Jamimah duduk di ruang tengah. Ada buku di meja.
"Buku siapa ya?" kata Jamimah.
Jamimah berpikir dengan baik siapa yang dateng ke rumahnya, ya sekedar main saja gitu. Jamimah inget siapa orangnya dan berkata "Abang Delon."
Jamimah mengambil buku untuk memastikan sesuatu. Ternyata ada sebuah nama di tulis di sampul buku tersebut.
"Delon. Ooooooo bukunya Abang Delon," Jamimah.
Jamimah memutuskan untuk membaca buku, ya jadinya membuka bukunya dan membaca bukunya dengan baik.
Isi buku yang di baca Jamimah :
Pedro de Urdemalas, biasa dipanggil dengan Pedro, adalah orang Spanyol. Ia adalah orang yang pandai tetapi memiliki nasib yang kurang beruntung. Pedro telah mencoba berbagai macam pekerjaan tetapi ia tetap hidup dalam kemiskinan. Pedro kemudian mencoba peruntungan dengan mendaftar menjadi prajurit kerajaan Spanyol. Ia berpikir, jika dirinya menjadi prajurit maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang makanan dan tempat tinggal. Pedro kemudian dikirim ke wilayah jajahan Spanyol yang disebut dengan “Dunia Baru”, Amerika Selatan, tepatnya Argentina.
Pelayaran berbulan-bulan membuat kesehatan Pedro menurun. Ia jatuh sakit selama pelayaran, bahkan ketika sampai di Argentina. Makanan dan sanitasi yang buruk di dalam benteng membuat sakit Pedro bertambah parah. Ia butuh waktu yang lama untuk sembuh. Karier Pedro sebagai prajurit kerajaan Spanyol tidak berlangsung lama. Komandannya merasa kasihan dan membebaskan Pedro dari tugasnya sebagai prajurit. Ia juga tidak lupa memberikan gaji Pedro selama menjadi prajurit. Pedro kemudian menggunakan uang gajinya untuk memulai usaha. Ia membuka toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari di benteng. Tokonya sangat ramai karena barang yang dijualnya sangat lengkap. Selain itu, Pedro juga memperbolehkan pelanggannya untuk berhutang. Toko milik Pedro pada awalnya menghasilkan keuntungan yang sangat baik. Tetapi lama-kelamaan tokonya merugi. Banyak dari pelanggan toko Pedro yang tidak dapat membayar hutang-hutangnya.
“Maaf, Pedro, sudah tiga bulan ini istriku sakit.”
“Maaf, Pedro, sudah tiga bulan ini suamiku belum pulang dari berlayar.”
“Maaf, Pedro, sudah tiga bulan ini aku belum menerima gaji!”
“Maaf, Pedro...”
Begitulah alasan-alasan yang didengar Pedro ketika menagih hutang para pelanggan tokonya. Ia ingin memaksa mereka membayar tetapi hatinya terlalu lembut untuk berbuat kekerasan. Akhirnya Pedro terpaksa menutup tokonya. Ia tidak punya modal untuk berdagang. Pedro hanya memiliki uang untuk hidup layak selama tiga hari. Ia benar-benar jatuh miskin. Pedro berusaha untuk memulai berdagang lagi. Ia mendatangi pelanggan-pelanggannya untuk menagih hutang tetapi tidak seorang pun dapat ditemui. Pedro juga mendatangi beberapa kenalannya untuk meminjam uang sebagai modal tetapi ia mengalami nasib yang sama. Tidak seorang pun dapat ditemuinya! Pedro menjadi jengkel.
Ia pulang ke rumah sambil berulang-ulang berkata, “Saya miskin, saya miskin, tidak ada orang yang mau bertemu denganku, bahkan iblis sekalipun.”
Iblis mendengar perkataan Pedro dan tidak lama kemudian menampakkan diri. Ia mewujudkan diri sebagai seorang laki-laki tampan yang berpenampilan sebagai orang kaya.
“Siapa kamu?” tanya Pedro.
“Aku, Iblis,” jawab laki-laki itu.
“Iblis tidak mungkin berpenampilan seperti ini,” jawab Pedro.
“Lalu bagaimana seharusnya penampilan Iblis itu?”
“Ia harusnya memiliki tanduk di kepalanya, memiliki senyum licik, berkulit merah, berkaki kuda, dan ada ekor di belakangnya,”
“Seperti ini,” kata Iblis mengubah wujudnya sesuai dengan gambaran Pedro.
Pedro terkejut melihat perubahan itu. Ia kemudian berkata, “Baik, baik, aku percaya kepadamu! Bisakah kau kembali ke wujudmu di awal. Aku merasa lebih nyaman dengan wujud itu.”
Iblis mengubah wujudnya kembali ke awal bertemu dengan Pedro.
“Kenapa kau memanggil diriku, Pedro? Adakah yang kau inginkan dari diriku?” tanya Iblis.
“Aku adalah orang miskin. Satu-satunya harta yang aku miliki adalah jiwaku. Aku akan menjualnya jika kau mau memberiku modal untuk membuka usaha pandai besi,” jawab Pedro.
“Hanya itu?”
“Iya, hanya itu.”
Iblis tertawa mendengarnya dan berkata, “Itu perkara yang mudah, Pedro! Kami bisa memberikan lebih dari itu untuk ditukar dengan jiwamu. Kau bisa memiliki harta dan kekuasaan di dunia yang tiada batas.”
“Tidak, terima kasih! Aku hanya ingin modal untuk membuka usaha pandai besi! Tidak lebih dan tidak kurang,” jawab Pedro.
“Baiklah, jika itu maumu. Aku akan segera membuat kontrak untuk pertukaran jiwamu dengan modal dari kami.”
“Tapi bisakah kau menambahkan satu syarat dalam kontrak itu?” sela Pedro.
“Apa?”
“Jika Iblis datang untuk mengambil jiwaku ketika aku sedang bekerja, maka Iblis harus menunggu sampai aku selesai bekerja.”
“Ya, ya, ya, aku bisa menambahkan hal itu dalam kontrak kita.”
Dalam sekejap mata, kontrak Pedro dengan Iblis selesai dibuat. Pedro menandatangani kontrak itu dan mendapatkan semua kebutuhannya, mulai dari tempat, alat, dan bahan untuk membuka usaha pandai besi. Pilihan usaha Pedro ternyata tepat. Usaha pandai besinya banyak dikunjungi oleh orang, mulai dari ibu-ibu yang ingin dibuatkan panci sampai prajurit-prajurit yang ingin dibuatkan pedang atau hanya memperbaiki baju zirah mereka. Beberapa di antaranya bahkan harus mengantre beberapa hari untuk mendapatkan pelayanan Pedro. Beberapa waktu kemudian, Santo (St.) Peter, salah satu orang suci dalam agama Kristen Katolik, kehilangan salah satu kunci miliknya. Ia berusaha mencarinya ke mana-mana tetapi tidak juga menemukannya.
St. Peter lalu berdoa, “Tuhan, hamba telah kehilangan kunci pemberian-Mu, kunci kerajaan Surga. Hamba mohon petunjuk-Mu.”
Tuhan menjawab doa St. Peter, “Temuilah Pedro de Urdemalas, salah satu pandai besi terbaik yang pernah ada. Mintalah kepadanya untuk membuat satu set kunci yang baru.”
St. Peter pergi ke tempat pandai besi milik Pedro. Ia kemudian menyerahkan pola serta ukuran kunci-kuncinya dan meminta Pedro untuk membuatnya. Pedro bergegas menyelesaikan pesanan-pesanan yang tersisa di bengkelnya. Ia juga menolak pesanan-pesanan yang baru datang. Pedro ingin berkonsentrasi penuh mengerjakan kunci-kunci St. Peter. Kunci-kunci pesanan St. Peter diselesaikan Pedro dalam waktu tujuh hari. Hasilnya juga sangat baik dan rapi, bahkan lebih bagus dari kunci aslinya. Pedro kemudian menyerahkan kunci-kunci itu kepada St. Peter. Nampak kegembiraan di wajah St. Peter saat menerima kunci-kunci itu. Tiba-tiba terdengar suara lembut dan berwibawa di dekat Pedro dan St. Peter.
Rupanya Tuhan tengah bersabda, “Berapa biaya kunci-kunci baru ini, Pedro?”
“Semuanya gratis, Tuhanku,” jawab Pedro.
“Baiklah, tetapi Aku tetap menghargai kerja kerasmu, Pedro!” kata Tuhan.
“Aku akan mengabulkan tiga buah permintaanmu. Sekarang sebutkanlah apa saja permintaanmu,” lanjut Tuhan.
Pedro terdiam dan nampak berpikir dengan keras.
“Permintaan saya yang pertama, saya ingin agar pohon ara yang tumbuh di teras bengkel ini selalu berbuah di sepanjang tahun,” pinta Pedro.
Tiba-tiba saja St. Peter menimpali, “Permintaanmu sederhana sekali, Pedro! Tidak sebanding dengan kerja kerasmu. Aku akan mengundangmu, kamu akan menjadi tamuku di surga.”
Pedro tersenyum mendengarnya.
“Permintaan saya yang kedua, saya tidak suka ada orang yang memanjat pohon ara itu. Daun-daun pohon ara itu akan berguguran dan mengotori teras bengkel. Saya terpaksa harus menyapunya berulang kali agar tetap bersih,” kata Pedro.
“Saya ingin menghukum orang itu agar tidak bisa naik atau turun dari pohon ara dengan perkataan ‘Melekatlah dengan erat’.
Ia akan melekat erat di pohon itu sampai saya berkata ‘Lepas’,” tambah Pedro.
“Permintaan saya yang ketiga, saya tidak ingin ada seorang pun yang bisa mengusik saya ketika saya duduk, kapan pun dan di mana pun,” lanjut Pedro.
“Baiklah, aku kabulkan semua permintaanmu, Pedro,” kata Tuhan.
Hari terus berlalu sampai tiba saatnya Pedro meninggal dunia.
“Temuilah Pedro, nama lengkapnya Pedro de Urdemalas! Hari ini dia harus memenuhi kontrak yang telah dibuatnya denganku! Dia harus menyerahkan jiwanya, jiwanya! Ha... ha... ha...,” perintah Iblis kepada salah satu anaknya.
Anak Iblis itu segera pergi ke bengkel milik Pedro. Ia menemui Pedro sedang mengerjakan salah satu pesanan.
“Aku adalah suruhan Iblis dan aku datang untuk mengambil jiwamu,” kata Anak Iblis.
“Ya... ya... aku tahu, tapi bisakah kau menungguku sebentar? Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku,” balas Pedro.
Anak Iblis itu mengangkat bahunya dan berkata, “Baiklah, aku tidak masalah menunggumu beberapa saat.”
“Sementara aku bekerja, bagaimana kalau kau mengambil buah ara di pohon itu. Rasanya enak sekali,” ujar Pedro sambil menunjuk pohon ara miliknya.
Anak Iblis itu melihat pohon ara itu.
“Ide yang bagus,” kata Anak Iblis itu sambil bergegas memanjat pohon ara milik Pedro.
Ketika Anak Iblis itu memanjat sampai di tengah, Pedro berkata, “Melekatlah dengan erat.”
Anak Iblis itu tiba-tiba berhenti memanjat. Seluruh tubuhnya nampak terekat erat dengan pohon ara. Ia nampak kebingungan dengan kejadian yang terjadi. Pedro segera mengambil palu besi dan tanpa ba-bi-bu ia memukuli anak Iblis itu. Pedro bahkan tidak berhenti saat anak Iblis itu melolong-lolong, menjerit kesakitan. Ia berhenti ketika merasa dirinya lelah memukul.
“Lepas,” kata Pedro dan anak Iblis itu bisa menggerakkan badannya.
Tetapi karena rasa sakit yang amat sangat, anak Iblis itu tidak bisa memeluk pohon dengan erat sehingga tubuhnya jatuh berdebam ke tanah. Sekali lagi terdengar jeritan kesakitan yang menyayat hati. Anak Iblis itu melaporkan penyiksaaan yang dialaminya kepada Iblis.
“Pedro nampaknya mengingkari kontrak yang dibuatnya! Jika dia tidak mau datang maka aku sendiri yang akan mendatanginya,” kata Iblis dengan geram, “Ia tidak tahu dengan siapa ia berurusan.” Dalam sekejap mata Iblis sampai di depan bengkel Pedro.
“Pedro de Urdemalas, aku Iblis dan aku datang untuk menjemput ajalmu!” teriak Iblis.
Pedro keluar dengan terburu-buru. Ia nampak penuh keringat dan berlepotan dengan jelaga. Pedro juga membawa palu dan penjepit yang panas membara.
“Hai Iblis, kenapa kau berteriak-teriak di depan rumahku?” tanya Pedro terengah-engah.
“Pedro, kenapa kau tidak datang kepadaku? Aku telah mengutus anakku sendiri untuk menjemputmu baik-baik tetapi engkau malah menghajarnya habis-habisan. Apakah engkau ingin mengingkari perjanjian yang telah engkau buat sendiri?” jawab Iblis.
“Hai Iblis, apakah anakmu itu bercerita kapan dia datang? Dia datang ketika aku sedang bekerja dan sesuai perjanjian kita, kau tidak dapat mengambil jiwaku jika aku sedang bekerja!” tukas Pedro.
Iblis terdiam mendengar perkataan Pedro.
“Sekarang aku akan menyelesaikan pesanan pedang! Jangan menggangguku dengan teriakan-teriakanmu!” kata Pedro.
“Apakah kau masih lama bekerja?”
“Jika kau terus-menerus menggangguku maka pekerjaanku tidak akan selesai dan kau akan menunggu lebih lama untuk mendapatkan jiwaku.”
Iblis kembali terdiam.
“Daripada kau berdiam diri seperti itu, kau bisa mengambilkan aku beberapa buah ara. Aku belum makan sejak pagi dan kerjaku melambat jika aku kelaparan,” kata Pedro.
Iblis mengambil beberapa buah ara yang dapat dijangkaunya.
“Jangan ambil buah yang itu. Ia masih muda dan rasanya tidak enak. Kau harus mengambil buah yang ada di atasnya. Kau harus memanjat, Iblis!” perintah Pedro.
Iblis mengikuti perintah Pedro. Ia mulai memanjat pohon untuk mencari buah ara yang lebih baik. Pedro tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Ia berkata, “Melekatlah dengan erat.”
Iblis pun melekat erat pada pohon ara. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri tetapi semakin kuat ia berusaha semakin kuat pula ia melekat pada pohon itu.
Pedro kemudian mendekati pohon ara itu dengan membawa palu dan penjepit baja yang sedang membara. Iblis tahu apa yang bakal terjadi. Ia telah melihat sendiri bagaimana siksaan Pedro kepada anaknya.
“Berhenti, Pedro! Berhenti, Pedro!” teriak Iblis ketakutan.
“Aku telah melihat bekas siksaan palumu terhadap anakku. Sekarang kau ingin menyiksaku dengan palu dan penjepit bajamu yang membara itu? Aku tidak ingin mati, Pedro! Aku tidak ingin mati!” kata Iblis merengek.
Pedro tersenyum mendengar rengekan Iblis. Ia maju perlahan sambil mengangkat palu dan penjepit baja yang membara.
“Berhenti, Pedro! Berhenti! Jangan kau teruskan langkahmu! Aku akan mengabulkan semua permintaanmu!” kata Iblis mengiba.
“Apa kau ingin membatalkan semua perjanjian kita? Kau bisa bebas asal jangan menyiksaku. Tolonglah, akan aku lakukan apa pun untuk kebebasanku,” lanjut Iblis.
“Lepas,” kata Pedro.
Iblis mulai bisa menggerakkan badannya dan beranjak turun. Ia kemudian mengambil surat perjanjian Pedro dan merobeknya menjadi potongan-potongan kecil. Iblis pulang dengan tangan hampa. Pedro kemudian mengumpulkan semua teman dan kenalan-kenalannya. Ia akan menyampaikan permintaan terakhirnya.
“Ajalku sudah hampir tiba. Jika aku meninggal nanti, aku ingin palu dan penjepit bajaku dikubur bersamaku,” kata Pedro.
Ramalan Pedro ternyata benar. Ia meninggal keesokan harinya dan dimakamkan sesuai dengan permintaannya, bersama palu dan penjepit bajanya. Pedro sampai di akhirat. Ia kemudian berjalan naik ke pintu gerbang Surga dan mengetuknya dengan palu.
“Siapa di luar?” tanya St. Peter dari balik pintu gerbang Surga.
“Saya, Pedro de Urdemalas,” jawab Pedro, “Bisakah saya masuk?”
“Tunggu sebentar,” kata St. Peter.
Ia kemudian mencari nama Peter dalam daftar orang-orang yang masuk ke dalam Surga.
“Maaf, Pedro, namamu tidak tercantum dalam daftar ini. Kau tidak bisa masuk ke Surga,” kata St. Peter.
“Bagaimana bisa? Apakah karena saya pernah membuat perjanjian dengan Iblis? Perjanjian itu sudah tidak berlaku lagi sekarang, Iblis telah membatalkannya,” bantah Pedro.
“Aku tidak tahu, Pedro! Bukan aku yang memutuskan,” jawab St. Peter.
“Hei, suaramu tampak tidak asinng bagiku. Bukankah kau St. Peter, pemegang kunci kerajaan Surga?” tanya Pedro.
“Benar, aku adalah St. Peter,” jawab St. Peter.
“Bukankah kamu pernah berkata aku boleh menjadi tamumu di Surga?”
“Iya, tetapi itu bukan permintaanmu, Pedro! Namamu tidak ada di dalam daftar ini dan itu berarti kamu harus ke Neraka! Sekarang pergilah ke Neraka.”
Pedro kemudian pergi ke Neraka. Ia kemudian membuat tanda salib dengan palu dan penjepit bajanya. Iblis dan anak buahnya yang melihat hal itu langsung lari lintang pukang ke dalam Neraka dan menutup gerbang Neraka erat-erat.
Pedro kembali ke gerbang Surga dan berkata, “St. Peter, aku tidak bertemu seorang pun di gerbang Neraka. Semua berlarian masuk ke dalam Neraka saat aku datang. Mereka juga menutup gerbang Neraka sangat erat. Sekarang bagaimana nasibku?” tanya Pedro.
St. Peter kebingungan. Ia tidak dapat membiarkan Pedro terombang-ambing antara Surga dan Neraka. St. Peter kemudian meminta bantuan Bunda Maria.
“Baiklah, aku sendiri yang akan mengantar Pedro ke Neraka,” kata Bunda Maria.
Ia kemudian memberi tanda kepada Pedro untuk berjalan mengikutinya. Ketika mereka sampai di gerbang Neraka, Pedro secara sembunyi-sembunyi membuat tanda salib dengan palu dan penjepit bajanya di balik punggung Bunda Maria. Iblis dan anak buahnya yang melihat lambang itu langsung lari berhamburan ke dalam Neraka. Mereka lalu mengunci gerbangnya rapat-rapat.
“Pedro, kenapa mereka semua berlari menghindari kita?” tanya Bunda Maria keheranan.
Pedro mengangkat kedua pundaknya, tanda tidak tahu.
“Aku akan menanyakan hal ini kepada Tuhan di Surga. Tunggulah di sini!” kata Bunda Maria.
“Maaf, Bunda, apakah Bunda tega membiarkan saya menunggu di tempat seperti ini? Tempat ini gelap dan panas,” kata Pedro dengan nada sedih.
Bunda Maria melihat ke sekeliling dan berkata kepada Pedro, “Baiklah, kau boleh ikut aku ke Surga tetapi kau hanya boleh menunggu di depan gerbang Surga.”
“Terima kasih, Bunda.”
Mereka kemudian kembali ke Surga. Bunda Maria menyiapkan sebuah kursi di depan gerbang surga dan menyuruh Pedro untuk menunggunya di sana. Pedro menurut dan duduk di kursi itu. Bunda Maria beranjak masuk ke dalam Surga dan ketika hendak menutup gerbang Surga tiba-tiba terdengar teriakan, “Aduh, jariku!”
Bunda Maria terkejut. Ia melihat jemari Pedro menyelip di antara gerbang Surga. Bunda Maria khawatir dengan jari-jari Pedro. Ia kemudian membuka gerbang sedikit lebih lebar agar Pedro dapat menarik jarinya. Tetapi yang terjadi malah Pedro menjulurkan kepalanya.
“Aduh, kepalaku!”
Bunda Maria terpaksa membuka gerbang Surga lebih lebar lagi. Pedro tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia miringkan badannya, masuk ke dalam surga, dan duduk di kursi St. Peter yang saat itu sedang kosong. St. Peter terkejut saat mendapati Pedro sedang duduk di kursinya. Ia berusaha dengan segala macam cara untuk mengusirnya tetapi Pedro tetap tidak bergeming dari tempat duduknya. St. Peter kemudian mengadukan masalah ini kepada Tuhan.
“Peter, apakah kau lupa apa permintaan Pedro yang ketiga? Ia ingin agar tidak ada seorang pun yang dapat mengusiknya ketika ia duduk, di mana pun dan kapan pun,” jawab Tuhan.
Pedro akhirnya tinggal di surga.
***
Jamimah selesai membaca bukunya.
"Cerita yang bagus, ya asalnya dari Argentina," kata Jamimah.
Jamimah menutup buku dan menaruh buku di meja.
"Abang Delon....main kesini lagi. Aku pulangkan bukunya!" kata Jamimah.
Jamimah teringat sesuatu "Aku ada janji latihan dengan Janna. Latihan menyanyi," kata Jamimah.
Jamimah beranjak dari duduknya di ruang tengah, ya ke kamar untuk ganti pakaian. Setelah itu Jamimah keluar dari rumah, ya ke rumah Janna dengan menggunakan motor metic lah.
No comments:
Post a Comment