ke Jenggala untuk mendatangkan rombongan penabuh musik Lokananta.

Selanjutnya, setelah rombongan penabuh musik Lokananta datang bersama Ki Jodeh dan Ki Sonta. Putri Dewi Limaran segera ditarik ke Jenggala bersama Sang Pangeran Putra. Tak lupa nenek Sambadil pun ikut diboyong ke kerajaan Jengala. 

Akhirnya Pangeran Putra tak merasa bersedih lagi karena telah didampingi permaisurnya Dewi Limaran atau Putri Keong Emas yang cantik dan Berbudi.


Karya: Bambang Waluyo

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK