Isi buku di baca Dono :
Dahulu kala hiduplah seorang kakek dan nenek yang sangat miskin. Suatu hari di musim salju yang sangat dingin membeku, sang kakek pergi ke kota untuk menjual kayu bakar. Di tengah perjalanan ketika melintasi persawahan, kakek melihat ada seekor burung bangau terjerat perangkap seorang pemburu.
“Aduh, kasihan sekali,” kata kakek.
Kakek pun segera melepaskan burung bangau itu dari dalam perangkap. Setelah terbebas burung bangau itu terbang berputar-putar tiga kali di atas kepala kakek. Seolah-olah dia ingin mengucapkan terima kasih sambil bersuara ‘Kaok… kaok… kaok…’ Lalu terbang tinggi meninggalkan kakek.
Malam hari itu terasa sangat dingin membeku. Sejak sore hari salju turun terus-menerus dengan lebatnya, hingga jalan-jalan dan pelataran semua tertimbun salju tebal. Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah hamparan salju yang memutih. Ketika kakek sedang menceritakan kejadian yang dialaminya siang tadi kepada nenek. Tiba-tiba dari pintu depan terdengar suara ketukan.
Tok! Tok! Tok!
“Permisi. Bolehkah saya masuk?” terdengar suara seorang wanita muda.
Begitu pintu dibuka, terlihat ada seorang wanita muda dengan rambut dan tubuh dipenuhi salju berdiri di depan pintu.
“Oh, Tuhan! Kau pasti sangat kedinginan.Ayo, ayo cepat masuk!” ajak nenek mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah.
“Terima kasih, nek.”
“Kenapa kau seorang diri di tengah hujan salju selebat ini?” tanya nenek.
“Sebenarnya saya sedang mencari seseorang yang tinggal di sekitar tempat ini. Sudah saya cari kemana-mana tetapi tidak ketemu juga. Lalu salju turun dengan lebatnya dan hari mulai gelap. Akhirnya dengan susah payah saya sampai di rumah ini. Kalau tidak mengganggu kakek dan nenek, bolehkah saya menginap di sini barang semalam saja?” tutur wanita muda itu dengan sangat sopan.
“Oh, begitu. Tentu saja boleh, nak! Kamu tidak perlu sungkan. Anggap saja ini di rumah sendiri. Tapi ya, seperti ini keadaan rumah kami,” kata kakek dengan ramah.
“Terima kasih kakek. Terima kasih nenek,” kata wanita muda itu dengan wajah berseri-seri. Dia pun membungkukkan badannya dalam-dalam sebagai tanda terima kasihnya.
Wanita muda itu lalu membantu nenek mempersiapkan makan malam. Mereka bertiga pun makan malam bersama-sama. Setelah itu wanita muda itu segera membersihkan semua piring dan perabotan yang kotor. Keesokan pagi harinya ketika nenek terbangun dan membuka mata. Dia melihat wanita muda itu sudah bangun lebih dahulu. Keadaan rumah pun sudah tertata rapi dan terlihat bersih. Wanita muda itu juga sudah memasak untuk sarapan pagi.
“Wah, wah… Jadi merepotkan. Tidak hanya memasak, kau pun sudah membersihkan rumah kami. Terimakasih ya, nak!” kata nenek.
Sepanjang hari itu hingga beberapa hari berikutnya salju terus-menerus turun dengan lebatnya. Hingga tidak ada seorang pun yang bisa keluar rumah. Wanita muda itu pun tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Dia lalu memijat pundak kakek dan nenek bergantian.
“Kau benar-benar seorang anak yang baik dan berbakti. Andai aku punya anak gadis sepertimu, alangkah senangnya aku,” kata kakek.
“Iya, aku akan sangat senang bila kau mau tinggal bersama kami,” ujar nenek menimpali.
“Sebenarnya saya ini hidup sebatang kara, tidak punya sanak saudara. Kalau kakek dan nenek tidak keberatan, bolehkah saya tinggal di sini?” kata wanita muda itu dengan membungkukkan badannya.
“Oh, benarkah?” seru kakek dan nenek bersamaan.
“Kalau begitu tinggallah bersama kami,” pinta nenek.
Wanita muda itu pun menganggukkan kepalanya. Kakek dan nenek pun sangat gembira. Mereka bertiga hidup sederhana dan bahagia walau dalam keadaan serba kekurangan. Suatu hari wanita muda itu bilang ingin menenun kain. Dia pun meminta kakek untuk membelikan benang. Ketika pergi ke kota, kakek pun membelikan benang yang diperlukan.
“Tolong selama saya menenun kain, jangan ganggu saya! Jangan sekali-kali kakek dan nenek membuka pintu kamar ini, ya?” kata wanita muda itu sebelum menutup pintu kamar dan mulai menenun.
Tok, tak, tok... gleduk.
Tok, tak, tok... gleduk.
Begitulah suara alat tenun itu terdengar sepanjang hari. Setelah tiga hari berlalu wanita muda itu pun membuka pintu kamarnya. Dia memondong beberapa lembar kain tenun di ke dua tangannya. Dia lalu berkata kepada kakek.
“Kek, tolong jual kain ini ke kota. Tolong nanti saya dibelikan benang lagi.”
“Iya, iya... Wah, bagus sekali tenunanmu ini?” puji kakek dengan perasaan terkagum-kagum.
Kakek sangat senang menerima kain tenun itu. Dia pun segera pergi ke kota untuk menjual kain tenun tersebut. Karena tenunannya sangat halus dan bagus, kain itu pun dibeli dengan harga mahal oleh seorang pejabat yang kaya raya. Kakek sangat senang menerima uang yang sebegitu banyaknya. Tidak lupa sebelum pulang kakek membelikan benang pesanan wanita muda itu. Setelah mendapatkan benang dari kakek, wanita muda itu pun segera masuk kamar dan mulai menenun lagi. Suara alat tenun kembali terdengar meramaikan rumah kakek dan nenek.
Tok, tak, tok... gleduk.
Tok, tak, tok... gleduk.
Dua hari pun berlalu.
“Kek, aku kok penasaran. Aku ingin melihat bagaimana cara gadis itu menenun kain sehalus dan sebagus itu. Aku ingin mengintip sebentar saja,” kata nenek.
Nenek pun berjalan berjingkat-jingkat mendekati pintu kamar. Lalu perlahan-lahan dia menggeser pintu itu sedikit. Nenek mengintip ke dalam kamar dari celah pintu itu. Namun betapa terkejutnya nenek begitu tahu apa yang ada di dalam kamar.
“Oh, Tuhan!” jeritnya dengan suara tertahan.
Di dalam kamar tidak ada wanita muda itu, tetapi yang ada hanyalah seekor burung bangau putih yang terlihat sangat kurus. Burung itu mencabuti bulu-bulunya satu per satu lalu menyelipkannya ke alat tenun dan menenunnya menjadi kain yang halus dan bagus.
“Kek... kakek!” panggil nenek dengan tubuh masih gemetaran.
“Ada apa, nek?” tanya kakek sambil mendekati nenek.
“Lihatlah itu!” bisik nenek.
“Hahhh?! Burung bangau?” kata kakek tak kalah terkejutnya dengan nenek.
Tiba-tiba suara alat tenun itu berhenti. Wanita muda itu membuka pintu kamar. Lalu keluar dengan membawa beberapa lembar kain tenun yang sangat halus dan bagus. Dia memberikan kain itu kepada kakek dan nenek.
“Kakek, nenek… Sebenarnya saya adalah burung bangau yang pernah ditolong kakek dahulu. Karena ingin membalas budi maka saya merubah wujud menjadi seorang gadis. Tapi sekarang sudah waktunya kita harus berpisah. Terima kasih atas kebaikan hati kakek dan nenek. Semoga panjang umur dan sehat selalu.”
Setelah berkata demikian dalam sekejap mata wanita muda itu telah berubah menjadi seekor burung bangau putih. Lalu terbang berputar mengitari atas rumah kakek dan nenek tiga kali sambil bersuara ‘Kaok… kaok… kaok…’ sebagai ucapan terima kasih. Lalu terbang tinggi menuju gunung yang terlihat nan jauh di sana.
“Burung bangau… Hai, gadis muda… Semoga kau pun selalu sehat wal afiat. Terima kasih atas semua ini,” kata kakek dan nenek sambil berurai air mata.
Setelah itu kakek dan nenek bisa hidup berkecukupan dengan uang hasil menjual kain tenunan burung bangau itu. Mereka pun hidup bahagia selamanya.
***
Dono berhenti baca buku.
"Bagus ceritanya. Pandai membuat ceritanya. Kaya pernah di angkat cerita yang aku baca ini. Film kartun," kata Dono.
Dono menutup bukunya dan buku di taruh di meja.
"Main game ah!" kata Dono.
Dono main game di Hp-nya dengan baik banget. Kasino dan Indro di ruang tengah masih asik nonton Tv.
No comments:
Post a Comment