CAMPUR ADUK

Tuesday, January 1, 2019

GETAH HIDUP

Takdirmu jelas bukan takdirku. Takdirku hanyalah kesunyian diriku yang tak ada satupun orang mengetahuinya. Mungkin ada beberapa orang yang bisa merasakan indahnya dunia ini namun Kehidupanku tak kunjung membaik, hari- hariku biasa saja. Orang-orang melihatku sebagai makhluk yang tak berjiwa, ku hanya dibuang dan diabaikan dalam dunia nyata. Mungkin akulah satu-satunya orang yang mempercayai bahwa suatu saat nanti pasti kita akan merasakan getah dari kehidupan ini. Semua kebaikan pasti berdampingan dengan keburukan yang menghampiri setiap individu. Hidupku ini membawaku sebuah pendapat bahwa setiap orang yang hidup memiliki pengikutnya yang beragam dan merekalah yang menentukan seberapa beruntunglah orang tersebut atau seberapa sial orang tersebut.

Aku pernah melihat seorang temanku diikuti oleh sosok besar sekali mungkin tingginya 20m. Sosok itu suka memberikan perlindungan ke dirinya, ia menjaga rumahnya, membunuh semua musuhnya, sampai membantu setiap kesulitannya. Walaupun ia adalah anak indigo tetapi ia tidak bisa merasakan kehadiraanya. Hanya orang tertentulah yang bisa melihatnya. Mungkin hanya akulah yang bisa melihatnya. Mungkin untuk mempercayai ini sangat sulit, dan beberapa orang akan memanggilku musyrik. Tetapi ku mengabaikannya. Setiap hari, ku berlaga biasa saja seperti orang-orang biasa. Berdiam diri mungkin pilihan yang tepat, karena dengan bertemu orang-orang ku bisa melihat sosok-sosok yang absurd yang mengikuti di belakangnya. Dahulu aku pernah melihat sesosok makhluk gaib berwarna merah dengan muka berlumuran darah. Sosok ini mengikuti ibu saya setiap hari. Tetapi sosok itu sudah hilang, tak ada lagi yang mengikuti ibuku selain seekor kucing yang setiap hari mengikutinya. Tak ada rasa takut yang menghampiriku setiap melihat ibuku. Diriku tak bisa berubah, hanya ada rasa takut di setiap hari-hariku.

Pengelihatan ajaibku bermula saat saya duduk dibangku SMP tepatnya kelas 9 SMP yaitu tahun 2001. SMP ku terletak di Jakarta Timur di daerah Lubang Buaya. Sekolah ku dikelilingi oleh pohon karet dan kononnya banyak sekali penampakan-penampakan yang sering menggangu sekolahku. Suatu hari di tengah jam isitirahat, saya dan Badhir bosan dan ingin mencoba hal-hal yang baru. Mungkin karena kita sudah memasuki remaja, kita ingin melakukan hal-hal yang aneh yang tidak membosankan.

“Woy bosan nih.” ujar Badhir.

“Ya udah mau ngapain sekarang,” ucap diriku.

“Terserahlah bosan kalau bisa ajak-ajak yang lain biar serulah,” lanjut diriku.

“Ya udah sana panggil yang lain,” ujar Badhir.

Tak lama kemudian 1 orang temanku datang.

“Oke gimana kalau kita main jalangkung, tapi jangan disekolah, mainnya ditengah hutan karet,” Ya udahlah kalau begitu.

“Ah gw gak ikut, takut, gw mau ke kelas aja. Ya udah lah sampai nanti Sigit, Badhir,” Ucap temanku.

“Takut loe, gak berani, ya udah nanti aja pas pulang sekolah biar greget, kalau bisa udah mau magrib,” Ujar diriku.

Setelah mengikuti pelajaran di sekolah diriku dan Badhir bertemu di depan gerbang sekolah. Ia membawa boneka Leak Bali yang ia temukan di kelasnya. Aku dan Badhir lekas menuju ke belakang sekolah dan berjalan sekitar 200 m dari sekolah. Keadaannya sangat sepi, hanya terdengar suara burung dan serangga-serangga. Konon di hutan ini banyak sekali sosok halus yang absurd dan aneh-aneh wujudnya. Ada yang bertubuh besar setingi 10 m dengan 2 tanduk tertusuk di kepalanya. Manusia berkepala macan, yang disebutnya oleh warga sekitar sebagai siluman, yang selalu mencari mangsa di hutan, Pocong, Kuntilanak, Genderuwo yang berbadan besar dan bongsor dengan taring. Terdapat makhluk yang berukuran sama dengan manusia yang memiliki muka datar dan diselimuti oleh darah, makhluk-makhluk ini hanya sebagian kecil dari makhluk-makhluk yang ada di hutan karet ini. Sesampainya ditengah-tengah hutan kita mulai menaruh boneka itu didepan kita dan selembar kertas dan pensil yang sudah diikat dengan Leak tersebut. Tanpa diduga si Badhir membawa HP nya dan ia langsung memutarkan lagu Lingsir Wengi yang katanya untuk memanggil Kuntilanak. Ia memutar lagu itu sampai habis. Setelah lagu itu selesai kita mulai memainkan jalangkungnya.

“Cepat nyanyi lagunya,” ujar Badhir.

Dengan serentak kami berdua menyanyikan lagu Jalangkung itu.

Jelangkung jelangsat

Di sini ada pesta

Pesta kecil-kecilan

Jelangkung jelangsat

Datang tidak diundang

Pergi tidak diantar

Setelah menyanyikan lagu itu Leak itu bergerak kesana kemari, kami pun memegangnya dengan sangat keras. Kami pun mulai menanyakan pertanyaan ke Leak tersebut yang sudah dirasuki oleh makhluk gaib.

“Assalammualaikum, kami disini tidak mau menggangu tapi kami hanya ingin berinteraksi dengan dunia kalian,” Ujar saya.

“Siapa nama anda,” ujar diriku.

Leak tersebut menulis dengan sendirinya lalu ia menulis namanya Silawarti. Tak sempat menanya banyak hantu ini merasuki Badhir. Aku pun panik tetapi berusaha untuk tenang. Lalu aku pun mulai menanyakan beberapa pertanyaan.

“Mengapa kamu bisa disini,” ucap diriku

Badhir menjawab dengan tubuh dirasuki “Aku dibunuh setelah diperkosa oleh lelaki jahanam yang tak tahu diri.”

Baru saja menanyakan pertanyaan kedua, makhluk gaib itu keluar dari Badhir. Badhir pun lemas tetapi masih sanggup untuk berdiri. Tiba-tiba Leak itu meledak.

“Gila!!!!! Meledak tuh Leak.”

Kita berdua lari ke arah sekolah, dan ditengah pelarian. Kami berdua dikelilingi oleh makhluk-makhluk gaib yang abstrak. Ada 5 Genduruwo disekitar kita dengan Pocong dan Kuntilanak. Mereka semua berbadan besar dengan dilumuri oleh darah. Genduruwo tersebut bermuka Leak, matanya melotot dengan taring menjulur keluar dan tanduk menusuk di kepalanya. Kami berdua panik dan tidak bisa apa-apa. Lalu kami berdua lari saja tanpa melihatnya, kami berdua mulai membaca doa yang kami ingat, semua doa yang kami ingat dibacakan satu per satu. Tetapi makhluk gaib tersebut tidak mau hilang. Kami pun dengan berpikiran kosong langusng berlari sekencang-kencangnya menuju gerbang sekolah. Sekitar 10 menit berlari kita sampai di sekolah dan bertemu dengan satpam sekolah.

“Sudah jam 5 sore, sana pulang cepat! Gerbang sudah mau ditutup!” suara lantang dari si satpam.

“Ia pak, kita akan keluar,” ujar Badhir.

“Badhir gw nginap dirumah loe dulu, dirmah gw gak ada orang semuanya pada ke luar kota dan gw ketakutan habis main jalangkung,” Ucap diriku.

“Oke nggak apa-apa, loe tidur dirumah gw aja sampai besok.”

Kami pun pulang menggunakan Kopaja ke arah Tebet. Sesampainya dirumah Badhir saya langsung tidur dan berusaha untuk melupakan semuanya yang sudah terjadi. Keesokan paginya diriku menjadi aneh, merasa berat di kepala dan kupaksakan diriku untuk bersekolah bersama Badhir. Sesampainya disekolah ku melihat gendurowo yang kulihat dihutan. Aku pun pingsan dan langsung dibawa ke klinik sekolah.

Setelah 1 jam tertidur aku pun bangun dengan kepala pusing dan berkunang-kunang.

“Ada apa Sigit,” ujar guruku.

“Tadi pagi waktu saya masuk ke gerbang sekolah, saya melihat genduruwo besar sekali dan menyeramkan.”

“Gak mungkin ada kan disini bersih, semua makhluk gaib sudah dihilangkan. Buktinya di kelas 7A ada anak indigo. Ia sering melihat hantu di belakang sekolah tapi ia tidak pernah melihat hantu di sekolah. Katanya hantunya tidak berani masuk ke lingkungan sekolah, hanya berani di hutan karet belakang sekolah kita,” ujar guruku.

Pada saat inilah aku percaya bahwa diriku bisa melihat hantu melebihi orang-orang indigo. Mungkin hanya khyalan, tetapi saya yakin ini sungguh benar terjadi kepada diriku. Ilmu yang melebihi orang-orang. Mungkin diriku yang sial, karena Badhir tidak kenapa-kenapa.

Mungkin ini sebuah getah yang menempel di diriku. Rasa penasaranku membawaku menemui malapetaka. Mungkin hanya diriku yang memiliki ilmu lebih dari indigo. Setelah beberapa tahun, saya muak dengan penglihatan ini saya berusaha untuk menghapus pengelihatan ini dengan cara apapun hingga akhirnya aku bertemu teman SMP ku Badhir, yang bersedia untuk menolongku.

“Dhir nanti ketemuan di rumah gw, gw mau ngomongin sesuatu sama loe.” diriku memberi pesan singkat ke Badhir.

“Ya udah jam 10 pagi, nanti gw bawain pak ustad yang katanya ahli dalam menghilangkan pengelihatan dunia lain.” balas Badhir.

“Ya sudah, semoga berhasil,” Ku membalas.

Setelah 2 jam menunggu Badhir pun datang dengan pak ustad.

“Assalamuaikum.”

“Waalaikumsalam, silakan duduk.”

“Iya makasih” jawab Badhir.

“Jadi apa keluhannya, katanya kamu bisa melihat makhluk gaib yang tidak semua orang bisa dan orang indigo bisa.”

“iya betul pak, bukan sekedar lihat saja, saya bisa merasakan sifat-sifat dari makhluk gaib tersebut dan pengaruh apa yang mereka bawa kepada pengikutnya”.

“Oh, dulu saya seperti kamu, saya memiliki ilmu melebihi orang indigo, persis seperti kamu. Dulu saya bisa merasakan dan melihatnya. Saya melihat setiap orang pasti ada yang mengikutinya, bisa jin baik atau jin jahat dan jin-jin tersebut bisa mempengaruhi hidup orang tersebut jika mereka tidak memiliki iman yang kuat. Jin-jin ini beragam-ragam ada yang abstrak, jahat, tinggi, besar, kecil hingga cantik. Jin-jin ini bisa berubah wujud dan terus mengikuti orang yang sama hingga mati. Jika orang tersebut mati, jin tersebut akan mengikuti orang yang lainnya. Hanya imanlah yang bisa menolongmu nak, Iman kepada Allah SWT. Dengan memperkuat iman kamu bisa menghilangkan penglihatan ke makhluk gaib.” Ujar pak ustad.

“Jadi saya harus bagaimana pak?” tanya diriku dengan rasa takut.

“Kau harus masuk pesantren di Bondowoso, seperti saya. Pesantren ini bukan sekedar pesantren biasa. Pesantren ini membawamu ke jalan yang lebih terang dan menghapus semua rasa takut yang ada di dirimu. Semua murid-murid di pesantren ini memiliki kasus yang sama sepertimu. Saya sarankan untuk pergi ke pesantren Al Nahdlatin di Bondowoso dan tinggal untuk 3 tahun. Kau harus meninggalkan semua kesibukan di Jakarta jika kau mau selamat. Karena jika dibiarkan begitu saja kau akan bisa melihat hal-hal yang lebih gila.” Tutur pak ustad.

“Oh begitu, kalau begini saya pikir-pikir dulu.”

Ya sudahlah saya mau pulang, karena masih ada urusan lagi,” ucap Badhir.

Pak ustad dan Badhir meninggalkan rumahku dan keadaan menjadi hening. Keputusan ada ditanganku apakah aku ingin menderita untuk seumur hidupku atau menderita selama tiga tahun meninggalkan semua kesibukan.

Seminggu setelah memikirkan baik-baik akhirnya ku membuat keputusan yaitu aku akan pergi ke Bondowoso dan melakukan semua ucapan pak ustad yang mengunjungiku seminggu yang lalu. Diriku merasa pesimis dan merasa tidak yakin dengan apa yang dikatakan pak Ustad.

Keesokan harinya aku bersiap-siap, memasukan semua bajuku untuk persedian tiga tahun kedepan karena di pagi hari aku akan berangkat. Saat magrib tiba ku berkunjung ke rumah Pak Ustad  yang memberikan penerangan ke diriku. Ku meminta restu agar selamat di jalan dan semua berjalan dengan lancar.

Pukul 3.00 WIB aku sudah ada di terminal Kampung Rambutan Ku menunggu bus jurusan Jakarta- Bondowoso. Dengan membayar Rp.75.000,- ku siap menempuh perjalanan selama 2 hari. Selama di bus ku hanya bisa membaca buku dan tidur.

Setelah 2 hari perjalanan akhirnya ku sampai di Bondowoso Ku mencari angkot berwarna hijau yang akan membawaku ke Pesantren Al Nahdlatin  dan dilanjutkan dengan menaiki ojek selama 2 jam. Setelah menaiki ojek ku turun dan berjalan selama setengah jam karena pesantren ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan apapun. Sesampainya disana aku langsung disambut oleh pemilik Pesantren ini.

“Apakah kamu yang bernama Sigit?” Tanya Pak Amin.

“ Ya… betul..,.” dengan rasa tegang menjawab pertanyaannya.

“Ngomong-ngomong bapak tau nama saya dari mana?”

“Oh saya tau dari Ustad Paino yang di Jakarta. Katanya ia mau mengirimkan seseorang ke sini. Kamu bisa memanggilku dengan Pak Amin atau Ustad Amin.” ujar Pak Amin.

“Sekarang saya kasih kamu kamar, mungkin kamar ini tidak sebagus di Jakarta. Disini ada 30 santri seperti kamu, yang memiliki kasus yang sama seperti kamu. Disini kita Sholat berjamaah dan melakukan semua perintah Allah dengan benar, ikhlas dan berusaha menjauhi semua larangan-larangan Allah. Sekarang kamu istirahat dulu, nanti kita sholat Magrib berjamaah,” ucap Ustad Amin.

Senja pun tiba, Saya bergegas untuk pergi ke masjid. Di sana semua orang berkumpul dan melakukan sholat Magrib berjamaah. Tak disangka-sangka ku bertemu teman baru yang lebih tua dibandingkan saya. Seperti Ajiono, Ambar, Brata dan masih banyak yang lain. Kita mengobrol sampai adzan Isya berkumandang. Setelah saya melaksanakan sholat Isya  kita membaca Al-Quran selama 1 jam. Tiba-tiba mereka semua bergegas keluar masjid dan saya pun ikut keluar. Mereka semua bergegas menuju hutan dibelakang pesantren secara menyebar. Diriku panik dan akhirnya ku bertemu dengan Pak Amin.

“Pak ada apa ini?” ujar diriku dengan jantung berdebar.

“Nanti kamu akan seperti itu, ini merupakan pelatihan untuk kita semua yang bertujuan untuk menghilangkan pengelihatan kita terhadap hal-hal gaib. Mereka akan bersemedi ditengah-tengah hutan secara terpencar. Mereka harus pergi dari area pesantren minimal 2 KM. Disana mereka akan diam dan mencuci otaknya selama 3 jam. Mereka akan melakukannya untuk dua kali sehari 4 jam setelah subuh yang dimulai pada pukul 6.000 dan 3 jam setelah Isya yang dimulai pada pukul 20.00 sampai 23.00. Nanti kamu akan terbiasa dan lama kelamaan pengelihatanmu terhadap hal gaib akan pudar. Besok kita akan mulai kegiatannya.”

“Terima kasih atas penjelasannya,” ujar diriku.

“Sama-Sama.”       

Keesokan harinya ku bangun pukul 4.00 dan bergegas melaksanakan sholat Subuh. Setelah melakukan sholat subuh ku menghampiri Pak Amin.

“Sudah siap?” tanya Pak Amin.

“Siap pak,” dengan rasa tegang.

Kemudian ku dibawa oleh Pak Amin kedalam hutan tersebut. Baru saja menginjakan kaki di hutan tersebut ku langsung merasakan dan melihat hal-hal aneh dan gaib. Ku melihat seseorang tanpa kepala sedang berjalan kesana-kesini untuk mencari kepalanya. Saya melihat 10 kepala terbang kesana kemari tanpa arah. Terdapat ibu-ibu yang menjerit kesakitan. Jeritannya jelas terdengar sampai kedalam otak saya. Terdapat Siluman Macan dan Babi Ngepet yang sedang berjalan persis disebelahku. Ku melihat sebuah kerajaan yang sangat besar yang dijaga oleh 2 raksasa yang tingginya sekitar 30 m dengan taring keluar, mata melotot dan badan dilumuri oleh darah terutama dibagian tangannya. Ku bisa merasakan bahwa didalam kerajaan itu terdapat makhluk-makhluk yang lebih abstrak. Tetapi yang paling jelas terlihat adalah Kuntilanak berwarna merah sedang menunggu di pohon sebelahku. Kuntilanak ini memiliki lubang di punggungnya dengan tinggi 5m. Ku tidak bisa tahan dengan hal-hal disekitar ini. Bau amis yang melekat dan makhluk-makhluk gaib di hutan ini akan ku hadapi selama 3 tahun. Pak Amin memaksa ku untuk tetap tahan dan ia menyuruh ku duduk di depan raksasa itu. Ku berusaha tenang, Pak Amir hanya duduk disebelahku.

“Kosongkan pikirinmu, jangan rasakan, jangan ikuti perintah mereka. Kau adalah makhluk yang sempurna.” Pak Amin membisikanku.

“AHHHHHHH!” ku berteriak sangat kencang melepaskan semua rasa takut ku.

“Tidak apa-apa coba kosongkan pikiranmu,” kata Pak Amin.

Setelah berusaha untuk mengosongkan pikiran, dengan mata ditutup saya tidak merasakan apapun. Tidak sedikit apapun. Ku tak berani membuka mataku karena ku yakin pengelihatanku masih berjalan. Tiga jam tak berjalan dan tiba-tiba Pak Amin menyampariku.

“Sigit sudah selesai,” ujar Pak Amin.

“Cepat sekali ku tak merasakan apapun. Mungkin pertamanya saja ku merasakan ketakutan tetapi setelah mengosongkan pikiranku, diriku tak merasakan apapun.”

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun ku tak berasa sudah 3 tahun sudah ada di pesantren ini. Hari demi hari pengelihatan ku semakin menurun, sekarang ku hanya bisa mendengar hal-hal gaib tetapi tidak bisa merasakannya dan melihatnya. Ku merasa berterima kasih kepada Pak Amin dan akhirnya ku memutuskan untuk pulang pada tanggal 27 September 2012, 5 hari sebelum Lebaran. Diriku sudah bersih dari noda-noda hal-hal gaib.

“Pak Amin besok saya akan pulang ke Jakarta. Saya merasakan manfaatnya sekarang saya sudah seperti orang biasa saja,” Ujar diriku.

“Sama-sama, saya juga berterima kasih kepada kamu. Tetapi saya mempunyai satu pesan untukmu,” ujar Pak Amin.

“Apa itu?”

“Sesampainya di Jakarta kamu harus pergi ketempat dimana kau bisa mendapatkan pengelihatanmu. Karena ku yakin pengelihatanmu bukan dari lahir. Kamu akan ketempat dimana kamu mendapatkan pengelihatanmu ini dan meminta maaf dengan membaca Ayat Kursi.”

“Kalau begitu saya akan laksanakan perintah anda,” ujar diriku.

Keesokan hari pun tiba, ku pamit ke semua santri yang ada di pesantren ini dan kepada Pak Amin. Ku menempuh perjalanan yang sama. Setelah 2 hari perjalanan, akhirnya ku sampai di Jakarta yang disambut oleh Badhir. Ku langsung pulang ke rumah dan menaruh barang-barang di rumah. Ku ajak Badhir ke tempat dimana kita bermain jalangkung dibelakang sekolah kita di Lubang Buaya. Walaupun sekolahnya sudah tiada ku mempunyai firasat bahwa hutan tersebut masih ada. Kita pun masuk kedalam hutan itu dan langsung membaca Ayat Kursi dan tiba-tiba diriku merasa lega. Semua beban di diriku keluar. Ku merasa bahwa diriku mempunyai jiwa yang baru dan hidup yang lebih baik.


Karya: M. Nibras Azza A

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK