Dahulu kala kumbang Brasil tidak memiki tempurung yang indah seperti sekarang. Dulu mereka memiliki tempurung berwarna cokelat dan kusam seperti kumbang lainnya. Meski kumbang Brasil memiliki tempurung yang tidak indah, tapi mereka tetap baik hati dan tidak pernah malu dengan tempurung itu. Setiap hari ia berjemur di bawah sinar matahari, membersihkan dan merapikan tempurungnya. Suatu hari sewaktu kumbang Brasil sedang berjalan di sebuah padang, muncul seekor tikus besar dari dalam tanah. Tikus itu melihat kumbang Brasil yang sedang berjalan lambat lalu menghinanya.
“Bagaimana mungkin ada binatang selambat dirimu? Kau itu berjalan atau melata?” sindir tikus tanah sambil tertawa.
Kumbang Brasil merasa tersinggung dengan perkataan tikus tanah, tapi ia mencoba untuk menahan diri.
“Tikus, cara berjalanku memang seperti ini. Apakah kau bisa berjalan lebih cepat dariku? Ataukah kau berjalan lambat juga seperti diriku?”
Kumbang Brasil menanggapi ejekan tikus tanah dengan lemah lembut. Tikus tanah memang binatang yang mudah tersinggung. Ia pun langsung naik pitam setelah mendengar perkataan kumbang Brasil.
“Apa katamu? Kau menghinaku? Ayo, kita buktikan siapa yang lebih cepat di antara kita berdua! Besok kita lomba lari mengelilingi bukit!” tantang tikus tanah.
“Baiklah bila itu yang kau inginkan, Tikus tanah,” kata kumbang Brasil menyanggupi.
Keesokan harinya, tikus tanah dan kumbang Brasil datang ke bukit. Mereka bersiap melangsungkan perlombaan lari. Pada perlombaan itu, burung beo si penjahit bertindak sebagai juri.
“Aku akan membuakan jubah yang sangat indah dan berwarna hijau emas untuk siapa pun yang akan memenangkan perlombaan ini. Aku juga akan membuatkan jubah berwarna abu-abu untuk siapa pun yang kalah. Jubah itu adalah pertanda bagi kalian sehingga semua binatang hutan dapat melihatnya. Kalian tidak boleh melepaskan mantel itu seumur hidup kalian,” kata burung beo.
“Baiklah, kami setuju,” seru kumbang Brasil dan tikus tanah bersamaan.
Beberapa saat berselang, burung beo si penjahit memberikan aba-aba. Tikus tanah segera melesat, berlari dengan sangat cepat, sementara kumbang Brasil berjalan sangat lambat.
“Kumbang Brasil tidak akan bisa mengalahkanku! Jalannya saja sangat lambat. Bodoh benar aku ini, mengapa aku berlari secepat ini, aku pasti akan memenangkan perlombaan ini!!” kata tikus tanah.
Ia pun berhenti berlari dan mulai berjalan dengan santai. Ketika tikus besar sampai di sisi bukit yang lain, ia sangat terkejut karena melihat kumbang Brasil sedang duduk bersama burung beo si penjahit. “Bagaimana mungkin kau sampai di garis finish secepat ini?” tanya tikus tanah.
“Oleh karena jalanku lambat, aku memutuskan untuk terbang,” jawab kumbang Brasil.
“Benarkah kau bisa terbang? Aku tidak tahu kalau kau bisa terbang! Celakalah aku!” kata tikus tanah.
Setelah perlombaan selesai, burung beo si penjahit memberikan jubah berwarna abu-abu kepada tikus tanah dan jubah berwarna hijau emas kepada kumbang Brasil. Sejak saat itu kumbang Brasil selalu bangga memakai jubah kemenangannya yang berkulaian seperti emas ketika terkena cahaya matahari. Sementara tikus tanah selalu bersembunyi di tanah karena merasa malu jika binatang lain melihatnya memakai jubah abu-abu. Bertahun-tahun kemudian, kumbang Brasil memiliki anak. Suatu ketika, anak kumbang Brasil menatap langit yang berwarna biru cerah, lalu berkata kepada ayahnya, “Ayah, aku bosan dengan warna hijau emas di punggungku. Aku ingin memiliki jubah berwarna biru seperti warna langit.”
Kumbang Brasil bingung mendengar permintaan anaknya itu. Ia lalu membawa kumbang kecil ke tempat burung beo si penjahit.
“Burung beo si penjahit, anakku ingin mengganti warna jubah hijaunya menjadi biru seperti warna langit,” kata kumbang Brasil.
Burung beo si penjahit terdiam sejenak, lalu berkata, “Baiklah. Aku akan membuatkan jubah berwarna biru langit dengan hiasan perak sehingga saat sinar matahari menyinarinya akan terlihat kemilau seperti bintang di langit malam yang indah.”
Burung Beo lalu mengukur panjang punggung anak kumbang Brasil agar jubah yang dibuatnya tidak kebesaran. Setelah itu burung beo si penjahit mulai membuatkan jubah berwarna biru untuk anak kumbang Brasil. Setelah berhari-hari membuat jubah itu, burung beo akhirnya menyelesaikan jubah biru yang sangat indah itu.
“Ini jubahmu, Nak. Setelah berhari-hari aku bersusah payah, akhirnya aku bisa menyelesaikannya,” kata burung beo si penjahit sambil menyerahkan jubah biru yang indah kepada kumbang kecil.
Anak kumbang sangat senang menerima jubah biru itu dan segera memakainya. Hari demi hari terus berganti, namun jubah biru di punggung kumbang Brasil tidak pernah bertambah panjang dan selalu membatasi pertumbuhan ukuran tubuhnya. Sejak itu, ada kumbang Brasil berwarna biru keperakan yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari kumbang Brasil berwarna hijau emas. Beratus-ratus tahun kemudian, keindahan tempurung kumbang Brasil juga menjadi inspirasi bagi orang-orang Brasil dalam membuat bendera untuk negerinya. Mereka membuat sebuah bangun persegi berwarna hijau dengan gambar berlian emas, seperti yang terdapat di punggung kumbang Brasil hijau, di bagian tengahnya. Mereka juga menggambar lingkaran berwarna biru yang melambangkan bumi dan bintang putih keperakkan, seperti warna kumbang biru Brasil, di dalam berlian itu.
***
Seli selesai membaca bukunya dengan baik, ya memang sih ceritanya bagus banget. Seli menutup bukunya dan di taruh di meja dengan baik.
No comments:
Post a Comment