CAMPUR ADUK

Thursday, January 31, 2019

GOKIL...GOKIL..GOKIL

Dono asik mengetik di depan leptopnya. Sedang Indro asik menonton Tv.  Kasino baru pulang dari kerjaannya langsung masuk rumah dan berkata "Asalamuaikum."

"Waalaikum salam," jawab Dono.

Kasino duduk bersama Dono dan membukakan kotak kue. 

"Makan Dono..ada sedikit rezeki ini...martabak," kata Kasino sambil makan martabak.

"Iya," saut Dono masih asik mengetik di leptopnya.

Indro mencium bau enak makan dan mendengar kata kue langsung bergerak di ke ruang tamu dan duduk bersama Kasino.

"Makan..ya," kata Indro.

"Iya," jawab Kasino.

"Asik.....makan," kata Indro.

Indro pun mencomot kue di kotak langsung di makannya.

"Enak...enak..enak..kue martabaknya," kata Indro.

"Enak kan," saut Kasino.

"Saya pindah dulu ya..mau nonton.... Kasino."

"Acara....Indro?"

"Acara..lawak..bagus banget lawaknya Gilang dan kawan-kawan...Kasino."

"Gimana dengan Jirayut....Indro?"

"Masih ..garing...Kasino."

"Oh...gitu...masih banyak belajar...ya..Indro."

"Yo.i.......Kasino."

Indro nonton lagi Tv dan Kasino pun ikutan juga. 

"Kok..ikutan nonton..Kasino?" tanya Indro.

"Ya..nyari hiburan...Indro....dari pada bengongkan," kata Kasino.

"Yo.i," saut Indro.

Indro dan Kasino asik nonton Tv. Dono akhirnya selesai juga mengetiknya dan langsung di simpen semua data ketikannya baru leptop di matikan.

"Beres juga," celoteh Dono.

Leptop di taruh di meja. 

"Cobain kue bawaan ...Kasino," celoteh Dono.

Dono menikmati martabak dan langsung menutup pintu rumah baru melihat keadaan Kasino dan Indro di ruang tengah.

"Kalian berdua...asik banget nonton Tvnya?" tanya Dono.

"Lagi..asik..nonton lawak..Dono," saut Indro.

"Lawak...apa saya gak salah liat," kata Dono sambil mengusap-ngusap matanya.

"Dono yang benar itu...lomba acara menyanyi.....," saut Kasino.

"Jadi..kamu bohong Indro.....," kata Dono.

"Ya..enggaklah...orang dari tadi selingannya ada yang ngelawak kaya OVJ (Opera Van Java)," penjelasan Indro.

"Bener..Dono..tadi ada..yang lawak. Rara.....," kata Kasino.

"Rara..gak salah ngelawak..... Bukannya Soimah...," kata Dono.

"Bukan....Irfan Hakim dan Ramzi," kata Indro.

"Mulai..ngelanturnya. Nyeleneh....yang bener yang mana?" tanya Dono.

"Ya...benar....Parto," jawab Indro.

"Parto..OVJ lagi..... Padahal..yang sebenarnya...Nazar..yang ngelawak," kata Dono.

"Sama..aja..ngelanturnya. Yang..benar...Inul Daratista..yang ngelawak....," kata Kasino.

"Sudah-sudah..tambah...ngacok. Yang benar....Gilang..yang ngelawak," kata Dono.

"Itu..tahu," saut Kasino dan Indro bersamaan.

Dono kembali keluar tamu mengambil leptopnya di ruang tamu dan dibawanya. Kasino beranjak dari duduknya menuju kamar untuk berganti baju dan istirahat. 

"Loh..Kasino mana?" tanya Dono.

"Di kamar Dono....mau ganti baju. Mungkin istirahat...capek kerja," kata Indro.

"Oh..begitu," saut Dono.

"Dono..Rara..hari ini..cantik banget," pujian Indro untuk artis di ti Tv.

"Rara..penyanyi dangdut..acara Tv LIDA 2019.....ya...Indro,"

"Iya...kamu kirain....Rara yang mana..Dono?"

"Saya kirain..Rara....pacar..saya...Indro."

"Ah...kamu ...Dono..selalu di kaitkan dengan urusan pribadi."

"Saya mau isttirahat dulu..Indro."

"Iya...Don..."

Dono masuk ke kamarnya untuk istirahat karena capek menjalankan aktivitas hari ini dan Indro tetap asik menonton acara Tv yang ada selingannya lawak atau nyanyi..ya.


Karya: No

KEJORA

Seorang pemuda yang bernama Ridho sedang berjalan pulang ke rumah dengan jalan kaki. Untuk menghilangkan rasa letihnya Ridho duduk di sebuah pos kambling. Tak sengaja Ridho menemukan sebuah buku yang tergeletak begitu saja, tapi judul buku tersebut  adalah Kejora.

"Buku yang menarik," celoteh Ridho.

Ridho mulai mengambil buku tersebut dan mulai membacanya. Dengan seksama tetapi tiba-tiba muncul banyak cahaya kecil seperti kunang-kunang keluar dari buku. Ridho pun masuk ke dalam demensi waktu dan berada di tengah-tengah orang yang bersorak-sorai untuk mendukung penyanyi yang mengejar impiannya menjadi juara. 

"Kenapa saya di sini?" celoteh Ridho.

Ridho mencari tahu dengan membaca buku kembali lalu keluar lah cahaya kecil seperti kunang-kunang. Pindahlah Ridho ke demensi waktu yang lain. Saat itu Ridho lagi duduk ruang tunggu saat orang ingin lomba menyanyi.

"Kenapa saya di sini?" celoteh Ridho.

Ridho tidak ingin membuka buku lagi. Tapi ternyata Ridho malah di suruh menyanyi oleh pengatur acara.

"Mbak saya tidak...ikutan lomba ini?" tanya Ridho.

"Adek..kan peserta ikutan lomba nyanyi di sini. Karena itu adek duduk di situ menungu giliran," penjelasan yang mengatur acara lomba musik.

"Mbak..beneran saya gak ikutan," kata Ridho berusaha menolak.

"Dek..sudah waktunya. Naik..sana menyanyi. Jadi lah juara," kata pengatur acara musik.

"Astaga," kata Ridho.

Ridho membuka bukunya kembali dan membaca dengan seksama. Muncul lagi cahaya kecil yang seperti kunang-kunang. Ridho masuk demensi waktu lagi dan berada di atas panggung. Musik pun di mainkan dengan apik. Ridho mau gak mau menyanyi dengan penuh keberanian sampai memukau juri dan para penonton.

Saat Ridho mau di komentari langsung membuka buku dan membacanya dengan seksama. Muncullah cahaya kecil dari buku kaya kunang-kunang. Ridho pun masuk ke demensi waktu dan berada di dalam kamar.

"Saya..di mana lagi," celoteh Ridho.

Ridho mondar-mandir ke sana dan ke sini di dalam kamar dan masuklah gadis cantik ke dalam kamarnya. Ridho pun terkejut sekali.

"Siapa kamu?" tanya gadis cantik.

"Maaf mbak.....," kata Ridho.

"Dasar maling.......," kata gadis cantik menuding.

Gadis cantik tersebut mengambil semua benda di lempar ke Ridho.

"Ampun..ampun..mbak saya bukan penjahat?!," kata Ridho.

Ridho pun membuka buku dan di baca seksama. Keluarlah cahaya kecil seperti kunang-kunang. Ridho masuk demensi waktu lagi dan berada lagi di panggung dan menjadi juara pertama dalam pertandingan musik. Ridho tambah bingung dengan elu-elu semua orang. Ridho membaca buku kembali keluar cahaya kecil seperti kunang-kunang. Ridho masuk demensi waktu, tapi kembali ke pos kamling.

"Saya..pos kamling...berarti saya pulang ke waktu saya. Buku ini..benar-benar aneh. Penulisnya siapa ya. Haaa....Lesti si juara menyanyi dangdut," kata Ridho.

Ridho menaruh lagi buku itu di pos kamling dan lebih baik pulang ke rumahnya. Selang berapa lama datenglah seorang gadis cantik mengambil buku tersebut.

"Untung...gak di ambil orang. Buku diari perjalanan hidup saya menjadi penyanyi dangdut," celoteh gadis cantik.

Gadis cantik membawa buku diarinya pulang ke rumahnya. Ridho pun sampai di rumahnya dan melupakan kejadian yang terjadi pada dirinya.


Karya: No

APA YANG SAYA TAKUTI

Malam begitu larut sekali. Doni sedang memilih barang yang akan di belinya di mini market. Rasa kantuk mulai datang Doni pun menguap sangat lebar sekali. 

"Bener-bener hari yang sangat melelahkan," celoteh Doni.

Dateng 2 orang yang berpenampilan biasa-biasa aja tapi pake topeng dan memarkirkan motor. Lansung masuk ke dalam mini market. 2 orang tersebut mengeluarkan pistol  yang di yang di todongkan kearah kasir.

"Serahkan uang.....sekarang juga," kata salah satu penjahat memakai topeng.

"Iya..iya..," jawab karyawan mini market.

Doni terkejut perampokan di mini market. Rasa keadilannya muncul dan memberanikan diri untuk melawan perampok. Doni mengambil kaca mata tranparan untuk pelindung mata. Lalu mengambil sebuah pisau kecil. Setelah itu  mengambil senjata pistol mainan yang di isi peluru dulu. Mulai Doni menyerang 2 penjahat yang bersenjatakan pistol. Doni mulai menembak dengan pistol mainan ke arah mata 2 penjahat secara bergantian. 

"Ahhh," teriak penjahat menahan sakit di mata para penjahat secara bergantian.

2 penjahat pun memang melawan, tapi karena kelincahan dari Doni berhasil menanganinya. Saat itu langsung pisau di gunakan untuk melukai pada jari-jari tangan musuhnya untuk menjatuhkan pistol di tangan 2 penjahat. Doni berhasil mengalahkan musuhnya dengan cepat dan karyawan mini market pun membantu Doni untuk meringkus penjahat. 2 penjahat  mengalami pendarahan di jari-jari tangannya dan berusaha menahan rasa sakitnya. Segera Doni menjatuhkan mereka berdua di lantai di bantu karyawan mini market. Doni memeriksa senjata yang dipakai 2 penjahat.

"Ternyata senjata mainan juga dasar penjahat kacangan. Gertak sambel aja," celoteh Doni.

Setelah itu topeng dibuka oleh karyawan mini market dan terkejut mereka semuanya. Ternyata adalah karyawan yang kerja di mini market di pecat karena berbuat ulah alias tidak bertanggung jawab pada pekerjaan.

Doni pun membayar semuanya pada kasir apa yang dia pake untuk menanggulangi kejahatan sekaligus membayar makan-makan yang di belinya. Doni pun pulang ke rumah. Barulah petugas setempat datang dan polisi juga.

"Telat kerjaan para petugas malam ini dan polisi. Kejahatan telah terjadi dan di koordinir oleh penjahat karena sakit hati," celoteh Doni.

Doni pun berjalan di tengah malam yang bertaburkan bintang. Tiba-tiba hujan. Doni pun berlari dengan sangat cepat. Hujan pun makin deras. Doni memutuskan untuk iyup di pos kamling. Ternyata ada seorang yang iyup juga di pos kambling adalah seorang wanita cantik baru pulang kerja terlihat dari pakaiannya. 

Doni mulai kedinginan karena hujan makin lebat sekali dan angin bertiup sangat kencang. Sang wanita yang iyup pun kedinginan juga. Doni ingin berkenalan dengan wanita tersebut mempung kondisinya lagi berduaan. Dengan berani menyapa wanita tersebut. Tiba-tiba wanita berubah wujudnya yang sangat menyeramkan.

"Setan...," teriak Doni.

Doni langsung langkah seribu dan meninggalkan wanita jadi-jadian di pos kamling di malam yang hujan deras sekali. Sampai di rumah Doni segera berbenah diri dan tidur dengan lampu yang terang. Esok harinya Doni menonton Tv berita pagi. Dalam berita tersebut menjelaskan ada kejadian wanita di bunuh di pos kamling oleh beberapa preman. Doni langsung sok menonton berita tersebut.

"Jadi benar yang saya temui kemarin malam adalah hantu penasaran di pos kamling. Setan....," teriak Doni

Doni langsung mematikan Tvnya dan segera pergi dari rumahnya menuju ke rumah temannya  yang tidak jauh dari lingkungan sekitar untuk menghilangkan ketakutannya bertemu dengan roh penasaran.


Karya: No

Wednesday, January 30, 2019

APA YANG DI CARI DALAM DIRI ORANG DI SUKAI

Siang hari yang tenang Dono duduk di ruang tamu sambil mengetik di depan leptopnya dengan penuh keseriusan. Indro paru pulang dari urusan kerjaannya dan langsung masuk rumah lalu duduk bersama Dono.

"Dono...serius amat?" Indro yang mengganggu Dono.

"Iya," saut Dono dan akhirnya menghentikan mengetiknya pada leptopnya.

"Dono gimana kencan kamu sama Rara?" tanya Indro.

"Sukses. Tapi ngomong-ngomong kenapa jam segini udah pulang kerja?" kata Dono.

"Kamu kaya gak tahu aja. Saya wirausaha jadi jam kerja saya yang ngatur ya saya," penjelasan Indro.

"Oh..begitu," saut Dono.

Dono mulai mengetik lagi di depan leptopnya.

"Dono gimana dengan Rara?" tanya Indro.

"Baik," jawab Dono.

"Gimana dengan Wulan?" tanya Indro.

Dono pun menghentikan mengetiknya pada leptopnya.

"Wulan. Kebohongan atau kah kejujuran yang harus saya ceritakan..ya Indro."

"Ya..kejujuran yan terpenting...bukan kebohongan Dono."

"Kalau begitu..sih. Wulan itu sudah gak ada alias sudah pulang keramattulloh. Yang sekarang adalah Rara penggantinya Wulan. Tetap saja jika saya ingin mencintai Rara sepenuhnya saya harus membuang bayang-bayang Wulan agar tidak menyinggung Rara....ya kan Indro."

"Harus..bisa Don. Melupakan Wulan. Karena Wulan sudah tenang di alam sana. Sedangkan yang hidup ini terus mencari jawaban dari perjalan hidup agar jalannya menjadi baik dan tidak hancur karena sebuah keadaan saja. Rara adalah masa depan kan...ya kan Don."

"Iya.... Setelah saya menjalankan hubungan dengannya akhirnya saya mengerti Rara bisa saya cintai sepenuh hati saya....ya kan Indro."

"Itu semua kamu yang merasakan hubungan kamu baik dengan Rara. Tapi sebenarnya  saya punya pertanyaan yang cukup kompleks untuk kamu Dono."

"Apa..itu...?" saut Dono.

"Kenapa kamu memilih Rara?" tanya Indro.

"Kenapa Rara saya..pilih ya? Benar-benar..saya harus ngomong dari mana ceritanya. Dari sini aja. Ada sesuatu di dalam diri Rara yang membuat saya berreaksi untuk tertarik padanya. Seperti dua kutup yang berlainan dan saling tarik menarik keduanya..itu saja Indro."

"Kalau begitu sih respon.....yang biasa dan lumrah seperti yang lainnya....ya kan Don."

"Iya. Tapi sebenarnya ada.yang saya sembunyikan untuk hal yang spesial. Jadi orang lain tidak boleh tahu," kata Dono.

"Kalau..hal yang spesial sih ..hanya kamu yang tahu saya sih gak perlu tahu. Karena saya tidak ingin tahu. Padahal saya tahulah yaitu gak jauh-jauh dari jiwa Rara itu sendiri....ya..kan Dono."

"Ya..benar..Indro. Jiwa Rara. Mengingatkan saya pada Wulan. Maka itu saya ingin bersamanya. Tapi saya harus menghapuskan kenangan Wulan pada saya. Dan akhirnya saya merasakan perasaan sebenarnya dari Rara. Jiwa dia yang sebenarnya terlihat jelas di mata saya dan merasakan perasaan dari hatinya Rara. Anaknya baik dan berbudi luhur yang baik dan pantes di perjuangkan untuk pelengkap hidup saya..ya kan Indro."

"Sebagai teman saya mendoakan agar hubungan kamu dengan Rara terus langgeng sampai sebuah jawaban yang paling benar yaitu pernikahan yang di ridoi semua orang. Kalau begitu saya kerja lagi. Cuma istirahat. Ok..Don."

"Ok..Indro. Semoga sukses usahanya."

"Ya," saut Indro.

Indro keluar dari rumah dan pergi ke tempat kerjaanya di daerah sekitar rumah. Dono kembali mengetik di leptopnya dengan judul tulisan "Cinta Masa Depan adalah Rara". Setelah selesai mengetik semua ide tertuang semuanya menjadi tulisan yang bagus. Dono mulai mematikan leptopnya dan menaruhnya di kamarnya lalu bergegas pergi untuk main ke rumah Rara.

"Entar dulu jam segini Rara gak ada di rumah?" celoteh Dono.

Dono tidak jadi kerumah Rara berganti tujuan untuk main ke tempat kerjaan Kasino dan sekalian bantu-bantu di sana.


Karya: No

Monday, January 28, 2019

DILEMA CINTA

Baru pulang dari ngaji. Dono mengambil leptopnya di kamar dan di bawa di ruang tamu. Mulai Dono mengetik dengan baik. Kasino sedang asik nonton Tv di ruang tengah. Indro baru selesai masak di dapur  membuat gorengan.  Kasino mencium bau enak dan bergerak dari duduknya dan mengambil gorengan di piring segera di makan pas masih panas.
"Enak..enak..enak," kata Kasino.

"Pelan-pelan makannya Kasino. Masih banyak makannya," kata Indro.

"Iya," saut Kasino.

Kasino pun balik ke tempat duduknya sambil menonton Tv. Indro membawa piring yang berisi gorengan dan di taruh di meja ruang tamu.

"Dono makan gorengannya," kata Indro.

"Iya," jawab Dono yang masih sibuk mengetik.

"Dono...gimana dengan Wulan....,"

"Tunggu....dulu Indro," kata Dono yang memotong pembicaraan.

"Tunggu apa..Dono?" tanya Indro.

Dono menghentikan mengetiknya.

"Indro..jangan ngomong Wulan lagi sekarang ya."

"Apa..jangan-jangan kamu putus Dono..?" tanya Indro dengan antusias.

"Ya..enggaklah Indro. Hanya saja ...saya merasa ada yang aneh. Apa saya salah ya mengabaikan cinta Rara?" tanya Dono yang lagi galau.

"Mungkin..juga mungkin..tidak. Kalau saya perhitungkan dengan keadaan kamu sekarang ini. Kamu lagi dilema....rindu yang sebenarnya. Kadang orang tua menjodohkan kamu dengan Rara. Lebih baik dari pada ...kamu menemukan jodoh sendiri," kata Indro.

"Mungkin juga sih. Saya..juga bingung. Cinta pertama membuat resah cinta kedua. Cinta kedua membuat resah cinta pertama. Ada solusi gak..Indro," kata Dono.

"Ada...sih solusi paling sip dan di sukai banyak cowok. Tapi urusannya ribet..Don," kata Indro.

"Maksudnya poligami?" kata Dono

"Yo...i.....poligami," saut Indro.

"Astaga...saya malah gak kepikiran banget untuk menjalankan itu," kata Dono.

"Kalau gitu sih..balik ke titik awal saja," saran Indro.

"Berarti ...Wulan..jawabannya," kata Dono.

"Bukan Saskia Gotik," teriak Kasino.

"Saskia Gotik.....kok..nyambungnya kesana.....Kasino?" tanya Dono.

"Maksud saya dari pada kamu bingung milih atara Wulan dan Rara lebih baik kamu milih Saskia Gotik... Di  Tv...Saskia terlihat cantik dan anggun. Itu pilihan saya," penjelasan Kasino suara keras.

"Itu..mah mau kamu Kasino," kata Dono dan Indro bersamaan dengan suara keras.

"Memang mau ..saya. Dari pada maunya Dono. Ribet. Sudah tahu Wulan masih saja Rara di pikirkan. Ya..dilema. Pada hal orang tua Wulan sudah setuju ada hubungan dengan Dono. Begitu juga orang tua Dono sudah setuju kalau ada hubungan dengan Wulan. Sama aja di jodohkan orang tua. Dono aja tuh cari pekara. Main hati dengan Rara. Ikhlaskan Rara...lebih baik bersama saya," kata Kasino dengan suara keras.

"Mau..kamu Kasino," kata Dono dan Indro bersamaan dengan suara keras.

"Capeklah..teriak-teriak..ngomongnya antara ruang tamu dan ruang tengah. Saya lebih baik nonton lagi Saskia Gotik yang terlihat cantik dan anggun hari ini di acara musik LIDA 2019," kata Kasino dengan suara keras.

"Terserah kamu...Kasino," kata Dono dan Indro bersamaan dengan suara keras.

Kasino asik menonton Tv acara musik. Dono melanjutkan ketikannya. Sedangkan Indro asik makan gorengan. Tiba-tiba pintu di ketuk dan ada suara lembut mengucap salam "Asalamualaikum."

"Waalaikum salam," jawab Dono dan Indro yang mendengarkan suara salam.

Indro beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu. Terlihat gadis cantik yang mempesona.

"Saskia.....," kata Indro.

"Iya..mas...saya..kesini..mau ngasih undangan," kata Saskia.

"Undangan pernikahan kita. Kan mas Indro belum dateng ke rumah kamu untuk melamar?" tanya Indro.

"Mas..ini..becanda ketulungan. Saya mengantarkan undangan pernikahan teman Saskia...nama Dewi," kata Indro.

"Dewi Persik nikah lagi," kata Indro.

"Sut...becandanya kejauhan...artis di bawa-bawa. Dewi Puspita Sari teman Saskia. Jadi mas Indro jangan lupa jemput Saskia untuk kondangan di pernikahan teman saya."

"Beres..itu dek," kata Indro.

"Ya..udah..Saskia..pulang dulu. Asalamualaikum," kata Saskia.

"Waalaikum salam," jawab Indro.

Indro pun menutup pintu dan menaruh surat undangan pernikahan di meja. Lalu bergerak ke ruang tengah Indro untuk menonton acara musik dangdut. Dono masih serius mengetik sambil makan gorengan.


Karya: No

Sunday, January 27, 2019

BECANDA ATAU NYELENEH

Dono lagi asik mengetik  di leptopnya berada ruang tamu. Indro pun baru pulang dari main dan langsung masuk rumah duduk bersama Dono.

"Dono..gimana keadaan Wulan?" tanya Indro.

"Baik," saut Dono yang asik ngetik.

"Gimana dengan Putri cewek yang kamu sukai pada masa kecil?"

"Baik."

"Gimana dengan Lesti yang sudah di anggap seperti adik sendiri?"

"Baik."

"Gimana dengan Selfi....cinta terlarang kamu?"

"Baik."

"Gimana degan Rara.....yang di jodohin kamu?"

"Baik."

"Gimana dengan Aulia yang jadi teman curhat kamu. Tapi ada rasa gitu...?" 

"Baik."

"Gimana dengan Siti Badriah......yang...gimana ngomongnya ya....?"

"Baik. Indro.....nyelenehnya cukup. Saya lagi konsentrasi mengetik nanti buyar ini isi kepala ini."

"Jangan serius-serius amat Dono....banyak becandanya," kata Indro.

Dono menghentikan ketikannya. Lalu Indro mulai berleha-leha di sofa sambil membaca koran Indonesia Barokah.

"Indro...gimana dengan Saskia?" tanya Dono.

"Baik," jawab Indro sambil membaca koran.

"Gimana dengan Gysel...kenalan kamu yang ada rasa gitu...?"

"Baik."

"Gimana dengan Inul Daratista...yang kamu jadi penggembar beratnya?"

"Baik."

"Gimana dengan Nikita Willy ...kamu suka tapi selama ini di sembunyikan perasaan kamu?"

"Baik.

"Gimana dengan Presiden Joko Widodo yang di ajak kamu main catur?" 

"Baik.

"Gimana  dengan Pak Prabowo....yang memperbolehkan kamu main ke rumahnya?"

"Baik. Tapi...entar dulu. Kok omongannya urusan dengan pemimpin di Indonesia. Kenapa gak sekalian dengan pemimpin di Amerika... sekalian aja...Don?"

"Kan cuma becanda atau nyeleneh ganggu kamu yang sedang baca koran. Tapi jika maunya urusan dengan pemimpin di Amerika sih gak ada masalah? Gimana dengan Presiden Donald Trump........kenalan kamu yang pernah di ajak makan hamburger di gedung putih."

"Baik. Tapi malas dengan Presiden Donald Trump..gayanya kaya anak manja...ngambekan. Sampai sistem kerja pemerintahan di tutup cukup lama banget. Saya gak bisa ngurusin buat KTP."

"Kalau begitu saya mau istirahat. Makan siang dulu. Laper," kata Dono.

Dono menaruh leptopnya di meja dan bergerak ke dapur untuk membuat mie rebus.  

"Dono...mainannya..cuma segini aja?" tanya Indro.

"Iya," saut Dono dengan berteriak.

"Gimana dengan Halilintar.....yang mau di tanyangkan di bioskop?" 

Dono pun berpikir dan berceloteh setelah pertanyaan yang diajukan Indro "Halilintar......film." Dono langsung berteriak keras "Halilintar itu.....Facebook penulis yang lama."

Indro terkejut mendengar omongan Dono "Kenapa jawabannya ......Facebook..si penulis...kacau deh?" Indro tidak lagi mengajukan pertanyaan mainan malah melanjutkan baca koran Indonesia Barokah.

Selang berapa lama jadi juga masakan Dono dan segera di santapnya  di meja makan. Kasino pun pulang dan langsung rumah dan duduk bersama Indro yang sibuk membaca.

"Serius amat Indro..," tanya Kasino.

"Iya," saut Indro.

Kasino memperhatikan baca Indro dengan seksama. 

"Indonesia Barokah....Koran yang jadi hit di bicarakan di berbagai media elektronik....karena kontrafersinya," kata Kasino.

"Iya," saut Kasino.

"Dapet..dari mana koran Indonesia Barokah?" tanya Kasino kembali.

"Koran ini....saya temukan di mesjid saat saya sholat dzuhur....Kasino."

"Jadi..apa isinya benar-benar kontrafesi..Indro?"

"Lumayan sih kontrafersinya...tapi gak penting......karena saya mantan mahasiswa. Jadi saya tahu yang aslinya tentang pergolakan politik di Indonesia."

"Penting ilmu...di sini. Gak bisa di bohongin oleh media apa pun ya..Indro?"

"Yo.i," jawab Indro.

Kasino pun beranjak dari duduknya menuju kamar untuk berganti pakaian. Dono selesai makan dan segera ke ruang tamu untuk melanjutkan ketikannya. Indro pun beranjak dari berleha-leha di sofa dan mengeletakan koran di atas meja begitu saja.

"Mau..kemana Indro?" tanya Dono.

"Mau....baut makanan. Saya laper," jawab Indro.

Indro ke dapur dan langsung membuat mie rebus. Dono pun asik mengetik lagi di leptopnya sampai menyelesaikan tulisannya.


Karya: No

Saturday, January 26, 2019

SUASANA HARI INI

Dono sedang asik menggambar di kertas gambarnya. Sedangkan Indro baru selesai memasak di dapur dan hasil masakannya di bawa ke ruang tamu. 

"Makan Dono...," kata Indro.

"Iya," jawab Dono sambil mengambil gorengan yang ada di meja.

Indro pun memperhatikan ulah Dono sambil makan gorengan. 

"Tumben...Dono..menggambar. Nyari suasana apa?" kata Indro.

"Suasana apa ya? Paling menghilangkan kejenuhan hidup saja. Abisnya hidup ini penuh kebohongan kalau di cari dan pelajari dengan seksama," kata Dono.

"Ah..Dono......tidak semuanya kebohongan ada juga kejujurannya walau sedikit," kata Indro.

"Oh..iya. Makan kamu enak Indro."

"Terima..kasih," Indro memotong pembicaraan.

"Tumben kamu masak gorengan hari ini ya...Indro?"

"Sama seperti kamu mencari suasana aja yang baik untuk menghilangkan kejenuhan dari kepenatan hidup...Dono."

"Kalau begitu satu sama..aja deh..ya..Indro."

"Ngomong-ngomong ada pendaftaran PNS. Kamu ikutan gak?"

"Kalau PNS...malaslah. Kemungkinan 0%. Kalau sistem perekrutannya benar saya bisa masuk. Kalau kebohongan atau tipu daya demi ini dan itu. Ya untuk apa? Sedangkan orang yang sudah jadi PNS juga masih jadi golongan ini dan itu di masyarakat. Ah...males.......nyape in badan."

"Kok ngomong begitu. Bukan kita  harus optimis untuk menjalankan hidup ini dan meraih segalanya.....ya Dono."

"Iya..tapi jangan PNS lah. Kaya gak ada kerjaan lain. Sudah terikat peraturan. Ehhhh...masih mereka melanggarnya di sana dan sini anggota PNS. Kan pada akhirnya jadi pegawai negeri yang cenderung bagian kantor gak ada kerjaan alias nganggur," kata Dono.

"Kalau masalah itu sih semua orang tahu. Itu sih tergantung ketegasan dari pemimpinnya mengatur anak buahnya. Tapi terkadang malah pemimpinnya juga...ya bikin ulah. Jadi sama aja."

"Kan sama aja baik pemimpin dan anak buahnya."

Dono pun menutup buku gambarnya dan menyelesaikan makan gorengan dan minum. Lalu Dono bergerak keluar dari rumah.

"Dono mau kemana?" tanya Indro.

"Saya..mau main ke rumah Wulan," jawab Dono.

"Wulan atau kah Lesti?"

"Wulan."

"Wulan atau Selfi?"

"Wulan."

"Wulan atau Rara?"

"Wulan."

"Wulan atau Putri?"

"Cukup..Indro mainannya. Tetap Wulan."

"Wulan lagi...Wulan lagi kaya gak ada yang lain...Dono?"

"Siti Badriah," jawab Dono yang tegas.

"Kalau..itu lebih baik," saut Indro.

"Kalau urusan penyanyi dangdut cepet banget jawabnya bagus. Dasar nyeleneh...kamu Indro."

"Suka-suka..saya," jawab Indro sambil makan gorengan dengan santai duduk di ruang tamu.

"Indro saya pergi dulu. Asalamualaikum."

"Waalaikum salam," jawab Indro yang sibuk makan gorengan buatannya.

Dono pun bergerak menuju ke rumah Siti Badriah. Eeeeee salah. Dono pun bergerak menuju rumah Wulan dengan menggunakan motor tuanya. Indro yang sendirian di dalam rumah terlihat boring dan bosen banget. Indro bergerak ke ruang tengah dan menghidupkan Tv dan sekalian PS 4. Indro langsung main game pertualangan Super Mario dengan penuh keceriaan.


Karya: No

PANGGIL AKU LIA

Semua kekesalan Angel menggumpal di dada, bila ditumpuk tentunya telah membentuk gunungan besar yang menari-nari mengejeknya. Andaikan kekesalannya dapat dijejalkan dalam karung dan ditukarkan dengan beras, mungkin ibunya tak perlu membeli beras lagi dua bulan ke depan.

Semuanya bermula saat Angel terpaksa menginap seminggu di Krui, untuk menghibur kakak ibunya atau kerap dipanggil makwo olehnya. Siswi SMA populer di Bandar Lampung seperti di Krui. Bahasa yang tidak ia mengerti, anak laki-laki dengan cat rambut merah yang terus-terusan meliriknya dan memamerkan deretan giginya yang tak rata, pukulan keuntungan di malam hari dan teriakan aneh yang mengganggu tidurnya. Krui memang indah, ombak yang berkilau memantulkan keemasan sang mentari, persawahan yang hijau, namun Angel tak dapat menikmati kemewahan alam tesebut karena kedengkian di hatinya.
"Lina, Angelia!" suara nyaring khas makwo melengking menambah timbunan kekesalan di hati Angel. Angel menutup telinga serapat mungkin, melindungi gendang telinganya dari suara yang terdengar bagaikan sangkala hari akhir.

Makwo mengetuk kamar Angel dengan nada yang dibuat-buat, lalu ia membuka pintu kayu dan menimbulkan suara bedecit yang membuat Angel berusaha mencari alat untuk menyumpal telinganya.

"Apa apa sih, makwo?" tanya Angel kenal.

"Makwo masak sayur ikan kesukaan kamu, Lia" ujar makwo sambil tersenyum sendiri, centong sayur yang berlumuran kuah santah ia ayunkan kesana kemari. Logat lampungnya yang kental menghiasi setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya.

"Angel makwo, Angel! Kenapa sih makwo selalu manggil aku Lia? Makwo masih keinget sama Dahlia? Kita semua tau, Dahlia sudah meninggal, kenapa sih makwo belum bisa mengikhlaskan kepergian dia?" ujar Angel dengan emosi yang tak mampu lagi dikuburnya dilontarkan dengan kasar.

Mendengarnya, makwo hanya tertunduk, namun masih tersenyum. "Makwo ikhas, anak makwo satu-satunya, telah pergi mendahului makwo mengahdap Allah Sang Pencipta" ujarnya pelan "Makwo tau kan, Mama Angel menyuruh Angel ke sini cuma ngehibur makwo atas kematian Dahlia, tapi gimana Angel mau menghibur kalo setiap helaan nafas makwo, cuma ada Dahlia terus?"

"Ayo dimakan sayur ikannya, makwo sudah memasak porsi besar untuk kamu" kata makwo seolah tak mendengar ucapan Angel. Ia keluar dari kamar Angel dengan tergesa, kerudungnya yang panjang nyaris menyapu lantai ia sibakkan memudahkan langkannya.

"Angel gak suka ikan, makwo, yang suka sayur ikan itu kan Dahlia!" protes Angel tak lagi didengar oleh makwo. Angel menghentakkan kakinya kesal, diraihnya handphone pink miliknya dan ditekannya nomor Aldi, pacarnya.

Saat didengar suara serak itu menyambutnya di ujung telepon, langsung saja Angel menceritakan unek-uneknya "Aku gak betah tinggal disini, kasurnya gak empuk, lantainya selalu berpasir, belom lagi makwo aku yang cerewet selalu memanggil 'Liaa, Liaa' dengan suaranya yang nyaring. Aku harus ke dokter THT pulang dari sini" keluh Angel.

Di seberang sana, Aldi malah tertawa mendengar ocehan pacarnya. "Kok kamu malah ketawa?" ujar Angel kesal.

"Lagian kamu manja banget sih, makanya cepet pulang dong sayang, aku kangen nih" kata Aldi dengan nada kekanakan.

"Aku juga mau pulang, kalo bisa detik ini juga!" kata Angel. "Kamu jemput aku doong!"

"A...apa?"

"Jemput aku, sayang" kali ini dengan nada yang lebih lembut.

"A, a...apaa?"

"Jemput akuu!"

"A..." lalu sambungan terputus. Angel menjerit kesal, lalu berteriak histeris karena sinyal di handpohonenya hilang. Angel begitu geram, setiap kali menelpon Aldi, baru sekian detik, kemudian sambungannya putus. Sinyal yang tak stabil atau gangguan provider itu sendiri, apapun alasannya Angel tak memedulikannya, ia tengah mendidih dan butuh siraman es di ubun-ubunnya.

"Kenapa Lia?" tanya makwo tergopoh-gopoh memeriksa Angel di kamarnya, setelah mendengar bahana jeringan sang putri nan manja.

"Gak ada sinyal, makwo! Angel gak bisa nelpon Aldi!" jawab Angel sambil mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustasi.

"Aldi? Pacar kamu itu? Makwo kan sudah bilang, jangan pacaran dulu kamu masih kecil, ini salah satu peringatan Allah, biar kamu gak pacaran lagi" omel makwo, masih dengan centong sayur yang kini diacungkan ke hadapan Angel.

"Emangnya kenapa sih gak boleh pacaran? Aldi orangnya baik kok" ujar Angel, teringat pacarnya yang tampan dan perhatin. Mengapa ia tak boleh berpacaran dengan cowok sebaik Aldi, pikirnya.

"Pacaran itu awal dari maksiat, berdekatan dengan lawan jenis yang bukan mukhirm itu hanya akan menimbulkan fitnah bagi kita" makwo menasehati. "Coba kamu shalat tahajud, dekatkan diri pada Allah, kamu shalat 5 waktu saja masih malas, Lia"

"Makwo udah tua sih, gak ngerti perasaan anak muda" ucap Angel ketus.

"Bukan begitu, alangkah baiknya kita menjaga diri kita sendiri, kita gak tahu apa yang dipikirkan pacar kamu itu, bagaimana kalau dia bermaksud buruk?"

"Gak mungkin lah, Aldi itu selalu baik sama Angel, dia selalu ngasih apa yang Angel mau" Angel membela Aldi. Sudah tampan, kaya raya pula, Angel merasa sangat beruntung memiliki Aldi.

Mendengarnya, makwo hanya dapat mengurut dahinya. Tak mau kalah, Angel sendiri memasang raut masam dengan wajah ditekuk seribu. Demi mengakhiri debat dengan keponakannya, makwo kembali merayu Angel untuk memakan masakannya. Namun Angel membuang muda, kakinya sengaja dihentak-hentakkan ketika berjalan keluar kamar menggambarkan kekesalannya. Tak mampu berbicara lagi, makwo kembali mengurut keningnya.

Angel merapatkan kakinya sembari duduk di teras. Didengarnya nyanyian anak kecil membawa musal, lagi-lagi Angel menutup telinganya. Kenapa setiap suara begitu mengganggu pendengarannya? Dengan jarinya yang lentik, ia mengkalkulasi hari-hari yang ia lewati dan kesialan apa yang ia dapatkan.

'Seharusnya aku bisa belanja, ada discount besar yang akan berakhir minggu ini'

'Seharusnya aku bisa nonton film berduaan dengan Aldi'

'Seharusnya aku bisa ke salon, menata rambut dan facial'

'Seharusnya aku bisa menginap di rumah teman-temanku, pajama party'

Ah sungguh sial, batin Angel. Karena kepergian Dahlia sepupunya, ia ditugaskan mamanya menemani makwo bawel yang tinggal di pelosok begini. Membangkang sedikit, mama bisa memotong uang jajannya. Bahkan, Hp kesayangannya pun bisa disita. Maklum, mama sangat sayang pada makwo, kakak satu-satunya, ia tak mau kakaknya muram berlarut-larut karena kehilangan buah hatinya. Namun mama sendiri larut dalam kesibukannya, meniti tangga bisnisnya perlahan dengan langkah yang sigap, enggan menoleh khawatir peluangnya melayang.

Pesan masuk, Angel hanya tersenyum kecil, pasti Aldi.

"Sayang, gimana kalo aku jemput kamu? Besok pagi aku berangkat ke sana, kemasi barang-barang kamu yaa, kamu mau kan?"

Angel bersorak gembira. Kini ia tak perlu meratapi detik jam yang merayap begitu lama, pasir yang selalu menempel di tumitnya yang mulus, atau yang paling ia syukuri, ia tak perlu lagi mendengar kicauan makwonya.

***
Berjinjit, tangannya dengan tangguh menggenggam tangan Angel, deru nafas yang tertahan dan tas yang terseret menyapa kerikil yang tunduk dalam kesunyian.

"Bagaimana jika makwo tau?" Angel berbisik, cemas dan ragu.

"Makwo? Tante kamu itu?" suaranya serak, dipelankan hingga volume jangkrik.

"Harusnya kita pamit, Di" ujar Angel, kini merasa bersalah, namun begitu mata Aldi yang dingin menatapnya kaku, ia terpaksa diam. Bukankah ia yang begitu senang saat kemarin malam Aldi mengirim pesan akan menjemputnya, membebaskannya dari nestapa. Ia sendiri yang merengek minta dijemput, namun kini hatinya dikabuti kebimbangan.

Entah kenapa tiba-tiba ia teringat akan masakan makwonya. Makwo yang terus-terusan memanggilnya Lia, hingga ia menyerah dan beranggapan nama Angel tak akan meluncur dari lidahnya yang ia gunakan untuk menjilat sisa makanan di bibirnya. Namanya gulai taboh, ujar makwonya. Angel baru pertama kali merasakannya, masakan khas Lampung yang tak pernah dimasak ibunya. Bukan nudget atau sosis, bukan pula masakan cepat saji khas Italia maupun Jepang, inilah masakan Lampung yang rasanya masih menempel di ujung bibir Angel. Gurih, entah bagaimana menggambarkan rasanya. Angel menyukainya, ia tak menyesal menilik ke dapur dan mencicipi masakan tersebut kemarin malam. Meski dengan gengsi selangit, ia mengejap-ngerjapkan mata menikmati masakan makwonya. Ia merasakan cinta, rasa yang tulus dari sebuah masakan. Ia tak seberapa menyukai ikan, tapi gulai taboh ini sempurna.

Aldi memecahkan balon pikiran Angel, ia menarik lengan Angel dengan kasar masuk ke mobilnya. Angel merengut sambil mengelus tangannya.

Belum sempat Angel protes mengenai tangannya, Aldi sudah mencondongkan tubuhnya pada Angel seraya membisikan namanya. Angel yang merasa risih, mendorong pelan tubuh Aldi pelan seraya tertawa kecil mengira kekasihnya sedang bercanda. Namun, ketika Aldi memiringkan kepalanya mendekat ke wajah Angel, Angel dengan sigap menampar wajah Aldi.

"Jangan jual mahal, aku kesini bukan dengan suka rela, aku ingin dapat balas jasa!" ujar Aldi gusar, tangannya mengunci tangan Angel agar gadis itu tak dapat melawan.

"Maksud kamu apa?" napas Angel tercekal, otaknya tak berjalan semestinya, sepertinya ada baut yang terlepas, ia tak dapat berpikir dengan degup jantung yang membuat wajahnya kehilangan rona.

"Aku ingin memiliki kamu! Memiliki kamu seutuhnya, Angel!" Tangan Aldi dengan tak sabar merambat ke kancing baju Angel dan hendak melepasnya dengan paksa, seketika itu juga Angel berteriak. Ia menerjang tubuh Aldi dengan panik, otaknya belum berjalan sepenuhnya, namun ia tahu dirinya tidak dalam keadaan aman. Aldi, lelaki yang cintai, tidak benar-benar mencintainya. Itu tadi bukan cinta, itu tadi nafsu. Cinta dan nafsu itu berbeda, namun keduanya hanya dipisahkan garis kasat mata berupa sekat setipis serat kapas.

Tuhan menyelamatkan hamba-Nya,  mobil Aldi tak terkunci sehingga Anggel dengan mudah membuka mobilnya dan melarikan diri dari lelaki yang hampir saja merenggut masa depannya. Tas kulit yang lusuh, terseret patuh pada sang majikan, tetesan hangat itu mengalir dari matanya yang kelam, putus asa dan amat kecewa. Ia marah, entah pada siapa, mungkin pada rinai hujan yang menitik pada poninya yang lepek oleh peluh. Angel berteriak, melepaskan emosi, juga sesak yang menghujamnya tanpa ampun.

Mendengar jeringan Angel, makwo dengan kaki telanjang, menyusuri jalan berkerikil dan tanpa basa basi langsung memeluk Angel. Tanpa memerlukan penjelasan, makwo tau keponakannya sedang tak ingin diintrograsi. Rambutnya yang berantakan, tas yang berisi pakaian yang lecet tergores saking tergesa-gesanya. Angel menengok sejenak, sekelebat bayangan itu, mata yang ia kenal sedang menatapnya, mata kekasihnya. Bukan, mata mantan kekasihnya, Aldi.

***
"Mama!"

Seperti berabad tak bertemu mamanya, Angel memeluk mamanya bahkan saat mamanya belum turun dari mobil. Heran dengan tingkah putrinya, mama memeriksa suhu badan Angel.

"Lia gak sakit kok, ma" ujar Angel.

"Lia? Sejak kapan kamu memanggil diri kamu sendiri Lia? Bukannya kamu yang selalu marah jika dipanggil seperti itu" Makin yakin anaknya sedang sakit.

"Gak apa kok ma, nama itu bagus, makwo selalu memanggil seperti itu" jelasnya, melirik ke belakang tempat makwo berdiri dengan senyum tulusnya. Mamanya hanya ikut tersenyum, melihat kakaknya yang sudah secerah biasanya, putrinya berhasil mengembalikan sinar di mata kakaknya.

"Apa saja yang terjadi seminggu di sini?" tanya mama pada Angel, mungkin kali ini lebih baik dipanggil Lia.

"Banyak sekali, di hari-hari terakhir aku baru merasakan indahnya malam dengan bintang yang berkelip genit, deburan ombak yang menyapu pesisir tanpa gentar, nyanyian nyiur di pantai, siput yang berjalan malu-malu di persawahan dan senandung lucu anak kecil berambut merah cabe, model rambutnya era 80an,  lain kali aku akan mengajaknya ke salon langgananku"

Mama terkikik mendengar cerita anaknya, lalu mengelus kepala anaknya.

"Satu lagi ma," tambah Lia "aku putus dengan Aldi, aku gak mau pacaran lagi"

"Kenapa?"

"Lia mau mendekatkan diri pada Allah, mau menjauhkan diri dari maksiat. Dengan Islam, Lia menemukan jalan Lia, jalan yang lebih baik. Makwo yang mengajarkan semua itu, makwo yang menuntun Lia mengaji, setiap liburan Lia mau ke sini ya?"

Mamanya mengangguk, ia menatap kakaknya, terharu.

"Kalo gitu, pulang dari sini kita beli kerudung ya buat kamu?" mama menawarkan pada Lia, putrinya memberi respons postif dengan anggukan yang mantap.

Kamu pasti bangga memiliki ibu seperti makwo Dahlia.


Karya: Inas Maisa

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK