CAMPUR ADUK

Saturday, September 2, 2023

INFERNO

Eko duduk di depan rumahnya, ya sedang baca cerpen yang menarik sambil menikmati minuman kopi botolan dan makan singkong rebus gitu.

Isi cerita yang di baca Eko :

Rose Elliot, seorang penyair yang tinggal sendirian di Upper West Side Kota New York, membeli sebuah buku dari pedagang barang antik berjudul The Three Mothers. Buku yang ditulis oleh seorang alkemis bernama Varelli ini menceritakan tentang tiga saudara perempuan jahat yang menguasai dunia dengan kesedihan, air mata, dan kegelapan, dan tinggal di dalam rumah terpisah yang telah dibangun untuk mereka oleh sang alkemis. Mater Suspiriorum, Bunda Sighs, tinggal di Freiburg. Mater Lachrymarum, Bunda Air Mata, tinggal di Roma, dan Mater Tenebrarum, Bunda Kegelapan, tinggal di New York. Rose curiga bahwa dia tinggal di gedung Mater Tenebrarum, dan menulis surat kepada saudara laki-lakinya Mark, seorang mahasiswa musik di Roma, mendesaknya untuk mengunjunginya. Menggunakan petunjuk yang diberikan dalam buku, Rose mencari ruang bawah tanah gedungnya dan menemukan sebuah lubang di lantai yang mengarah ke ruang dansa berisi air. Dia secara tidak sengaja menjatuhkan kuncinya dan memasuki air untuk menemukannya. Setelah dia mendapatkan kembali kuncinya dan mulai berenang kembali, beberapa mayat busuk muncul dari kedalaman, membuatnya takut. Rose berhasil berenang keluar dan melarikan diri. Saat dia kembali ke apartemennya di lobi, dia mendengar dua orang berbisik tentang "Rose mengintip" dan bagaimana mereka harus "menyembunyikan segalanya" untuk pria tak dikenal. Kemudian, balok kayu mungkin mulai runtuh di suatu tempat di dalam gedung, tetapi pemandangan tersebut menghilang secara misterius sebelum mengarah ke Roma.

Di Roma, Markus mencoba membaca surat Rose di kelas. Perhatiannya teralihkan oleh tatapan intens seorang siswi cantik yang sedang menggendong seekor kucing berbulu halus. Dia tiba-tiba pergi di akhir kelas; Mark mengikuti, meninggalkan surat itu. Temannya Sara mengambil surat itu, dan kemudian membacanya. Ngeri dengan isi surat itu, dia naik taksi ke perpustakaan dan menemukan salinan The Three Mothers. Mencoba mencari jalan keluar, Sara tersesat di ruang bawah tanah perpustakaan dan menemukan ruangan berisi kuali mendidih. Sara diserang di sana oleh sosok mengerikan yang mengenali buku itu. Dia melempar buku itu ke tanah dan melarikan diri.

Kembali ke rumahnya, dia menelepon Mark dan menyuruhnya datang dan meminta tetangganya, Carlo, untuk menemaninya. Lampu padam dan Sara serta Carlo ditikam sampai mati oleh pembunuh bersarung. Mark menemukan mayat dan dua pecahan surat Rose. Setelah polisi tiba, dia keluar dari apartemen Sara dan melihat sebuah taksi lewat perlahan. Di kursi belakang kendaraan ada siswa musik yang menatapnya dengan saksama. Mark menelepon Rose dan berjanji untuk berkunjung, tetapi panggilan telepon terputus. Rose melihat dua sosok bayangan bersiap memasuki apartemennya. Dia pergi melalui pintu belakang, tapi diikuti. Berlari ke laboratorium yang sudah tua, dia ditangkap oleh penyerang yang bercakar dan di penggal dengan kaca jendela yang pecah.

Sesampainya di New York, Mark langsung menuju gedung Rose, di mana ia bertemu dengan Carol, petugas, dan beberapa penghuni, termasuk perawat yang merawat Profesor Arnold yang sudah lanjut usia, seorang pengguna kursi roda yang tidak dapat berbicara. Mark bertemu dengan Countess Elise De Longvalle Adler yang sakit-sakitan, yang memberitahunya bahwa Rose telah menghilang. Setelah keduanya menemukan darah di karpet di luar kamar Rose, Mark mengikuti noda tersebut. Menghirup bau aneh, dia jatuh sakit dan jatuh pingsan. Elise melihat sosok berjubah hitam menyeret Mark pergi, namun sosok itu berhenti dan mengejar Elise. Sosok itu akhirnya menemukannya dikelilingi kucing gila di sebuah ruangan dan menikamnya sampai mati. Mark terhuyung ke lobi gedung apartemen tempat Carol dan perawat menidurkannya.

Keesokan paginya, Mark bertanya kepada Kazanian, pedagang barang antik yang menjual Rose The Three Mothers, tentang keberadaan saudara perempuannya. Namun, pria tersebut tidak memberikan informasi. Malam itu, Kazanian menenggelamkan beberapa kucing di kolam Central Prak dan jatuh ke dalam air. Ratusan tikus dari selokan terdekat merayapinya, menggerogoti dagingnya. Penjual hot dog mendengar teriakan minta tolong Kazanian dan bergegas mendekat, tapi mulai membunuhnya dengan pisau.

Kematian yang lebih aneh terjadi di dalam gedung, ketika kepala pelayan Carol dan Elise, John, berencana memanfaatkan kematian Countess dengan mencuri barang-barang berharga miliknya. Carol yang terkejut menemukan mayat John di apartemen Elise, dan menjatuhkan lilin menyala yang menyalakan api. Mencoba memadamkan api, dia terjerat dalam tirai yang terbakar dan jatuh dari jendela hingga kematiannya.

Mark menggunakan petunjuk terakhir dari surat Rose untuk menemukan bahwa di bawah setiap lantai terdapat ruang penjelajahan rahasia. Dia mengikuti jalan tersembunyi ke serangkaian ruangan di mana dia menemukan Profesor Arnold yang mengungkapkan, melalui generator suara elektronik, bahwa dia sebenarnya adalah Varelli. Dia mencoba membunuh Mark dengan suntikan hipodermik. Selama perjuangan, leher Varelli terjepit di alat vokalnya, membuatnya tersedak. Mark membebaskannya, hanya untuk diberitahu bahwa dia masih diawasi saat Varelli meninggal. Mark mengikuti sosok bayangan ke ruangan berperabotan mewah, di mana dia menemukan perawat Varelli. Tertawa gila-gilaan, dia mengungkapkan kepadanya bahwa dia adalah Mater Tenebrarum. Dia menghilang, tetapi muncul kembali melalui cermin sebagai personifikasi Kematian. Namun, api yang melahap sebagian besar bangunan memungkinkan Mark melarikan diri dari sarang penyihir. Marah karena Mark melarikan diri, Mater Tenebrarum berteriak ketika puing-puing menimpa iblis itu, menghancurkannya.

***
Eko selesai baca cerpen yang ceritanya menarik banget gitu, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu. Budi datang ke rumah Eko, ya motor di parkirkan di depan rumah Eko. Budi duduk dengan baik, ya dekat Eko. Ya Eko memang telah menyajikan kopi botolan untuk Budi gitu. Ya jadi Budi dan Eko duduk dengan santai banget, ya menikmati keadaan tenang di lingkungan gitu, ya keduanya sedang menikmati minum kopi botolan dan makan singkong rebus.

"Eko. Cewek itu. Ingin apa dari cowok?" kata Budi.

"Mana Tahu? Tanya sama cewek!" kata Eko.

"Ya Eko. Sekedar obrolan bahan obrolan lulusan SMA. Kok di seriusin!" kata Budi.

"Ok. Sekedar bahan obrolan lulusan SMA. Ya di cintai dengan baik. Cukup seperti itu, ya sederhana. Umum gitu," kata Eko.

"Di cintai dengan baik," kata Budi.

"Emmm," kata Eko.

Eko mengambil gitar yang di taruh di samping kursi.

"Nyanyi saja Budi!" kata Eko.

"Nyanyi lagu apa Eko?!" kata Budi.

"Genjereng", suara petikan gitar mainkan Eko.

"Lagu apa?" kata Eko berpikir panjang.

"Urusan cinta. Apa lagu ini saja ya? Tak Segampang Itu', ya gimana Eko?" kata Budi.

"Tak Segampang Itu!" kata Eko.

"Emmm," kata Budi.

Eko memainkan dengan baik gitarnya. Budi dan Eko bernyanyi dengan baik banget gitu.


"Waktu demi waktuHari demi hariSadar ku t'lah sendiriKau t'lah pergi jauhTinggalkan dirikuTernyata ku rindu
Senyuman yang s'lalu membungkus hati yang terlukaDi depan merekaTuhan masih pantaskah ku ‘tuk bersamanyaKarna hati ini inginkannya
Tak segampang itu ku mencari penggantimuTak segampang itu ku menemukan sosok seperti dirimu cintaKau tahu betapa besar cinta yang kutanamkan padamuMengapa kau memilih untuk berpisah
HoTerlalu besar kutaruh harapan pada dirimuItu alasanku lama tanpa dirimu ohMereka yang bilang ku akan dapat lebih darimuTak mungkinSemua itu tak mudah oh
Ku mencari penggantimuTak segampang itu ku menemukan sosok seperti dirimuOh cintaKau tahu betapa besar cinta yang kutanamkan padamuMengapa kau memilih untuk berpisah
Ku mencari penggantimu hoSosok seperti dirimu cintaKau tahu betapa besar cinta yang kutanamkan padamuMengapa kau memilih untuk berpisahKau memilih untuk berpisah"

***
Selesai keduanya bernyanyi, ya Eko berhenti bermain gitar gitu.

"Memang tak segampang itu, ya melupakan cinta, ya kan Eko?" kata Budi.

"Memang agak susah untuk melupakan cinta. Kenangan baik itu," kata Eko.

"Sisi dari kita cowok, ya Eko?" kata Budi.

"Iya. Sisi kita, ya cowok!" kata Eko.

"Emmm," kata Budi.

"Gimana dengan sisi....cewek, ya Budi?" kata Eko. 

"Sisi...cewek. Mungkin, ya susah juga melupakan cinta. Contoh : kisah artis saja. Happy Asmara dengan Denny Caknan, ya milih Bella Bonita berdasarkan berita di koran gitu. Happy Asmara punya masih ada rasa dan kenangan dengan Denny Caknan, ya mungkin berkata "Ya tak segampang itu melupakan cinta", ya Happy Asmara tetap berusaha dengan baik, ya hidup ini di jalankan dengan baik. Pelan-pelan melupakan kenangan baik itu," kata Budi.

"Itu sih omongan Budi!" kata Eko.

"Ya aku kan menyukai artis Happy Asmara karena lagunya bagus-bagus, ya jadi anggap penggemar saja. Aku mewakili saja tentang urusan cinta. Kan sekedar obrolan saja!" kata Budi.

"Aku paham omongan Budi!" kata Eko.

"Emmm," kata Budi 

"Pelan-pelan saja!" kata Eko.

Eko menaruh gitar di samping kursi. Ya Budi dan Eko menikmati minum kopi botolan gitu dan makan singkong rebus gitu.

"Waktu juga yang dapat melupakan cinta," kata Budi.

"Waktu. Jawaban yang tepat!" kata Eko.

"Kalau seperti cerita sinetron atau film. Kenangan cinta itu, ya kembali ketika ia datang kembali dengan baik untuk menjalin cinta," kata Budi.

"Kalau masih jomlo, ya tidak ada masalah menjalin kisah cinta dengan baik. Jika sudah ada pengganti. Benturan ini dan itu," kata Eko.

"Jadinya. Pilihannya. Mana yang terbaik?!" kata Budi.

"Ya jawabannya. Hati!!!" kata Eko.

"Hati!!!" kata Budi.

"Emmm," kata Eko.

"Ngomong-ngomong, ya berita tentang politik, ya urusan pemerintahan ini dan itu. Bagus, ya kan Eko?" kata Budi.

"Ya bagus sih!" kata Eko.

"Pinter-pinter, ya orang-orang buat berita. Ya pinter di bidangnya gitu, ya dasar keilmuan yang di gelutin dengan baik," kata Budi.

"Realitanya begitu!" kata Eko.

"Politik itu. Pasti ada pro dan kontra," kata Budi.

"Hitam dan Putih," kata Eko.

"Hitam dan Putih, ya lebih baik main catur saja!" kata Budi.

"Ok. Main catur!" kata Eko.

Eko mengambil papan catur di bawah meja, ya papan catur di taruh di atas meja. Budi dan Eko menyusun dengan baik, ya bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik gitu.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK