Sameera Maha, seorang pengusaha wanita yang sedang naik daun, menembak mati dan membunuh DSP Ashok Krishna, yang diduga memperkosanya. Kasus tersebut diajukan sebagai tindakan pembelaan diri tetapi polisi dan keluarga Ashok menyewa Ratnakar, seorang pengacara kriminal bergengsi, untuk penuntutan. Pengacara Sameera, Banerjee, kemudian menghubungi Sub-Inspektur korup Vikram Vasudev, yang berbasis di Coonoor. Dia menerima suap dari Sameera untuk memastikan Ratnakar tidak mengungkap bukti yang memberatkan.
Vikram bertemu Sameera di kamar hotel dan menekannya untuk mengungkapkan sepenuhnya detail situasinya sehingga dia tahu di mana posisi mereka dalam pembelaan. Sameera terus-menerus menyatakan bahwa Ashok memaksakan dirinya sampai Vikram menunjukkan bukti bahwa suaminya, CEO terkenal Rahul Maha, adalah homoseksual dan dia kuliah dengan Ashok. Sameera kemudian mengungkapkan bahwa dia hanyalah janggut bagi Rahul, yang memungkinkan dia untuk menjaga penampilan pria heteroseksual yang sudah menikah sambil menikmati minat seksualnya yang sebenarnya secara pribadi. Sameera juga mengaku bahwa dia dan Ashok berkencan di perguruan tinggi tetapi berpisah ketika orang tuanya tidak menyetujui status kelas menengahnya. 2 tahun sebelumnya, mereka bertemu secara kebetulan dan memulai kembali hubungan mereka.
Vikram memberi tahu Sameera tentang kasus orang hilang yang sedang dia tangani: 1 tahun yang lalu, seorang pasien kanker remaja, Adarsh Varma, mengajukan keluhan hilang untuk ayahnya, Vinay. Vikram awalnya menjadikan kasus ini sebagai prioritas ketika Adarsh menyuapnya tetapi semakin berkomitmen untuk membantu keluarga Varma meskipun kemudian ada tekanan dari atasannya untuk membatalkan kasus tersebut. Vikram mengetahui bahwa Vinay sering menerima telepon dari kantor polisi di Panjagutta dan mobilnya dibiarkan rusak di luar gedung resor miliknya. Adarsh dan ibunya juga memberikan tumpangan kepada seorang gadis bernama Vaishnavi pada malam hilangnya Vinay. Vikram mengikuti foto terakhir yang diambil Vinay di tikungan tajam di sebuah jalan di Coonoor, di mana dia menemukan kaca spion samping yang patah dari sebuah mobil hitam. Mobil itu ditelusuri kembali ke agen persewaan di Hyderabad, disewa atas nama Vaishnavi Krishna oleh suaminya, Ashok, yang berbasis di Kantor Polisi Panjagutta. Nanti, Vikram mengetahui bahwa Adarsh telah menyelinap ke sebuah acara di Hyderabad tempat Ashok bekerja untuk menghadapinya. Ashok secara tidak sengaja menegaskan bahwa dia mengenal Vinay dan bersiap untuk menembak Adarsh, tetapi Vikram menyelamatkannya. Saat mereka meninggalkan acara tersebut, Adarsh melihat tamu terhormat, "Vaishnavi", yang sebenarnya adalah Sameera.
Sameera mencoba menyangkalnya, tetapi Vikram mengungkapkan ponsel lamanya ditemukan dengan darah Vinay, yang menghubungkan dia dan Ashok ke kasus tersebut. Sameera mengungkapkan bahwa dia dan Ashok sedang mengemudi ke Coonoor untuk bertemu ketika dia secara tidak sengaja menabrak Vinay di sekitar belokan tajam. Ashok yang mabuk menghampiri Vinay sampai Sameera turun tangan. Mereka tiba di sebuah bangunan resor yang rencananya akan dibeli Ashok dan kembali bertemu dengan Vinay, pemilik resor. Namun, berdasarkan pertemuan mereka sebelumnya, dia menolak untuk menjualnya. Sameera mencoba berunding dengannya, tetapi Vinay mengungkapkan bahwa dia adalah teman keluarga Rahul dan tahu bahwa dia adalah tunangannya. Dia menyarankan Sameera untuk mengakhiri perselingkuhannya dengan Ashok. Tiba-tiba, Ashok yang marah meninju Vinay, menyebabkan dia tersandung pagar dan jatuh ke hutan seratus kaki di bawah.
Vinay hampir tidak hidup ketika mereka bergegas turun sehingga Ashok mencegah Sameera memanggil ambulans dan membunuhnya. Saat dia membuang mayatnya, Samira berlari keluar dari hutan dan menumpang dengan seorang wanita dan putranya yang menderita kanker, yang wajahnya ditutupi. Dia segera menyadari bahwa mereka adalah keluarga Vinay setelah mengetahui bahwa dia telah mengangkat teleponnya, bukan miliknya. Sesampainya di rumah mereka, Samira meninggalkan telepon di dalam mobil dan melarikan diri. Dia menelepon Ashok dari telepon umum dan dia menjemputnya, setelah itu mereka meninggalkan Coonoor. 1 tahun kemudian, Sameera dan Ashok diperas oleh orang tak dikenal untuk membawa dua crores ke resor Vinay. Di kamar, pasangan itu malah memutuskan untuk mengaku bersama keluarga Vinay. Mereka mulai berhubungan seks ketika Ashok berusaha membunuh Sameera untuk menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi dia melawan dan membunuhnya.
Vikram tidak mempercayainya, menunjukkan beberapa ketidakkonsistenan dalam cerita tersebut, dan berteori bahwa Sameera benar-benar membunuh Vinay karena dia mendapat lebih banyak keuntungan dari pembunuhan itu. Vikram mengungkapkan bahwa dia adalah pemeras dan tahu bahwa Ashok berencana untuk mengaku sebelumnya; Ashok telah menelepon Vikram (sebagai pemeras) sebelum pergi ke resor, dan menyimpan ponselnya di saku belakang. Sameera membunuh Ashok ketika dia mengatakan niatnya dan kemudian mengatur adegan agar terlihat seperti dia memperkosanya.
Mengetahui bahwa Vikram berniat membantu Adarsh, Sameera menawarinya dua crores untuk memindahkan tubuh Vinay dan menyematkan kematiannya pada Ashok untuk menghancurkan bukti Ratnakar terhadapnya di pengadilan. Untuk memastikan kerjasamanya, dia mengancam untuk mengungkapkan kepada atasan Vikram suap awal yang dia terima darinya. Vikram bertanya di mana tubuh Vinay berada, dan Sameera menjelaskan bahwa setelah dia mendorong Vinay dari pandangan, dia menghilang ketika dia turun ke hutan. Sameera menyuruh Ashok melarikan diri dengan mobil sementara dia mencari Vinay, akhirnya menemukan dia telah sampai di jalan. Sameera menyergap Vinay, menghabisinya, dan menguburkannya di lokasi konstruksi terdekat di sebelah kuil sebelum menumpang bersama keluarganya. Terkejut dengan kekejamannya, Vikram mengungkapkan mikrofon yang dia tanam di ruangan itu, yang merekam pengakuannya. Sameera menodongkan pistol ke arahnya tetapi polisi datang dan menangkapnya atas pembunuhan Vinay dan Ashok. Saat Vikram pergi, Sameera memprotes bahwa dia korup tetapi kepala polisi mengungkapkannya dia adalah Vikram Vasudev dan pria yang baru saja pergi sebenarnya adalah Adarsh Varma.
Adarsh awalnya menangani kasus ayahnya dengan Vikram yang asli, dan menjadi curiga terhadap Sameera ketika dia melihatnya di majalah dan mengenalinya sebagai "Vaishnavi". Setelah Vikram membatalkan kasusnya karena tekanan dari atasannya, Adarsh mengumpulkan bukti sendiri selama lebih dari setahun saat dia sembuh dari kanker. Setelah pembunuhan Ashok, Adarsh mengusulkan kepada Vikram agar dia menggunakan identitas petugas tersebut dan bertemu dengan Sameera untuk membuatnya mengaku. Ya akhir cerita dengan Adarsh dan ibunya tiba di tempat Sameera menguburkan mayat ayahnya.
Budi selesai baca cerpen yang cerita menarik gitu, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Yaaa. Eko belum datang juga," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus.
"Kalau begitu baca koran saja!" kata Budi.
Budi mengambil koran di bawah meja, ya koran di baca dengan baik banget gitu. Berita-berita di koran ceritanya, ya banyak menarik-menarik gitu, ya jadi di baca dengan baik tuh berita di koran. Ya cukup lama Budi baca koran. Eko datang ke rumah Budi, ya di parkirkan motornya di depan rumah Budi gitu. Karena ada Eko, ya berhenti baca koran dan koran di taruh di bawah meja. Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi.
"Eko," kata Budi.
"Apa?" kata Eko.
"Cantik-cantik bunga cantik. Tapi bunga cantik itu, ya beda agama dengan aku," kata Budi.
"Ya kalau beda agama bunga cantik, ya di biarkan saja dengan baik. Nanti juga ada orang yang memetik bunga cantik tersebut, ya yang satu agama," kata Eko.
"Hidup ini. Konsep hidup yang di pilih manusia untuk menjalankan hidup demi diri, keluarga, dan golongan. Tuhan siapa? Nabinya siapa? Agamanya apa?"....," kata Budi
"Realitanya begitu," kata Eko.
"Cinta beda agama, ya tidak mungkin di jalankan. Orang tua, ya pasti tidak setuju, ya kan Eko?" kata Budi.
"Memang cinta beda agama tidak mungkin di jalankan. Orang tua tidak setuju!" kata Eko.
"Maka itu, ya ada orang-orang berkata untuk urusan cinta "Lebih baik tidak ada agama. Maka bisa bersatu,".....," kata Budi.
"Memang tidak ada agama, ya urusan cinta bisa bersatu. Kenyataan tetap kenyataan. Dunia ini butuh agama, ya untuk urusan mendidik anak dan lain-lain gitu. Dunia ini banyak orang ingin menciptakan kehancuran dari pada membuat kebaikan, ya belajar dari masa lalu yang kelam," kata Eko.
"Agama di tegakkan, ya jadi risiko perselisihan sampai terjadi pertikaian," kata Budi.
"Kalau hanya perselisihan cuma omongan saja, ya tidak ada masalah. Jangan sampai jadi pertikaian. Karena sebenarnya tidak ada gunanya pertikaian urusan agama. Cuma jadi kebodohan saja!" kata Eko.
"Manusia bertengkar urusan apa pun?, ya memang yang menang jadi arang dan yang kalah jadi abu. Tidak ada gunanya," kata Budi.
"Lebih baik bergandengan tangan untuk satu tujuan yang baik persaudaraan gitu," kata Eko.
"Persaudaraan tetap beda agama. Hidup ini!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Seperti biasa omongan kita. Jika ingin tahu kebenaran agama yang benar di muka bumi ini. Maka lampauin batasan manusia, ya sampai mendengarkan Roh. Ya Roh akan menjelaskan kebenaran ini dan itu, ya dari masa lalu sampai masa depan," kata Budi.
"Memang ilmu itu, ya jawaban yang tepat untuk mengetahui kebenaran tentang agama yang benar," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko mengambil singkong rebus di piring, ya singkong rebus di makan dengan baik gitu gitu.
"Emmm enak singkong rebus!" kata Eko.
"Terkadang demi urusan dunia ini, demi hidup. Manusia ada yang masa bodok urusan agama. Hidup mengikuti arus perubahan zaman demi hidup, ya arus hidup ini antara baik dan buruk," kata Budi.
"Ya realita hidup ini. Antara orang kaya dan miskin. Hidup di kota Bandar Lampung ini. Antara baik dan buruk perilaku manusia," kata Eko.
Eko mengambil aqua gelas di bawah meja, ya tepatnya di dalam dus gitu. Ya aqua gelas di minum dengan baik gitu. Budi memang menyiapkan satu dus aqua gelas di taruh di bawah meja untuk tamu gitu.
"Hidup ini hanya menjalankan siklus kehidupan dari ketetapan yang di tetapkan Tuhan. Ya dan konsep yang di bentuk orang-orang yang membangun negeri ini dengan tujuan menikmati hidup, ya mengerakkan roda ekonomi dengan baik dari segala bidang," kata Budi.
Gelas aqua di taruh di meja.
"Ketetapan yang di tetapkan Tuhan dan konsep yang di buat orang-orang yang membangun negeri ini. Di negeri lain, ya juga sama gitu," kata Eko.
"Hasilnya tetap terjadi, ya buta dan melihat," kata Budi.
"Yang buta di butakan keadaan, ya antara orang kaya dan miskin di Lampung saja!. Yang melihat dengan baik, ya sadar dengan baik banget, ya hidup ini penuh dengan kesemuan dan sia-sia saja!" kata Eko.
"Kalau begitu main kartu remi saja!" kata Budi.
"Okey main kartu remi!" kata Eko.
Budi mengambil kartu remi di bawah meja, ya kartu remi di kocok dengan baik dan di bagikan dengan baik kartu remi. Budi dan Eko main kartu remi dengan baik, ya main cangkulan saja.
"Kalau nonton Tv tentang cerita kehidupan di desa. Hidup ini, ya lebih baik enak hidup di desa dari pada kota," kata Budi.
"Hidup di desa, ya memang enak dari pada di kota. Cuma kerja jadi petani atau peternak saja sudah cukup demi hidup ini. Di kota, ya sulit ini dan itu bagi orang miskin. Orang kaya yang menguasai ini dan itu. Kalau di kota, ya orang kaya baik, ya orang miskin bisa di tolong gitu. Kan ada orang kaya buruk di kota, ya jadi orang miskin tidak di tolong jadi tetap menderita karena keadaan miskin," kata Eko.
"Hidup antara baik dan buruk, ya perilaku manusia," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko dan Budi terus di mainkan dengan baik kartu remi gitu.
"Karena kita belajar ilmu agama dengan baik, ya harta tidak di bawa mati. Harta di gunakan untuk menjalankan hidup ini, ya sampai puas menikmati hidup ini yang singkat," kata Budi.
"Karena hidup ini singkat. Ada orang berkata "Lebih baik umur pendek dari pada umur panjang".....," kata Eko.
"Ya omongan itu sih tidak ada masalah sih, ya orang itu memahami sesuatu. Tapi demi hidup ini, ya ada orang berkata tentang hidup ini "Ingin umur panjang dengan baik, ya terus menikmati hidup ini dengan baik"....," kata Budi.
"Yang ngomong seperti itu, ya biasanya orang kaya yang ingin terus menerus menikmati hidup ini," kata Eko.
"Biasa keinginan orang kaya, ya umur panjang," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko dan Budi main kartu remi dengan baik gitu.
"Oooo iya Budi. Ngomong-ngomong gimana keadaan Agus Salim yang tinggal di jalan Samratulangi gang bukit, ya dekat mesjid LDII?" kata Eko.
"Ya Agus Salim, ya baik sih," kata Budi.
"Baik toh!" kata Eko.
"Ngomongin lingkungan sih. Ya antara menegakkan ajaran agama Islam, ya bagi benar-benar menyakininya. Ya yang lainnya, ya biasa aja sih," kata Budi.
"Menegakkan dan tidak," kata Eko.
"Bagi yang menegakkan dengan baik, ya agama Islam atau agama lainnya gitu. Ada orang-orang yang mencari keuntungan, ya kerjaan gitu dengan siar agama," kata Budi.
"Demi hidup ini. Kerja dengan baik. Siar agama," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Abdul datang ke rumah Budi, ya memarkirkan motornya dengan baik di depan rumah Budi. Abdul duduk dengan baik, ya dekat Budi dan Eko. Jadi ketiganya, ya main kartu remi dengan baik gitu.
No comments:
Post a Comment