Bertempat di Zaman Es, suku nomaden penyembah matahari mencapai daerah yang mereka putuskan untuk menetap. Ketika Idar dan Rhia, pasangan muda dari suku tersebut menemukan monster air, monster tersebut di bunuh oleh Maciste dengan tombak. Keduanya meminta Maciste untuk bergabung dengan suku mereka tetapi Maciste menjelaskan bahwa dia memiliki takdir yang harus di penuhi untuk memperbaiki kesalahan dan harus pergi.
Segera setelah itu suku penghuni gua penyembah bulan yang di pimpin oleh Fuwan menyerang desa dan menculik para wanita penyembah matahari. Maciste kembali ke penyembah matahari dan memasuki kota bawah tanah penyembah bulan melalui sungai. Di sana dia menemukan Moah, yang ayah dan saudara laki-lakinya, mantan pemimpin suku, di bunuh oleh Fuwan yang ingin mengambil Moah. Moah menjelaskan bahwa para penyembah bulan akan mengorbankan wanita yang di tangkap dalam perayaan bulan purnama malam itu.
Maciste melewati terowongan bawah air, mengalahkan hydra berkepala tiga yang tinggal di sana dan mampu melenyapkan penjaga ke pintu masuk dan memindahkan gerbang batu ke pintu masuk membiarkan penyembah matahari yang pendendam masuk. Para wanita dibebaskan tetapi Maciste menghancurkan jalan mereka ke permukaan setelah mereka pergi dan di tangkap oleh penyembah bulan yang menguburnya, dan kemudian Moah di bumi agar cacing bisa memakan tubuh mereka. Mereka diselamatkan oleh letusan gunung berapi yang membebaskan mereka dan membunuh sebagian besar penyembah bulan.
Mencari balas dendam, para penyembah bulan membuat perjanjian dengan suku kanibal untuk menyerang para penyembah matahari. Pasukan gabungan dikalahkan oleh penyembah matahari dan Maciste. Moah bergabung dengan Maciste dalam perjalanan masa depannya.
Budi selesai baca cerpen yang cerita menarik gitu, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Eko belum datang," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus. Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya papan catur di taruh di atas meja. Budi menyusun bidak catur di atas papan catur gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya di parkirkan motornya di depan rumah Budi gitu. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi dan melihat papan catur di meja, ya bidak catur tersusun dengan baik gitu.
"Main catur langsung Budi!" kata Eko.
"Okey!" kata Budi.
Budi dan Eko main catur dengan baik gitu.
"Hidup ini tetap berhati-hati. Karena masih ada orang yang membenci padahal baik aku atau Eko tidak ada salah sama orang tersebut," kata Budi.
"Ya orang-orang yang membenci tanpa alasan itu, ya orang-orang sakit jiwa. Di Lampung ini, ya banyak orang sakit jiwa karena masalah keluarga, pekerjaan dan ekonomi," kata Eko.
"Salah satu contoh saja : ada orang yang kerja di toko China di pasar tengah kota Bandar Lampung, ya kerjaan pegawai toko, ya berdasarkan cerita Abdul. Orang itu, ya orang miskin yang mengalami masalah ekonomi dan tempat tinggal numpang di tanah orang gitu, ya memilih kerja di toko China. Ternyata orang itu, ya tidak di sukai dari salah satu keluarga orang China yang memiliki toko itu, ya pegawai toko China lain dan pemilik toko China lain, ya tidak suka orang itu. Orang itu tetap sabar ujian hidup, ya demi hidup ini," kata Budi.
"Orang yang membenci itu, ya pura-pura menjalankan hidup ini," kata Eko.
"Berdasarkan cerita Abdul, ya orang-orang di pasar itu belum tentu paham ilmu agama. Maka hal itu bisa terjadi, ya membenci tanpa alasan gitu. Dan juga harus berhati-hati, ya baik atau buruk yang di lakukan manusia bisa motif untuk menipu atau mencuri," kata Budi.
"Pasar. Ragam suku. Ragam agama. Antara baik dan buruk," kata Eko.
Eko dan Budi terus main catur dengan baik gitu.
"Terkadang, ya orang buruk di lindungi sama orang yang masih ada kaitan dengan orang tersebut, ya dengan tujuan rencana bisa berjalan dengan baik untuk menjatuhkan seseorang lewat pegawai dari toko China, ya agar tuh toko bangrut," kata Budi.
"Hati manusia siapa tahu? Yang tahu adalah Tuhan. Manusia itu, ya memang kalau membenci itu, ya tujuannya menjatuhkan orang dengan tujuan rugi dan akhirnya bangrut. Hal tersebut, ya bisa terjadi di Lampung, ya di daerah lain pun bisa terjadi," kata Eko.
"Hidup ini di antara orang buruk yang tidak paham ilmu agama. Terkadang berselisih paham agama. Dengan tujuan menunjukkan agama yang di yakini benar," kata Budi.
"Maka kalau ketemu dengan orang buruk ini dan itu, ya lebih baik menjauh," kata Eko.
"Seharus orang-orang buruk itu, ya di tangkap polisi," kata Budi.
"Memang seharusnya orang-orang buruk di tangkap polisi. Di pasar banyak yang berpura-pura, ya agak susah juga menangkap orang-orang buruk yang kerjaannya membenci tersebut," kata Eko.
"Memang agak susah. Karena perselisihan yang biasa terjadi di pasar. Dengan persoalan ini dan itu," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko dan Budi main catur dengan baik gitu. Sampai yang menang adalah Eko. Abdul dateng ke rumah Budi. Abdul memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Karena Abdul dateng, ya main catur selesai dan catur di benahi dengan baik, ya papan catur di taruh di bawah meja sama Budi gitu. Abdul duduk dengan baik, ya bersama Eko dan Budi.
"Abdul gimana keadaan pasar?" kata Budi.
"Pasar antara baik dan buruk. Antara paham agama dan tidak paham agama, ya berdasarkan agama yang di yakini," kata Abdul.
"Antara baik dan buruk," kata Eko.
"Manusia," kata Budi.
"Pasar tetap bersaing dengan baik dengan tujuan barang yang di jual laku," kata Abdul.
"Persaingan bisnis," kata Eko.
"Yang terjadi tinggi dan rendah hasil dari usaha yang di jalankan," kata Budi.
"Ya benarlah omongan Budi!" kata Abdul.
"Kalau tinggi dan rendah hasil dari usaha, ya bagi yang rendahnya terus merosot jadinya bangrut deh usahanya," kata Eko.
"Resiko dalam usaha," kata Budi.
"Memang usaha itu, ya penuh dengan resiko," kata Abdul.
"Emmm," kata Eko.
"Yang di takutin, ya kegelapan hati dan jauh dari agama. Bila gagal dalam usaha karena kompetisi yang sengit gitu, ya timbul kebencian jadinya menjatuhkan usaha orang dengan cara tipu-tipu gitu," kata Abdul.
"Stres karena gagal usaha. Menjatuhkan yang lain," kata Budi.
"Harus berhati-hati kerja di pasar," kata Eko.
"Memang harus berhati-hati," kata Abdul.
"Sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Budi.
"Memang sekedar bahan obrolan lulusan SMA!" kata Abdul.
"Obrolan saja!" kata Eko.
"Kalau begitu main kartu remi saja!" kata Budi.
"Oke. Main kartu remi!" kata Abdul.
"Okey main kartu remi!" kata Eko.
Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik kartu remi. Ketiganya main kartu remi dengan baik gitu. Permainan yang di mainkan ketiganya, ya permainan cangkulan gitu.
No comments:
Post a Comment