Sore yang cerah sekali. Dono terlihat suntuk sekali sedang duduk di depan rumah Indro. Kemudian Indro membawakan makan dan minuman di taruh di meja baru duduk.
"Dono...jangan bengong?" tanya Indro.
"Enggak bengong," jawab Dono.
"Jangan ...bohong. Terlihat dari wajah sorotan mata mu yang kosong," kata Indro.
"Iya..deh...," saut Dono sambil mengambil gelas sirup.
"Gimana buatan minuman saya?" tanya Indro.
"Manis......apa lagi di kasih buah ceri di pinggir gelas biar cantik dan menarik," kata Dono.
"Ceri atau seri," saut Indro.
"Tahu aja becanda. Kan gak ada buah ceri....cuma apel," kata Dono sambil memakan apel.
"Syukurin ada rezeki...jadi kamu menikmati buah apel malang," kata Indro.
"Iya...Alhamdulilah. Omong-omong..enak rumah ini Indro. Pemandangan ke area persawahan," pujian Dono.
"Saya punya cita-cita. Jika saya berhasil dari kota balik ke desa membeli rumah dekat area sawah. Terlihat suasana lukisan kehidupan sebenarnya," kata Indro.
"Dasar..anak deso. Jauh-jauh pergi ke kota untuk mencari jawaban dari perjalan hidup untuk ke dewasaan. Ehhhhh....balik juga..membangun desanya......," kata Dono.
"Itulah...hidup. Di kota itu suntuk penuh dengan percepatan moderisasi. Akhirnya rakyat Indonesia lupa dasar kita...ya...petani..semuanya," kata Indro.
"Iya..lupa. Anak bangsa..ini. Padahal yang benar pertanianlah..hidup orang-orang di negeri. Maka di sebut tanah surga. Bentuk tanaman apa bisa tumbuh di negeri ini. Negeri yang kaya......cuma bagaimana cara mengolahnya....agar lebih baik untuk anak cucu," penjelasan Dono.
"Itulah...hidup di desa nyaman," kata Indro.
"Jalan-jalan yooooo Indro...," ajakan Dono.
"Ayo."
Dono beranjak dari duduknya dan juga Indro. Berjalan mereka berdua melihat daerah sekitar lebih dekat. Sawah terlihat masih baru di olah para petani. Dono pun senang sampai pola pikirnya kembali seperti anak-anak. Dono melihat seekor kepiting di pinggir aliran pematang sawah. Dono segera menangkapnya untuk di mainkan.
"Lucu ....Indro."
"Iya...Dono...akhirnya..kamu lebih senang hidup dekat dengan alam seperti ini."
"Benar.....hidup di kota itu jenuh. Penuh dengan ambisi semua orang untuk jadi ini dan itu. Agar kaya. Padahal hidup yang menyenangkan dekat dengan alam...seperti ini. Bermain, bergembira, dan mengolahnya sesuai dengan keinginan saya. Dan tidak di buru waktu. Sama dengan kepiting yang saya pegang ini....siklus kehidupannya normal. Gak seperti di kota abnormal semuanya."
"Maksudnya? Pura-pura..ya Dono."
"Yo.i."
Dono pun melepaskan kepiting di lempar ke aliran pematang sawah. Dono dan Indro menikmati sore hari dengan indah. Sampai seorang cewek dengan membawa motor metik lewat begitu saja.
"Wah..cantiknya..cewek....itu," kata Dono.
"Cantik...ya...Dono.... namanya Rara..kembang di sini. Mau......sama dia?" kata Indro.
"Kok gitu ngomongnya...," saut Dono.
"Nama..juga cowok setiap tikungan di mana pun ada gaetan. Itu wajar untuk memilih pasangan yang baik. Kan janur kuning belum melengkung antara kamu dengan Wulan," kata Indro.
"Iya..... tapi...enggak bisa," kata Dono.
"Enggak bisa atau takut...sama Wulan?" tanya Indro.
"Sebenarnya..sih takut. Komitmen kesetiaan ini yang bikin repot. Wulan minta sama saya. Selagi saya sanggupi ya saya sanggupi dengan penuh kejujuran. Toh.....lebih baik seperti ini. Setia pada satu wanita. Bukan ....Setia Band," kata Dono.
"Iya..bukan Setia Band. Tapi setia pada pasangan hidup. Berarti kamu orang yang bisa memegang komitmen. Jarang cowok seperti itu. Lebih banyak mendua, mentiga, dan seterusnya. Dengan alasan agama di bawa-bawa," kata Indro.
"Poligami," saut Dono.
"Yo.i," saut Indro.
"Kalau masalah itu sih.....ibarat selera makan ajalah. Toh yang paling repot bukan hubungan antara pria dan wanita. Tapi anak itu penting. Padahal kalau di sorotin di pembicaraan mana pun lewat jaringan apa pun malah lebih banyak berkenaan dengan hubungan pria dan wanitanya. Tapi harusnya anak dan anak lagi," kata Dono.
"Benar..kata kamu Dono. Ibarat selera makan kalau urusan poligami. Tapi tetap anak...jawabannya yang tepat."
Tiba-tiba perut Dono berbunyi dan Indro mendengarnya.
"Laper Dono?" tanya Indro.
"Iya...saya baru makan apel malang deh ...nasip ku...laper lagi."
"Dasar........perut gentong.....kamu Dono."
"Ayo cari makan di daerah sini."
"Ayo."
Dono dan Indro mencari kedai makan di daerah pedesaan akhirnya ketemu sebuah warung kecil yang menjual makan. Dono dan Indro masuk ke dalam kedai.
"Bagus juga kedai ini," pujian Dono.
"Yo.i...saya juga baru pertama."
"Mau pesan apa mas?" tanya pemilik Kedai.
"Rara," kata Dono dan Indro bersamaan.
"Iya..saya Rara, tapi bukan Rara penyanyi dangdut salah satu juara penyanyi dangdut yang diadakan Indosiar. Cuma Rara pemilik kedai makan di kampung ini."
"Oh....puncuk di cinta ulan pun tiba. Baru saja di omongin. Tetap saja ada jodoh," saut Indro.
"Maksudnya?" tanya Rara.
"Enggak... omongan 2 anak lelaki yang membicarakan kembang di desa ini. Ternyata pemilik kedai makan ini. Ya....kamu Rara," kata jujur Dono.
"Ohhhh..cuma itu. Saya kira...innnn,"
"Di kirain mau mengambil hati kamu...gitu," Indro langsung menyambung omongan Rara.
"Ya.....bisa gitu..sih," saut Rara.
"Sudah pesan makan dan minuman yang enak di kedai ini. Kalau obrolin tambah ngawur."
"Ok. Saya siapkan," kata Rara.
Rara langsung ke dapur untuk menyiapkan pesan Dono dan Indro.
"Dono...kok di setop pembicaraannya? Kan lagi asik....kenalanya," kata Indro.
"Asik..sih..asik. Tapi perut saya lapar. Nanti aja deh setelah makan ngobrolnya dengan Rara lebih kongkrit lagi...agar jadi teman kita," kata Dono.
"Sip..itu mau saya," kata Dono.
Rara pun membawa makan dan minuman yang di pesan Dono dan Indro dan di taruh di meja.
"Silakan di nikmati," kata Rara.
"Iya," saut Dono dan Indro bersamaan.
Dono yang kelaparan dengan antusias melahap makan yang enak dan minuman yang enak buatan Rara. Indro pun juga gak kalah antusiasnya.
"Enaknya...Indro," kata Dono.
"Enak...buatan kembang desa. Anaknya cantik pinter masak. Cerita orang sekitar...Rara pandai menyanyi," kata Indro.
"Dangdut atau Pop?" tanya Dono.
"Sinden...," jawab Indro.
"Sinden sama..aja..kaya Soimah.....pinter nyanyi, cantik....jangan-jangan pinter masak juga," kata Dono.
"Dono...kok..ngomongnya ..lancong ke Soimah?" tanya Indro.
"Biasa..itu..mah. Naikkin nama artis yang terkenal dan kaya di tambah pinter lagi nyanyinya......," kata Dono.
"Dasar..nyeleneh," kata Indro.
"Yo.i."
Dono dan Indro menikmati makan dan minuman buatan Rara. Sampai pesan satu posti lagi sama Rara untuk Dono. Sedangkan Indro cuma geleng-geleng kepala dengan nafsu makan Dono. Akhirnya perut Dono dan Indro kenyang. Lalu sambil menunggu pelanggan untuk membeli makan di kedai Rara. Dono dan Indro melanjutkan niatnya untuk mengenal lebih dekat dengan Rara. Dengan senang hati Rara menerima ajakan Dono dan Indro untuk ngobrol. Suasana makin akrap. Sampai waktu memisahkan semuanya karena azan di kumandangkan. Dono dan Indro tidak lupa membayar makan dan minuman yang di pesan mereka. Rara pun senang banget dengan pembeli yang baik hati dan mudah bergaul dengan baik. Dono dan Indro keluar dari kedai makanan menuju masjid untuk melaksanakan sholat magrib.
Karya: No
No comments:
Post a Comment