“Emmmm enak cilok yang Eko beli,” kata Budi.
“Penjual ciloknya pinter buat makan yang murah meriah dan juga enak gitu,” kata Eko.
Budi dan Eko terus menikmati makan cilok yang enak itu.
“Kalau aku sebenarnya butuh teman hidup,” kata Budi.
Budi menaruh plastik berisi cilok di meja dan segera mengambil kopi botolan di meja, ya di minum dengan baiklah kopi. Eko sebenarnya aneh mendengar omonga Budi.
Eko pun berkata “Budi. Aku kan teman Budi yang masih hidup. Jadinya teman hidup”, ya sebenarnya Eko niatnya becanda gitu. Ya Eko menaruh plastik berisi cilok di meja, ya segera mengambil kopi botolan di meja, ya di minum dengan baik kopi lah.
“Kok. Ngomong begitu Eko?” kata Budi.
Budi pun menaruh kopi botolan di mejalah.
“Apa aku salah menanggapinya, ya Budi?” kata Eko.
Eko menaruh kopi botolan di meja.
“Ya….Ekonya. Terlalu lebay saja menanggapi omongan aku tentang teman hidup,” kata Budi.
“Budi. Budi. Budi. Sebenarnya sih. Teman hidup itu di usahakan dan di doa kan dengan baik, ya agar dateng pada Budi,” kata Eko.
“Kalau sudah di usahakan dan di doa kan belum dapet…gimana Eko?” kata Budi.
“Bersabarlah dengan baik. Sampai dia datang pada Budi. Teman hidup yang terbaik untuk Budi, ya sesuai dengan keinginan Budi lah,” kata Eko.
“Omongan Eko benarlah. Lebih baik aku sabarin saja. Nanti juga dia akan datang pada ku. Teman hidup yang terbaik, ya sesuai dengan keinginan ku,” kata Budi.
Budi, ya mengambil plastik berisi cilok di meja dan segera di makan lagi ciloknya dengan baik. Eko pun mengambil plastik berisi cilok di meja, ya segera di makan dengan baik ciloknya lah yang enak gitu. Abdul pun dateng ke rumah Eko, ya memarkirkan dengan baik motornya di depan rumah Eko. Abdul duduk bersama dengan Eko dan Budi.
“Asik makan cilok,” kata Abdul.
“Iya begitulah,” kata Budi.
“Emmmm,” kata Eko.
Abdul melihat di meja ada plastik berisi cilok di meja, ya Abdul berkata “Cilok siapa yang ada di meja?”, Abdul menunjuknya dengan baik.
“Cilok yang ada di meja, ya untuk Abdul!” kata Eko.
“Memang Eko beli ciloknya. Untuk Abdul, ya satu bungkus plastik itu!” kata Budi.
“Aku kirain buat. Ternyata beli toh. Ciloknya,” kata Abdul.
Abdul mengambil plastik berisi cilok di meja, ya segera di makan dengan baik tuh cilok.
“Enaknya…cilok yang di beli Eko,” kata Abdul.
“Penjual ciloknya pinter buat makan murah meriah dan juga enak,” kata Eko.
“Keadaan orang kecil demi diri dan keluarga, ya berjualan cilok. Kalau aku tidak kerja jadi buruh di perusahaan. Ya bisa saja jualan cilok. Demi kehidupan ini lah,” kata Eko.
“Ya…..benerlah omongan Eko. Kalau aku tidak kerja jadi buruh di perusahaan, ya bisa jadi pilihan ku jadi penjual cilok. Hasil dari jualan cilok kan. Demi diri dan juga bantu orang tua,” kata Budi.
“Aku yang membangun usaha dengan baik. Ya aku paham omongan Eko dan Budi. Ya aku pun tahu proses usaha cilok itu gimana hasilnya dengan baik,” kata Abdul.
Abdul menaruh plastik berisi cilok di meja, ya mengambil kopi botolan di meja, ya segera di minum dengan baik. Eko, ya menaruh plastik berisi cilok di meja, ya segera mengambil kopi botolan di meja, ya di minum dengan baik. Budi mengikuti cara Eko dan Abdul lah….menaruh plastik berisi cilok di meja dan mengambil kopi botolan di meja, ya di minum dengan baik.
“Rasanya aku kepingin sekali punya teman hidup yang baik,” kata Abdul.
“Teman hidup,” kata Budi.
“Aku dan Budi. Kan teman yang masih hidup gitu. Jadinya teman hidup,” kata Eko yang niat becanda.
Abdul menaruh kopi botolan di meja.
“Maksudnya bukan seperti omongan Eko. Teman hidup, ya pendamping hidup. Kekasih hati gitu,” kata Abdul.
Eko menaruh kopi botolan di meja.
“Ya paling….Putri yang di rasani sama Abdul. Cinta itu membuat rasa ini dan itu,” kata Eko.
Budi menaruh kopi botolan di meja lah.
“Putri. Yang di sukai Abdul. Berusahlah Abdul dengan baik, ya di iringi dengan doa. Agar tujuan Abdul kesampaian gitu. Ilmu-ilmu yang lagi tren di berita, ya ilmu-ilmu mistis gitu pun pasti bisa kalah dengan doanya orang-orang ahli ibadah. Ya kemungkinan besar sih. Abdul bisa mendapatkan Putri,” kata Budi memberikan masukan yang baik pada Abdul.
“Kok. Jadinya di kaitkan dengan urusan ilmu-ilmu mistis?” kata Abdul.
“Biasa. Obrolan lulusan SMA, ya kan Budi. Di kaitkan dengan berita ini dan itu. Sekedar obrolan saja!” kata Eko.
“Ya omongan Eko benar lah,” kata Budi.
“Ok. Memang aku akui dengan baik, ya sekedar obrolan saja. Kalau begitu main kartu remi saja!” kata Abdul.
“Ok. Main kartu remi!” kata Budi.
“Emmmmm. Main kartu remi!” kata Eko.
No comments:
Post a Comment