“Violet!” bentak ibu membangunkanku dari alam mimpi yang indah. aku yang telah terbangun, bergegas ke kamar mandi. lalu, aku pergi ke ruang makan untuk memakan sarapan yang telah dipersiapkan oleh ibu beberapa waktu lalu. “Violet, besok ibu ditugaskan di Jakarta selama 3 bulan, kamu bisa kan jaga rumah sendirian?” Tanya ibu dengan penuh keharapan “Oke ma” jawab ku dengan nada polos.
Oh ya namaku violet, aku terlahir dari keluarga sederhana, tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin. Tapi banyak orang bilang kalau aku itu kaya dan baik. Ayahku telah meninggal 6 tahun lalu, sejak aku duduk di kelas 4 SD. Sekarang aku duduk di kelas 1 SMA Negeri 1 Batu. Sekolah tervavorit di batu malang. Disana tempat ku menimba ilmu dengan ditemani oleh udara yang sejuk.
Tempatnya pun nyaman untuk bercanda gurau, berdiskusi dan bermain riang gembira. Tempat terfavorit bagiku adalah taman depan kelas 7. Aku mengajak sahabat ku, Rihana namanya. Seorang yang baik, pintar, tapi ia pendiam. Menurutku, rihana itu mudah berteman dan lucu. Setiap hari kita pergi ke taman untuk mencari udara segar dan membuat kata kata yang lucu. Oh ya dari TK Rihana memiliki indra ke 6, ia sering melihat hantu yang sering lewat di sekitar sekolah, dan lebih anehnya lagi, Rihana sering melihat sosok laki-laki di belakangku, kata Rihana seseorang tersebut sering meminta tolong. Aku yang masih bingung megajak Rihana pergi ke taman dekat rumahku untuk mengetahui hal tersebut. setelah di taman rumah, Rihana menceritakan apa yang ia lihat. Aku sih masih enggak percaya sama yang dikatakan sekarang, tapi aku masih ingin mengetahui siapa ia? dan mengapa ia selalu mengikutiku?
Hari demi hari, waktu demi waktu, detik demi detik ku lewati. Hantu itu sering mengikuti tanpa henti. Aku yang semakin penasaran, mencoba untuk mengetahui apa yang ia mau. Aku mengajak Rihana pergi ke taman rumah ku lagi untuk mencoba berinteraksi dengan hantu tersebut. Saat di taman, Rihana berkata kepadaku jika yang mengganggu kamu adalah ayahmu sendiri. lalu aku mencoba bertanya mengapa ayah selalu mengikutiku? Rihana mencoba menanyakan hal tersebut kepada ayah ku. Ia mencatatnya di buku catatan yang ia bawa. Saat Rihana mencatat hal tersebut, aku melihat daerah taman rumah yang indah nyaman dan rindang. Rumah itu sepi setelah ditinggal ibuku berkerja di Jakarta.
Setelah beberapa lama Rihana memberikan catatan itu kepadaku, aku membacanya, tulisan itu berbunyi “Tolong bantu ayah, siapa yang membunuh ayah” aku bingung dan menanyakan hal tersebut kepada Rihana. Rihana menceritakan semua yang ayah ku bilang “Sebenarnya yang terjadi pada ayahku bukanlah rem blong tetapi ada seseorang yang telah membunuh ayahku. Saat kejadian ayahku ada meeting di tempat kerjanya, ayahku berangkat deengan mobil sedan tua miliknya, tetapi saat di tengah jalan ayahku ditabrak oleh sesorang tersebut. Saat ada kendaraan bermotor lewat ia melihat mobil yang terbalik, lalu ia mencoba menelpon kantor polisi dan rumah sakit terdekat dan selanjutnya aku mengetahui hal tersebut dalam berita rem blong” aku yang dari tadi mendengarkan cerita dengan tiba tiba air mataku menetes di pipiku dengan sendirinya.
“Oh ya tadi ayahmu bilang kamu disuruh oleh ayahmu pergi ke kamarnya dan mengambil rubik dan pergi ke alamat yang berada di dekat rubik itu. Aku mencoba mengikuti perintah yang diberikan ayahku kepada Rihana. Aku dan Rihana langsung pergi ke kamarnya ayahku untuk mengambil rubik dan alamat yang berada di dalam laci. Aku membuka lembaran kertas itu yang berisi alamat pak trianto, sahabat ayahku yang sudah lama tak bertemu pasti lupa sama aku, pikirku. “jalan sukanegara no 41, wah rumahnya tidak jauh dari rumahku hanya berjarak 45 meter dari gang depan rumahku. Aku bergegas pergi dengan menyiapkan beberapa buku dan alat tulis untuk mencatat hal yang penting dari percakapanku dengan pak trianto. Alat alat tersebut kumasukkan ke dalam tas hitam milikku kecuali rubik ajaib yang diberikan ayahku, rubik itu selalu selalu aku pegang. Aku masih belum tahu apa maksud dari rubik ajaib itu, rubik itu selalu berputar dengan sendirinya dan mengeluarkan cahaya jika rubik itu selesai dengan sempurna. Saat di rumah pak rianto aku mencoba untuk memencet bel di sebelah pagar tersebut. Tak lama kemudian keluarlah laki-laki yang sepertinya aku kenal.
Aku mencoba mengingat kembali siapa ia. “Rexo” kata ku dengan nada gembira, nada yang mengingatkanku seseorang yang sering membuatku bahagia, bersandung tawa dan bermain bersama. Sejak ayahku ada, aku sering pergi ke rumahnya, tapi semenjak ayahku meninggal, aku dan Rexo tidak pernah bertemu lagi. Rexo dengan wajah gembira mengajak aku dan rihana pergi ke dalam rumah nya.
Tak lama kemudian, pak trianto datang dengan wajah gembira dan aku berdiri dari tempat duduk untuk menghormati pak trianto ayah dari Rexo dan sahabat kerja ayahku. Pak trianto menyuruh ku untuk duduk dan menceritakan apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, mengapa aku ke sini, siapa musuh ayah sebenarnya, dan apa yang ia mau dari ayahku? semua itu aku Tanya semasih ada di rumah ini. Siang menjelang sore waktuku berkemas diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Besok Rexo ikut untuk menyelidiki siapa yang membunuh ayahku.
Keesokan harinya kami bertiga kumpul di halaman belakang rumahku dan mendiskusikan apa yang Rihana tulis kemarin. “Yang aku tulis adalah nama: pak yahya, berkerja sebagai staff di PT Diguna Guna ia ingin merbutkan jabatan ayahmu sebagai direktur utama pada kantor tersebut” kata Rihana sambil mengawali pertemuan di pagi hari. “Alamatnya dimana?” tanyaku dengan serius. “Di jalan maju mundur no 1” kata Rihana dengan wajah senang. “Ayo kita kesana” jawab Rexo dengan penuh semangat. Kami pun menuju ke rumah pak yahya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku.
Cahaya pagi yang hangat dan udara yang sangat sejuk membuatku ingin bersemangat sampai tempat. Saat di depan gang rubik yang ku bawa bergerak sendiri dan mengeluarkan cahaya yang sangat terang lebih dari cahaya lampu, cahaya itu bergerak dan menunjukkan ke arah gubuk tua yang tidak layak pakai. kami bertiga segera pergi ke gubuk itu dan melihat-lihat apakah ada seseorang atau tidak, “Permisi apakah ada orang di dalam?” tanya Rihana sambil membuka pintu. Pintunya yang sangat lembab, basah dan hampir rusak membuat ingin tahu siapa yang ada di dalam.
Kami pun masuk gubuk tersebut dan melihat daerah sekitarnya. “Permisi anda siapa ya?” Tanya Rexo membuat aku dan Rihana ingin tahu apa yang ia bicarakan. Orang itu terlihat sudah tua dan agak tidak waras. Seseorang tersebut yang dari tadi diam dengan tiba-tiba ia tertawa sendiri dan berkata “Hahaha ia mati di tanganku, saatnya aku mengubah sifatku untuk menggantikan jabatannya, hahaha” kata seseorang itu. Aku kaget dan mataku berkaca-kaca mendengar hal tersebut. Tanpa sadar Rexo dimasuki oleh nyawa ayah dan berkata “hei yahya mengakulah kau ke kantor polisi jika tidak kamu akan mengikutiki ke neraka yang siksaannya lebih kejam daripada masuk penjara” kata ayahku dan pak yahya mengakui kesalahannya.
Rihana telah menyiapkan cam recorder miliknya jadi ia dapat merekam kejadian yang tadi aku segera menelpon pak polisi untuk menangkap pak yahya “ayahmu sekarang sudah tenang di alam sana biarkan saja Rexo tidur di sana nanti dia juga bangun” kata Rihana “Terimakasih kamu sahabat yang baik yang aku punya” jawabku, kami berdua berpelukan “ehhem” suara Rexo mengagetkan kami berdua. Suara mobil pak polisi datang aku mempersiapkan cam recorder milik Rihana untuk menjadi bukti yang kami bertiga punya.
Beberapa menit kemudian, mobil ibu datang dan berhenti di depan gubuk itu aku bertanya “Lho bu ini kan masih satu setengah bulan kok ibu udah pulang?” lalu ibu berkata “Ibu kangen sama kamu kamu hanya anak pertama milik ibu, ibu gak bisa kerja di luar kota kalau kamu sendirian akirnya ibu pulang dan sesampainya di rumah ibu melihat keadaan sepi sekali tanpa seseorang.”
“Lalu kenapa ibu bisa tahu kalau aku disini?” tanyaku seperti anak kecil “setelah di rumah ibu ditelepon oleh kantor polisi kalau kamu telah menangkap siapa yang menabrak ayah, mama suka sekali” kata ibu sambil tersenyum tipis” sebagai gantinya kamu boleh bermain di rumahnya Rexo kapan pun yang kau mau. Aku pergi ke Rihana “Kamu ikut tidak ke rumahnya Rexo?” aku bertanya dan Rihana menjawab “Boleh deh” kami tersenyum tipis.
Keesokan harinya kami bermain dan bertukar cerita dan pengalaman lama.
Cerita yang kualami akan kubuat pelajaran bagiku kalau kita tak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan. jadi sahabatlah yang dapat menolongnya. Sahabat itu tidak pilih-pilih, semua juga bisa menjadi sahabat yang baik asalkan mereka memiliki hati yang tulus untuk menolong dan membantu satu sama lain, megajari semua keburukan dan tidak pilih kasih.
Karya: Sherena Anodhea Eka Pramudita
Oh ya namaku violet, aku terlahir dari keluarga sederhana, tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin. Tapi banyak orang bilang kalau aku itu kaya dan baik. Ayahku telah meninggal 6 tahun lalu, sejak aku duduk di kelas 4 SD. Sekarang aku duduk di kelas 1 SMA Negeri 1 Batu. Sekolah tervavorit di batu malang. Disana tempat ku menimba ilmu dengan ditemani oleh udara yang sejuk.
Tempatnya pun nyaman untuk bercanda gurau, berdiskusi dan bermain riang gembira. Tempat terfavorit bagiku adalah taman depan kelas 7. Aku mengajak sahabat ku, Rihana namanya. Seorang yang baik, pintar, tapi ia pendiam. Menurutku, rihana itu mudah berteman dan lucu. Setiap hari kita pergi ke taman untuk mencari udara segar dan membuat kata kata yang lucu. Oh ya dari TK Rihana memiliki indra ke 6, ia sering melihat hantu yang sering lewat di sekitar sekolah, dan lebih anehnya lagi, Rihana sering melihat sosok laki-laki di belakangku, kata Rihana seseorang tersebut sering meminta tolong. Aku yang masih bingung megajak Rihana pergi ke taman dekat rumahku untuk mengetahui hal tersebut. setelah di taman rumah, Rihana menceritakan apa yang ia lihat. Aku sih masih enggak percaya sama yang dikatakan sekarang, tapi aku masih ingin mengetahui siapa ia? dan mengapa ia selalu mengikutiku?
Hari demi hari, waktu demi waktu, detik demi detik ku lewati. Hantu itu sering mengikuti tanpa henti. Aku yang semakin penasaran, mencoba untuk mengetahui apa yang ia mau. Aku mengajak Rihana pergi ke taman rumah ku lagi untuk mencoba berinteraksi dengan hantu tersebut. Saat di taman, Rihana berkata kepadaku jika yang mengganggu kamu adalah ayahmu sendiri. lalu aku mencoba bertanya mengapa ayah selalu mengikutiku? Rihana mencoba menanyakan hal tersebut kepada ayah ku. Ia mencatatnya di buku catatan yang ia bawa. Saat Rihana mencatat hal tersebut, aku melihat daerah taman rumah yang indah nyaman dan rindang. Rumah itu sepi setelah ditinggal ibuku berkerja di Jakarta.
Setelah beberapa lama Rihana memberikan catatan itu kepadaku, aku membacanya, tulisan itu berbunyi “Tolong bantu ayah, siapa yang membunuh ayah” aku bingung dan menanyakan hal tersebut kepada Rihana. Rihana menceritakan semua yang ayah ku bilang “Sebenarnya yang terjadi pada ayahku bukanlah rem blong tetapi ada seseorang yang telah membunuh ayahku. Saat kejadian ayahku ada meeting di tempat kerjanya, ayahku berangkat deengan mobil sedan tua miliknya, tetapi saat di tengah jalan ayahku ditabrak oleh sesorang tersebut. Saat ada kendaraan bermotor lewat ia melihat mobil yang terbalik, lalu ia mencoba menelpon kantor polisi dan rumah sakit terdekat dan selanjutnya aku mengetahui hal tersebut dalam berita rem blong” aku yang dari tadi mendengarkan cerita dengan tiba tiba air mataku menetes di pipiku dengan sendirinya.
“Oh ya tadi ayahmu bilang kamu disuruh oleh ayahmu pergi ke kamarnya dan mengambil rubik dan pergi ke alamat yang berada di dekat rubik itu. Aku mencoba mengikuti perintah yang diberikan ayahku kepada Rihana. Aku dan Rihana langsung pergi ke kamarnya ayahku untuk mengambil rubik dan alamat yang berada di dalam laci. Aku membuka lembaran kertas itu yang berisi alamat pak trianto, sahabat ayahku yang sudah lama tak bertemu pasti lupa sama aku, pikirku. “jalan sukanegara no 41, wah rumahnya tidak jauh dari rumahku hanya berjarak 45 meter dari gang depan rumahku. Aku bergegas pergi dengan menyiapkan beberapa buku dan alat tulis untuk mencatat hal yang penting dari percakapanku dengan pak trianto. Alat alat tersebut kumasukkan ke dalam tas hitam milikku kecuali rubik ajaib yang diberikan ayahku, rubik itu selalu selalu aku pegang. Aku masih belum tahu apa maksud dari rubik ajaib itu, rubik itu selalu berputar dengan sendirinya dan mengeluarkan cahaya jika rubik itu selesai dengan sempurna. Saat di rumah pak rianto aku mencoba untuk memencet bel di sebelah pagar tersebut. Tak lama kemudian keluarlah laki-laki yang sepertinya aku kenal.
Aku mencoba mengingat kembali siapa ia. “Rexo” kata ku dengan nada gembira, nada yang mengingatkanku seseorang yang sering membuatku bahagia, bersandung tawa dan bermain bersama. Sejak ayahku ada, aku sering pergi ke rumahnya, tapi semenjak ayahku meninggal, aku dan Rexo tidak pernah bertemu lagi. Rexo dengan wajah gembira mengajak aku dan rihana pergi ke dalam rumah nya.
Tak lama kemudian, pak trianto datang dengan wajah gembira dan aku berdiri dari tempat duduk untuk menghormati pak trianto ayah dari Rexo dan sahabat kerja ayahku. Pak trianto menyuruh ku untuk duduk dan menceritakan apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, mengapa aku ke sini, siapa musuh ayah sebenarnya, dan apa yang ia mau dari ayahku? semua itu aku Tanya semasih ada di rumah ini. Siang menjelang sore waktuku berkemas diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Besok Rexo ikut untuk menyelidiki siapa yang membunuh ayahku.
Keesokan harinya kami bertiga kumpul di halaman belakang rumahku dan mendiskusikan apa yang Rihana tulis kemarin. “Yang aku tulis adalah nama: pak yahya, berkerja sebagai staff di PT Diguna Guna ia ingin merbutkan jabatan ayahmu sebagai direktur utama pada kantor tersebut” kata Rihana sambil mengawali pertemuan di pagi hari. “Alamatnya dimana?” tanyaku dengan serius. “Di jalan maju mundur no 1” kata Rihana dengan wajah senang. “Ayo kita kesana” jawab Rexo dengan penuh semangat. Kami pun menuju ke rumah pak yahya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku.
Cahaya pagi yang hangat dan udara yang sangat sejuk membuatku ingin bersemangat sampai tempat. Saat di depan gang rubik yang ku bawa bergerak sendiri dan mengeluarkan cahaya yang sangat terang lebih dari cahaya lampu, cahaya itu bergerak dan menunjukkan ke arah gubuk tua yang tidak layak pakai. kami bertiga segera pergi ke gubuk itu dan melihat-lihat apakah ada seseorang atau tidak, “Permisi apakah ada orang di dalam?” tanya Rihana sambil membuka pintu. Pintunya yang sangat lembab, basah dan hampir rusak membuat ingin tahu siapa yang ada di dalam.
Kami pun masuk gubuk tersebut dan melihat daerah sekitarnya. “Permisi anda siapa ya?” Tanya Rexo membuat aku dan Rihana ingin tahu apa yang ia bicarakan. Orang itu terlihat sudah tua dan agak tidak waras. Seseorang tersebut yang dari tadi diam dengan tiba-tiba ia tertawa sendiri dan berkata “Hahaha ia mati di tanganku, saatnya aku mengubah sifatku untuk menggantikan jabatannya, hahaha” kata seseorang itu. Aku kaget dan mataku berkaca-kaca mendengar hal tersebut. Tanpa sadar Rexo dimasuki oleh nyawa ayah dan berkata “hei yahya mengakulah kau ke kantor polisi jika tidak kamu akan mengikutiki ke neraka yang siksaannya lebih kejam daripada masuk penjara” kata ayahku dan pak yahya mengakui kesalahannya.
Rihana telah menyiapkan cam recorder miliknya jadi ia dapat merekam kejadian yang tadi aku segera menelpon pak polisi untuk menangkap pak yahya “ayahmu sekarang sudah tenang di alam sana biarkan saja Rexo tidur di sana nanti dia juga bangun” kata Rihana “Terimakasih kamu sahabat yang baik yang aku punya” jawabku, kami berdua berpelukan “ehhem” suara Rexo mengagetkan kami berdua. Suara mobil pak polisi datang aku mempersiapkan cam recorder milik Rihana untuk menjadi bukti yang kami bertiga punya.
Beberapa menit kemudian, mobil ibu datang dan berhenti di depan gubuk itu aku bertanya “Lho bu ini kan masih satu setengah bulan kok ibu udah pulang?” lalu ibu berkata “Ibu kangen sama kamu kamu hanya anak pertama milik ibu, ibu gak bisa kerja di luar kota kalau kamu sendirian akirnya ibu pulang dan sesampainya di rumah ibu melihat keadaan sepi sekali tanpa seseorang.”
“Lalu kenapa ibu bisa tahu kalau aku disini?” tanyaku seperti anak kecil “setelah di rumah ibu ditelepon oleh kantor polisi kalau kamu telah menangkap siapa yang menabrak ayah, mama suka sekali” kata ibu sambil tersenyum tipis” sebagai gantinya kamu boleh bermain di rumahnya Rexo kapan pun yang kau mau. Aku pergi ke Rihana “Kamu ikut tidak ke rumahnya Rexo?” aku bertanya dan Rihana menjawab “Boleh deh” kami tersenyum tipis.
Keesokan harinya kami bermain dan bertukar cerita dan pengalaman lama.
Cerita yang kualami akan kubuat pelajaran bagiku kalau kita tak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan. jadi sahabatlah yang dapat menolongnya. Sahabat itu tidak pilih-pilih, semua juga bisa menjadi sahabat yang baik asalkan mereka memiliki hati yang tulus untuk menolong dan membantu satu sama lain, megajari semua keburukan dan tidak pilih kasih.
Karya: Sherena Anodhea Eka Pramudita
No comments:
Post a Comment