Pada zaman dahulu, di daerah kampung Blambangan Umpu (sekarang)berdiamlah seorang raja yang bernama Ratu Jimat. Sampai sekarang keturunan Ratu Jimat ini masih ada dan tetap hidup di tengah masyarakat ramai.
Ratu Jimat mempunyai seorang putri, Putri ini bernama Putri Kembang Dada. Putri Kembang Dada mempunyai beberapa orang pengawal untuk mengawal / mengawasi kemana Putri pergi, bahkan waktu tidurpun sang Putri harus diketahui dengan pasti oleh si pengawal. Hal ini dilakukan demi keselamatan sang putri raja.
Suatu ketika sang raja mencari putrinya dan memanggilnya melalui seorang pengawal. Pengawal mencari kesana kemari tetapi tak bertemu, Sedangkan hari sudah jam 10.00 pagi. Tetapi Putri Kembang Dada tak juga nampak. Pengawak mengira tak mungkin Putri Kembang Dada belum bangun dari tidurnya sejak semalam.Tetapi karena curiga kalau-kalau Putri Kembang Dada masih dalam kamar tidurnya dan belum bangun.
Ternyata putri Kembang Dada tak ada lagi dalam kamar tidur, tetapi kamar itu tetap terkunci. Jendela kamar diperiksa. Barangkali Putri Kembang Dada keluar lewat jendela kamarnya, tetapi juga tetap terkunci. Kemudian atap rumahpun diperiksa dengan teliti tetapi tidak ada bekas-bekas orang lewat. Sama sekali tak ada atap yang rusak atau genteng yang berlubang.
Putri kembang Dada mempunyai sebuah sicil yang terbuat dari suasa, yaitu hiasan berbentuk manusia. Setelah kamar Putri Kembang Dada diperiksa dengan teliti, sicil ditemukan dalam keadaan terpotong tetapi tidak putus. Melihat ini Raja Jimat yang turut memeriksa jadi terkejut dan berseru.
"Oh kemana. Anak ini perginya?"
Dengan muka murung dan cemas kembali berkata "Kacau demikian kita harus perang!"
Sambil menoleh kepada pengawalnya yang turut memeriksa kamar Kembang Dada. Ratu Jimat beserta pengawal dan pasukannya mempersiapkan alat dan bekal untuk keperluan dalam peperangan nanti. Setelah semuanya siap, kemudian mereka berangkat dengan berjalan kaki menyusuri tepi sungai Way Umpu. Setelah mereka tiba di Ulok Jambu-jambu (lubuk Jambu-Jambu) dekat persimpangan ke Giham (sekarang) tampak oleh Ratu Jimat sebuah perahu yang sedang berlabuh di tepi sungai. Melihat kedatangan Ratu Jimat beserta bala tentaranya perahu ini meneruskan perjalanannya ke Ulok Tawan. Ratu Jimat dan rombongannya menyusul arah perahu itu dan ternyata perahu itu milik Ki Agus Karang (Raja Lawok)yaitu Raja Laut (orang yang merajai laut).
Ratu Jimat yakin bahwa yang mengambil / menculik anaknya Putri Kembang Dada adalah Ki Agus Karang (Raja Lawok). Ki Agus Karang diserang habis-habisan. Ratu Jimat bermaksud mengambil kembali putrinya yang diculik oleh Ki Agus Karang, yang memang ternyata benar diambil oleh Raja Laut tersebut. Tetapi Ratu Jimat kehabisan tenaga dan putrinya tidak dapat kembali. Ratu Jimat gagal membela putrinya. Putrinya ternyata telah memilih tetap mengikuti Ki Agus Karang. Ratu Jimat dalam peperangan itu dapat bertemu dan berbicara. Dengan putrinya, dan putrinya berkata,
"Pak, saya jangan diambil oleh Bapak. Saya akan menjadi istri Ki Agus Karang. Permintaan saya, saya mohon Bapak dapat memberi sessan untuk saya (sessan barang-barang pemberian orang tua gadis kepada anaknya yang kawin). Saya akan pergi bersama Ki Agus Karang. Bapak barus melaksanakan begawi (begawi = pesta adat. Pesta adat untuk melepas putrinya yang kawin dengan Ki Agus Karang)".
Mendengar perkataan anaknya, Ratu Jimat menjawab, "Baiklah! Nak. Hanya saja usulmu itu terlambat. Bapak sudah kepalang ingin berperang melawan Ki Agus Karang. Bapak akan membunuh Ki Agus Karang!"
Setelah bercakap-cakap dengan anaknya, Ratu Jimat pergi dan bertemu dengan Ki Agus Karang dengan rencananya (menculik) anaknya. Ki Agus Karang masih mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Ratu Jimat.
"Hendaknya kita membuat suatu perjanjian. Siapa di antara anak buah paskam (maksudnya anak buah Ratu Jimat) dan siapa keturunan puskam yang ada di sini, diapakan saya ini. Menjawab Ratu Jimat.
"Siapa yang memakan sirih saya ini, sampai turun temurun, berarti bukan keturunan saya, dan siapa yang tidak memakan sirih saya ini itulah keturunan saya".
Karena adanya perjanjian antara Ratu Jimat dan Ki Agus Karang, maka peperanganpun dapat dihindarkan. Ki Agus Karang tetap membawa putri Ratu Jimat untuk diperistrikannya, dan Ratu Jimat kembali ke kampungnya semula di Blambangan Umpu. Sebelum Ratu Jimat kembali ke Blambangan Umpu dan Ki Agus Karang meneruskan perjalanannya membawa putri Ratu Jimat, yaitu ketika mereka sedang mengadakan perjanjian tadi, Ratu Jimat meludahkan air sirih yang dimakannya ke air sungai. Ludah air sirih Ratu Jimat ini ternyata seketika berubah menjadi Ikan Kamal yang warna / tulisan pada badan ikan itu lurik-lurik emas. Karena bertuliskan lurik emas ini maka ikan ini dinamakan Ikan Kamal Bertulis Cindi.
Sesuai dengan perjanjian tadi, maka barang siapa anak buah keturunan Ratu Jimat yang memakan Ikan Kamal Bertulis Cindi ini akan mendapat musibah yaitu badan mereka menjadi belang menyerupai warna ikan Kamal tersebut).
Keturunan Ki Agus Karang dengan Putri Kembang Dada (anak Ratu Jimat), maka keturunan ini jika memakan ikan Kamal Bertulis Cindi badannya akan menjadi belang juga. Dan karena itu pula mereka ini tidak pernah terserang penyakit ta'un (sebangsa ayam) sebab dikatakan bahwa ta'un itu sendiri adalah keturunan dari Putri kembang Dada.
Sepanjang cerita, keturunan Putri Kembang Dada ini merupakan makhluk halus yang adanya di sungai di Blambangan Umpu. Sampai sekarang jika keturunan Ratu Jimat yang ada di kampung (manusia biasa, dan sampai sekarang masih ada)jika akan begawi (berpesta adat secara adat), harus mengirimkan sessan ( pemberian pihak orang tua gadis kepada pihak gadisnya pada waktu upacara adat perkawinan). Sessan yang dikirimkan oleh keturunan Ratu Jimat dan masih berlaku sampai masa sekarang ini adalah berupa manusia, barang-barang. Sessan ini dimaksudkan dikirimkan untuk putrinya yaitu Putri Kembang Dada. Cara mengirimkannya adalah dengan membakar menyan dan kemudian sessan ini ditaruh di atas rakit atau perahu dan dihanyutkan di sungai.
Karena pada zaman sekarang ini telah banyak percampuran penduduk yang berasal dari berbagai daerah dan berdiam di satu tempat, maka sebagai ciri untuk mengetahui apakah keturunan Ratu Jimat atau bukan di Blambangan Umpu, pada waktu mereka begawi, mereka tidak mau memotong kerbau putih, Jika mereka memotong kerbau putih berarti mengundang orang-orang dari laut/sungai yaitu keturunan Putri Kembang Dada. Karena merasa diudang oleh kelompok mertua (keturunan mertua Ki Agus Karang (karena memotong kerbau putih), maka mereka ini keturunan Putri Kembang Dada) yang berupa makluk halus dari sungai / laut, pasti mereka datang untuk menengok / menghadiri keturunan mertua mereka yang sedang mengadakan pesta adat. Karena itulah maka setiap waktu keturunan Ratu Jimat ini begawi, sekitar lima atau enam orang akan mati pada waktu begawi itu atau karena menurut kepercayaan mereka diambil sebagai sessan. Yang meminta sessan ini adalah Putri Kembang Dada yaitu istri Ki Agus Karang Putri Kembang Dada adalah anak Ratu Jimat). Inilah sebabnya Rat Jimat punya anak gadis yang kawin dan berada di laut sebagai makluk halus.
Larangan makan ikan Kamal ini bagi keturunan Ratu Jimat terhitung segala macam jenis Kamal. Sampai sekarang jika akan datang musim kemarau atau terjadi, wadah suatu penyakit ataupun suatu huru hara dalam masyarakat, maka ikan Kamal Bertulis Cindi ini akan menampakkan dirinya di sungai.
No comments:
Post a Comment