Hari yang cerah ini Budi sedang bersantai memandangi langit cerah di bawah pohon beringin yang rindang. Budi mulai menghitung burung yang terbang di langit 1, 2, 3, dan seterusnya. Rasa perasaan senang terpancar dalam dirinya. Budi pun mulai bergerak dengan berlari menuju sebuah gereja tua. Segera Budi masuk ke dalam gereja tua tersebut dengan layak sebagai seorang katolik yang baik.
Pastur mulai berkotbah hari ini menceritakan tentang kehidupan yang ada sekeliling kita sampai semua umat harus menyakini jalan sebagai katolik benar. Budi sebagai anak kecil yang anjak remaja yang belajar memahami hidup mengamini saja. Usai juga acara di gereja. Budi bergerak keluar dari gereja beserta jamaah yang lang lain.
Budi pun berlari terus berlari dan bertemu dengan teman baiknya Melan di sebuah wihara.
"Hay..Melan," sapa Budi.
"Hay...Budi," jawab Melan.
Budi mendekati Melan yang sedang repot sekali di wihara untuk acara perayaan Imlek.
"Bisa..saya bantu," Budi menawarkan bantuan pada Melan.
"Boleh...tolong geser lilin besar ini bersama saya...ke sisi..sini," kata Melan mengarahkan sesuatu dengan baik.
"Ok..beres," saut Budi yang penuh semangat.
Melan dan Budi bekerja sama dengan baik mengatur lilin yang ada di wihara sampai semuanya sempurna dan tidak ada kesalahan sedikit pun. Lampion pun telah terpasang di langit-langit dengan baik. Semua orang melihat semua hasil yang bagus termasuk Budi dan Melan.
"Kaya..jadi..ni..merayakan Imlek," kata Budi.
"Iya..ini semua...berkat bantuan kamu. Semogan Tuhan membalasnya," kata Melan.
"Dewa....yang benar," saut Budi yang mencoba membenarkan omongan Melan.
"Iya.....Dewa. Tapi saya ingin....menghargai kamu...Budi. Semua..bantuan hari..ini. Kamu adalah orang Katolik," penjelasan dari Melan.
"Gak perlu..segitunya...Melan. Di bawa selaow saja..Melan. Kita hidup tolong menolong. Apalagi kamu teman baik saya," kata Budi.
"Ya..mau kamu begitu saya ikut," kata Melan.
Budi pun mengajak Melan untuk bermain setelah bantu-bantu di wihara untuk perayaan Imlek. Berjalan bersama melintasi pematang sawah sampai di kaki bukit dan ke duanya tiduran di rerumputan yang hijau.
"Indah..ya..Melan langit hari ini," kata Budi.
"Iya," saut Melan.
"Tapi....lebih indah lagi memandang kamu yang cantik," Budi yang menggoda Melan.
"Bisa..aja..kamu..Budi," saut Melan dengan tersipu malu.
Keduanya pun saling memandang dengan tatapan yang cukup lama. Budi punya niat mencium Melan. Sontak Melan bangun dari tidur-tiduran di rumput.
"Jangan..Budi...belum waktunya," penolakan Melan.
"Jika saya menyinggung kamu. Maaf kan saya," kata Budi yang menunduk malu.
"Iya saya maafkan," kata Melan.
Melan pun memegang tangan Budi dan menariknya bangun. Keduanya bermain lagi mengelilingi bukit dan menikmati indahnya alam sampai waktunya pulang. Budi pun mengantar Melan pulang di rumahnya.
"Sampai besok..Budi," kata Melan.
"Sampai besok ..juga Melan," saut Budi.
Melan pun masuk rumahnya dan Budi pun pulang ke rumahnya dengan perasaan senang sekali. Keesokan harinya. Melan pun merayakan tahun baru Imlek dengan seluruh keluarganya dan teman-temannya di wihara. Budi melihat dari luar wihara perayaan itu dengan penuh ketenangan dan keharmonisan. Setelah menjalankan acara di wihara Melan baru menemui Budi di luar wihara.
"Budi ikut..saya," ajakan Melan.
"Iya," saut Budi.
Budi mengikuti Melan dengan di pegang tangannya. Sampai di tempat yang sepi dan tidak ada orang keduanya.
"Budi.. Melan mau tanya. Apakah Budi sayang Melan?"
Budi pun terkejut dengan omongan Melan.
"Sebenarnya......."
"Sebenarnya..apa?" kata Melan memotong pembicaraan.
"Saya..memang sayang sama kamu.....," kata Budi yang masih berpikir ngomong apa?
Melan langsung menciup bibir Budi dengan cepat sekali.
"Itu..sudah cukup," kata Melan yang malu
Melan pun pergi meninggalkan Budi dengan berlari.
"Saya cinta...kamu...Budi..," teriak Melan yang senang di dalam dirinya.
Budi terkejut sekali.
"Iya...saya juga cinta..kamu..Melan," teriak Budi.
Hubungan Melan dan Budi berjalan dengan baik walau beda suku dan agama sampai mereka benar-benar matang atau dewasa. Waktu berjalan dengan semestinya maju ke depan begitu dengan Budi. Setelah selesai dari bangku kuliah Budi menyadari dirinya banyak potensi dan membangun diri dengan usaha. Sampai pada akhirnya Budi di jodohkan dengan orang tuanya yang sesuai dengan suku dan agamanya.
Budi tidak bisa bicara apapun kalau sudah perintah orang tua dan harus patuh. Dalam diri Budi bergejolak dengan hubungannya di bina dengan Melan sampai sekarang. Ketika Melan tahu Budi di jodohkan hati Melan mulai merasakan sakit. Budi ingin bersama Melan, tapi keadaan tidak memungkinkan sekali. Dan lagi ternyata Melan pun di jodohkan orang tuanya berdasarkan suku dan agama.
Budi mulai menyadari rasa yang di rasakan Melan yaitu pukulan batin. Karena Budi telah dewasa mulailah ia mengambil sikap dan di bantu oleh teman baiknya bernama Abduloh seorang muslim. Usaha Budi pun berhasil membuat kepercayaan pada orang tuanya dan orang tua Melan yaitu bertanggung jawab penuh nafkah lahir dan batin.
Selang waktu yang gak begitu lama akhirnya Budi pun melamar Melan untuk menyempurnakan jalan cinta mereka berdua dengan cara Melan di jadikan umat katolik untuk jalan yang baik dengan satu keyakinan agar hubungan tidak berbenturan beda agama dalam membangun rumah tangga. Melan pun menerimanya dengan yakin dan orang tua Melan pun merelakan jalan anaknya yang terbaik.
Budi pun bahagia dengan Melan dan mereka pun rebaan di rerumputan di kaki bukit sambil melihat langit.
"Langit..itu indah yang Melan," kata Budi.
"Iya," saut Melan.
"Lebih..indah lagi memandang kamu yang cantik," kata Budi menggombal.
Budi dan Melan pandangan dengan cukup lama. Dan akhirnya Budi mencium Melan dengan mersa selayaknya jalan kekasih yang benar yaitu suami istri. Setelah itu mereka seperti biasanya bermain seharian di menikmati alam sekitar dan waktu pun berganti dengan cepat. Melan pun di antar pulang ke rumahnya dan Budi pun ikut juga. Sampai di rumah mereka berdua di sambut dengan baik oleh orang tua Melan adalah orang tua Budi sekarang.
Karya: No
No comments:
Post a Comment