CAMPUR ADUK

Tuesday, December 25, 2018

DAN, NARKOBA MERENGGUTNYA

Semoga Tulisan ini membawa manfaat bagi semuannya. Baik orang tua, murid, juga guru. Ini merupakan kenangan terburuk dalam hidupku. Yaitu, tentang seorang siswa terbaikku yang harus yang harus meninggalkan kami semua karena ketidaktahuan lingkungannya. Ya. Ia meninggal karena overdosis obat terlarang. Kini, ia memang telah bisa menjadi hikmah bagi orang yang ditinggalkannya.

Adalah Albin, siswa jenius yang tidak ada bandingannya di sekolah. Berkali-kali ia mengharumkan nama sekolah hingga tingkat internasional. Kami semua bangga dengannya. Anaknya pun luar biasa. Di usianya yang masing semuda itu, ia mampu membuktikan kebanggaan orang tuanya. Anaknya cerdas, suka menolong ramah dan pandai sekali bergaul. Tak heran, semua merasa memilikinya. Bahkan aaku sendiri pun merasakan kekaguman.

Begitu besarnya kepercayaan kami padanya. Tak pernah terbersit dalam hati kami musibah ini akan melanda. Tak terbersit dalam hati kami, siswa setangguh dialah yang menjadi korban keganasan narkoba.

Tak seperti biasanya, Albin tampak gelisah. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Aku menanyainya. Ia hanya mengatakan karena ingin ke kamar mandi. Aku tersenyum bangga. Dasar anak pandai. Sudah gelisah mau ke kamar mandi pun masih ditahan karena ingin tetap belajar. Aku menyuruhhnya ke toilet.

Ia segera bergegas ke toilet. Aku memberi tugas anak-anak. Aku juga memberi kesempatan pada siswa yang akan ke toilet. Ada beberapa siswa yang juga ternyata ingin ke tempat yang sama. Beberapa saat kemudian. Anak-anak mulai kembali. Namun, Albin belum juga kembali. Dan kini, ia telah tampak segar bugar dengan mata yang bersinar-sinar. Aku melanjutkan pelajaranku.

Belakangan terungkap juga hal yang sama dialami oleh guru yang lain.Tapi semuanya tak pernah menyangka kegelisahan itu akibat dari sakaw. Saat ia ketagihan obat terlarang itu. Kini, Albin lebih banyak menyendiri. Kami pun tak memahami hal itu. Kami mengira itu salah satu sifat anak jenius yang memiliki pemikiran lebih dari teman-temannya. Sebab, tentu saja ia kesepian karena di tempat aku mengajar merupakan sekolah terbaik di kotaku. Dan Albin lebih jenius dari pada mereka semua. Aku mengharapkan dia mendapat pengajaran yang lebih tinggi lagi. Sebab, sangat disayangkan jika bakatnya itu terpendam begitu saja karena ia hidup mendahului jamannya.

Kami tak menyangka sama sekali bahwa itu salah satu sikap dari pecandu narkoda. Ia akan tiba-tiba menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Sama sekali tak terbesit dalam angan-angan kami. Bahkan saat penerimaan rapor, ia tetap menunjukkan yang terbaik. Orang tuanya pun tak pernah alpa mengucapkan terimakasihnya pada kami para guru dan semua warga sekolah yang mendukung putera tunggalnya itu sehingga menjadi yang terbaik.

Mengenai sikapnya yang tiba-tiba pendiam, orang tuanya pun sempat mengungkapkan padaku. Menurut mereka, Albin sering sekali mengurung diri di kamar selama berjam-jam. Bahkan sering juga telat makan.

Kadang Albin tampak gelisah. Keringatnya bercucuran. Ia menelepon seseorang. Setelah orang itu datang dan mereka berkomukasi entah apa, anaknya menjadi tenang bahkan tampak sangat bersemangat. Mereka menganggap hal itu aneh sekali. Aku berusaha bijaksana dan menerangkan bahwa Albin adalah anak yang memiliki kecerdasan istimewa. Mungkin saja ia merasa dalam batas tertentu sudah tidak ada lagi yang mampu mengimbangi kecerdasannya. Sehingga ia memilih untuk menyendiri. Bahkan, pada orang tuanya aku menyarankan agar putranya itu diberi ruang untuk mengekspresikan diri.Orang tuanya mengangguk tanda mengerti.

Hal berganti dan waktu pun berlalu. Anak itu tampak semakin layu. Badannya kini semakin kurus. Matanya tampak cekung. Mukanya juga pucat. Aku terkaget-kaget atas kenyataan yang tidak pernah terduga sebelumnya. Sedemikian tersiksanyalah ia karena tak ada anak yang bisa menandingi kecerdasannya? Aku berinisiatif untuk memanggil orang tuanya.

Kami pun bertemu. Tak ada perasaan curiga sedikitpun. Sebab, Albin selalu menyatakan dirinya baik-baik saja. Bahkan memang ia tak pernah mengeluh. Menurut orang tuannya, badan Albin kurus karena ia masih masa pertumbuhan. Dan ayahnya dulu juga kurus seperti Albin sekarang ini. Aku berusaha memahami hal ini. Dalam pertemuan itu, aku menyatakan bahwa diriku sangat bangga atas perhatian orang tua Albin. Betapa anak itu sangat beruntung memiliki orang tua seperti mereka berdua. Orang tuannya juga menyatakan bahwa Albin sangat beruntung memiliki guru seperti aku.

Beberapa bulan setelah itu, aku mendapati kenyataan yang sangat mengejutkan diriku. Nilai Albin mendadak drop. Seperti tak ada lagi bekas-bekas kejeniusan di otaknya. Aku menyadari hal ini ketika Pak Mora mengatakan hal itu. Aku mengira semua ini karena kebetulan saja. Namun, beberapa guru juga mengadukan hal yang sama. Sampai pada saat ulangan pelajaranku, apa yang mereka katakan terbukti sudah. Albin mendapatkan nilai terendah di kelas.

Aku seperti limbung. Aku tak tahu harus berkata apa. Yang aku lakukan adalah melayangkan surat kepada kedua orang tuannya untuk  memecahkan masalah ini. Bagiku ini merupakan sesuatu yang sangat serius. Aku tak ingin hal yang lebih buruk menimpa murid kesayangan sekolah ini. Namun, tak seperti biasanya, suratku tak mendapat tanggapan sama sekali. Naluriku mengatakan ada suatu hal yang tidak beres terjadi.

Oleh karena itu, aku berinisiatif untuk menelepon rumahnya. Yang pertama kali diterima oleh pembantunya. Ia mengatakan bahwa orang tua Albin sedang ke luar kota. Minggu depannya aku menghubunginya lagi. Aku menyatakan bahwa telah beberapa kali mengirim surat namun tak pernah ada respons. Apalagi hari ini Albin juga tak masuk sekolah. Ibunya terkejut dan berjanji akan menemui aku segera.

Keesokan harinya, ibunya menemuiku. Kami bercerita panjang lebar tentang Albin. Yang membuat aku terkejut adalah pernyataan ibunya, bahwa Albin sekarang telah berubah. Ia selalu meminta uang jajan lebih. Bahkan beberapa barang elekronik dan perhiasan ibunya raib entah ke mana. Menurut Bi Yem, pembantunya, barang-barang itu dijual Albin. Aku menangis sedih. Sebenarnya ada apa dengan Albin.

Aku mendapat ide untuk menghubungi temanku. Seorang psikolog. Aku berbicara panjang lebar tentang apa yang menimpa siswaku ini. Jawabannya membuat aku seperti tersambar petir: kemungkinan Albin telah terkena narkoba. Tanganku gemetar hingga telepon terjatuh dari genggamanku. Aku sering sekali mendengar nama itu. Aku tahu kalau barang haram itu berbahaya. Aku tahu itu merusak masa depan dan segala-galanya. Namun, aku tak pernah tahu wujud dan tanda penggunanya. Aku shock luar biasa. Ibunya juga mengalami  hal yang sama denganku.

Saat itu juga, kami mendengar kabar yang sangat seakan membuat dunia runtuh. Albin telah meninggal akibat overdosis. Ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit setelah ditemukan oleh Bi Yem. Ini merupakan luka sejarah dalam hidupku.


Karya: Shuniyya Yusuf

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK