CAMPUR ADUK

Tuesday, December 31, 2019

MERAYAKAN

Hujan turun dengan sangat deras sekali, di malam tahun baru. Indro dengan sabar menunggu hujan berhenti, sambil minum kopi panas. Dono yang seperti biasa sibuk mengetik di leptopnya. Kasino sedang asik main game di Hpnya.

Indro menaruh gelas kopinya di meja.

"Don, hujannya makin deras ni. Gak kaya gak jadi merayakan tahun baru di luar rumah," kata Indro.

Dono berhenti mengetik di leptopnya "Raya in tahun barunya di dalam rumah aja."

"Lebih baik di dalam rumah aja," saut Kasino sambil main game di Hpnya.

"Ya, sudahlah raya in di dalam rumah. Aku masak makan dulu," kata Indro.

"Iya," saut Dono yang sibuk mengetik di leptopnya.

Indro langsung ke dapur, mulai memasak ayam bakar. Dono selesai juga mengetik di leptopnya dan mencium bau yang enak dari ayam bakar yang sedang di masak Indro. Kasino pun mencium bau enak dari ayam bakar, ya segera menghentikan main gamenya di Hpnya.

"Makan," kata Kasino.

Dono segera ke dapur untuk membantu Indro memasak ayam bakar, Kasino juga ikutan bantu Indro masak ayam bakar. Sambil masak ayam bakar, Dono....ya mencicipi ayam bakar yang di sudah matang.

"Enak".

Indro dan Kasino pun juga memakan ayam bakar yang sudah matang.

"Enak," kata Indro dan Kasino bersamaan.

"Kaya memang kurang seru, merayakan tahun baru cuma di rumah," kata Dono.

"Ya mau apa lagi. Hari hujan. Deres lagi," kata Kasino.

"Padahal aku belanja banyak hari ini, untuk merayakan tahun baru di halaman belakang. Sekalian ada kembang apinya. Agar suasana meriah gitu," kata Indro.

"Kalau begitu, kita tunggu aja sampai hujan berhenti, untuk merayakan di halaman belakang," kata Dono.

"Padahal aku punya rencana di malam tahun baru ini kencan dengan Selfi. Tapi karena hujan. Jadi gak jadi," kata Kasino.

"Kenapa gak undang Selfi merayakan tahun baru di sini. Agar lebih meriah kalau ada ceweknya," saran Indro.

"Iya, bener saran kamu Indro, kalau begitu aku jemput Selfi," kata Kasino.

"Tunggu dulu, Kasino. Jangan jemput sekarang. Karena masih hujan," kata Dono.

"Oh, iya," kata Kasino.

Dono terus menikmati ayam bakar yang enak, begitu dengan Kasino dan Indro. Di sabarin, akhirnya hujan pun berhenti. Kasino pun menjemput Selfi di rumahnya. Dono pun terpikir juga ingin menjemput Rara, ya di jalankan.

Indro di rumah sendirian masak ayam bakar dengan penuh ketenangan. Kasino sampai di rumah Selfi, segera langsung ke rumah untuk merayakan tahun baru. Dono pun sampai di rumah Rara, ya langsung di bawa ke rumahnya. Baru setelah itu Dono menjemput Saskia karena Indro meminta ke Dono untuk jemput Saskia.

Selfi dan Rara membantu Indro masak ayam bakar, sekalian mencici ayam bakar yang sudah masak.

"Enak," kata Selfi.

"Enak," kata Rara.

"Enakkan....ayam bakar buatan Indro....gitu," kata Indro dengan bangganya.

Dono sampai di rumah Saskia.

"Saskia, ada acara di rumah," kata Dono.

"Acara apaan?" tanya Saskia.

"Biasa....acara tahun baru. Ayo ikut," kata Dono.

"Ok. Aku ikut," kata Saskia.

Saskia pun naik motornya Dono, segera di bawa motor dengan baik oleh Dono ke rumah. Sampai di rumah. Saskia bantuin masak ayam bakar, ya sambil mencici ayam bakar yang sudah matang.

"Enak," kata Saskia.

"Siapa dulu yang masak gitu loh...Indro," kata Indro.

"Iya deh Abang Indro. Pandai memasak," pujian Saskia.

Dono asik ngobrol dengan Rara. Kasino pun asik ngobrol dengan Selfi. Ya Indro asik juga dengan Saskia. Sampai waktunya berganti di malam tahun baru. Mulai Dono, Kasino dan Indro mengambil kembang api. Ya Rara, Selfi dan Saskia ikutan juga mengambil kembang api. Di hidupkan kembang api di halaman belakang, walau keadaan sih basah sana sini karena habis hujan.

"Selamat Tahun baru," kata semuanya.

Kembang api pun di mainkan dengan penuh keceriaan di malam tahun baru. Setelah itu, semuanya kembali ke dalam rumah dan melanjutkan makan ayam bakar sambil ngobrol asik dengan pasangan masing-masing.

Friday, December 27, 2019

DI PINGGIR SUNGAI

Toing duduk di pinggir sungai sambil kakinya masuk ke dalam air sungai yang jernih. Tejo yang baru selesai urusannya sama Bejo, ya urusan kerjaan gitu....jadi lewat jalan pinggir sungai menuju rumahnya.

Tejo yang melihat Toing yang duduk sendirian di pinggir sungai segera menghampiri.

"Hey, teman sedang apa?" tanya Tejo sambil duduk di samping Toing.

"Tejo, biasa nyantai gitu."

"Toing, kalau nyantai di rumah. Jangan di pinggir sungai nanti kesambet.... setan."

"Siang bolong begini mana ada setan. Yang aneh-aneh aja Tejo ini."

"Iya deh, aku cuma becanda....Toing."

Tejo teringat sesuatu yang di berikan Ustat Feri, sebuah gulungan kertas. Maka gulungan kertas tersebut di berikan ke Toing.

"Apa ini?" tanya Toing.

"Kalender yang baru," jawab Tejo.

Di buka gulungan kertas sama Toing.

"Kalender baru. Tahun berganti. Tapi hidupku cuma gini-gini aja gak ada perubahan."

"Sebenarnya Toing emangnya apa yang tidak berubah dalam hidup kamu?"

"Biasa sih. Pekerjaan sih, gajinya juga gak berubah gitu. Detik ini, menit ini sampai jam gitu. Tetap aku jomlo. Tejo..."

"Kalau urusan gaji di tempat pekerjaan kamu, Toing...itu sih karena memang aturan perusahaannya mengatur gajinya segitu. Sedang kamu jomlo, Toing itu karena kamu banyak milih. Padahal ada yang mau sama kamu, si Gita....ya cantik si anaknya. Tetap saja kamu tolak, Toing."

"Kalau urusan Gita sih bukan aku tidak mau. Tapi Bapak dan Ibu, gak setuju. Yang di setujui orang tua itu Lestiana. Bapak dan Ibu ngebet banget aku jadian sama Lestiana. Alasannya karena Bapak dan Ibu teman baik dengan Bapak dan Ibunya Lestiana."

"Kalau begitu sih. Setujui aja urusan kamu dengan Lestiana. Itu saran aku yang paling baik, Toing."

"Bisa aja....sih. Tapi, tetap ganjel sih di hati. Ya rasa gak suka itu....yang ribet. Maka itu tetap diam aja. Alias jomlo, walau waktu pun menjelang berganti tahun."

"Toing....Toing...Toing. Itu sih. Tetap memilih. Padahal lebih baik kamu mengabaikan perasaan kamu tidak suka sama Lestiana. Kamu yakin aja suka sama Lestiana, jadikan urusan kamu selesai. Maka waktu berubah, detik ini, menit ini sampai jam ini pun kamu pasti kamu tidak jomlo lagi."

"Kalau aku pikir baik-baik sih. Ya sudahlah. Lestiana jadi pasangan aku. Terima kasih atas sarannya. Tejo."

"Ya udah. Ayo pulang."

"Iya."

Toing dan Tejo pun beranjak dari duduknya di pinggir sungai dan berjalan menuju rumah.

"Oh iya, terima kasih Tejo atas kalender barunya."

"Iya."

"Oh iya Tejo. Tahun baru kamu ngadain acara apa?"

"Aku sih tidak mengadakan acara sih tahun baru. Cuma bantuin di mesjid aja sih. Jagain anak-anak ngaji di hari pergatian tahun gitu. Pastinya ada makan minumnya sih."

"Sama aja ya tidak berubah dari tahun ke tahun. Setiap pergantian tahun diadakan pengajian. Tujuannya sih supaya anak-anak mesjid tidak berkeliaran yang gak jelas untuk merayakan pergantian tahun."

"Ya kenyataannya begitu."

Tepat di depan pengkolan. Toing dan Tejo pun menghentikan omongan mereka berdua karena jalan ke rumah mereka berbeda.  Dengan santai Toing berjalan sendirian menuju rumahnya, ya begitu juga Tejo dengan santai berjalan menuju rumahnya.


Monday, December 23, 2019

WAKTU DI PUTAR KEMBALI

Dono duduk santai di bawah pohon rindang, di mana hari siang hari dan juga memang panas banget karena masih musim kemarau. Dono terus mengenang sesuatu dengan  kesendiriannya.

"Aku sekarang bersama Rara, gadis yang di jodohkan Ibu ku. Hidup memang bahagia bersama dia, Tapi jalan cerita cinta awalnya memang menyakitkan karena kehilangan orang di cintai dan sekarang aku bahagia," celotehan Dono.

***
4 tahun yang lalu.

Dono lulus dari SMA dan melanjutkan kuliah di Jakarta. Dono asalnya Jawa Timur beradaptasi dengan baik dengan anak-anak kuliah lainnya, pada akhirnya Dono mendapatkan teman baik Kasino dan Indro dan juga satu kosan juga.
Suatu ketika Dono menyukai gadis cantik bernama Wulan, gadis Jakarta gitu...pada pandangan pertama, kalau parasnya lebih mendekati Siti Badriah. Dono awalnya biasa aja berteman baik dengan Wulan layaknya teman kuliah walau sebenarnya ada rasa dengan Wulan.

Setiap hari Dono menjalankan aktivitas seperti biasa kuliah dan bergaul dengan Kasino dan Indro. Sampai suatu cerita  yang berkesan oleh Dono, dirinya di undang ke ulang tahunnya Wulan. Ya Dono dateng lah ke acara ulang tahun Wulan yang diadakan di rumahnya, bersama Kasino dan Indro.

Acaranya memang meriah banget. Semua orang terkagum dengan kecantikan Wulan, karena gaun malam yang di pakainya. Saat Wulan asik ngobrol asik dengan Selvi dan Dina, teman akrab Wulan. Dono tetap memperhatikan Wulan dari kejauhan, terkadang Indro dan Kasino tahu kalau Dono ada rasa dengan Wulan.

Sebagai teman yang baik, Kasino dan Indro membantu untuk mendapatkan Wulan mempung masih Jomlo. Setelah acara ulang tahunnya Wulan. Dono mulai rencana untuk mendekati Wulan. Saat itu di tempat kuliah di dalam ruangan. Tidak ada seorang pun di dalam ruang kuliah kecuali Wulan. Dono yang baru dateng melihat keadaan sekitarnya.
"Aman," kata Dono.

Dono pun mendekati Wulan, ya seperti biasanya teman gitu. Wulan tidak sadar pendekatan dari Dono karena menganggap biasa aja, teman. Dono pun mulai menyatakan ungkapan perasaannya sama Wulan. Ya awalnya canggung gitu, tapi beraniin bener-bener menyatakan cinta ke Wulan.

"Wulan mau jadi kekasih aku," kata Dono dengan penuh ketulusan.

Wulan memang terkejut dengan omongan Dono, ia berpikir dan dalam hati berkata "Aku jomblo sih, Dono meminta aku jadi ke kasihnya. Terima gak ya".

Dono pun berkata lagi ke Wulan karena belum mendapatkan jawaban dari Wulan "Wulan, aku bener suka sama kamu dari pertama kali bertemu".

Wulan masih diam dan dalam hatinya berkata "Dari awal bertemu, jadi Dono sudah suka dengan ku".

Dono pun belum mendapatkan jawaban dari Wulan mau menerima cinta atau gak. Jadi Dono ingin mengucapkan kata 'I love you' ke Wulan, tapi gak jadi karena teman-temannya masuk ruangan kuliah. Dono diam dan Wulan pun diam juga. Pendidikan di bangku kuliah di mulai, karena memang Dosennya juga sudah dateng untuk memberikan ilmu kepada mahasiswa dan mahasiswinya.

***
Sampai usai pendidikan di perkuliahan. Dono ngobrol sama Kasino dan Indro di kantin seperti biasanya berkenaan hoby ini dan itu saja. Kadang Indro ingin tahu tentang perkembangan cintanya Dono ke Wulan. Seperti biasa Dono menceritakan apa adanya pada Indro dan Kasino. Tetap seperti biasa Indro dan Kasino mendukung hubungan Dono dengan Wulan.

Karena tidak kuliah lagi. Dono, Kasino dan Indro memutuskan main ke sana ke sini menikmati masa muda mereka. Sampai pertemuan pun terjadi Dono, Kasino dan Indro dengan Wulan bersama teman-temannya, pastinya ceweklah dan pertemuan itu ya memang di kafe. Dono pun sering melirik Wulan yang sedang ngobrol dengan teman-temannya.

Wulan sedikit malu di pandangin Dono. Saat Wulan mau ke toilet. Dono pun pura-pura ke toilet. Sebenarnya memang gak etis sih ingin mendapatkan hati gadis di toilet, tapi Dono hanya punya moment tepat saat itu juga.
Jadi Dono berpapasan dengan Wulan. Eee ternyata, Wulan pura-pura ke toilet. Karena ritme sudah sama antara Dono dan Wulan, keduanya bicara singkat banget. Dengan hasil Wulan minta di jemput besok di rumah untuk membicarakan kelanjutan dari cerita cinta.

Dono menyepakati perjanjian dengan Wulan. Dono pun kembali ngobrol sama Kasino dan Indro. Wulan pun kembali ngobrol dengan teman-temannya. Sampai waktu memang malam gitu. Dono, Kasino dan Indro memutuskan kembali ke kosan. Sedang Wulan dan teman-temannya sudah meninggalkan kafe duluan.

***
Esok harinya. Dono bener menjemut Wulan di rumahnya, lalu keduanya sepakat untuk jalan bareng ke suatu taman. Di taman lah Dono menyatakan perasaannya ke Wulan, ya akhirnya di terima. Jalan cerita cinta terus berlanjut dengan baik banget sampai di jalankan 4  tahun sampai selesai kuliah.
Tapi kenyataan memang kenyataan. Wulan mengidap penyakit mematikan pada dirinya dan akhir cerita kehidupannya, Wulan meninggal dunia. Dono bersedih hati kepergian Wulan. Kasino dan Indro selalu menemani Dono agar bisa menghilangkan rasa kehilangan tersebut.

***
Kini Dono masih mengenang cintanya bersama Wulan saat ia duduk sendiri di bawah pohon yang rindang di harinya yang panas. Dono meninggalkan tempat tersebut untuk menemui seseorang yang ia cintainya penggantinya Wulan, karena di jodohkan oleh Ibunya. Dono menerima gadis yang di jodohkan kepadanya. Rara, gadis cantik dari Palembang yang membuat Dono jauh mengerti lagi arti cinta sebenarnya.

"Cinta terkadang datang membuat diri ini bahagia. Ketika cinta itu pergi, hati ini bersedih. Waktu mengobati rasa sakit itu. Cinta datang lagi dan akhirnya aku bahagia lagi," kata Dono.

Dono pun bertemu dengan Rara. Keduanya berjalan di taman dengan penuh kebahagiaan.

Sunday, December 22, 2019

MENGHORMATI

Dono asik mengetik di leptopnya di ruang tamu. Indro lagi santai nonton Tv, ya beritanya sih menyambut hari natal gitu. Dono pun selesai mengetiknya dan langsung menyimpannya dengan baik, baru deh leptop di matikan. Dono pun membawa leptopnya di taruh di kamarnya, tepatnya sih di meja belajar.

Dono pun duduk bersama Indro, untuk menonton Tv.

"Don, apa tanggapan kamu dengan hari natal. Ya berkaitan dengan berita sih," kata Indro.

"Menghormati agama lain yang sedang merayakannya. Maka kita yang punya agama, satu saat merayakannya...maka akan di hormati. Tapi ingat, jangan ikut-ikutan untuk merayakan agama orang lain. Jadinya nanti pemahamannya jadi campur aduk. Cukup satu agama yang di jalankan dan kita yakinkan. Itu perintah dari aturan agama, penting itu," kata Dono.

"Berarti menghormati agama lain yang sedang merayakannya," tegas Indro.

"Udah lah jangan bahas lagi, aku ada urusan yang lain. Mau main ke rumah Rara," kata Dono.

"Tapi, Don bentar lagi menjelang magrib," kata Indro.

"Ya, aku kan bisa mampir ke mesjid dulu sholat magrib, baru deh ke tempat Rara, main gitu," kata Dono.

"Oh... gitu," kata Indro.

"Assalamualikum," kata Dono mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab salam Indro.

Dono pun keluar rumah menuju rumah Rara. Ya Indro jojong nonton Tv. Baru seratus langkah Dono, azan magrib di kumandangkan. Dono pum melangkahkan kakinya menuju mesjid untuk melaksanakan sholat magrib bersama para warga sekitar yang menjalankan kewajiban muslim yang baik, sholat.

PERTARUNGAN

Pagi yang cerah banget. Seiya dateng bersama Mira, Lila dan Teo ke istana. Ternyata Raja Artur jadi bayi. Mira, Lila dan Teo memang terkejut dengan keadaan raja Artur yang jadi bayi. Sedangkan Seiya tidak terkejut sama sekali, biasa aja dengan keadaan raja Artur jadi bayi. Penasehat kerajaan, Lukas menceritakan kenapa jadi bayi? Karena raja Artur bertarung dengan raja Iblis dan akhirnya kalah dan dikutuk jadi bayi.

Lusy, putrinya raja Artur terus menjaga ayahnya dengan baik karena kembali jadi bayi lagi. Setelah mendengarkan cerita dari Lukas, penasehat kerajaan tentang raja Atur yang bertarung dengan raja Iblis, ya kalah gitu. Saiya berpikir ada keganjilan dari pertarungan raja Artur dengan raja Iblis.

Maka itu Seiya dan kawan-kawan meninggalkan istana dan tinggal di penginapan yang terkenal di kota. Esok harinya. Mira di undang raja Artur ke istananya. Sampai di istana. Di sebuah ruangan tempat pemujaan Dewi. Raja Artur kembali menjadi dirinya yang tua. Mira memang terkejut sih, raja yang sudah kembali menjadi dewasa....apalagi tua gitu. 

Raja Artur bercerita tentang pertarungan dengan raja Iblis dan akhirnya kalah karena kebenaran yang terjadi bahwa raja Iblis menunjukkan sifat asli dari diri raja Artur itu sendiri, maka itu ia berubah jadi bayi.

Raja Artur yang memuja Dewi selama hidupnya untuk mengalahkan raja Iblis, malah sekarang memuja raja Iblis karena keagungan dari raja Iblis. Raja Artur pun mendapatkan pedang yang bisa membunuh Dewi.

Mira, ketahuan oleh raja Artur kalau dirinya seorang Dewi. Dengan pedang di tangan raja Artur, langsung menyerang Mira. Ya Mira berhasil menghindari serangan raja Artur. Tapi karena di serang terus jadinya.....Mira terpojok juga dengan serangan raja Artur.

Pedang raja Artur sudah berada di lehernya Mira hanya satu jari. Seiya yang tahu keberadaan Mira bahaya karena di undang raja Artur di istana. Segera Seiya bergerak cepat dan menghantam pedang raja Artur.

Ya raja Artur mundur beberapa langkah sambil berkata "Pelayan setia Dewi telah datang, untuk melindungi Dewinya".

"Aku akan mengalahkan kamu," kata Seiya yang optimis.

Seiya mengeluarkan pedangnya satu lagi, jadi teknik pedang ganda.

"Apa dengan dua pedang bisa mengalahkan aku," kata raja Artur.

"Bisa," kata Seiya.

"Kalau begitu aku akan menggunakan kekuatan penuh," kata raja Artur.

Raja artur mengeluarkan pil yang di berikan raja Iblis dan segera menelan pil tersebut. Seketika raja Artur jadi muda lagi. Mulai raja Artur menyerang Seiya dengan pedang pembunuh Dewi. Seiya dapat mengimbangi serangan raja Artur.

"Hebat kamu, Seiya dapat mengimbangi aku," pujian raja Artur.

"Ini berkat latihan yang keras," kata Seiya.

Raja Artur pun menyerang lagi dengan pedangnya yang kuat dan Seiya mengimbanginya. Ya ternyata kalah Seiya, salah satu pedangnya terpental. Datenglah...Lila, Teo dan Lusy yang melihat pertarungan Seiya dengan raja Artur.

"Teo berikan pedang mu!" kata Seiya.

"Iya," kata Teo.

Teo pun melemparkan pedangnya ke Seiya. Ya di tangkap dengan baik pedang yang di lemparkan Teo. 

"Kita lanjutin pertarungan kita," kata Seiya.

Seiya mulai mengerahkan seluruh kemampuannya menyerang raja Artur dengan teknik pedang gandanya. Tapi ternyata Seiya terkena tebasan di dadanya oleh raja Artur.

"Anak muda kamu tidak bisa mengalahkan aku," kata raja Artur yang sombong.

Tahu-tahu, raja Artur terluka akibat tebasan pedang Seiya dan akhirnya tumbang jatuhnya ke lantai.

"Aku kalah," kata raja Artur.

Lila segera menolong Seiya yang terluka dengan teknik sihir penyembuhan. Lusy tidak mengganggap ayahnya telah menjadi pengikut raja Iblis. Seiya memberi nasehat yang baik pada Lusy dan akhir menerima ayahnya lagi, walau sudah berbuat salah....jadi pengikutnya raja Iblis dan mau membunuh Dewi, ya Mira itu.

Raja artur kembali menjadi tua lagi dan energi kegelapan yang merasukinnya menghilang dan akhirnya meninggal di pangkuan Lusy. Setelah pertarungan yang hebat. Seiya dan kawan-kawan kembali ke penginapan untuk istirahat. Esok harinya.

Seiya memutuskan tidak melanjutkan latihannya, ya jadinya sih bersenang-senang selama tiga hari. Mira, Lila dan Teo senang dengan keputusan Seiya yang tidak melanjutkan latihannya, tetapi bersenang-senang. Hari ini jugalah Seiya dan kawan-kawan bersenang-senang sepanjang hari selama tiga hari.

Saturday, December 21, 2019

DOSA....DOSA.....DOSA

Heru berjalan ke sana ke sini dengan pikiran penuh dengan pertanyaan. Terjadi perkelahiaan remaja, gara merebutkan seorang gadis yang sama-sama keduanya cintai. Warga sekitar mencoba melerai semua perkelahian dua remaja tersebut.

Heru bertanya ke salah satu warga untuk kejelasan dari pertengkaran dua remaja. Warga yang di tanya pun menjelaskan semuanya, sampai Heru memahami semuanya. Lalu Heru pergi dari situ sambil berpikir.

"Pertarungan konyol demi merebutkan satu gadis. Cinta adalah kebusukan dari pikiran dua remaja yang tidak tahu malu," celoteh Heru.

Heru terus berjalan ke sini sesuai keinginan dirinya yang masih memikirkan banyak pertanyaan. Terjadi kecelakaan mobil mewah menabrak truk. Semua warga mencoba menolong orang menabrakkan mobilnya ke mobil truk.

Heru pun bertanya pada salah satu warga yang mencoba menolong orang yang mengalami kecelakaan. Warga tersebut menjelaskan semua kejadian sampai Heru memahaminya. Lalu Heru pum pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Hidup ini singkat di buat singkat lagi oleh orang yang menabrakkan mobilnya ke mobil truk, karena orang tersebut mengendarai mobilnya dalam keadaan mabuk," celoteh Heru.

Heru pun berjalan terus dengan keinginan dirinya karena masih penuh dengan pikiran yang tanda tanya. Segerombolan orang bersorak-sorai, kata demo gitu. Orang-orang meneriakkan niat mereka semua untuk menyatakan perubahan sistem yang di buat pemerintah agar lebih pro rakyat lagi.

Heru pun terus menyaksikan demo besar-besaran masyarakat kepentingan tersebut.

"Bener aja jalan pemerintahan masih demo ini dan itu. Apalagi jalannya sistem pemerintahannya salah. Tetap saja manusia selalu menuntut ini dan itu demi kepentingan yang di picu oleh orang kepentingan yang ada di dalam gerombolan pendemo itu," celoteh Heru.

Heru berjalan lagi dengan penuh pertanyaannya di pikirannya. Saat berjalan ya cukup jauh. Terlihat anak kecil menangis memanggil orang tuanya yang telah meninggal dan tergeletak di jalan. Warga sekitar menolong orang meninggal tersebut dan anaknya. Ya Heru iba juga sih ya ikutan menolong juga, tapi karena telah di urus banyak orang jadi Heru lebih baik meninggalkan tempat tersebut.

"Kelahiran membawa keberuntungan bagi orang menjalankan, tetapi kematian membuat kesedihan bagi setiap orang yang di tinggalkannya. Dunia ini penuh siklus seperti itu. Anak kecil tidak berdosa pun harus rela kepergian orang tuanya yang meninggal karena serangan jantung tersebut," celoteh Heru.

Heru pun plong dengan pikirannya yang penuh dengan tanda tanya dengan melihat semua kejadian tersebut.

"Kadang lebih baik membimbing diri kaya Biksu dengan banyak pantangan yang di jalankan dalam hidupnya. Cinta yang terjadi pada dua remaja merebutkan gadis yang di cintai adalah kehancuran saja. Orang yang kecelakaan mobil pun karena minum keras itu pun membawa kehancuran juga. Masyarakat yang berdemo pun, itu di pengaruhi oleh orang kepentingan pun membawa kehancuran juga. Sampai anak kecil kehilangan orang tua karena meninggal karena serangan jantung pun, itu pun membawa penderitaan juga pada anak kecil yang tidak tahu, kadang lebih baik tidak menikah kalau di dalam tubuh punya penyakit di idap dari pada membuat penderitaan anak tersebut. Dosa.....dosa....dosa manusia yang menjalankan hidup," celoteh Heru.

Heru pun sampai di rumahnya. Pertanyaan di pikiran pun telah hilang semuanya. Maka itu Heru mulai menjalankan kehidupan seperti biasanya berjualan dengan mengambil barang dari temannya yang punya modal besar gitu.

"Ini hidup yang harus di jalankan demi menyambung hidup. Karena hidup harus di jalankan sesuai rencana masing-masing untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jalan ku masih lebih baik dari orang-orang yang mengalami petaka hari ini di karenakan kesalahan yang di perbuat mereka semuanya," celoteh Heru.

Heru pun berjualan dengan pikiran lurus banget demi kelangsungan hidupnya.

Monday, December 16, 2019

HARIMAU! HARIMAU!

Ketika Wak Katok sadar dari pingsannya, dia mencoba duduk, tetapi dia tak dapat menggerakkan tangan dan kakinya, dan kemudian dia tahu, bahwa dia diikat. Kemudian dia teringat apa yang terjadi. Pak Haji yang jatuh tersungkur ditembaknya dan kemudian pergumulannya dengan Buyung. Dia membalikkan kepalanya dan melihat mayat Pak Haji di sampingnya. Dia terkejut. Dia melihat Buyung dan Sanip yang duduk membelakangi pondok dekat api. Hati Wak Katok jadi senang sedikit. Buyung dan Sanip akan dapat dikalahkannya. Mereka masih muda dan belum berpengalaman. Dia akan menakuti mereka. Dia mengangkat suaranya memanggil Buyung. Buyung dan Sanip berdiri dan masuk ke pondok.

"Lepaskan aku," kata Wak Katok, dan sinar matanya mengandung kemarahan dan kebencian.

Buyung dan Sanip diam saja.

"Lepaskan aku, mengapa kalian ikat aku?"

"Wak Katok sudah membunuh Pak Haji," kata Buyung.

"Bukan salahku. Mangapa aku kalian serang?"

"Wak Katok mengirim kami mati," kata Buyung.

"Lepaskan aku, kalau tidak kumanterai kalian. Akan mati kalian, mati dengan perut gembung, aku kirim setan dan jin menyerang kalian, aku sumpahi kalian tujuh turunan......" Dia berhenti, melihat Buyung tersenyum kepada Sanip, dan Sanip tersenyum kembali kepada Buyung.

Buyung teringat sesuatu dan membuka ikat pinggangnya yang menutupi tali-tali jimat yang mengelilingi pinggangnya. Jimat-jimat itu diberikan kepadanya oleh Wak Katok. Dilepaskannya tali jimat perlahan-lahan, digumpalkannya, dan diperlihatkannya kepada Wak Katok, dan kemudian dengan lambatnya lalu dilemparkannya ke api unggun.

"Lepaskan aku, nanti aku beri engkau mantera yang membuat Zaitun tergila-gila padamu," katanya.

"Manteramu palsu, jimatmu palsu, pimpinanmu palsu, engkau palsu" kata Buyung.

"Dan," tambah Buyung dengan kebanggaan dan kesadaran baru" aku akan kawin dengan Zaitun karena dia cinta padaku, bukan karena mantera dan jimat."

"Akan kalian apakan aku?" tanya Wak Katok, dengan suara gemetar.

"Dibawa ke kampung dan diserahkan kepada polisi," kata Buyung.

"Oh, jadi kalian menyangka, kalian dua orang muda yang tak berilmu, akan dapat menangkap Wak Katok? Kalian tak percaya pada ilmuku, pada sihirku, ha? Ha-ha-haaaaaa. Baiklah kita nanti akan melihat tukang siapa yang tinggal di hutan ini, dan siapa yang akan pulang ke kampung....kalian bangsat-bangsat yang tak tahu terima kasih pada guru.....awaslah......" dan Wak Katok mengancam-ancam mereka  lagi, serta menakuti mereka.
....

Esok paginya, Sanip dan Buyung memandikan mayat Pak Haji, menyembahyangkan mayat, dan kemudian menguburkan Pak Haji. Kemudian mereka masak dan makan, dan menyediakan perbekalan,  dan Buyung membuka ikatan kaki Wak Katok, tetapi membiarkan tangannya tetap terikat.

"Ke mana kita?" tanya Wak Katok.

"Memburu harimau," kata Buyung.

"Apaaaa?' Wak Katok berteriak ketakutan," Kalian bawa aku berburu harimau sedang tanganku terikat? Sedikitnya beri aku parang dan buka ikatan tanganku."

"Tak ada gunanya Wak Katok diberi senjata. Waktu Wak Katok memegang senjata  dan berkuasa, Wak Katok tak dapat memakainya untuk membunuh harimau, tapi Wak Katok sendiri yang jadi harimau," jawab Buyung.

....

Mereka makan dalam keadaan siap sedia. Setelah selesai makan, Buyung berbisik pada Sanip, dan kemudian memberi isyarat pada Wak Katok.

"Kaki Wak Katok kami ikat lagi," katanya.

"Mengapa?" tanya Wak Katok.

"Ikut sajalah perintah," kata Buyung.

Akan tetapi, Wak Katok hendak lari, dan Buyung berseru, "Larilah, harimau telah menunggu."

Dan Wak Katok berhenti, tertegun, ketakutannya pada harimau lebih besar lagi. Dia membiarkan kakinya diikat, dan kemudian Buyung dan Sanip menyadarkannya ke pohon, dan sebelum Wak Katok menyadari apa yang mereka lakukan terhadap dirinya, maka Buyung dan Sanip telah mengikatkan badannya ke pohon.

"Kalian buat aku jadi umpan harimau?" matanya terbelatak dan lidahnya hampir kelu.

"Ya," kata Buyung, "tetapi jangan takut, kami lindungi jiwa Wak Katok."

"Tapi bagaimana kalau tembakanmu meleset?" tanya Wak Katok dengan suara gemetar.

"Pakailah segala ilmu Wak Katok untuk membuat tembakanku tepat sekali," jawab Buyung.

"Tidak, tidak, tak boleh engkau buat begitu," seru Wak Katok, "Apa dosaku, maka aku disiksa serupa ini?"

"Dosa Wak Katok? kata Buyung, "Dengarlah, dosa-dosa Wak Katak dahulu kami lupakan, dosa Wak Katok dengan Siti Rubiyah kami lupakan, dosa Wak Katok hendak membunuh kami, dan telah membunuh Pak Haji, kami maafkan, dan biarlah hakim yang mengadili Wak Katok di dunia ini, dan Tuhan nanti di akhirat untuk dosa-dosa itu semuanya. Tetapi Wak Katok di dunia ini, dan Tuhan nanti di akhirat untuk dosa-dosa itu semuanya. Tetapi Wak Katok telah menipu orang banyak, Wak Katok katanya guru dan pemimpin, tapi Wak Katok telah memberi pelajaran palsu, mantera palsu, jimat palsu, pimpinan palsu. Dalam hati Wak Katok selama ini bukan manusia yang bersarang, tetapi harimau yang buas. Kami hanya hendak mengumpan harimau dengan harimau........"

Lalu Buyung memberi isyarat pada Sanip dan mereka berdua menjauhkan diri, kira-kira lima belas meter dari tempat Wak Katok terikat di pohon. Mula-mula Wak Katok diam, akan tetapi ketakutannya semakin membesar. Hutan terasa hening dan sepi. Daun-daun seakan tak bergerak sedikit pun juga. Dia tak lagi dapat menahan diri, dia hendak berteriak, akan tetapi tiba-tiba timbul pula takutnya lebih besar lagi, jika dia berteriak, harimau akan lebih mudah mendengarnya,  dan akan lebih cepat tiba. Akan tetapi, jika dia tak berteriak, harimau pun akan datang .... Ah, telah tibakah harimau, itu suara napas mengembus-hembus di dalam belukar .... krekek-krekek dalam dan daun kering .... Wak Katok tak lagi dapat menahan dirinya, dan berteriak sekeras-kerasnya, teriak manusia yang dicekik kengerian dan ketakutan hati, teriak manusia primitif ketika melihat maut hendak datang hinggap di bahunya.

"Buyuuuuung! di mana engkauuuuuu???? Aduuuuuuh, tolooooong!!! Tolooooooong !!! Kalian tinggalkan aku sendiriiiiiii! Bohong kalian, kalian meninggalkan akuuuuuuu! Bayuuuuuuuu!!! Toloooooong!!"

Lama dia berteriak dan menjerit demikian, hingga suaranya serak, dan setelah dia letih berteriak, dia menangis terisak-isak, lalu menjanjikan uang, sawah dan rumah kepada Buyung dan Sanip, dan ketika ini juga tak berhasil, lalu dia mencoba mengadu Sanip melawan Buyung, menjanjikan Sanip uang, ilmu, harta, asal Sanip mau melepaskannya.

Kemudian dia menangis kembali, dadanya seakan hendak pecah. Sanip sampai tak tahan, dan berbisik padaa Buyung, "Tak kasihan engkau?"

Tetapi Buyung menggelengkan kepalanya. Kemudian tiba-tiba Buyung mengangkat kepalanya. Sebuah tali nalurinya seakan dipetik berdering ... dia mengangkat senapan perlahan-lahan. Belum ada sesuatu yang terdengar.

Mereka menunggu dengan hati berdebar-debar. Kemudian mereka mendengar seakan ada sesuatu bergerak dalam belukar di depannya. Perlahan dan halus sekali. Hanya mata yang amat tajam sekali dan yang memperhatikannya dengan saksama dapat membedakan gerakan itu dengan gerakan daun dan dahan yang dibuai angin. Perlahan-lahan belukar di depan mereka tersibak, dan mereka melihat muka harimau muncul, muka harimau yang telah memburu-buru mereka berhari-hari, yang telah menimbulkan korban begitu banyak di antara mereka. Kini mereka berhadap-hadapan. Hamariu itu memperhatikan tempat yang agak terbuka di hadapannya dan kemudian menegangkan tubuhnya dan sebuah geram kecil timbul di dalam rongga dadanya. Dia melihat kepada Wak Katok yang terikat bersandar ke pohon di hadapannya dengan kepala terkulai. Wak Katok telah beberapa waktu diam, karena keletihan. Akan tetapi dia mengangkat kepalanya ketika mendengar harimau menggeram kecil, dan melihat muka harimau, hanya sepuluh meter di depannya, dia membuka mulutnya hendak menjerit, akan tetapi tiba-tiba kepalanya jatuh terkulai, dan yang keluar dari mulutnya hanyalah bunyi napas yang dikejutkan keluar, dan bunyi erang ketakutan yang menyayat hati.

Harimau itu merendahkan badannya, siap hendak melompat .... Buyung membidik hati-hati... membidikkan senapan tepat ke tengah antara kedua mata harimau. Dengan gembira dia melihat tangannya tak gemetar. Sepanjang hari hatinya selalu bertanya-tanya, dan dia merasa khawatir, apakah dia tidak akan ketakutan dan tak kuasa membidik, tanggannya dan seluruh badannya akan gemetar jika melihat harimau. Akan tetapi kini dia merasa seluruh badannya akan gemetar jika melihat harimau. Akan tetapi kini dia merasa seluruh badan dan pikirannya tenang. Dia tahu apa yang dilakukannya, dia menginsyafi bahaya bahaya besar yang mereka hadapi, dia yakin pada dirinya sendiri. Kemudian melintas dalam kepalanya, dia dapat juga membiarkan harimau menerkam Wak Katok dahulu, biarlah Wak Katok dibunuh harimau, dan kemudian baru dia menembak .... Hatinya tertarik pada pikiran ini .... tetapi dia seakan mendengar bisikan Pak Haji - bunuhlah dahulu harimau dalam hatimu sendiri .... Buyung membidik hati-hati, memberatkan jari telunjuknya pada pelatuk senapan, menunggu .... dan ketika harimau membuka mulutnya mengaum yang dahsyat dan melantarkan badannya menerkam ke arah Wak Katok, pada saat yang sama benar, Buyung menarik pelatuk. Letusan senapan yang keras dan dahsyat berkumandang bergelombang di dalam hutan, bercampur dengan pekik erangan harimau ditahan oleh sebuah tangan raksasa yang maha kuat di udara, dan harimau terhempas di tanah satu meter dari tempatnya melompat, meronta-ronta sebentar di tanah, dan kemudian diam, mati terbujur.


Karya: Mochtar Lubis. 

CERMIN ANTIK

Rose terus memandangi dirinya di depan cermin. Sebuah cermin antik yang sudah ada sejak ia dilahirkan, kira-kira sudah berusia ratusan tahun. Tak henti-hentinya Rose mengelus-elus wajah cantiknya itu.

“Wahai cermin ajaib! Apakah aku sudah kembali menjadi wanita tercantik di kota ini?” ucap Rose tersenyum ke arah cermin.

“Ya tuanku. Sekarang tuanku kembali lagi menjadi wanita tercantik di kota ini, tapi sungguh sangat disayangkan…” Si cermin mulai mengeluarkan kata. “Kecantikan tuanku sekarang ini tak akan bertahan lama, beberapa hari lagi tuanku akan kembali menjadi wanita yang buruk rupa,” lanjut si cermin hingga membuat Rose tersentak kaget.



Sore itu hujan turun dengan lebatnya membasahi bumi. Seorang gadis tampak setengah berlari mencari tempat untuk berteduh. Bajunya basah kuyup karena mulai tadi ia tak kunjung mendapatkan tempat untuk berteduh. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat sebuah rumah yang sangat besar dan megah. Ia pun segera berlari menuju ke rumah itu.

“Tok… tok… tok…” pintu bercat putih diketuk gadis itu berulang kali.

“Apa ada orang di rumah?” teriak gadis itu sambil mengetuk kembali pintu bercat putih itu.

Pintu rumah terbuka lebar. Tampaklah wanita cantik ke luar dengan mengenakan gaun putih bermotif bunga.

“Masuklah ke dalam! Hujan masih sangat deras. Tubuhmu sudah menggigil kedinginan,” ajak Rose dengan ramah.

“Terima kasih,” tanpa ragu gadis itu segera masuk ke dalam.

Gadis itu sangat takjub melihat interior rumah itu. Banyak sekali barang-barang antik yang dipadupadankan dengan desain rumah yang bergaya modern. Rose memperlakukan gadis itu dengan sangat ramah. Ia mengganti pakaian gadis itu yang basah kuyup dengan salah satu baju hangatnya yang terlihat mahal. Ia lalu menyuguhkan makanan dan minuman hangat pada gadis itu. Dengan malu-malu gadis itu makan.

“Ikutlah denganku! Ada yang ingin aku tunjukkan padamu!” ajak Rose tiba-tiba.

“Kemana nyonya…?”

“Panggil aja aku Rose! Nanti kau akan tau. Ikutlah denganku sebentar!” Rose menarik tangan gadis itu dan pergi ke suatu tempat.

Rose dan gadis itu sampai ke sebuah ruangan. Ruangan yang tak terpakai tapi tampak sangat bersih. Ada beberapa rak buku dan sebuah cermin antik yang mengisi ruangan tersebut.

“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku!” ucap Rose tiba-tiba sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya ke cermin antik.

Gadis itu terkejut sekaligus bingung dengan apa yang dilakukan Rose pada cerminnya.

“Wahai cermin ajaib! Datanglah padaku, pada tuanmu! Aku sudah membawakan apa yang kamu inginkan.” Rose menarik tangan gadis itu dengan kasar dan menunjukkannya ke cermin antik.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!” gadis itu berusaha melepaskan genggaman tangan Rose yang sangat erat.

“Diamlah!”

“Apa kau gila? Kau bicara pada cermin. Sebaiknya kita pergi dari sini, Rose!”

“Apa tuaku sudah membawakan apa yang aku minta?” ucap cermin antik tiba-tiba.

“Ya, ini dia,” ucap Rose sambil menunjukkan genggaman tangannya pada cermin.

Rose melepaskan genggaman tangannya pada gadis itu dan pergi entah kemana, meninggalkannya bersama cermin antik. Gadis itu sangat terkejut melihat cermin antik milik Rose yang baru saja berbicara. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Berulang kali ia mengucek mata dan mencubit tangannya, berharap ini semua hanya mimpi.

“Wahai gadis cantik! Kau tidak perlu takut padaku. Sebentar lagi kau akan menjadi milikku,” ucap si cermin tertawa.

“Apa maksudmu?” gadis itu perlahan-lahan mundur menjauhi cermin.

BRUK!

Sebuah balok kayu mendarat langsung di kepalanya. Gadis itu jatuh terkulai lemah. Darah mengalir deras di kepalanya. Matanya melihat ke arah Rose seakan tak mengerti apa yang dilakukan Rose padanya. Rose lalu menghadapkan wajahnya ke wajah gadis itu. Wajah gadis itu seketika berubah menjadi tua.

“Apa salahku padamu, Rose? Kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya gadis itu dengan suara yang hampir tak terdengar.

Rose tak mempedulikan gadis itu. Ia lalu menyeret tubuh gadis itu ke arah cermin.

“Apa yang kau lakukan? Jangan lakukan itu! kumohon jangan!” pinta gadis itu dengan napas yang tersengal-sengal.

Rose meletakkan tubuh gadis itu di depan cermin. Dengan sekejap cermin menghisap tubuh gadis itu.

“Kerja yang bagus tuanku! Sekarang tubuh dan jiwa gadis ini adalah milikku,” ucap si cermin antik tertawa.

“Ambil saja tubuh dan jiwanya! Aku sama sekali tak peduli. Walaupun seumur hidup aku harus menumbalkan seorang gadis padamu, yang penting selamanya aku akan tetap menjadi wanita tercantik,” ucap Rose tersenyum sambil memandangi dirinya di depan cermin antik.


Karya : Betry Silviana

SEBUAH FIRASAT

“Preng..”

Terdengar pecahan kaca, dari dapur. Tak ada angin yang masuk, hari ini hari yang cerah. Aku menoleh ke dapur, sebuah bingkai foto yang pecah. Yang membaca ini, aku yakin pasti ia akan bingung, mengapa sebuah bingkai ada di dapur. Entahlah, tapi itu selalu berada di sana. “Ibu kok bingkai ini pecah?” tanyaku agak heran.

“Tidak tahu..” ibu menjawab singkat, tampaknya ia tampak biasa saja. Wajahnya datar, tak ada ekspresi.

Tiba-tiba, angin berhembus kencang, perasaan cemas menghantuiku. Aku mempunyai firasat buruk, apa itu? Aku pun tak tahu. Yang pasti firasat itu adalah firasat buruk! Namun, wajah ibu tetap datar dan diam. Aku menutup jendela, dan membereskan pecahan kaca. Aku kembali memajang foto kami satu keluarga dengan bingkai yang botak. Aku menatap foto itu, wajahku yang ada di sana, mataku tampak berubah, jadi lebih aneh, aku bergidik ngeri. Terdengar suara geledek, aku takut dan langsung masuk ke kamar, dan menyelimutiku dengan selimut yang hangat. Mulutku berkomat-kamit membaca doa, berharap tak ada yang terjadi hari ini ataupun esok. Hujan mulai turun, hujan yang deras, sesaat aku bingung, bagaimana hujan deras bisa turun saat musim kemarau panjang ini. Ibu masuk ke kamarku dengan tatapan kosong.

“I… I… Ibu.. Kenapa?” tanyaku bergetar.

Namun, ibu hanya diam. Ia duduk di sebelahku, ia terdiam. Aku ketakutan, sampai hujan reda, aku berlari keluar. Tiba-tiba, aku tertabrak mobil, dan aku tak sadarkan diri.

“Dok bagaimana keadaannya?” samar-samar aku mendengar suara kakakku dan dokter berbicara.

“Ada beberapa syaraf di matanya yang rusak. Jadi, ia mengalami kebutaan. Tenang saja, kebutaannya tidak permanen. Dibutuhkan pendonor mata,” ujar dokter dengan raut yang sedih. “Terima kasih dok.” jawab kakakku lemas.

Jariku mulai bergerak-gerak. Mataku terbuka perlahan, aku tak bisa melihat apa-apa, aku pun berteriak.

“Kakak, aku kenapa kakak? Aku tidak bisa melihat, hidupkan lampunya kakak, aku takut!” aku berteriak dengan histeris sambil menangis.

“Sayang, sabar ya. Kamu mengalami kebutaan…” kakak ikut menangis sambil memelukku.

Aku terdiam, ternyata yang dibicarakan kakak dan dokter benar. Firasatku kemarin juga benar, bentuk mataku yang berubah menandakan aku mengalami kebutaan. Aku mulai menangis, aku harap nantinya ada seseorang yang ingin mendonorkan mata untukku. Aku menghela napas, sejauh itukah ujianku selama ini? Tapi, aku kembali berpikir, bagaimana dengan ibu? Kenapa dia kemarin? Apa ada pertanda buruk lainnya? Gumamku dalam hati. Aku harap, firasat ini tidak terjadi lagi. Aku sungguh takut kehilangan teman dan lainnya.


Karya : Tita Larasati Tjoa

PETUALANGAN DI DUNIA PENYIHIR

Di sebuah desa, ada seorang gadis penyihir yang bernama Levi, ia bermata hijau dan berambut pirang. Levi adalah penyihir tumbuhan, ia juga pandai meracik ramu-ramuan, setiap hari ia pergi ke hutan untuk mencari tanaman yang akan ia jadikan obat. Senja hari saat Levi selesai mencari tanaman dan akan kembali pulang, tiba-tiba.

“Bruuukk,” terdengar ada sesuatu yang jatuh.

“Suara apa itu?” Tanya Levi dalam hati.

“Tolong… Apakah ada orang?”

“Oh, kakimu terkena lendir dari 1mashou, ini harus segera diobati,”

“Tolong aku, ini sakit,”

“Ayo ke rumahku, itu tidak jauh dari sini,”

“Tapi aku tidak bisa berjalan,”

“Baiklah aku bantu berdiri, ulurkan tanganmu,”

“Terima kasih,”

Di rumah Levi.

“Aloe ha kaifukusuru,” Levi membaca mantera dan membalut kakinya dengan tanaman obat. “Untunglah segera diobati jika tidak lukamu akan menyebar, tetapi kenapa kau bisa bertemu hewan buas seperti 1mashou, bukankah hewan itu hanya ada di hutan mephisto yang katanya memiliki banyak sihir jahat.

“Itu benar, tapi aku harus ke sana untuk mencari taman amahara yang ada di balik hutan tersebut dan mengambil tanaman 2hedyotis coryrubosa, obat untuk ibuku yang sedang sakit 3pneumonia,”

“Kau memang pemberani, siapa namamu?”

“Aku Rei, Suzuru Rei, dan kau siapa?”

“Aku Levi Kanazuki, kau bisa memanggilku Levi,”

“Ehh, terima kasih karena sudah menolongku, jadi apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budimu,”

“Kalau begitu, kau harus pergi ke hutan larangan dengan melewati ghoul dan mengambil green man, apa kau siap?

“Tapi, bukankah itu mustahil?”

“Hahaha, kau lucu sekali Rei,”

“Jadi kau hanya bercanda Levi,”

“Hehehe, apakah kau mau menjadi temanku, seorang teman kan sudah sewajibnya saling tolong menolong, bukankah begitu,”

“Tentu saja, terima kasih Levi, aku tidak tahu jika aku tidak bertemu gadis sebaik dirimu, mungkin aku sudah mati,”

“Berhentilah berterima kasih, bagaimana jika aku membantumu mencari tanaman hedyotis corymbosa,”

“Baiklah, terima kasih Levi,”

—-

Note:

1) Mashou: Hewan seperti serigala yang memiliki 2 kepala dan salah satu kepalanya mempunyai lendir yang bisa membakar kulit.

2) Hedyotis coryrubosa: Rumput muatiara

3) Pneumonia: Sakit infeksi pada paru-paru dikarenakan bakteri/virus.


Karya : Nanda’C

DUMMY DOLL

Hidup Mita sangat menderita, itu semua karena ulah temannya, tapi setelah ada Dummy, Mita tidak lagi sendiri ia juga memiliki teman yang dapat melindunginya.

Mita adalah salah satu murid dari SMP Sampurna Jaya, dari bayi ia mengalami penyakit gangguan otak, akibatnya Mita memiliki prilaku seperti anak yang berusia 5 tahun dibawahnya, atau bisa dibilang seperti anak kecil. Mita adalah anak yang sangatlah cerdas, kecerdasannya diatas rata-rata, karena itulah Mita tidak disekolahkan di SLB melainkan ia disekolahkan di salah satu SMP unggulan. Tapi, Mita tidak pernah diperlakukan baik oleh teman-temannya, dan pada suatu saat teman-temannya merencanakan sesuatu, mereka mengikuti setiap kegiatan Mita, mulai dari berangkat sekolah, hingga pulang sekolah. Akhirnya, mereka mengetahui semua kesukaan dan ketakutan Mita pada suatu benda.

Keesokan harinya, saat Mita baru masuk kelas, semua terasa berbeda, semua teman-teman Mita baik kepadanya, banyak yang menawarkan tempat duduk, makanan, dan camilan padanya, juga ada yang ingin menemani dia ke kantin, ke perpustakaan, bahkan pulang kerumahnya. Tapi Mita tidak merasakan apa-apa, dia tidak merasakan bahwa ada yang berbeda dengan teman-temannya, dia hanya menikmati hari-harinya tanpa merasa ada beban dalam dirinya.

Keesokan pagi, sebelum Mita berangkat kesekolah, kakak Mita bernama Baim sudah menyiapkan sarapan untuknya, “Dik, sepertinya belakang-belakangan ini kamu terlihat sangat ceria, apa kamu punya teman baru?, atau kamu sekarang memiliki banyak teman?” Tanya Kak Baim kepada Mita. Ucapan Kak Baim membuat mita tersenyum. “oh ya, Mita ayo cepat makannya, sudah jam 07.30 nanti kamu telat”. Mita yang mendengarnya hanya mengangguk-angguk dengan pelan sambil mengunyah makanan yang ia makan.

Sesampainya disekolah, salah satu teman Mita, menjemput Mita di depan pagar sekolah dan berkata “Mita, kamu sudah datang? Ikutlah denganku, aku ada kejutan untukmu” ucap temannya kepada Mita sambil menarik tangan Mita. “Bersenang-senanglah” teriak Kak Baim dari kejauhan. Mita hanya melambaikan tangan kepada Kak Baim. Tibalah Mita dan temannya di suatu ruangan, ruangannya sangat gelap gulita, tidak ada sama sekali cahaya yang masuk, tiba-tiba terdengar suara tangisan, denyitan, lagu-lagu aneh dan banyak hal-hal yang tidak Mita suka, semua berada disana, Mita sangatlah ketakutan, ia pun menangis dan menjerit ketakutan, sedangkan teman-temannya menertawakannya dari jendela luar.. Tiba-tiba Mita jatuh pingsan.

Dibalik ketidak sadarannya, Mita memasuki dunia lain, ia melihat banyak makhluk yang tidak pernah ia temui di dunia nyata, awalnya dia sangatlah takut, dan pada akhirnya ia berteman dengan suatu makhluk halus, Mita menyebutnya Dummy, dimata Mita, dunia nyata dan dunia lain sangatlah berbeda, di dunia lain masih ada makhluk yang mau menemani dan menanggapi Mita, sedangkan di dunia nyata? Hanya keluarganya yang bisa mengerti Mita. 3 jam kemudian, Mita pun sadar kembali, tanpa Mita ketahui semua sikapnya telah berubah, kini tubuhnya dikendalikan oleh Dummy, ia tidak lagi menjadi anak yang lugu, penyakitnya seolah hilang begitu saja, tampilannya pun berubah, sifatnya menjadi kasar dan pemarah, prestasinya juga menurun, salah satu keanehan lainnya adalah Mita tidak lagi takut dengan apa-apa, dia menjadi anak yang sangat berani. Keluarga Mita juga tidak senang dengan sikap Mita dan kelakuannya dirumah, belakangan-belakangan ini Mita selalu melawan kedua orang tuanya, ia juga membuat keluarga besarnya tidak menyukai prilakunya, gayanya pun sudah seperti anak yang sangat nakal.

Pada suatu saat, Dummy berjanji dengan Mita, jika Mita membelikan boneka orang-orangan untuknya, Mita akan bebas dari kendali Dummy, dan Dummy akan berpindah kendali ke tubuh boneka tersebut, tapi Mita akan selalu menjadi teman sejati Dummy, dan tetap dalam perlindungan Dummy. Mita hanya mengangguk pelan, menurut Mita, Dummy adalah satu-satunya teman yang dapat dipercaya.

Keesokan hari, Mita membeli boneka dengan uang tabungannya di suatu toko, lalu Dummy langsung berpindah kendali dari tubuh Mita ke tubuh boneka tersebut. Sikap Mita pun kembali seperti semula, tapi, Dummy tetap menjadi teman sejati Mita, jika Mita mengalami kesulitan, dan ada yang mengganggunya, Dummy langsung membantu Mita. Esok hari Mita berangkat ke sekolah, ia membawa Dummy (bonekanya) ke sekolah. Saat itu, banyak kejadian yang terjadi di sekolah, seperti mahasiswa yang bunuh diri, jatuh dari ketinggian, dan lain-lain. Anehnya, kejadian itu berlangsung semenjak Mita membawa Dummy ke sekolahnya. Hingga suatu saat di tengah malam CCTV sekolah merekam seorang anak kecil yang diduga Boneka Dummy, ia berjalan dari lorong ke lorong sekolah, ia terlihat sangat mencurigakan, tapi sekolah tidak bisa memastikan apakah Boneka Dummy penyebab semua kejadian ini.

Esok harinya, Kepala Sekolah memanggil Mita untuk segera datang ke ruangannya dengan membawa Boneka Dummy. Kepala Sekolah ingin memeriksa dan menyelidiki Boneka Dummy, setelah diamati, Kepala Sekolah memastikan bahwa Dummy adalah penyebab semua kejadian ini. Sebelum Kepala Sekolah membongkar semua ini, tanpa Mita ketahui, Boneka Dummy sudah membunuh Kepala Sekolah, jasadnya ditemukan didalam toilet dengan pisau ditangannya. Semua warga sekolah, termasuk Mita, menduga kepala sekolah bunuh diri di tempat. Dummy senang karena rahasianya masih aman. Tanpa Dummy ketahui, ada seorang guru yang tahu semua rahasinya, ia adalah Pak Aziz, ia merencanakan sesuatu agar Mita dapat menjauh dan tidak lagi berteman dengan Dummy. Tiba-tiba Mami (ibu) Mita menghubunginya “Kring! Kring!”. Ia pun mengangkat ponselnya, “iya Mi?, ada apa?” ucap Mita. “Mami dan Papi akan pulang malam, hari ini,  karena harus mengantarkan kakakmu membeli perlengkapan ujian kak Baim. Jadi kamu sendiri di rumah, hati-hati yaa nak” ucap Mami Mita. “Ok Mi, bye..”.

Mita pun tiba dirumah, tepat pukul 19.00, saat Mita sedang santai menonton televise, Dummy membulatkan niatnya untuk membunuh Mita, tapi tiba-tiba terdengar suara bell berbunyi “neng nong”. Pak Aziz datang ke rumah Mita, ia ingin bicara hanya berdua dengan Mita. Setelah mengunci rumah, mereka berdua pun pergi sebentar ke taman yang letaknya tidak jauh dari rumah Mita “Iya Pak, bapak mau bicara apa?” ucap Mita lembut. “Apa kamu sadar? Boneka Dummy itu hanya memanfaatkan dirimu, aku tahu semua tentang Boneka itu, ia ingin menjerumuskan mu melakukan hal-hal yang tidak baik, yang dapat mengancam nyawa orang lain” ucap Pak Aziz. “Saya adalah teman baik Dummy, Dummy tidak mungkin seperti itu” ucap Mita. Tiba-tiba Boneka Dummy ada di depan mereka berdua, ia mengggenggam pisau ditangannya, matanya melotot, dan ia mengatakan “saatnya kau pergi Pak Aziz”. “Apa maksudmu Dummy?” teriak Mita. Dummy langsung membunuh Pak Aziz, ia menenteng jasad Pak Aziz ke jalan raya, seolah-olah Pak Aziz meninggal karena tertabrak mobil ataupun kendaraan lainnya.

Saat itu pun Mita marah kepada Dummy. “Kenapa kamu membunuh Pak Aziz? Ia hanya ingin bicara sesuatu yang penting dengan ku.” bentak Mita. “Karena Pak Aziz berkata bohong tentang diriku” ucap Dummy. “Dia hanya mencoba mengingatkanku. Tapi kenapa kau malah membunuhnya? Dan, kenapa kamu bisa keluar dari rumah? Aku sudah mengunci semua pintu”. “Karena, iya, dia berkata benar tentang aku, dan aku hanya memanfaatkan dirimu. Kamu tidak mengunci jendela kan? Hihihi, sekarang kamu sudah puas?” teriak Dummy. “Ya, aku sangat puas, Dummy, Dummy, Dummy, dari dulu kau milikku” ucap Mita. “Tidak, sekarang kaulah yang menjadi milikku, hihihi” bentak Dummy. Lalu Dummy ingin membunuh Mita dengan pisau ditangannya, tapi Mita bisa melawannya, ia menjadikan Dummy mengingat masa-masa indah saat bersamanya, lalu ia membacakan sesuatu yang membuat dummy merasa letih, Mita mencoba menyabut Dummy dari boneka tersebut dan tiba-tiba terjadi ledakan “Duaaarrr!!!” ledakkan tersebut membuat Boneka Dummy lenyap dari dunia ini, mungkin dia sudah pulang ke dunia lain. Tiba-tiba keluarga Mita datang dan memeluknya, “Kamu kenapa berada disini malam-malam? Kami panik mencarimu kemana-mana” ucap Mami Mita. Mitapun menceritakan semuanya kepada keluarga Mita.

Kehidupan Mita pun kembali seperti semula, penyakitnyapun mulai bisa diobati sedikit demi sedikit, teman-temannya juga mulai bermain dengannya, mereka meminta maaf atas semua perbuatan mereka kepada Mita, keluarganyapun sudah memaafkan semua perbuatan Mita, seterusnya Mita menjalankan hidup yang lebih baik dan tentram dari sebelumnya.



Karya: Zafira Salma Sasabil

BLOODY ANGEL

Aku adalah sebuah pisau dapur. Aku dibuat untuk para ibu-ibu yang ku pastikan memakai jasaku melayani suami dan anak mereka. Sebesit pikiran melintas, terbayang seorang ibu-ibu bertubuh gempal bercelemek yang akan menjadi majikanku. Aku bahkan tak pernah berkhayal sedikit pun akan berakhir di sini. Di tangan seorang gadis cantik bermata sendu. Aku bersumpah dengan jelas melihatnya. Saat seringai pedih tergores di sudut bibirnya.

“Crashhh!”

Lagi, liquid berbau anyir kembali memandikanku. Terhempas, berputar, melayang di udara ketika tangan putih terlumur cairan merah kental itu bergerak dengan lihai, bermain begitu indah. Entah sudah berapa kali tangan itu bermain denganku, yang pasti tak ada yang mau peduli. Aku pun, pada akhirnya aku akan kembali tersembunyi di balik rasel ini, Gelap. “Yuki nee-chan!” samar-samar suara lengkingan seorang anak laki-laki terdengar. Aku tidak bisa melihatnya. “Hiko, kau sudah pulang?” desahan sejernih lonceng itu mengalun, aku tahu suaranya memang begitu indah. Aku pernah melihatnya, parasnya sangat cantik. Dia bagai jelmaan bidadari, hanya saja..

“Yuki-nee bawa makanan untukku kan? Nee-chan kan sudah janji, Hiko sangat lapar. Apalagi belum makan sejak pagi. Uhh… Nee-chan gak lupa lagi kan?”

“Ya Hiko, nee-chan baru pulang kerja. Hari ini nee-san membawa daging lagi, ayo kita makan bersama.”

“Kok daging lagi sih, Hiko gak suka, dagingnya gak enak. Hiko ingin yang manis, Hiko mau kue nee-chaannn…”

“Untuk kali ini makanlah besok nee-chan janji akan membawa kue untuk Hiko.”

“Janji ya?”

“Ya Hiko..”

“Baiklah ayo masuk nee-chan. Kita makan.”

“Hm’m”

.. Bidadari yang berhati iblis.

Lagi..

Lagi..

Terus begini..

Waktu terus berlalu, sudah hampir 3 bulan aku bersamanya. Aku yang harusnya membantu pekerjaan manusia, kini justru beralih menjadi teror. Perbuatannya sudah kelewat batas. Entah sudah berapa kepala yang tertusuk. Organ dalam yang terpotong. Majikanku adalah orang gila, seburuk-buruknya pembunuh dia adalah yang paling menjijikkan. Karena selain membunuh korbannya ia pun menyantap tubuh itu. Dan lagi diberikan kepada adiknya yang masih begitu polos. Rumah berlapis kardus di sebuah kandang binatang yang sangat tak layak ditempati. Mereka begitu menyedihkan. Tapi aku tak pernah tahu ada sebuah frame photo sangat indah di sana.

Seorang lelaki tampan dengan mata tajam seindah batu onyx dan surai sekelam malam terpatri di dalamnya. Hanya, noda merah mengotori kaca bingkai dengan beberapa bagian yang telah retak membuatnya terlihat mengerikan. Tak pernah terpikir olehku gadis itu akan seperti ini. Terisak seraya memeluk frame tersebut, namun beberapa detik kemudian terdengar jeritan pedih yang keluar dari pita suaranya. Aku hanya bisa memandanginya, menatap dari atas meja di mana biasa ia meletakkanku. Ku pikir aku hanya salah satu senjata yang digunakan dalam permainan kotornya. Tapi salah, hanya ada satu senjata di sini. Dan itu hanya aku. Pandanganku berubah, dia bukanlah gadis bertopeng malaikat dan hati iblis. Dia hanyalah bidadari rapuh yang mencoba mencari kembali sebelah potongan sayapnya. Begitu banyak emosi yang tersimpan di mata jernih itu, emosi yang mengandung berjuta misteri. Bahkan aku tak bisa mengungkapnya.

“Crashh!”

“Nee-chan?!”

“H-Hiko?”

“Apa yang nee-chan lakukan? mengapa nee-chan melukai temanku! Padahal aku jauh-jauh mengajaknya ke mari untuk menemaniku mengerjakan tugas??!”

“Hiko.. I-Ini-”

“Nee-chan jahat! Hiko benci nee-chan!”

“Hiko! Jangan pergi! Tolong dengarkan nee-chan!”

“Kau bukan nee-chan ku! Jangan dekati aku! Pergi!”

Deg! “Gomen ne.. Hiko…”

Pada akhinya aku yang selalu menjadi alat baginya meregangkan nyawa seseorang kini berbalik menjadi sembilu yang membunuhnya. Jadi inilah akhir perjalananku. Berakhir dikandang binatang terpencil di tengah hutan. Bersama seorang bidadari berlumur lumpur yang mengakhiri hidupnya. Aku menghabiskan waktuku di sini. Mulai tertumpuk debu halus. Aku yang menjadi saksi semuanya. Jeritan putus asanya, lenguhan pedihnya, sayatan, dan darah yang memandikanku. Serta senyuman miris sebelum mata itu tertutup selamanya. Mungkin kau tidak tahu, dan tak mungkin tahu, ketika seorang lelaki datang bersama bocah laki-laki. Serta bagaimana eratnya pelukan yang diberikan kepadamu. Kau tidak akan percaya ketika mata kelam tajam ini berubah sendu, menangisimu.

The End


Karya : Yuka Yan

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK