CAMPUR ADUK

Saturday, July 24, 2021

CAWAN EMAS

Vania duduk di ruang tengah setelah membantu ibu masak di dapur. Vania mengambil buku di meja dan segera di baca dengan baik.

Isi buku yang di baca Vania :

Maria adalah seorang anak tunggal. Ia lahir di Spanyol tetapi besar di Argentina. Ayahnya seorang pedagang dan ibunya telah lama meninggal. Maria memiliki binatang peliharaan, seekor domba pemberian almarhum ibunya. Ia sering mengajak dombanya berjalan-jalan, bermain-main, bahkan mengobrol. Baginya, domba itu adalah sahabat terbaiknya, selalu ada menemaninya karena ayahnya jarang berada di rumah. Suatu hari, Maria dipanggil oleh ayahnya. 

“Ada apa, Ayah?” tanya Maria. 

“Maria, Ayah merasa bersalah karena tidak mempunyai cukup waktu untuk menemanimu. Kamu pasti sering merasa kesepian,” kata ayah Maria. 

“Tidak apa-apa, Ayah! Maria bisa mengerti pekerjaan Ayah. Lagi pula, ada Juan yang menemaniku,” balas Maria. 

“Siapa Juan itu? Temanmu sekolah?” tanya ayah Maria sambil mengernyitkan alisnya. 

“Bukan, Ayah! Juan itu nama domba hadiah dari almarhum Ibu,” jawab Maria sambil tersenyum.

Ayah Maria ikut tersenyum dan berkata, “Ya, Ayah ingat dengan domba itu tetapi tidak ingat kalau ia bernama Juan. Ayah kira ia bernama Pedro.”

“Pedro de Urdemalas?" 

Mereka berdua kemudian tertawa bersama. 

“Maria, bagaimana jika Ayah hendak menikah lagi?” tanya ayah Maria setelah mereka berhenti tertawa.

“Oh, tidak apa-apa, Ayah! Aku tidak keberatan,” jawab Maria dengan wajah berbinar. 

“Ayah berniat untuk menikah dengan seorang janda yang memiliki dua orang anak perempuan. Umur mereka tidak beda jauh denganmu, Maria. Jadi engkau bisa mempunyai teman bermain.”

“Jadi aku bakal mempunyai dua orang saudara? Asyik! Aku punya teman bermain baru!” kata Maria setengah berteriak sambil memeluk ayahnya. 

Singkat cerita, ayah Maria melangsungkan pernikahan dengan Anna, janda dengan dua orang anak, Marry dan Martha. Awalnya semua berjalan menyenangkan bagi Maria. Ibu dan saudara-saudara tirinya memperlakukan Maria sangat baik. Semua berubah ketika ayah Maria harus meninggalkan Maria selama berbulan-bulan untuk berdagang. Perlakuan ibu dan saudara-saudara tiri Maria berubah seratus delapan puluh derajat. Mereka membenci dan mempelakukan Maria layaknya budak mereka. Anna mengharuskan Maria membersihkan rumah, memasak, mencuci, menyetrika baju, serta mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya. Ia bahkan tidak segan-segan memarahi dan membentak Maria jika pekerjaannya tidak memuaskan. Anna bahkan tega mengurung Maria di lumbung dan tidak memberinya makan berhari-hari hingga rasa kesalnya hilang. Maria sempat terguncang hatinya saat menerima perlakuan seperti itu, tetapi ia berusaha untuk bertahan. Ia curahkan semua perasaannya kepada Juan, domba kecil hadiah dari ibunya. 

“Juan, kenapa Ibu Anna membenciku? Apa salahku kepadanya?” kata Maria sambil terisak.

“Embeeek....,” jawab Juan. 

“Aku sudah berusaha mengerjakan semua yang diperintahkan Ibu Anna tetapi tetap saja ia membenciku.”

“Embeeek....”

“Minggat? Pergi dari rumah? Tidak, Juan, tidak! Aku tidak ingin membuat khawatir ayahku dan banyak orang karena kepergianku dari rumah.” 

“Embeeek....” 

“Iya, aku coba untuk menerima keadaan ini, Juan. Mungkin Ibu Anna tidak terbiasa ditinggal Ayah berbulan-bulan sehingga sikapnya berubah kepadaku.” 

“Embeeek....”

“Main petak umpet? Ini sudah malam, Juan! Ayo pergi tidur!”

Suatu hari Ibu Anna mendatangi Maria yang sedang berada di dapur. 

“Maria, aku bosan dengan makanan yang itu-itu saja! Aku ingin makan daging!” kata Ibu Anna dengan ketus. 

“Maaf, Bu! Persediaan daging di lumbung sudah habis. Apakah saya harus membelinya di pasar?” jawab Maria dengan sopan. 

“Tidak perlu, buang-buang uang saja! Lebih baik kamu sembelih domba peliharaanmu itu dan kita makan dagingnya,” jawab Ibu Anna.

“Apa? Tidak, Bu! Jangan Juan, Bu! Jangan Juan!” kata Maria sambil menangis. 

Ibu Anna kemudian mengambil sepiring beras yang terletak di meja dapur. Ia kemudian berjalan ke perapian dan menaburkan beras itu di sana. 

“Maria, jika kau tidak ingin menyembelih dombamu maka kau harus memisahkan beras-beras itu dari abu perapian. Waktumu tidak banyak! Jika kau belum selesai ketika aku bangun tidur siang maka dombamu harus kau sembelih,” ancam Ibu Anna. 

Maria menangis sekeras-kerasnya. 

“Bagaimana ini? Tidak mungkin memisahkan beras-beras itu dari abu perapian! Apalagi dalam waktu yang singkat,” kata Maria sambil sesenggukan. 

Tiba-tiba saja terdengar ketukan halus di jendela dapur. Maria membuka jendela dan ditemuinya seekor burung merpati. 

“Gadis kecil, apa yang membuatmu menangis begitu keras?” tanya burung merpati itu. 

Maria kemudian menceritakan permasalahannya. 

“Gadis Kecil, serahkan permasalahan ini kepada kami, bangsa burung! Kau bisa beristirahat dan biarkan kami yang bekerja,” kata burung merpati itu. 

Tampak keraguan di wajah Maria. 

“Percayalah kepada kami, gadis kecil! Ini pekerjaan yang mudah bagi bangsa burung.” 

Maria menuruti perkataan burung merpati itu. Ia pergi ke kamarnya dan beristirahat. Sementara itu, burung merpati memanggil teman-temannya sesama burung. Mereka kemudian mematuki beras-beras yang ada dalam abu perapian dan meletakkannya ke dalam piring. Ibu Anna bergegas ke dapur setelah bangun dari tidur siangnya. Ia membayangkan mendapati Maria masih memilah beras-beras itu sambil menangis. 

“Tidak lama lagi aku akan makan sup daging domba, tapi domba panggang nampaknya lezat juga. Atau dua-duanya?” katanya dalam hati dengan girang. 

Lamunann Ibu Anna buyar ketika mendapati beras-beras itu telah berada di piring dan dapurnya tetap bersih. Maria telah melakukan tugasnya dengan baik dan Juan tidak jadi disembelih. Keesokan harinya, Ibu Anna kembali lagi ke dapur. Ia masih menginginkan daging Juan. 

“Maria!” bentak Ibu Anna.

“Ada apa, Bu?” jawab Maria dengan sopan. 

“Aku masih penasaran dengan rasa daging domba kecilmu itu.” 

“Maaf, Bu! Bukankah saya telah mengerjakan apa yang Ibu perintahkan kemarin? Itu berarti Juan tidak harus...”

“Domba kecilmu itu tetap harus disembelih, Maria!” kata Ibu Anna sambil menggebrak meja denga keras. 

Ia kemudian berjalan ke arah lemari dapur dan mengambil toples gula. Ibu Anna lalu menumpahkan semua isi toples itu ke tumpukan sekam yang berada di pojok dapur. 

“Maria, kamu bisa memilih memasukkan semua gula ini kembali ke dalam toples atau menyembelih domba kecilmu itu!” kata Ibu Anna sambil tertawa licik.

“Jika kamu memilih memasukkan semua gula ini kembali ke dalam toples, maka waktu yang kamu punya untuk menyelesaikannya hanya sampai aku bangun dari tidur siangku! Ingat Maria, waktumu hanya sampai aku bangun dari tidur siangku,” lanjut Ibu Anna sambil berjalan keluar. 

“Semua terserah padamu, Maria! Ha... ha... ha...,” teriak Ibu Anna dari balik dapur.

Tangis Maria mulai pecah. Ia merasa tidak mampu melakukan tugas Ibu Anna tersebut. 

“Kenapa Ibu Anna ingin sekali memakan Juan? Kenapa Ibu Anna menyiksaku dengan memberikan pilihan seperti ini? Apa Ibu Anna tidak cukup menyiksaku dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga? Kenapa? Kenapa? Kenapa?” keluh Maria sambil menangis. 

Tangisannya makin lama semakin keras. Tiba-tiba Maria merasa sesuatu sedang menggelitik pundaknya. Ia menoleh dan melihat seekor semut besar. 

“Gadis kecil, apa yang membuat menangis tersedu-sedu seperti itu?” tanya semut besar itu. 

“Maaf, siapakah kamu?” tanya Maria keheranan.

“Aku ratu semut.” 

Maria kemudian menceritakan tentang keinginan Ibu Anna dan pilihan-pilihannya. Ratu semut itu menghela napas panjang dan berkata, “Gadis kecil, hapuslah air matamu, pergilah ke kamarmu, dan beristirahat! Serahkan masalah ini kepada bangsa semut.” 

“Tapi, Ratu...”

“Beristirahatlah atau jika kau mau, kau bisa duduk di sini dan memerhatikan bagaimana kami bekerja.”

Ratu semut kemudian memanggil rakyatnya. Semut-semut mulai berdatangan dalam barisan-barisan. Ratu semut memerintahkan semut-semut itu untuk membuang sekam dan membawa butiran gula ke dalam toples. Semut-semut itu mulai berbaris dan berjalan dengan rapi ke arah tumpukan sekam. Sebagian dari mereka mengambil dan membawa sekam-sekam itu keluar dari dapur dan sebagian lagi membawa butiran gula ke dalam toples. Maria memandang kejadian itu dengan takjub. Hanya dalam hitungan menit, tumpukan sekam tidak tampak lagi dan toples telah penuh berisi gula. Maria merasa senang sekali. 

Berulang kali ia mengucapkan terima kasih kepada ratu semut dan rakyatnya. Ibu Anna terkejut saat mendapati toplesnya telah penuh kembali dengan gula. Ia berulang kali memerhatikan toples gula miliknya dan pojokan dapur, mencari-cari apakah ada butiran gula yang tercecer. Tetapi ia tidak menemukan sebutir gula pun. Ibu Anna menjadi geram. Maria berhasil menyelamatkan hidup Juan sekali lagi. Keesokan harinya, Ibu Anna menemui Maria di dapur dengan membawa dua karung wol.

“Maria, aku masih menginginkan daging domba muda itu!” kata Ibu Anna. 

“Maaf, Bu! Saya tidak akan membunuh Juan!” jawab Maria.

“Cepat atau lambat, domba itu akan menjadi santapanku, Maria!” kata Ibu Anna dengan ketus. 

Ia kemudian menyodorkan dua karung bulu wol di hadapan Maria. 

“Kau bisa memilih, menyembelih dombamu untuk makan malam kami atau pintal dan rajut bulu-bulu wol ini menjadi sebuah kain,” lanjutnya. 

“Jika kau memilih pilihan yang terakhir, waktumu hanya hingga aku bangun tidur siang! Jika kamu belum selesai saat itu atau ada sisa dari bulu-bulu wol ini, kau harus menyembelih dombamu itu!” tambah Ibu Anna. 

Maria terkejut dan mulai menangis. Ia merasa tidak mungkin memintal dan merajut wol-wol itu menjadi sebuah kain dalam waktu yang singkat. Juan tidak mungkin berumur panjang. 

“Maria, Maria, berhentilah menangis, sahabatku!” terdengar suara lembut menenangkan. 

Maria menoleh tetapi ia tidak melihat seorang pun di dapur. Maria hanya melihat Juan yang sudah berdiri di atas meja. 

“Iya, ini aku yang bicara, Juan, sahabatmu,” kata Juan sambil tersenyum lebar. 

“Janganlah bersedih, sahabatku! Aku akan memintal wol-wol ini menjadi benang dan memintalnya menjadi kain,” lanjut Juan. 

Maria terdiam dan mulai merasa takjub saat Juan memakan semua wol-wol itu dalam sekejap. Tidak lama kemudian dari pantat Juan keluarlah benang. Juan memintal benang-benang itu menjadi sebuah kain yang sangat indah. Ibu Anna terkejut saat mendapati selembar kain yang bagus terhampar di meja dapurnya. Ia mengalihkan pandangannya kepada Maria dan Juan. 

“Tidak mungkin! Tidak mungkin Maria bisa melakukan ini semua dalam sekejap,” kata Ibu Anna dalam hati. 

Ia lalu memeriksa karung-karung yang tadinya berisi bulu-bulu wol. Semua bersih tanpa sisa! Ibu Anna berjalan ke arah Maria dan menyambar Juan. Maria yang berusaha menghalangi ditepisnya. Ibu Anna memeriksa Juan dengan teliti sampai ia menemukan sisa-sisa bulu wol di pantat Juan. 

“Aha, apa ini Maria? Apa ini? Ha... ha... ha...,” kata Ibu Anna sambil mengangkat telunjuknya, memamerkan sisa-sisa wol yang belum diolah. Maria terkejut melihatnya.

“Kau harus menyembelih dombamu sekarang! Sekarang, Maria!” bentak Ibu Anna. 

Maria menangis sekeras-kerasnya. Tiba-tiba ia mendengar Juan berbisik, “Janganlah bersedih, Maria! Berhentilah menangis! Bawalah aku ke sungai dan potonglah aku di sana.” 

Maria pelan-pelan berhenti menangis, hanya sesekali ia terisak. Maria menuruti perkataan Juan. Ia menuntun Juan ke arah sungai. Namun, keraguan masih menyelimuti dirinya. Perlukah ia memotong Juan atau membiarkannya pergi dan membeli daging domba di pasar sebagai gantinya? “Maria, waktu kita bersama-sama di dunia ini memang harus berakhir. Meski aku telah tiada, kau bisa selalu mengenangku dari cawan emas yang akan kau temukan di dalam perutku. Jadilah anak yang baik, Maria,” kata Juan. 

“Sekarang, jangan ada lagi keraguan untuk memotongku,” lanjut Juan. 

Maria dengan berat hati memotong Juan. Ia memotong daging Juan menjadi bagian-bagian kecil sambil terisak. Maria juga menemukan cawan logam di bagian perut persis cerita Juan. Ketika Maria hendak pulang, seorang kakek muncul di hadapannya. 

“Bisakah kau memberiku minum? Aku sangat haus sekali,” pinta kakek itu. 

Maria mengeluarkan cawannya, mengambil air dari sungai dan memberikannya kepada kakek itu.

“Terima kasih, anakku,” kata kakek itu setelah minum air pemberian Maria. 

Kehilangan Juan membuat Maria semakin rajin mengunjungi makam ibunya. Ia sering menangis dan menceritakan penderitaan-penderitaan yang dialaminya selama ini. Maria tahu bahwa berbicara dengan orang mati adalah pekerjaan yang sia-sia, tetapi hal itu membuat dirinya merasa lega. Ia juga merasa tenang saat mendengar nyanyian burung-burung yang hinggap di pohon dekat makam ibunya. Ibu Anna nampaknya belum puas menyiksa Maria. Ia tidak hanya menyiksa Maria secara fisik tetapi juga secara mental. Ibu Anna membelikan kedua anaknya, Marry dan Martha masing-masing seekor anak domba. Maria pedih melihatnya. Hanya saja ia berusaha untuk tegar. Anak-anak domba milik saudara tiri Maria makan dengan lahap. 

Mereka memakan rumput dan berbagai tumbuh-tumbuhan. Dalam hitungan bulan, semua tumbuhan yang berada di sekitar rumah Maria tidak ada yang tersisa. Hal ini membuat Ibu Anna merasa jengkel. Ia kemudian menyuruh anak-anaknya untuk menyembelih domba-domba mereka. Merry mendapat giliran pertama. Ia menangis tersedu-sedu saat membawa dombanya ke sungai untuk disembelih. Tiba-tiba anak domba itu berkata, “Jangan bersedih, Merry. Meski aku telah tiada, kau bisa selalu mengenangku dari cawan emas yang akan kau temukan di dalam perutku. Jadilah anak yang baik, Merry.” 

Merry menyembelih anak dombanya. Ia memotongnya kecil-kecil dan menemukan cawan logam di dalam perut dombanya, sesuai yang didengarnya. Tiba-tiba muncul seorang kakek hadapan Merry.

 “Bisakah kau memberiku minum? Aku sangat haus sekali,” pinta kakek itu. 

“Apa? Aku tidak akan memberi minum kepada orang tua yang jelek dan kotor sepertimu,” jawab Merry dengan ketus. 

Merry meninggalkan kakek itu dan berjalan pulang sambil membawa daging dombanya. Hari berikutnya adalah giliran Martha untuk memotong anak dombanya. Ia juga merasa sangat sedih ketika harus melakukannya. Martha membawa dombanya ke sungai dan mengalami kejadian yang sama seperti yang dialami oleh Maria dan Merry. Anak domba Martha mendadak bisa berbicara dan menyakinkan Martha untuk segera menyembelihnya. Ia juga bercerita tentang cawan emas yang akan Martha temukan di dalam perutnya dan meminta Martha agar menjadi anak yang baik. Martha hendak beranjak pulang ketika seorang kakek tiba-tiba muncul di hadapannya. 

“Bisakah kau memberiku minum? Aku haus sekali,” pinta kakek itu. 

“Dasar pemalas! Ada sungai di depanmu. Kau bisa minum sepuasmu di situ! Pakailah kedua tanganmu untuk mengambil air!” jawab Martha dengan sinis. 

Martha berlalu meninggalkan kakek itu di tepi sungai. Ia berjalan tanpa menoleh ke belakang sehingga tidak mengetahui bahwa kakek itu berubah menjadi seorang peri yang rupawan. 

“Cawan emas itu akan memilih sendiri penjaganya, orang yang berhati baik,” kata peri tersebut.

Ia kemudian menghilang seiring dengan datangnya malam. Beberapa waktu berselang, raja Spanyol meninggal dunia. Pewaris tahtanya adalah Pangeran Carlos. Hanya saja keluarga kerajaan menunda pengangkatan Pangeran Carlos sebagai raja karena ia belum mempunyai istri. Akhirnya Pangeran Carlos berkelana mencari calon istri ke seluruh wilayah kerajaan Spanyol. Pangeran Carlos adalah orang yang sederhana. 

Ia tidak memiliki persyaratan khusus tentang calon istrinya. Seperti pemuda lain pada umumnya, Pangeran Carlos hanya menginginkan perempuan cantik, cerdas, dan baik budinya sebagai istrinya. Hanya saja, syarat dari almarhum ibunya yang membuat dirinya susah menemukan perempuan yang tepat. Saat Pangeran Carlos masih di dalam kandungan, ibundanya menerima ramalan dari beberapa orang suci. Ramalan tersebut mengatakan bahwa kerajaan Spanyol akan selalu damai dan sejahtera jika Pangeran Carlos menikah dengan gadis yang memiliki cawan emas. Akhirnya Pangeran Carlos sampai di kota tempat Maria tinggal. Berita ini terdengar oleh Ibu Anna. Ia bergegas pergi ke benteng, tempat Pangeran Carlos menginap. Ibu Anna ingin bertemu Pangeran Carlos dan menceritakan tentang kedua putrinya. 

“Pangeran Carlos, sudikah Pangeran berkunjung ke rumah saya? Saya akan mengenalkan Pangeran dengan kedua orang putri yang cantik-cantik dan baik hatinya. Siapa tahu pangeran berkenan memperistri salah seorang dari mereka,” pinta Ibu Anna. 

“Maafkan saya, Bu! Saya tidak bisa berkunjung ke rumah Ibu karena kapal saya akan berangkat nanti malam. Ada banyak hal yang mesti saya selesaikan,” tolak Pangeran Carlos secara sopan. 

“Pangeran, selain kelebihan-kelebihan yang saya sebutkan tadi, salah satu putri saya memiliki sebuah cawan emas. Ia memang tidak menceritakan kepada saya, tetapi saya ibunya dan tahu semua tentang anak saya,” balas Ibu Anna. 

Pangeran Carlos tertarik mendengar cerita Ibu Anna. 

“Baiklah, Bu! Pertemukan saya dengan anak gadismu untuk membuktikan ceritamu,” perintah Pangeran Carlos. 

Ibu Anna lalu mengantar pangeran Carlos ke rumahnya. Ia mempertemukan Pangeran Carlos dengan putri pertamanya, Martha. 

“Aku dengar kau memiliki sebuah cawan emas? Benarkah?” tanya Pangeran Carlos.

“Benar, Pangeran!” jawab Martha sambil menunjukkan cawan emas miliknya. 

Pangeran Carlos terkejut melihatnya. 

“Jadi, kau benar-benar memilikinya! Kau mungkin adalah jodohku!” jawab Pangeran Carlos. 

Ia kemudian meminta izin kepada Ibu Anna untuk membawa Martha ke benteng untuk diperkenalkan kepada keluarga kerajaan yang lain. Ibu Anna dengan suka hati mengizinkan. Pangeran Carlos, dengan Martha duduk di belakangnya, memacu kudanya menuju benteng. Tetapi ketika melewati sebuah pohon di dekat pemakaman, Pangeran Carlos mendengar sebuah nyanyian burung.

"Kembalilah Tuan Muda, kembalilah ke tempatmu bermula" "Pasangan hidupmu masih menunggumu di sana" Pangeran Carlos terkejut. 

Ia meminta Martha untuk menunjukkan kembali cawan miliknya. Rupanya cawan itu telah berubah menjadi cawan besi. Pangeran Carlos kemudian mengantarkan Martha kembali pulang. 

“Maaf, Ibu Anna! Martha ternyata bukan jodoh saya. Ia hanya mempunyai cawan besi, bukan cawan emas,” kata pangeran Carlos sesampainya di rumah Maria. 

“Benarkah? Anak kurang ajar!” gerutu Ibu Anna. 

“Tapi saya masih memiliki seorang puteri lagi, Pangeran! Ia juga memiliki cawan emas! Cawan emas yang asli” lanjut Ibu Anna sambil menyeret tangan Merry. 

Merry menunjukkan cawan miliknya. Pangeran Carlos memerhatikan dengan seksama. 

“Ini benar-benar cawan emas! Mungkin Merry ini adalah jodohku,” kata Pangeran Carlos dengan gembira. 

“Lalu apa yang engkau tunggu, Pangeran? Saya mengizinkanmu membawanya ke benteng!” kata Ibu Anna dengan senang.  

Pangeran Carlos menaikkan Merry ke atas kudanya dan bergegas menuju benteng. Tetapi kejadian yang sama terulang kembali. Burung-burung yang bertengger di sebuah pohon dekat pemakaman menyanyikan sebuah lagu. 

"Kembalilah Tuan Muda, kembalilah ke tempatmu bermula" "Pasangan hidupmu masih menunggumu di sana" Pangeran Carlos terkejut. 

Ia memandang burung-burung itu lalu menoleh kepada Merry. 

“Merry, bolehkah aku melihat cawanmu sekali lagi?” pinta pangeran Carlos. 

Merry kemudian memperlihatkan cawan miliknya. Ia dan Pangeran Carlos terkejut saat melihatnya. Cawan itu telah berubah menjadi besi. Pangeran Carlos memutar kembali kudanya ke arah rumah Maria. Setelah menurunkan Merry, Pangeran Carlos bertanya kepada Ibu Anna, “Merry ternyata bukan jodohku! Apakah kau masih punya anak gadis yang lain?”

“Maaf, Pangeran! Saya hanya memiliki dua orang puteri,” jawab Ibu Anna sambil bersungut-sungut.

“Jodohku sudah dekat! Aku bisa merasakannya! Ia pasti berada di sekitar sini,” kata Pangeran Carlos.

Ia kemudian memeriksa ruangan di rumah Maria satu demi satu. Maria terkejut ketika seorang pemuda tampan masuk ke dapurnya. 

“Si-siapa kamu? Apa maumu?” tanya Maria. 

“Aku Pangeran Carlos. Kau siapa?” tanya balik Pangeran Carlos. 

“Aku Maria. Aku...” “Pembantu di rumah ini!” potong Ibu Anna dengan ketus. 

Pangeran Carlos menatap tajam ke arah Ibu Anna seakan memintanya agar jangan menyela pembicaraan. 

“Maria, apakah engkau juga memiliki cawan emas?” tanya Pangeran Carlos dengan sopan. 

“Iya, saya punya cawan emas, Pangeran,” kata Maria sambil menunjukkan cawan emas miliknya.

 “Maukah kau ikut denganku ke benteng? Aku ingin memastikan apakah cawan emas milikmu sesuai dengan permintaan almarhum ibuku. Aku janji akan mengantarmu pulang jika hal itu telah selesai.”

 “Saya mengikuti perintah Pangeran. Tapi, apakah Ibu Anna mengizinkan?” 

“Jangan khawatir tentang itu. Ibu Anna pasti mengizinkan karena jika tidak...,” jawab pangeran Carlos sambil menatap tajam ke arah Ibu Anna. 

Ibu Anna mengangguk dengan lesu. Pangeran Carlos membawa Maria dengan kudanya ke benteng. Saat melewati pohon di dekat pemakaman, burung-burung bernyanyi. 

“Tuan Muda telah bertemu pasangannya” 

“Mereka akan bahagia selamanya” 

“Bahagia selama-lamanya” 

Pangeran Carlos menoleh ke belakang. Ia melihat Maria masih mendekap erat cawan emasnya.

“Akhirnya, aku tidak salah pilih lagi,” kata Pangeran Carlos dalam hati. 

Ia memacu kudanya lebih cepat untuk sampai ke benteng. Keluarga kerajaan terkejut saat Pangeran Carlos datang dengan seorang gadis dengan pakaian yang kumal dan penuh debu serta bertelanjang kaki. Mereka kemudian mafhum saat melihat Maria memeluk erat cawan emasnya. Inilah gadis yang akan mendampingi Pangeran Carlos. Ialah gadis yang akan menjadi ratu Spanyol. Tidak lama kemudian, kerajaan Spanyol mengadakan pesta pernikahan bagi Pangeran Carlos dan Maria. Pasangan ini dengan cepat mengambil hati rakyat Spanyol. Meskipun hidup dalam lingkungan penuh kekuasaan dan kekayaan, Maria tetap menjadi perempuan yang baik hatinya. Ia terkenal sering membantu orang-orang miskin, terutama para janda dan anak-anak yatim piatu. 

***

Vania selesai membaca bukunya.

"Cerita yang bagus asal Argentina," kata Vania.

Vania menutup bukunya dan di taruh di meja. 

"Nonton Tv!" kata Vania.

Vania mengambil remot di meja dan segera di hidupkan Tv dengan baik. Vania memilih chenel Tv yang menarik dan di pilih tentang masakan gitu. Vania menaruh remot di meja dan menonton Tv dengan asik banget karena acara Tv memang bagus gitu.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK