Hari minggu Pak Sudin dan putranya pergi ke peternakan Puyuh yang telah lama berdiri dan sukses besar. Babon yang dibeli benar-benar telah dipilih dan disortir oleh pemiliknya. Babon betina sebanyak 100 ekor dan jantannya sebanyak 10 ekor.
"Apakah yakin anak-anak Puyuh ini semuanya sehat?" tanya Pak Sudin sambil mengamati babon-babon yang baru saja dibelinya tersebut.
"Dijamin Pak! Kami sebagai peternak, tidak ingin mengecewakan konsumen. Sebab jika kami menjual babon yang kurang baik atau sakit, para pembeli akan kapok. Dengan demikian, kami sebagai peternak harus memberikan pelayanan yang memuaskan bagi para pembeli. Ini bukan propaganda, Pak! Perhatikan saja anak-anak Puyuh ini! Kalau Puyuh ini sakit, gerakannya menjadi lamban tak bergairah!" kata pemilik peternakan Puyuh tersebut sambil memperhatikan babon-babon dalam kandang penetasan.
"Terimakasih kalau begitu! Mudah-mudahan saja saya bisa mengikuti jejak Bapak dalam menjalankan usaha peternakan ini," ujar Pak Sudin sambil tersenyum cerah.
"Oh, tentu saja! Bajak harus percaya, saya selalu berniat baik kepala para pelanggan. Walau kami orang Cina, akan tetapi jika kami telah berbaur menjadi satu dengan orang Indonesia. Kami ingin turut berjuang dalam bidang peternakan sesuai dengan keahlian kami selama ini. Kami hendak ikut mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan mutu dan kualitas hewan ternak," papar si pemilik peternakan dengan penuh keyakinan.
Pak Sudin dan Berkah tersenyum puas. Hatinya merasa lega mendengar pengakuan Babah pemilik peternakan tersebut.
"Maaf ya, kalau saya bicara di luar bidang ini!" kata si pemilik peternakan menyambung ucapannya.
"Maksud Babah?" tanya Pak Sudin heran.
"Nenek moyang kami dulu turut berjuang waktu mengusir penjajah Belanda dari tanah air kita tercinta ini. Kami masih keturunan Putri Cina yang dinikahi oleh Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah yang dimakamkan di Gunung Sembung Cirebon. Kami berdarah pahlawan, tak mungkin akan mengecewakan bangsa sendiri. Walau kami orang Cina, kami hidup dan lahir di sini, jadi kami telah sepenuhnya menjadi orang Indonesia. Kami warga negara Indonesia sejati," tutur si Babah dengan nada harus dihiasi perasaan bangga. Nampak matanya basah seperti menahan tangis.
"Saya benar-benar kagum serta bangga berkenalan dengan orang Cina yang berjiwa patriot seperti Babah ! Marilah kita hidup berdampingan dalam mengisi kemerdekaan ini. Hanya manusia-manusia seperti kitalah yang rela berkorban untuk kepentingan nusa, bangsa, dan negara," ujar Pak Sudin memancing keteguhan hati pemilik peternakan tersebut.
"Oh....., Bapak jangan berkata begitu! Orang yang berjiwa patriot bukan hanya kita! Masih banyak orang yang baik di dunia ini. Kita hanya sebagian kecil saja. Jangan merasa diri paling benar. Hidup ini harus banyak berpikir agar jiwa kita menjadi halus dan lebih dekat kepada Tuhan," papar si Babah.
Pak Sudin yang memiliki jiwa yang baik, turut merasa bangga atas keteguhan hati pemilik peternakan tersebut. Ia tak mengira sedikit pun bahwa pemilik peternakan tersebut berjiwa pahlawan seperti di Babah ini.
"Alhamdulillah, kami merasa puas dan bangga punya sahabat baru seperti Babah! Mudah-mudahan hubungan kita tidak akan terputus sampai di sini," kata Pak Sudin sambil menjabat tangan pemilik peternakan itu erat-erat.
"Itulah yang kita harapkan! Jangan lupa beli makanannya ya!," si Babah mengingatkan Pak Sudin agar membeli makanan untuk babon-babon Puyuh yang baru dibelinya tersebut.
"Oh ya, hampir saja lupa!" sahut Pak Sudin lalu membeli makanan untuk anak-anak Puyuh tersebut beberapa bungkus.
"Jangan lupa memperhatikan lampu pemanasannya Pak!. Minuman dan makanan harus tetap tersedia, agar babon-babon ini cepat besar dan tumbuh sehat," ujar si Babah mengingatkan.
"Terimakasih," Bah! Mudah-mudahan saja anak-anak Puyuh ini akan hidup sehat," kata Pak Sudin sambil terus pamitan hendak pulang.
Setibanya di rumah, anak-anak Puyuh tersebut langsung di masukkan ke dalam kandang yang telah diberi penerangan. Lampu yang dipasang adalah 60 watt.
"Anak-anak Puyuh, hidupkan kalian di kandang baru ini Kami akan memperhatikan makan minum kalian dengan sebaik-baiknya. Hanya kami minta agar kalian cepat besar dan sehat!" gumam Pak Sudin sambil memberikan makan dan air minum ke tempat yang telah disediakan.
"Ayah ini, binatang saja diajak bicara seperti kepada manusia saja," timpal Berkah sambil tertawa.
"Anakku, binatang pun bisa bicara hanya dalam bahasa yang berbeda! Tetapi dengan ucapan yang lemah lembut banyak binatang yang jadi jinak kepada pemiliknya. Ini suatu tanda bahwa binatang pun mengerti maskud baik manusia." papar Pak Sudin kepada putranya.
Berkah hanya menatap wajah ayahnya "Kita oleh Tuhan diwajibkan menyayangi makluk lain. Jika kita telah mampu membagikan perhatian serta kasih sayang terhadap sesama makluk hidup, maka kebahagiaan akan merata di muka bumi ini. Salah satu di antaranya jika kita punya binatang peliharaan, perhatikanlah dengan sebaik-baiknya. Umpamanya ayam, akan memberikan telur jika kita pelihara dengan baik. Namun kalau kita abaikan begitu saja, mungkin ayam itu akan sakit lalu mati," papar Pak Sudin.
"Saya berjanji akan memelihara Puyuh ini sebaik-baiknya," sahut Berkah mantap.
"Bagus! Ayah merasa bangga punya anak sepertimu!" ujar Pak Sudin sambil menepuk bahu putranya.
Setiap hari sebelum dan sepulang sekolah, Lestari dan Berkah bergantian memberi makan dan minum untuk Puyuh. Dari hari ke hari Puyuh-Puyuh itu semakin bertambah besar dan sehat. Mereka berlari kian kemari, mengitari luas kandang yang senantiasa terpelihara baik.
Pak Sudin sekeluarga selalu mengamati perkembangan binatang pemeliharaannya tersebut dengan cermat. Kini bulu-bulunya sudah kelihatan semakin rapi. Setelah 7 minggu Puuh-Puyuh itu mulai kawin. Suaranya kini mulai berisik, akan tetapi tidak begitu kedengaran sebab kandangnya agak jauh dari rumah.
Minggu berikutnya Puyuh betina mulai bertelur. Melihat hal ini bukan main gembiranya hati Lestari dan Berkah. Kini mereka lebih rajin dan telaten dalam memperhatikan makan dan minumnya.
"Perhatikan makanan dan minumannya, jangan sampai kekurangan. Jangan dijatah supaya bertelurnya tidak terhambat," papar Pak Sudin sambil mengamati telur Puyuh.
"Sekarang kandang semakin sempit, apalagi nanti kalau telah menetas. Kita harus membuat kandang lagi secepatnya," kata Berkah.
"Baiklah besok kita buat kandang lain, kebetulan papan dan bambunya masih ada. Kita buat yang lebih besar agar Puyuh-Puyuh lebih leluasa bergerak. Jika lebih leluasa bergerak, maka pertumbuhannya juga jadi lebih baik. Selain itu udara yang ada dalam kandang jadi lebih segar," kata Pak Sudin.
Telur-telur tersebut oleh Pak Sudin dipindahkan ke tempat penetasan. Pada hari-hari tertentu, telur-telur itu di bolak-balik serta diputar-putar, agar anak Puyuh tidak lahir pengkor. Dengan penuh perhatian keluarga Pak Sudin terus mengamati perkembangan telur tersebut. Dan pada hari yang ke 17 semua telur Puyuh tersebut telah menetas. Berkah dan Lestari bersorak gembira melihat anak-anak Puyuh tersebut.
"Alhamdulillah, semua telur ini menetas. Anak Puyuh lahir tanpa ada yang cacat seekor pun. Ini semua berkat kerja keras kita selama ini," sorak Lestari penuh kegembiraan.
"Sekarang rencana kita berhasil, Kak!" sorak Berkah sambil menari-menari dekat kandang Puyuh. Kedua orangtuanya hanya tersenyum melihat tingkah laku kedua anaknya.
"Untuk tahap penetasan ini, kita telah berhasil cukup memuaskan. Sekarang kita meningkat ke tahap pemeliharaan kutuk-kutuk Puyuh ini. Kalau kita telah punya Puyuh yang cukup banyak, untuk sementara tak perlu menetaskan lagi. Sebab tahap berikutnya Puyuh-Puyuh ini telah bertelur," kata Pak Sudin kepada Lestari.
"Mengapa begitu, Yah?" tanya Lestari.
"Kemarin sudah datang beberapa orang dari kota hendak membeli telur-telur Puyuh untuk restoran. Ini suatu kesempatan baik bagi kita untuk menarik keuntungan dari peternakan ini," sambung Pak Sudin penuh harapan.
"Kalian baca sendiri dalam buku petunjuk beternak Puyuh itu, Jika kita benar-benar telaten memeliharanya, dalam setahun Puyuh bisa menghasilkan telur sebanyak 250 bahkan sampai 300 butir. Suatu prestasi telur yang luar biasa jika dibandingkan dengan unggas lain," lanjut Pak Sudin.
Lestari dan Berkah menganggukkan kepala.
Kini keluarga Pak Sudin lebih meningkatkan lagi pemeliharaan serta perhatikannya kepada Puyuh tersebut. Tak terasa lagi Puyuhnya telah berjumlah 500 ekor. Berarti dalam sehari paling sedikit mereka bisa menjual telur sebanyak 450 bahkan sampai 500 butir. Keuntungan demi keuntungan dikantongi setiap hari oleh keluarga Pak Sudin.
"Alhamdulillah, jerih payah kita selama ini dalam memelihara Puyuh sudah bisa kita nikmati. Telur-telur Puyuh menjamin kita setiap hari. Tetapi kini yang jadi bahan pemikiran kita adalah bagaimana jika telur-telur tersebut banyak yang tersisa. Walau bagimanapun restoran terbatas dalam penerimaannnya," gumam Pak Sudin sambil menatap telur-telur yang siap diantarkan ke restoran.
"Bagaimana jalan keluarnya, ya? Dulu takut hasilnya sedikit, eh........sekarang malah menjadi bingung karena telur Puyuhnya berlebihan. Kalau terlalu lama disimpan bisa busuk," kata Lestari.
Berkah berpikir sejenak. Ia teringat kepada Mak Usnah penjual telur asin dari Babakan Kanyere. Berkah jadi berpikir, bagaimana seandainya telur Puyuh tersebut diasinkan seperti telur bebek.
"Bagaimana kalau telur Puyuh yang berlebihan ini kita awetkan untuk dibuat telur asin? Hanya bedanya telur bebek lebih besar dari telur Puyuh," pikir Berkah dalam hati.
"Coba bagaimana cara mengatasi kelebihan telur Puyuh ini?" tanya Bu Nisa kepada anaknya.
"Bagaimana kalau kita buat telur asin?" saran Berkah. Bu Nisa berpikir sejenak, kemudian menjawab.
"Ide yang bagus sekali! Ibu kira hanya dengan cara dibuat telur asinlah, kita bisa mengawetkan telur Puyuh. Selain itu mudah-mudahan saja akan banyak peminatnya."
Pak Sudin menganggukkan kepala menyetujui usul istri dan anaknya.
"Bapak setuju sekali dengan saranmu ini, Kah!" ujar Pak Sudin tanpa mengalihkan perhatikan dari buku keterampilan yang sedang dibacanya.
"Beginilah gambar telur yang baik mutunya untuk ditetaskan maupun buat diawetkan," kata Pak Sudin sambil memperhatikan gambar kepada istrinya.
Baiklah mulai besok kita memproduksi telur asin burung Puyuh," Pak Sudin menutupkan buku tersebut, sebab suara adzan terdengar dari mesjid terdekat.
No comments:
Post a Comment