CAMPUR ADUK

Monday, November 4, 2019

ASAL USUL DANAU RANAU

Danau Ranau mempunyai luas 144 kilometer persegi Danau ini terletak di pegunungan yang masuk kecamatan Banding Agung wilayah kabupaten Ogan Komering Ulu. Ketika aku berdiri di tepi danau aku dapat memandang alam pegunungan yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Udara alam pegunungan yang sejuk dan pesona Danau Ranau membuat betah berlama-lama di sana. Diantara para pengunjung ada yang asik mandi di tepi danau. 
Selain itu ada pula yang mengelilingi danau dengan perahu motor. Berkeliling danay dengan perahu motor mempunyai keasyikan tersendiri bagi para pengunjung. Di tepi danau banyak perahu motor yang disewakan untuk para pengunjung. Para pengunjung dapat berperahu menuju ke pulau Marisa yang ada di tengah danau. Di Danau Ranau tersedia tempat khusus untuk memancing. Adapula pengunjung yang memancing sambil berperahu.

Konon ceritanya, Danau Ranau terjadi karena kesaktian Puyang Seminang Mora, Dikisahkan, pada dahulu kala ada seorang pemuda bernama Patua Paso. Patua Pasao adalah kemenakan seorang raja di suatu daerah yang bernama Among Padoha. Patua tinggal disekitar Danau Toba di Sumatra Utara.

Sehari-hari Patua melakukan perdagangan hingga ke pulau Mindanao Filipina. Seperti biasanya Patua melakukan tukar menukar perdagangan. Pada waktu itu Patua Paso berkenalan dengan gadis cantik bernama Sondang, putri seorang pedagang kaya raya. Selain berdagang orang tua Sondang juga seorang kepala Suku Perak Tagalok bernama Tuan Mauru Sada. Mereka akhirnya saling jatuh cita. Beberapa bulan kemudian Patua Paso pulang ke Sumatera Amang Padoha setuju untuk melamar Putri Sondang.

Pada saat yang telah ditentukan, berangkatlah rombongan Patua Paso dengan menggunakan enam perahu layar. Selama berhari-hari rombongan mengarungi Lautan Hindia. Setibanya di Mindanao, acara lamaran segera dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan dengan perkawinan pesta perkawinan mereka dirayakan tiga hari tiga malam. Setelah pesta selesai pasangan pengantin baru segera di bawa ke Negeri Batak.

Ketika pelayaran mereka mendekati pantai selatan Sumatra, rombongan di kejar segerombolan bajak laut. Ternyata, bajak laut yang kejam berhasil mendekat. Rombongan pengantin Patua Paso mengadakan perlawanan. Terjadilah pertempuran yang sengit diatas perahu. Anggota rombongan pengantin banyak yang tewas dan beberapa perahu mereka berhasil dikuasai bajak laut, perahu yang membawa paman Patua dan Ayah putri Sondang dikuasai perampok. Tiga perahu lainnya mereka tawan. Kini tinggallah lima perahu yang lolos dari kejaran bajak laut. Satu perahu di antaranya mereka yang terdiri dari emas dan intan permata.

Perahu yang membawa rombongan pengantin baru berhasil mendekati pantai. Sementara itu bajak laut mengejar mereka. Setelah sampai dipantai rombongan pengantin bergegas turun ke darat. Para pengiring segara mengangkut bahan makanan, dan barang milik kedua pengantin. Mereka berlari masuk rimba menuju kaki Bukit Barisan. Para bajak laut pun sampai di tempat para pengantin. Mereka berlari masuk rimba menuju kaki Bukit  Barisan.
Para bajak laut pun sampai di tempat para pengantin mendarat. Mereka membakar perahu rombongan itu. Setelah perahu terbakar mereka pun mengejar masuk kehutan belantara. Dua hari sudah bajak laut mengejar rombongan itu. Namun mereka tidak berhasil menangkap rombongan Patua.

Kita tinggalkan rombongan Patua, menuju ke masyarakat Komering di lereng gunung Seminung. Kelompok masyarakat suku Komering ini dipimpin oleh seorang, wanita setengah baya. Wanita ini sangat bijaksana dan suka menolong orang bila sedang susah. Ia bergelar Puyang Seminung Namora. Payang Seminung Namora memiliki seekor burung garuda yang setia.
Di kaki gunung Seminung ada danau kecil yang dinamakan Ranau. Dalam bahasa kawi kuno "Ranau" artinya tempat yang indah dan nyaman sesuai dengan  namanya Danau Ranau memang sangat indah biasanya danau di gunakan untuk mandi oleh rakyat pesisir. Selain itu para dewi rimba juga sering mandi di danau kecil itu. Sambil bercanda riang dewi rimba rimba menikmati keindahan disekitar danau.

Geografi sekitar danau penduduk bercocok tanam. Hasil pertanian mereka selulu melimpah. Mereka menanam kopi, cengkeh, kayu manis, lada dan tembakau. Mereka tidak pernah merasa kekurangan. Penduduk negeri kecil ini hidup aman dan makmur.

Satu hari Puyang Seminung Namora, merasa ada suatu isyarat yang menggugah hatinya. Diambilnya cawan kecil berisi air untuk melihat apa gerangan arti isyarat itu. Dalam air ia melihat sekelompok orang dalam keadaan kesulitan di hutan belantara. Dilihatnya pula ada kelompok lain yang mengejar mereka di hutan belantara itu. Puyang Seminung Namora tahu siapa mereka itu. Setelah itu dia kehalaman rumah dan memanggil burung garuda. Dipanggilnya beberapa orang tua di negeri itu.

Puyang Seminung Namora berkata aku minta bantuan kalian. Aku melihat ada dua kelompok orang yang  berkejaran di balik Bukit Barisan mereka kurang lebih empat puluh orang. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan. Aku yakin itu bangsa kita kulit wajahnya dan perawakannya menunjukkan bahwa mereka suku yang hidup dipulau kita. Mereka sedang dalam kesulitan. Ada kelompok lain yang sedang mengejar mereka. Tubuhnya tinggi-tinggi kulit mereka seperti terbakar matahari. Mereka membawa pedang dan bedil. Pastilah mereka bajak laut. Kita harus menolong mereka.

Bagaimana caranya Puyangb ?"tanya burung garuda, Kemudian seorang mengajukan pendapatnya,"Puyang kami akan membuat keranjang besar-besar. Keranjang ini dapat ini gunakan untuk menolong mereka. Kami akan ikut garuda kesana untuk memberitahu mereka, bahwa kita akan menolongnya".

Setelah itu penduduk suku Komering membuat keranjang besar dengan bergotong royong. Mereka membuat keranjang kuat dari rotan. Tiap keranjang dapat memuat lima orang. Akhirnya keranjang siap untuk dibawa. Mereka pun berangkat kehutan bersama burung garuda. Burung, garuda mencekam keranjang dengan kedua kakinya. Tiap-tiap kerajang berisi satu orang. "Angkutlah mereka kesini kata Puyang. Burung garuda pun mengepakan sayapnya dan terbang tinggi. Ia terbang di atas Bukit Barisan, dan mendekat kerombongan pengantin.

Rombongan Patua dan Putri Sondang merasa heran, karena ada burung garuda menurunkan keranjang. Kemudian burung garuda mendapatkan keranjang di tempat tandus dilereng Bukit Barisan. Rombongan Patua segara mendekat garuda Utusan yang datang dengan garuda menjelaskan maksud kedatangan mereka. Rombongan Patua sangatlah gembira karena mereka mendapat pertolongan. Empat kali pergi selesailah tugas burung garuda membawa rombongan itu.
Rombongan Patua diterima Puyang Seminung dengan senang hati. Terima kasih Puyang. Jika kami tidak di tolong, kami tidak tahu nasib kami selanjutnya. Kami tidak bisa memasak makanan karena terus di buru bajak laut yang mengejar kami sangat jahat" kata Patua.

Sementara itu burung garuda kembali ketepi pantai. Kelima perahu diseret dengan kakinya ketengah laut. Kemudian dikepak-kepakan kedua sayapnya yang lebar. Air laut bergelombang tinggi dan besar karena kepak-kepakannya. Perahu bajak laut pun terseret ketengah laut. Perahu itu rusak dan tenggelam. Ketika para perampok kembali ke pantai, mereka kebingungan. Mereka tidak dapat menemukan perahunya. Akhirnya mereka kelaparan dan dimangsa binatang buas.

Di kediaman Puyang Seminung, rombongan pengantin baru melepaskan lelah. Mereka sangat bahagia telah di tolong puyang. Setelah merasa segar. Patua menjelaskan pengalaman selama di perjalan mereka Puyang Seminung sangat terharu dan berkata "kamu semua kami terima". Mereka semua sadar bahwa bentuk tubuh mereka serupa, antara suku Batak, Mindanao, dan Komering. Kita semua adalah keluarga", kata Puyang. Lalu Puyang berkata kepada khalayak ramai." Menurut adat kita, pengantin laksana raja sehari "Aku ingin merayakan perkawinan mereka. Mendoakan keselamatan pengantin baru. 

Kebetulan kita baru selesai panen padi. Kita pesta karena hasil panen baik. Kita menyambut tamu-tamu dari batak dan mindanao sebagai keluarga". Seseorang bertanya "Dimana kita merayakan pestanya Puyang ?. jawan Puyang" besok malam bulan purnama, kita akan merayakan pesta untuk negeri di Ranau, tempatnya akan kusiapkan.

Malam itu Puyang Seminung Mora menunjukkan kesaktiannya. Danau Ranau yang mulanya kecil bagaikan kolam di ubah menjadi danau yang sangat indah. Luasnya sampai sampai sepuluh meter persegi. Semua rakyat kagum dan gembira. Siangnya mereka membuat berpuluh puluh rakit dan perahu. Malam harinya dibawah sinar dan  perahu di tengah -tengah danau ranau. Para dewi juga turun menyebarkan wewangian sepanjang malam. Burung Garuda juga turut berpesta. Ia terbang di udara menjaga keamanan pesta rakyat suku Komering.

Begitulah kisah terjadinya Danau Ranau yang kutahu dari penduduk sekitar. Hingga saat ini orang masih percaya di atas Danau Ranau ada burung garuda. Walaupun burung garuda ini tak nampak dengan mata. Ia tetap setiap menjaga Danau Ranau. Jika manusia yang bertamasya di Danau Ranau dan Melanggar adat serta agama akan memberi ganjaran.

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK