Malam yang tenang, ya setelah nonton Tv yang acara film laga, ya Budi duduk santai di depan rumahnya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu.
"Nyanyi dan main gitar saja!" kata Budi.
Budi mengambil gitar yang di taruh di samping kursi, ya gitar di mainkan dengan baik dan bernyanyi dengan baik gitu.
Lirik lagu yang dinyanyikan Budi :
***
Budi selesai menyanyi, ya gitar berhenti di mainkan dan gitar di taruh di samping kursi gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu.
"Baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik dan cerpen di baca dengan baik gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Pada tahun 1960-an Taiwan, selama Teror Putih, yaaa siswa sekolah menengah Wei Chung Ting adalah anggogambar b buku rahasia, yang dipimpin oleh guru Nona Yin Tsui Han, yang membaca dan mempelajari buku-buku yang dilarang oleh pemerintah; yang kepemilikannya dihukum berat. Beberapa waktu kemudian, kegiatan klub buku ditemukan dan Wei termasuk di antara mereka yang ditangkap dan disiksa untuk mendapatkan informasi. Setelah berjam-jam diinterogasi, Wei, yang nyaris tidak hidup, memasuki sekolah versi mimpi buruk yang tampaknya ditinggalkan dengan sebagian besar ruangan ditutup dengan plakat berkabung.
Wei bertemu Fang Ray Shin, sesama siswa yang tidak ingat bagaimana dia sampai di sana. Mereka menemukan bahwa mereka terjebak di sekolah ketika mereka menemukan bahwa jembatan itu tampaknya telah jatuh ke sungai yang banjir. Mereka memutuskan untuk menemukan Mr. Chang Ming Hui, guru lain yang dilihat Ray berkeliaran di gedung; dan hampir bertemu dengan hantu mengerikan yang menyerupai seorang perwira militer yang membawa lentera yang mengintai di halaman. Saat mencari di sekolah, Wei bertemu dengan anggota klub buku lain yang sedang membakar catatan dan salinan buku-buku terlarang. Dia menjelaskan kepada Wei bahwa seseorang mengaduk-aduk mereka sebelum dia diserang oleh Hantu Lentera.
Menemukan klub buku di tempat perlindungan bom di halaman sekolah, anggota lain dan Nona Yin menyalakan Ray dan menuduhnya sebagai tikus. Ketika Wei bertanya apa yang mereka maksud dengan ini, Ray melarikan diri. Di auditorium, Wei melihat anggota klub buku lainnya telah digantung dan dieksekusi; dan ditangkap oleh inspektur militer sekolah Bai. Ray muncul dan menggorok leher Wei sebelum menembak Yin dengan pistol Bai.
Cerita diselingi dengan kilas balik dan mengungkapkan bahwa Ray, meskipun seorang siswa yang cerdas, memiliki kehidupan rumah yang sulit. Dia kemudian menemukan kenyamanan dan memasuki hubungan romantis dengan Tuan Chang, yang juga sangat terlibat dengan klub buku. Nona Yin mengonfrontasi Mr. Chang tentang hubungan itu dan mendesaknya untuk memutuskannya, mengingat hal itu akan merugikan klub buku. Namun, Ray mendengar percakapan mereka dan secara keliru menyimpulkan bahwa Yin dan Chang sedang menjalin hubungan.
Terinspirasi oleh bagaimana ibunya menjebak ayahnya yang kasar dan suka berselingkuh dan membuatnya ditangkap; Ray berencana untuk menyingkirkan Nona Yin. Dia mengeksploitasi rasa suka Wei padanya dan meyakinkannya untuk membiarkan dia meminjam salinan salah satu buku klub. Ray kemudian menyerahkan barang selundupan itu kepada Inspektur Bai, berharap Yin akan dipecat. Namun, Chang dan anggota klub buku ditangkap bersama dengan Yin. Sangat ngeri dan sedih, Ray menyaksikan eksekusi Chang; dan kemudian didatangi oleh siswa sekolah yang menyebutnya seorang pembunuh. Ray kemudian ingat bahwa dia bunuh diri karena rasa bersalah setelah penangkapan klub buku; dan bahwa dia telah terperangkap dalam neraka, siklik api penyucian, menekan ingatannya dan menolak untuk mengakui kesalahannya. Roh Chang muncul kepada Ray dan memintanya untuk menyelamatkan Wei sehingga salah satu dari mereka dapat hidup dan mengingatnya.
Ray menyelamatkan Wei (sekarang tidak terluka); tapi ditangkap oleh Hantu Lentera. Bai menggoda Ray untuk menekan ingatannya lagi dan terus menyangkal kesalahannya. Ray menolak untuk melakukannya lagi, mengalahkan Hantu Lentera. Ray dan Wei berlari ke gerbang sekolah saat bayangan menyalip gedung. Ray membantunya memanjat dan mendesaknya untuk tetap hidup sementara dia tetap tinggal. Wei melarikan diri dan terbangun kembali di penjara. Dia mengakui kejahatannya dan membuka diri untuk hukuman apa pun, asalkan dia diizinkan untuk hidup.
Bertahun-tahun kemudian, kunjungan Wei setengah baya sekarang ditutup dan akan segera dihancurkan sekolah. Mengikuti keinginan terakhir Chang, ia menemukan salinan tersembunyi dari salah satu buku terlarang. Di salah satu ruang kelas yang kosong, dia mempersembahkan buku itu kepada hantu Ray. Di dalamnya, dia menemukan liontin rusa giok yang diberikan Chang padanya, serta surat cinta terakhir di mana Chang berjanji untuk bertemu dengannya di kehidupan berikutnya.
***
Budi selesai baca cerpen yang ceritanya bagus, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan di depan rumah Budi gitu. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi gitu. Di meja ada mainan di taruh di atas buku gambar gitu.
"Hidup ini...tetap sama kan Eko?" kata Budi.
"Yaaa hidup ini...tetap sama sih!" kata Eko.
"Ngomong tentang cewek. Yaaa cewek yang berasal dari keluarga kaya. Cewek itu...lebih baik memilih cowok kaya dari pada cowok miskin, ya kan Eko?" kata Budi.
"Memang sih...cewek yang berasal dari keluarga kaya...lebih baik memilih cowok kaya dari pada cowok miskin. Hidup ini...penting harta lah, ya demi jaminan kehidupan yang layak, ya enak dan jauh....dari pada miskin," kata Eko.
"Urusan cinta tidak boleh buta kan Eko?" kata Budi.
"Iya...lah..urusan cinta tidak boleh buta. Yaaa harus berpikir dengan jernih demi masa depan yang baik gitu!" kata Eko.
"Cowok miskin lebih baik menyukai cewek miskin, ya sederajat gitu!" kata Budi.
"Sadar diri pada keadaan. Cowok miskin lebih baik menyukai cewek miskin, ya sederajat!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Eko.
"Cowok miskin, ya harus pinter-pinter milih cewek miskin kan Eko?" kata Budi.
"Memang harus cowok miskin pinter-pinter milih cewek miskin. Akhlak baik dari cewek miskin. Karena ada cerita akhlak buruk dari cewek miskin. Pada akhirnya kisah cinta, ya putus atau cerai gitu," kata Eko.
"Akhlak!!!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko mengambil mainan gitu.
"Topeng!" kata Eko.
"Yaaa topeng!" kata Budi.
"Mainan buatan Budi dari kardus...topeng BIMA Satria Garuda," kata Eko.
"Topeng...BIMA Satria Garuda!" kata Budi.
Eko memakai topeng gitu.
"Aku jadi...BIMA Satria Garuda!" kata Eko.
"Keren Eko...jadi BIMA Satria Garuda dengan memakai topeng buatan aku dari kardus!" kata Budi.
Eko melepaskan topeng yang ia pakai gitu.
"Mainan topeng BIMA Satria Garuda, ya seperti anak-anak tujuannya happy-happy!" kata Eko.
"Memang mainan topeng BIMA Satria Garuda, ya seperti anak-anak. Yaaa anak-anak...kerjaannya bermain dan belajar gitu," kata Budi.
"Dewasa, ya hidup ini...harus tetap berusaha dengan baik, ya berjuang pantang menyerah demi masa depan baik yang diinginkan," kata Eko.
"Yaaa realita jadi dewasa, ya hidup ini....memang harus berjuang dengan baik demi masa depan yang baik yang diinginkan. Yaaa ada banyak cerita sih, ya dari perjuangan orang-orang dari asal keluarga tidak mampu, ya bisa mendapatkan masa depan yang baik yang diinginkan karena perjuangan pantang menyerah seperti...perjuangan pejuang kemerdekaan dengan tujuan negeri ini...merdeka dengan baik," kata Budi.
"Mereka!!!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Topeng yang di buat Budi...idenya dari acara Tv. Buat topeng dari kardus, ya nilai kreatifitas Budi!" kata Eko.
"Iya...memang buat topeng dari idenya acara Tv dan nilai kreatifitas sih!" kata Budi.
"Ada kemauan pasti bisa membuat sesuatu yang di sukai!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko menaruh topeng di meja dan mengambil buku gambar gitu.
"Di buku gambar ini...Budi buat gambar apa ya?" kata Eko.
"Aku gambar artis yang di sukai," kata Budi.
"Budi gambar artis yang di sukai...Budi. Cowok apa cewek Budi?" kata Eko.
"Yaaa maunya sih...cowok gitu. Di pikir dengan baik...aku gambar artis cewek, ya karena cantik dan pinter gitu," kata Budi.
"Budi gambar artis cewek karena pinter dan cantik toh!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Beneran apa becandaan Budi gambar artis cewek di buku gambar?" kata Eko.
"Yaaa becandaan!" kata Budi.
"Becandaannya Budi!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Aku buka, ya Budi...buku gambarnya...untuk tahu apa yang di gambar Budi di buka gambar gitu!" kata Eko.
"Silakan Eko buka buku gambar yang di pegang Eko!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko membuka buku gambarnys dengan baik gitu. Di buku gambar ada gambar-gambar buatan Budi, ya dari gambar SpongeBob SquarePants, Squidward Tentacles, Patrick Star, Eugene Harold Krabs, Sandy Cheeks, Pearl Krabs, Sheldon James Plankton, dan Karen Plankton.
"Budi menggambar SpongeBob Square Pants dan teman-teman toh!" kata Eko.
"Iya aku buat gambar....SpongeBob SquarePants dan teman-teman!" kata Budi.
"Gambar yang di buat Budi...bagus!" kata Eko.
"Terima kasih...Eko pujiannya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Ide buat gambar SpongeBob SquarePants dan teman-teman, ya dari acara Tv. Yang paling bagus sih yang buat gambar SpongeBob SquarePants dan teman-teman sih, ya...penciptanya gitu," kata Budi.
"Memang yang bagus..buat gambar SpongeBob SquarePants dan teman-teman, yaaa penciptanya!" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Acara Tv...berkaitan dengan ekonomi. Roda ekonomi di gerakkan manusia dengan baik demi kebaikan bersama," kata Eko.
"Ekonomi dan ekonomi. Ya memang sih...roda ekonomi di gerakan manusia dengan baik dengan tujuan kebaikan bersama!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko menutup buku gambar dan buku gambar di taruh di meja dengan baik gitu.
"Budi main...permainan Keluarga Somat dan Hantu saja!" kata Eko.
"Yaaa okey...main permainan Keluarga Somat dan Hantu gitu!" kata Budi.
Budi mengambil permainan di bawah meja, ya permainan di taruh di atas meja gitu. Eko dan Budi main permainan Keluarga Somat dan Hantu dengan baik gitu.
No comments:
Post a Comment