Hewan-hewan penghuni hutan sempat kalang kabut. Mereka agak terlambat menyiapkan diri menghadapi musim hujan. Saluran air mampet tersumbat sampah. Jalan tergenang air. Bahkan sebagian menjadi kubangan yang cukup dalam.
Kancil menjadi ketua RT di lingkungannya. Ia mengajar warganya untuk bekerja bakti. Semua turun tangan ikut bekerja bakti. Hanya Kura-Kura yang tidak ikut. Padahal, Kancil sudah mengajaknya.
"Kalau jalan tergenang dan jadi kumbangan, tentu tidak sedap dipandang. Untuk lewat pun berbahaya. Bisa tergelincir. Bahkan, juga bisa menjadi sarang penyakit," kata Kancil.
Maksudnya menyadarkan Kura-Kura. Akan tetapi, Kura-Kura menanggapi seenaknya.
"Saya tidak takut menghadapi kubangan. Walau kubangan sedalam apa pun, saya mudah melewatinya," timpal Kura-Kura.
Mentang-mentang ia bisa berenang. Kancil tidak putus asa. Hari berikutnya, ia datang lagi ke rumah Kura-Kura. Ia kembali mengajak bergotong-royong.
"Para warga sedang membersihkan saluran air. Agar jika hujan turun deras, tidak mengakibatkan banjir," ujar Kancil.
"Saya malas!" potong Kura-Kura.
"Ini demi kepentingan kita semua," desak Kancil.
Anehnya, Kura-Kura menggeleng mendengar ucapan Kancil. "Bukan kepentinganku, melainkan kepentingan warga yang takut banjir."
"Apa maksudmu?" tanya Kancil.
"Saya tidak pernah menganggap banjir sebagai bahaya. Walaupun banjir setinggi pohon kelapa, saya tidak takut," tandas Kura-Kura keras kepala.
Kancil sudah berusaha. Akan tetapi, Kura-Kura masih juga belum sadar pentingnya gotong-royong. Hal itu akhirnya ketahuan juga oleh warga yang lain.
"Memangnya dia mau hidup sendiri?" cetus Kera bernada kesal.
Suatu saat, Kura-Kura meninggalkan rumah untuk mencari makan. Ia melewati jalan yang hendak diperkeras. Batu kali menggunduk di mana-mana. Sebagian terserak, belum diratakan. Sial menimpa Kura-Kura. Dia tergelincir ketika mengijak batu bundar. Tubuhnya yang besar dan berat terguling, lalu jatuh terlentang. Kura-Kura berusaha membalikkan badan. Namun tak berhasil.
....
No comments:
Post a Comment