Esok harinya Bu Nisa dan Lestari sibuk menyediakan bahan untuk mengawetkan telur Puyuh. Telur-telur Puyuh dan stoples-stoples, mereka cuci sampai bersih. Garam mereka campur dengan air secukupnya.
"Sudah bersih telurnya, Ri? tanya Bu Nisa kepada Lestari.
"Sudah Bu! Telurnya sudah bersih," sahut Lestari sambil memindahkan telur-telur tersebut ke dalam stoples yang tersedia.
Pekerjaan tersebut harus hati-hati, karena kulit telur Puyuh sangat tipis. Kalau tidak hati-hati bisa pecah.
Garam yang telah dicampur air itu dimasukkan ke dalam stoples-stoples yang berjajar di atas meja. Setelah itu ditutup rapat-rapat.
"Setiap 2 hari sekali, air garam ini harus diganti dengan yang baru. Lakukanlah selama 10 hari lamanya, Insya Allah telur Puyuh ini akan menjadi telur asin. Kalau dimakannya masih hangat, pasti lezat, " kata Bu Nisa sambil menutup stoples yang terakhir rapat-rapat.
Setelah sepuluh hari, akhirnya telur itu sudah berubah menjadi telur asin. Sewaktu dimakan, rasanya gurih dan tak kalah enak dengan telur asin bebek atau ayam. Bahkan menurut Berkah, rasanya lebih enak dan lezat jika dibandingkan dengan telur bebek.
"Rasanya lebih gurih dan lezat, ya?" ujar Lestari sambil menambah lagi nasi.
"Ternyata untuk membuat telur asin itu ada beberapa cara. Ibu baca dari buku keterampilan," kata Bu Nisa sambil menyebutkan satu persatu cara membuat telur asin.
1. Dengan campuran air ditambah garam.
2. Dengan abu yang ditambah garam.
3. Dengan bata merah yang ditambah garam.
4. Dengan lempung atau tanah liat dicampur garam.
"Jadi menurut pendapat Ibu, cara mana yang sebaiknya kita kerjakan? Apakah cara yang telah kita praktekkan ini atau cara lainnya?" tanya Berkah.
"Menurut ibu, sebaiknya cara yang telah kita praktekkan saja. Cara ini lebih ekonomis dan hasilnya juga sama. Akan tetapi pada suatu saat, kita juga perlu mengadakan percobaan dengan cara lainnya. Paling tidak untuk menambah ilmu pengetahuan," jawab Bu Nisa sambil tersenyum. Sejak saat itu keluarga Pak Sudin mengelola dua bidang usaha. Pertama, menjual anak-anak Puyuh yang disebut kutuk. Kedua, menjual telur asin burung Puyuh.
Untuk lebih melancarkan produksi telur, maka Pak Sudin menggaji karyawan. Tiga orang tenaga wanita dan dua orang tenaga pria. Tenaga wanita khusus membantu Bu Nisa membuat telur asin. Sedangkan tenaga pria, tugasnya membantu mengurus peternakan yang dikelola oleh Pak Sudin.
Berkat usaha mereka yang semakin berkembang, maka tingkat kehidupannya semakin meningkat pula. Pak Sudin sudah membeli rumah khusus untuk memproduksi telur asin dan menetaskan. Dengan demikian, segi kesehatannya pun jadi lebih terjamin. Uang simpanan mereka yang ada di bank, sudah cukup banyak. Pak Sudin tidak melupakan bagian fakir miskin. Mereka selalu menyisihkan sebagian kecil dari laba yang diperoleh untuk fakir miskin. Sejalan dengan usaha yang makin maju, maka amal pun makin banyak.
Kini Pak Sudin sudah memelihara sekitar seribu ekor burung Puyuh betina. Puyuh jantan mereka pelihara sebanyak seratus ekor. Kesibukan keluarga Pak Sudin setiap hari makin bertambah. Selain dipasarkan langsung ke warung atau ke toko, ada pula warga yang langsung membelinya ke rumah. Mereka adalah para pedagang asong yang biasa berjualan di terminal bus. Telur asinnya laku keras. Walau jumlahnya banyak, tapi tidak pernah ada yang tersisa.
"Selera orang timur memang tinggi. Mereka tahu telur Puyuh mengandung banyak vitamin dan protein yang dibutuhkan tubuh. Oleh sebab itu, telur Puyuh dan dagingnya sangat baik untuk dimakan. Telur Puyuh menjamin kesegaran jasmani bagi yang memakannya." ucap Pak Sudin.
Setiap hari ke rumah Pak Sudin selalu datang fakir miskin atau yang minta sumbangan. Keluarga Pak Sudin selalu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka.
"Ya Allah, panjangkanlah usia keluarga kami untuk berbuat banyak kebajikan terhadap sesama makhluk hidup. Cucurkanlah rahmat serta taufik dan hidayah bagi kami sekeluarga. Sebagian rizki yang Tuhan limpahkan terhadap keluarga hamba akan disalurkan buat kesejahteraan orang banyak. Ya Allah, semoga amal ini merupakan jembatan penghubung kami dengan kebajikan, " ujar Pak Sudin seraya menengadahkan kedua belah tangannya.
Lestari dan Berkah semakin terkenal di sekolah maupun di kampungnya. Mereka kini telah menjadi anak orang kaya. Namun walaupun demikian mereka tetap ramah tamah dan rendah hati.
Kalau ada yang memuji, Berkah maupun Lestari selalu menjawab seperti ini.
"Kami hanya diberi kepercayaan Allah SWT untuk memiliki perusahaan burung Puyuh ini. Jadi sebenarnya semua harta kekayaan yang kami miliki ini adalah kepunyaan Allah. Dengan demikian keluargaku berhak dan berkewajiban untuk memberikan sedekah bagi fakir miskin dan beramal di jalan yang diridhoi Allah, " papar Lestari merendah.
Mereka yang sempat mendengarkan ucapan Lestari tersenyum kagum. Tetangga dekat maupun jauh, memuji tingkah perbuatan Berkah tersenyum dan Lestari. Amal nyata yang dilakukan oleh keluarga Pak Sudin menjadi suatu gambaran dari didikan agama yang telah meresap di dalam hati kedua anaknya. Sebab agama merupakan tiang utama bagi manusia yang hendak menjalani kehidupan yang diridhoi Allah SWT.
Masa depan yang cerah terpampang di hadapan Pak Sudin yang sebentar lagi akan menghadapi masa pensiun. Ia akan menghadapi kehidupan baru yang bergerak dalam peternakan Puyuh. Di era reformasi ini, keluarga Pak Sudin sudah siap untuk berjuang keras demi menghadapi tantangan zaman yang semakin maju dan berkembang.
Setelah melaksanakan shalat, keluarga Pak Sudin senantiasa memohon kepada Alloh SWT, agar diberi kelapangan hidup yang layak seperti orang lain. Berkat keridhoan Allah, mereka akan bisa meramal terhadap lingkungan sekitar, untuk serta mengentaskan kemiskinan, sesuai dengan program pemerintah. Keluarga Pak Sudin ingin membuktikan kepada bangsa dan negara, bahwa mereka mampu mengabdikan diri sesuai dengan pekerjaannya itu, yaitu dalam menernakan burung Puyuh.
No comments:
Post a Comment