Malam yang gelap bertabur bintang di langit gitu. Setelah nonton Tv yang acaranya musik dangdut di chenel TVRI, yaaa seperti biasa sih....Budi duduk di depan rumahnya sedang baca cerpen yang ceritanya menarik, ya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
Isi cerita yang di baca Budi :
Di French Riviera, yaaa Maxim de Winter berdiri di tepi tebing, tampak berpikir untuk bunuh diri. Seorang wanita muda berteriak padanya untuk menghentikannya, tetapi dia dengan singkat memintanya untuk terus berjalan.
Kemudian, di sebuah hotel Monte Carlo, yaaa wanita muda yang sama, yang bekerja sebagai pendamping bayaran bagi Nyonya Van Hopper yang sudah tua dan sombong, kembali bertemu dengan duda yang sopan, de Winter. Karena bercita-cita untuk menjadi terkenal di masyarakat, Nyonya Van Hopper bersikap patuh kepada bangsawan de Winter, tetapi segera dikurung di kamarnya karena sakit. Maxim mengajak pendampingnya bertamasya, yang ia sembunyikan dari majikannya sebagai pelajaran tenis, dan wanita muda itu segera tergila-gila, meskipun bingung dengan perhatian tersebut. Setelah pulih, Nyonya Van Hopper memutuskan untuk meninggalkan Monte Carlo; pendampingnya diam-diam memberi tahu Maxim tentang kepergiannya, dan Maxim tiba-tiba melamarnya. Setelah diberi tahu tentang lamaran tersebut oleh Maxim, Nyonya Van Hopper yang terkejut secara pribadi memberi tahu pendampingnya bahwa Maxim menikahinya sebagai pengalih perhatian yang putus asa karena ia masih tersiksa oleh pikiran tentang mendiang istrinya yang tercinta, Rebecca. Ia menegaskan bahwa pendampingnya tidak siap menjadi Nyonya de Winter kedua dan tidak dapat berharap untuk berhasil sebagai nyonya Manderley yang megah.
Maxim membawa pengantin barunya kembali ke Manderley, rumah besarnya di tepi laut di Cornwall. Manderley didominasi oleh pengurus rumah tangganya, Mrs. Danvers, seorang yang dingin yang pernah menjadi orang kepercayaan Mrs. de Winter pertama dan yang membenci "perampas"nya. Danvers memuaskan rasa tidak aman pengantin wanita dengan menunjukkan kamar tidur besar Rebecca, yang tidak diubah dan tidak diberikan kepada istri barunya, dan dengan menyimpan barang-barang di seluruh rumah yang bertuliskan monogram Rebecca.
Akhirnya, kenangan terus-menerus tentang kemewahan dan kecanggihan Rebecca meyakinkan Nyonya de Winter yang baru bahwa Maxim masih mencintai istri pertamanya yang tenggelam secara tragis, yang dapat menjelaskan kegelisahan dan luapan amarahnya yang tidak masuk akal. Dia mencoba menegaskan peran barunya dengan mengadakan pesta kostum seperti yang dilakukan Maxim dan Rebecca setiap tahun. Danvers menyarankan agar dia meniru gaun yang dikenakan salah satu leluhur Maxim dalam sebuah potret. Namun, ketika dia muncul dengan kostum itu, Maxim terkejut karena Rebecca telah mengenakan gaun yang sama di pesta dansa terakhirnya, tepat sebelum kematiannya.
Ketika Mrs. de Winter mengonfrontasi Danvers tentang hal ini, Danvers mengatakan kepadanya bahwa dia tidak akan pernah bisa menggantikan Rebecca dan mencoba membujuknya untuk melompat dari jendela lantai dua kamar Rebecca hingga tewas. Namun, pada saat itu, alarm berbunyi karena sebuah kapal kandas karena kabut dan, selama penyelamatan awaknya, sebuah kapal karam dengan tubuh Rebecca di dalamnya ditemukan.
Maxim kini mengaku kepada istri barunya bahwa pernikahan pertamanya hanyalah tipuan sejak awal. Rebecca telah menyatakan bahwa ia tidak berniat menepati janjinya, tetapi akan berpura-pura menjadi istri dan nyonya rumah yang sempurna demi penampilan. Ketika Rebecca menyiratkan bahwa ia hamil oleh sepupu dan kekasihnya, Jack Favell, ia mengejek Maxim bahwa harta warisan itu mungkin akan diberikan kepada orang lain selain garis keturunan Maxim. Selama pertengkaran sengit, Rebecca jatuh, kepalanya terbentur, dan meninggal. Karena takut ia akan disalahkan atas kematiannya, Maxim membawa mayat itu ke sebuah perahu yang kemudian ditenggelamkannya; beberapa hari kemudian, ia mengidentifikasi mayat lain yang terdampar di pantai sebagai mayat Rebecca.
Krisis tersebut menyebabkan Nyonya de Winter yang kedua melepaskan sifat-sifat naifnya. Ketika pemeriksaan mempertimbangkan kemungkinan bunuh diri, Favell mencoba memeras Maxim, mengancam akan mengungkapkan surat dari Rebecca yang mengisyaratkan kehamilan yang membuat bunuh diri tidak mungkin dilakukan. Ketika Maxim memberi tahu polisi tentang percobaan pemerasan tersebut, mereka harus menyelidiki tuduhan Favell bahwa Maxim membunuh Rebecca. Namun, penyelidikan lebih lanjut dengan seorang dokter mengungkapkan bahwa Rebecca tidak hamil tetapi sakit parah karena kanker, jadi vonis bunuh diri tetap berlaku. Maxim menyadari bahwa Rebecca telah mencoba membujuknya untuk membunuhnya untuk menghancurkannya.
Sebagai orang bebas, Maxim kembali ke rumah dan melihat Manderley terbakar, dibakar oleh Nyonya Danvers yang gila. Semua orang melarikan diri kecuali Danvers, yang meninggal saat langit-langit runtuh menimpanya.
***
Budi selesai baca cerpen yang cerita menarik, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
"Baca koran saja!" kata Budi.
Budi mengambil koran di bawah meja, ya koran di baca dengan baik gitu. Yaaa berita-berita di koran menarik cerita ini dan itu sih gitu, yaaa dari berita pemerintahan luar negeri, berita pemerintahan dalam negeri, berita olahraga, berita artis, dan berita kriminalitas yang ini dan itu. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan di depan rumah Budi. Karena Eko dateng, ya Budi berhenti baca koran dan koran di taruh di bawah meja gitu. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi. Di meja ada anglo kecil di atas tekok kaleng gitu. Kantong kresek plastik di taruh di meja.
"Apa isi kantong kresek plastik, ya Eko?" kata Budi.
"Mie gelas," kata Eko, ya Eko mengeluarkan satu mie gelas dari kantong kresek platik dan tunjukkan pada Eko.
"Mie gelas toh!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Beli di warung kan Eko?" kata Budi.
"Yaaa beli di warung lah...mie gelas!" kata Eko.
"Warung di kategorikan jenis perdagangan tradisional. Minimarket jenis perdagangan modern," kata Budi.
"Modal kecil, ya warung dan modal besar, ya minimarket," kata Eko.
"Memang sih...modal kecil, ya warung dan modal besar, ya minimarket. Barang yang di jual di warung, ya ada barang hasil produksi pabrik dan juga produksi sendiri atau orang lain yang sekala produksi rumah tangga gitu. Sedangkan minimarkat, ya barang yang di jual...kebanyakan produksi pabrik gitu," kata Budi.
"Kompetisi terjadi kan Budi, ya antara warung dan minimarket?" kata Eko.
"Memang sih, ya terjadi kompetisi antara warung dan minimarket gitu," kata Budi.
"Manusia seperti biasa menggerakkan roda ekonomi dengan baik demi hidup ini, ya penuh persaingan dengan tujuan ini dan itu," kata Eko.
"Roda ekonomi di gerakan manusia. Apa yang di usahakan? Ya rezeki masing-masing!" kata Budi.
"Memang sih, ya hasil dari apa yang di usahakan manusia? Ya rezeki masing-masing!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Eko.
"Memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Aku mau buat mie gelas!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko mengambil gelas dan membuka plastik pembungkus mie gelas, ya mie gelas di masukkan ke dalam gelas, ya begitu juga bumbu di masukkan ke dalam gelas gitu dan plastik di buang tempat sampah gitu. Eko mengambil tekok kaleng berisi air panas gitu. Tekok kaleng di tuangkan dengan baik sama Eko, ya air masuk ke dalam gelas gitu. Gelas cukup terisi air panas gitu dan tekok kaleng di taruh di atas anglo kecil gitu. Cukup tunggu sebentar, ya mie gelas jadi deh. Eko mengambil sendok sih, ya karena tidak ada garpu di meja gitu. Sebenarnya di dapur ada garpu, ya Eko tidak mau merepotkan Budi cuma untuk mengambilkan garpu di dapur jadi Eko pake sendok saja gitu.
"Makan mie gelas...Budi!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Enak mie gelasnya seperti di katakan iklan di Tv gitu," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Budi mau mie gelas, ya buat sendiri mie gelasnya, ya Budi!" kata Eko.
"Yaaa nanti aku buat mie gelasnya," kata Budi.
Eko makan mie gelasnya dengan baik gitu.
"Enak mie gelasnya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Mie," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Bermacam-macam produk mie di Indonesia dan juga negara lain," kata Budi.
"Realitanya memang begitu sih...bermacam-macam produk mie di Indonesia dan negara lain," kata Eko.
"Demi hidup ini, ya manusia bekerja dengan baik di pabrik mie," kata Budi.
"Hidup ini penuh dengan tuntutan hidup ini, yaaa jadi manusia bekerja dengan baik di pabrik mie demi hidup ini," kata Eko.
"Memang hidup ini lebih baik kerja di pabrik mie dari pada cerita orang-orang yang hidup dari keadaan miskin atau ketidak sempurnaan jadi kerja jualan keliling sana dan sini dengan modal kecil gitu," kata Budi.
"Memang sih lebih baik kerja di pabrik mie dengan baik gitu," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Main permainan ular tangga saja!" kata Eko.
"Okey...main permainan ular tangga!" kata Budi.
Budi mengambil permainan ular tangga di bawah meja, ya permainan ular tangga di taruh di atas meja gitu. Eko dan Budi main permainan ular tangga dengan baik gitu.
No comments:
Post a Comment