Budi duduk di depan rumahnya.
"Main mobilan saja!" kata Budi.
Budi mengambil mainan mobilan pemadam kebakaran di bawah meja dan juga rel kereta api, ya di taruh di meja. Mainan mobilan pemadam kebakaran buatan Budi, ya terbuat dari kardus, ya begitu juga rel kereta api yang terbuat dari kardus. Ya rel kereta api di susun dengan rapih menjadi lingkaran gitu. Mainan mobilan pemadam kebakaran, ya rodanya telah buat dengan baik, ya di sesuaikan dengan baik untuk berjalan di jalur kereta api. Mobilan pemadam kebakaran di hidupkan dan di taruh di jalur kereta api, ya jadi berjalan dengan baik banget, ya muter-muter.
"Senangnya mainan mobilan buatan aku dari kardus," kata Budi.
Budi terus melihat dengan baik, ya mainan mobilan pemadam kebakaran berjalan dengan baik di jalur kereta api.
"Suasana seperti masa anak-anak," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
"Baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik, ya cerpen di baca dengan baik karena ceritanya menarik banget, ya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
Isi cerita yang di baca Budi :
Di Italia tahun 1978 Vikramaditya alias Aditya adalah seorang peramal muda terkenal di dunia. Setelah membaca telapak tangan Perdana Menteri Indira Gandhi dan menyebutkan tentang Keadaan Darurat (India), dia lari ke Roma. Dijuluki sebagai "Einstein seni ramal tapak tangan", dia adalah murid santo Paramahamsa. Aditya tidak percaya pada hubungan romantis, tapi langsung jatuh cinta pada Dr. Prerana, seorang dokter muda yang cantik dan canggung. Mereka bertemu di kereta tetapi berpisah setelahnya. Suatu hari, Vikramaditya membaca telapak tangan Anand Rajput, seorang calon politisi dan pengusaha. Ketika Aditya meramalkan bahwa Rajput tidak bisa menjadi politisi, anak buah Rajput mengejarnya yang mengakibatkan dia mengalami kecelakaan. Dia dirawat di rumah sakit tempat Prerana bekerja dan dirawat di sana. Setelah sembuh, Aditya melamar Prerana untuk menggodanya. Namun Prerana merasa terhina dan meninggalkan kota tetapi Aditya mengikutinya sepanjang jalan. Dia menerima lamarannya dan mereka mulai berkencan. Namun, paman Prerana, Dean Chakravarthy, memintanya untuk tidak mengembangkan perasaan mendalam apa pun terhadap Aditya.
Saat Aditya dan Prerana sedang bepergian dengan kereta, orang asing memintanya untuk membaca telapak tangan putrinya, Tara, seorang calon pemanah. Dia memperkirakan bahwa dia tidak memiliki masa depan di bidang olahraga, dan dia harus fokus pada pendidikan. Kagum dengan kepiawaian Aditya, semua orang di dalam pelatih menanyakan prediksi dengan menunjukkan telapak tangannya namun Aditya ragu-ragu turun bersama Prerana. Namun, dia menyadari bahwa semua orang di kereta ditakdirkan untuk segera mati. Dia mengejar kereta untuk menghentikannya tetapi sia-sia. Sore harinya, kereta mengalami kecelakaan yang mengakibatkan beberapa korban jiwa. Prerana yang mulai percaya pada seni ramal tapak tangan meminta Aditya membaca telapak tangannya. Dia meramalkan bahwa dia akan memiliki umur panjang dengan masa depan cerah tapi dia langsung pingsan karena hidung berdarah. Prerana dirawat di rumah sakit di mana pamannya, yang juga seorang dokter, mengungkapkan bahwa dia menderita tumor yang tidak dapat disembuhkan dan mungkin meninggal dalam beberapa bulan. Aditya tidak setuju karena dia memperkirakan sebaliknya tetapi dikeluarkan dari rumah sakit.
Prerana sekarang penuh harapan akan hidupnya. Sebaliknya, pamannya percaya Aditya adalah penipu dan hanya obat yang bisa mengubah nasibnya. Dia menguji Aditya dengan lima telapak tangan orang mati, dan Aditya menyimpulkan semuanya dengan benar. Pamannya berubah pikiran dan mempercayai ramalan Aditya. Ketika obat untuk penyakit Prerana ditemukan, Prerana yang gembira melamar Aditya. Namun, dia menolaknya dengan mengatakan dia tidak bisa mencintainya karena dia tidak memiliki "garis cinta" dan akan segera meninggalkan negara itu. Merasa kecewa, Prerana mencoba bunuh diri namun menemukan buku harian Aditya. Dia mengetahui bahwa Aditya siap mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkannya. Sebelum berangkat, Aditya mengajak Prerana ke pesta dansa sesuai keinginannya dan pasangan itu menghabiskan malam dengan mesra. Prerana meninggalkan catatan di buku hariannya bahwa dia akan memilih untuk menyerahkan nyawanya ketika situasi seperti itu muncul. Dia rela mengalami kecelakaan mobil dan dirawat di rumah sakit.
Aditya yang berada di London untuk menghadiri pertunjukan tari ibunya, membaca catatan Prerana di buku hariannya. Dia menelepon rumah sakit dan terkejut mengetahui kondisi Prerana. Dia mendesak Prerana untuk hidup, berjanji untuk segera bertemu dengannya. Saat Aditya dilema dengan ramalannya, ia bertemu dengan Tara yang kehilangan tangannya karena kecelakaan itu. Dia memberi tahu Aditya bahwa karena dia tidak memiliki telapak tangan sekarang, dia dapat menulis takdirnya. Aditya yang kini bergegas menemui Prerana menaiki kapal kargo menuju Italia yang dikapteni oleh orang yang ditemuinya di rumah sakit. Namun, kapal tersebut terjebak oleh badai di laut dan semua orang meninggalkan kapal atas perintah kapten. Namun Aditya terjebak di kapal sendirian. Karena kewalahan oleh kekuatan alam, Aditya berjuang untuk bertahan hidup. Ia mengingat pernyataan gurunya, Paramahamsa, bahwa seni ramal tapak tangan hanya 99% akurat, dan ada 1% orang yang menentukan nasibnya sendiri. Bertekad untuk bertahan hidup, dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk mencapai titik tertinggi dan menembakkan pistol suar. Kapten kembali dengan sekoci. Kapal tenggelam namun Aditya yang tenggelam tetap mengapung. Kemudian, Aditya tiba di rumah sakit dan bertemu kembali dengan Prerana yang sudah pulih. Aditya melamar Prerana dan dia menerimanya. Cerita berakhir dengan kemenangan Tara dalam panahan paralimpiade dan pernikahan Aditya dan Prerana.
"Kalau begitu main kartu remi saja!" kata Eko.
"Okey main kartu remi saja!" kata Budi.
Budi mengambil mainan mobil pemadam kebakaran yang sedang berjalan di jalur kereta api, ya di matikan dan membereskan rel kereta api di bantu Eko. Mainan dan rel kereta api di taruh di bawah meja. Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik gitu. Eko dan Budi main kartu remi dengan baik gitu.
"Hidup ini tetap sama, ya kan Eko?" kata Budi.
"Hidup ini tetap sama!" kata Eko.
"Manusia yang menyakini agama masing-masing, ya berusaha dengan baik menunjukkan kebenaran agama masing-masing. Bentuk organisasi agama yang di jalan manusia berdasarkan keyakinan masing-masing," kata Budi.
"Realitanya begitu," kata Eko.
"Benturan tetap terjadi karena perbedaan," kata Budi.
"Tersamar atau terang-terangan," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko terus main kartu remi dengan baik gitu.
No comments:
Post a Comment