FALA berbaring di atas tempat tidur besinya sambil menatap bekas bocoran pada eternit kamarnya yang sudah usah. Sepasang matanya yang sudah usang. Sepasang matanya tertuju pada bekas bocoran yang berbentuk seperti pulau berwarna kecoklatan dan dia makin menyadari betapa tidak terawatnya kamar dan rumahnya ini. sebelutnya bukannya Fala tidak ingin merawatnya, tapi tidak ada sisa dana yang bisa dipakai untuk merawatnya. Bisa makan dan membiayai rumah serta ibu dan saudaranya saja sudah bagus. Baginya yang penting masih bisa dijadikan tempat untuk berlindung saja sudah cukup tidak muluk-muluk, karena bisanya hidup ini harus napak bumi (realistis) apa yang dia dapat, itulah yang harus diterima dan disyukuri dan yang lebih penting dalam hidup ini adalah harus selalu berusaha.
Fala tidak pernah dan tidak mau mengeluh, sebab jika dia mengeluh maka seluruh hari-harinya akan dipenuhi dengan keluhan-keluhan karena terlalu banyak hal yang harus dikeluhkan dalam kehidupannya, dan jika dia mengeluh maka dia tidak bisa bekerja dan kuliah, hari-harinya akan habis dengan keluhan-keluhan yang dimilikinya. Oleh karenanya, dia menanamkan dalam dirinya: "STOP KELUHAN DAN JALAN KEHIDUPAN." Akhirnya Fala pun tertidur pulas hingga terbangun saat ibunya mengetuk pintu kamar membangunkan Fala untuk shalat subuh.
Sehabis shalat subuh Fana duduk di ruang tamu dengan segelas kopi susu dan menyantap pisang goreng kesukaannya. Ibu datang menghampirinya.
"La, hari ini apa rencana kamu?"
"Ya biasalah Bu. Kerja, terus kuliah. Karena sekarang Sabtu, kerjanya setengah hari, terus ke kampus, ada bimbingan skripsi jam duaan, terus pulang jam lima, terus nyame rumah jam enam. Emang kenapa Bu?"
"Enggak, ibu pengen jalan-jalan sama kamu Firman dan Fauziah. Kita makan di luar yuk." jawab ibu.
Fala berpaling menatap ibunya, lalu memberondongnya dengan pertanyaan.
"Ooppss dalam rangka apa Bu? Uangnya dari mana? Terus mau makan di mana?"
"Iya, Ini, ibu mau cerita. Sudah sebulan abangmu Firman kerja."
Fala melonjak gembira dan berkata "Haaa, kerja di mana Bu?" Ibu meneruskan pembicaraannya" Ada yang modalin dia buka bengkel servis motor dengan sistem bagi hasil, 60:40 permodalnya 60 dan Firman 40. Ternyata lumayan, La, ditambah lagi dia dapet komisi dari penjualan oli. Tadinya Firman yang mau ngomong sendiri, tapi tadi malem dia pulang kamu sudah tidur. Jadi, khawatir saat ia bangun, kamu sudah berangkat kerja, dia suruh ibu yang bicara duluan."
Mata Fala, tanpa sadar, basah. Ada butiran air mata di sana. Keharuan campur bahagia menjalari batinnya. Ibu bengong, lalu menepuk pundak Fala.
"Apa ibu salah, La? Kenapa kamu menangis?"
Fala menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
"Nggak Bu, nggak ada yang salah. Fala yang salah karena tidak ada perhatian terhadap perkembangan di rumah ini sampai-sampai Fala tidak tahu kalau Firman sudah bekerja. Fala terlalu sibuk mencari uang, Bu. Fala merasa berdosa sama Firman karena selama ini Fala menganggap pemalas, nggak mau susah dan kalau kerja selalu milih-milih. Fala sempat prihatin memikirkan Firman karena dia laki-laki yang nantinya kepala keluarga mau sampai kapan dia begitu, Fala takut Firman memiliki sifat seperti ayahnya yang pemalas pikiran Fala selama ini salah." Tangis Fala pecah. Ia mengguguk, tatkala sang ibu memeluk dan membelai rambutnya. Ia serasa kembali menjadi Fala kecil, menikmati pelukan sang ibu.
"Kamu nggak salah Nak. Kamu wajar berpikiraan seperti itu karena selama ini kehidupan kami, kamu yang menanggungnya. Tapi, karena kamu melakukannya dengan ikhlas, Allah membukakan jalan buat kita semua. Selama ini juga Firman selalu berusaha Kok, dia menjadi montir panggilan makanya bisa bertemu dengan si pemilik modal bengkelnya itu. Firman juga suka memberi ibu uang kalau dia mendapat kerjaan. Alhamdulillah bulan lalu dia banyak mendapat panggilan, dia titipkan uangnya pada ibu untuk digunakan membantu keperluan rumah. Kamu tahu La, uang bulanan yang dari kamu bulan lalu masih utuh tidak terpakai karena uang dari Firman cukup untuk kebutuhan kita, jadi uangnya ibu tabung." Fala jadi semakin kaget.
"Tapi..", lanjut ibu lagi, "Kalau kamu membutuhkan uang itu yang mau aku lakukan tapi dananya nggak kebagian terus," tambah Fala. Firman melanjutkan pembicaraan.
....
Aku pengen menggantikan peran Bapak yang seharusnya berbuat seperti itu, tapi mungkin pemikiranku terlalu dangkal hanya melihat luarnya saja. Kalau gitu sekarang kita konsentrasikan dana yang ada untuk perbaikan rumah ya. Biar aku yang usahakan dana itu ya La," Firman minta persetujuan Fala.
"Kita sama-sama lah Man" jawab Fala.
"Jangan," balas Firman.
"Kamu tetap seperti biasa aja kasih ibu uang bulanan, biar aku yang cari tambahan untuk rumah. Gimana?"
Ibu memandangi kedua anaknya dengan bangga, mereka berlomba-lomba untuk bertanggung jawab pada keluarga, tidak seperti bapaknya yang selalu menghindar dari tanggung jawab.
"Oke," jawab Fala, "Tapi pelan-pelan aja Man jangan langsung dibetulin semua. Bertahap aja karena kita harus punya tabungan juga kan."
"Iya, iya tenang aja deh," balas Firman. Fauziah yang dari tadi diam saja sekarang bersuara.
"Bang, Kak, aku udah selesai ujian dan gak diterima di Perguruan Tinggi Negeri, aku mau kerja aja. Tahun depan coba lagi."
Fala seperti disambar petir mendengar omongan adiknya. Dia merasa selama ini hanya sibuk mencari uang tanpa memberi perhatian pada Fauziah, dan yang lebih kagetnya lagi sekarang adiknya itu sudah menyelesaikan SMU akan menjadi mahasiswa. Subhanallah... Fala merasa terharu dan karena kurang memberi perhatian pada si bungsu ini.
Terdengar Firman bertanya. "Kamu mau kerja apa, yah?"
"Apa aja Bang yang penting halal," balas Fauziah, dan melanjutkan kalimatnya, "Kalau kita mau, banyak kok kerjaan. Bisa jadi SPG (sales promotion girl, Red.), pelayanan Mc Donald, kasir, atau apa aja yang penting dapet duit halal. Sapa tahu nanti aku bisa kuliah pake uang sendiri jadi nggak ngerepotin Abang dan Kakak. Aku udah cukup hidup enak selama ini. Dulu Kak Fala udah kerja jauh di bawah umurku sekarang, dan ternyata orang-orang yang berhasil itu yang dari muda udah kerja. Mereka jadi makin kuat mental dan fisiknya, jadi menghadapi dunia dan kehidupan bisa lebih kuat. Itu yang aku amati selama ini.
....
Karya: Defiansyah
Fala tidak pernah dan tidak mau mengeluh, sebab jika dia mengeluh maka seluruh hari-harinya akan dipenuhi dengan keluhan-keluhan karena terlalu banyak hal yang harus dikeluhkan dalam kehidupannya, dan jika dia mengeluh maka dia tidak bisa bekerja dan kuliah, hari-harinya akan habis dengan keluhan-keluhan yang dimilikinya. Oleh karenanya, dia menanamkan dalam dirinya: "STOP KELUHAN DAN JALAN KEHIDUPAN." Akhirnya Fala pun tertidur pulas hingga terbangun saat ibunya mengetuk pintu kamar membangunkan Fala untuk shalat subuh.
Sehabis shalat subuh Fana duduk di ruang tamu dengan segelas kopi susu dan menyantap pisang goreng kesukaannya. Ibu datang menghampirinya.
"La, hari ini apa rencana kamu?"
"Ya biasalah Bu. Kerja, terus kuliah. Karena sekarang Sabtu, kerjanya setengah hari, terus ke kampus, ada bimbingan skripsi jam duaan, terus pulang jam lima, terus nyame rumah jam enam. Emang kenapa Bu?"
"Enggak, ibu pengen jalan-jalan sama kamu Firman dan Fauziah. Kita makan di luar yuk." jawab ibu.
Fala berpaling menatap ibunya, lalu memberondongnya dengan pertanyaan.
"Ooppss dalam rangka apa Bu? Uangnya dari mana? Terus mau makan di mana?"
"Iya, Ini, ibu mau cerita. Sudah sebulan abangmu Firman kerja."
Fala melonjak gembira dan berkata "Haaa, kerja di mana Bu?" Ibu meneruskan pembicaraannya" Ada yang modalin dia buka bengkel servis motor dengan sistem bagi hasil, 60:40 permodalnya 60 dan Firman 40. Ternyata lumayan, La, ditambah lagi dia dapet komisi dari penjualan oli. Tadinya Firman yang mau ngomong sendiri, tapi tadi malem dia pulang kamu sudah tidur. Jadi, khawatir saat ia bangun, kamu sudah berangkat kerja, dia suruh ibu yang bicara duluan."
Mata Fala, tanpa sadar, basah. Ada butiran air mata di sana. Keharuan campur bahagia menjalari batinnya. Ibu bengong, lalu menepuk pundak Fala.
"Apa ibu salah, La? Kenapa kamu menangis?"
Fala menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
"Nggak Bu, nggak ada yang salah. Fala yang salah karena tidak ada perhatian terhadap perkembangan di rumah ini sampai-sampai Fala tidak tahu kalau Firman sudah bekerja. Fala terlalu sibuk mencari uang, Bu. Fala merasa berdosa sama Firman karena selama ini Fala menganggap pemalas, nggak mau susah dan kalau kerja selalu milih-milih. Fala sempat prihatin memikirkan Firman karena dia laki-laki yang nantinya kepala keluarga mau sampai kapan dia begitu, Fala takut Firman memiliki sifat seperti ayahnya yang pemalas pikiran Fala selama ini salah." Tangis Fala pecah. Ia mengguguk, tatkala sang ibu memeluk dan membelai rambutnya. Ia serasa kembali menjadi Fala kecil, menikmati pelukan sang ibu.
"Kamu nggak salah Nak. Kamu wajar berpikiraan seperti itu karena selama ini kehidupan kami, kamu yang menanggungnya. Tapi, karena kamu melakukannya dengan ikhlas, Allah membukakan jalan buat kita semua. Selama ini juga Firman selalu berusaha Kok, dia menjadi montir panggilan makanya bisa bertemu dengan si pemilik modal bengkelnya itu. Firman juga suka memberi ibu uang kalau dia mendapat kerjaan. Alhamdulillah bulan lalu dia banyak mendapat panggilan, dia titipkan uangnya pada ibu untuk digunakan membantu keperluan rumah. Kamu tahu La, uang bulanan yang dari kamu bulan lalu masih utuh tidak terpakai karena uang dari Firman cukup untuk kebutuhan kita, jadi uangnya ibu tabung." Fala jadi semakin kaget.
"Tapi..", lanjut ibu lagi, "Kalau kamu membutuhkan uang itu yang mau aku lakukan tapi dananya nggak kebagian terus," tambah Fala. Firman melanjutkan pembicaraan.
....
Aku pengen menggantikan peran Bapak yang seharusnya berbuat seperti itu, tapi mungkin pemikiranku terlalu dangkal hanya melihat luarnya saja. Kalau gitu sekarang kita konsentrasikan dana yang ada untuk perbaikan rumah ya. Biar aku yang usahakan dana itu ya La," Firman minta persetujuan Fala.
"Kita sama-sama lah Man" jawab Fala.
"Jangan," balas Firman.
"Kamu tetap seperti biasa aja kasih ibu uang bulanan, biar aku yang cari tambahan untuk rumah. Gimana?"
Ibu memandangi kedua anaknya dengan bangga, mereka berlomba-lomba untuk bertanggung jawab pada keluarga, tidak seperti bapaknya yang selalu menghindar dari tanggung jawab.
"Oke," jawab Fala, "Tapi pelan-pelan aja Man jangan langsung dibetulin semua. Bertahap aja karena kita harus punya tabungan juga kan."
"Iya, iya tenang aja deh," balas Firman. Fauziah yang dari tadi diam saja sekarang bersuara.
"Bang, Kak, aku udah selesai ujian dan gak diterima di Perguruan Tinggi Negeri, aku mau kerja aja. Tahun depan coba lagi."
Fala seperti disambar petir mendengar omongan adiknya. Dia merasa selama ini hanya sibuk mencari uang tanpa memberi perhatian pada Fauziah, dan yang lebih kagetnya lagi sekarang adiknya itu sudah menyelesaikan SMU akan menjadi mahasiswa. Subhanallah... Fala merasa terharu dan karena kurang memberi perhatian pada si bungsu ini.
Terdengar Firman bertanya. "Kamu mau kerja apa, yah?"
"Apa aja Bang yang penting halal," balas Fauziah, dan melanjutkan kalimatnya, "Kalau kita mau, banyak kok kerjaan. Bisa jadi SPG (sales promotion girl, Red.), pelayanan Mc Donald, kasir, atau apa aja yang penting dapet duit halal. Sapa tahu nanti aku bisa kuliah pake uang sendiri jadi nggak ngerepotin Abang dan Kakak. Aku udah cukup hidup enak selama ini. Dulu Kak Fala udah kerja jauh di bawah umurku sekarang, dan ternyata orang-orang yang berhasil itu yang dari muda udah kerja. Mereka jadi makin kuat mental dan fisiknya, jadi menghadapi dunia dan kehidupan bisa lebih kuat. Itu yang aku amati selama ini.
....
Karya: Defiansyah
No comments:
Post a Comment