Setelah nonton Tv yang acara musik, ya seperti biasa sih...Budi duduk di depan rumahnya sambil menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu.
"Baca cerpen saja!" kata Budi.
Budi mengambil buku di bawah meja, ya buku di buka dengan baik dan di baca dengan baik gitu.
Isi cerita yang di baca Budi :
Di kota Chanderi, yaaa terdapat kepercayaan yang meluas terhadap roh wanita pemarah yang dikenal sebagai Stree. Selama festival keagamaan empat hari setiap tahun, dia dikatakan menguntit para lelaki di kota itu, membisikkan nama-nama mereka dan menyebabkan orang-orang menghilang jika mereka menoleh padanya. Untuk melindungi diri mereka, penduduk menulis "o stree kal aana" dengan darah di pintu-pintu mereka. Selain itu, para lelaki disarankan untuk tidak keluar sendirian setelah pukul 10 malam selama festival dan bergerak dalam kelompok demi keselamatan. Praktik ini mencerminkan paralelisme sosial dengan tindakan pencegahan yang biasanya disarankan kepada para perempuan untuk melindungi diri mereka sendiri.
Vicky, seorang penjahit wanita di Chanderi, bertemu dengan seorang gadis misterius, yang disebut sebagai Gadis Tanpa Nama, selama musim pooja tahunan dan jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Gadis itu meminta Vicky untuk menjahit lehanga. Namun, seringnya Vicky menghilang dan daftar belanja yang tidak biasa—yang berisi barang-barang seperti ekor kadal, bulu kucing putih, Bunga Datura, yaaa daging, dan brendi—menimbulkan kekhawatiran bagi temannya, Bittu, yang menduga bahwa gadis itu mungkin adalah Stree. Kecurigaan ini semakin dalam setelah teman lainnya, Janna, diculik oleh Stree. Vicky jugKeren Ekojadi waspada terhadap gadis itu dan menghadapinya, tetapi dia menghilang lagi.
Vicky, Bittu, dan Rudra Bhaiya, pustakawan kota dan seorang paranolog, yaaa mencari cara untuk menyelamatkan teman mereka Janna. Mereka menemukan buku yang sebagian robek berjudul Chanderi Puran di perpustakaan Rudra, yang merinci kisah Stree dan menyebutkan sebuah benteng tua. Vicky mengenali benteng itu dari kencannya dengan Gadis Tanpa Nama. Ketiganya mengunjungi benteng itu, yang diyakini sebagai sarang Stree, untuk menemukan Janna. Stree mengusir Bittu dan Rudra dan hampir menyerang Vicky tetapi menahan diri karena merasakan cinta dan rasa hormat di matanya. Dia kemudian ditolak oleh mantra gadis itu.
Kemudian, Gadis Tanpa Nama mengungkapkan bahwa dia telah mencoba mengalahkan Stree selama tiga tahun setelah kehilangan seseorang yang dekat dengannya, menjelaskan kehadirannya selama festival. Ini menegaskan bahwa dia dan Stree adalah makhluk yang berbeda. Pada malam yang sama, Stree melepaskan Janna atas permintaan Vicky, tetapi Vicky mulai mengalami episode kekerasan sporadis. Lebih banyak pria hilang ketika Janna yang kerasukan, di bawah pengaruh Stree, menghapus kata "besok" dari frasa pelindung di luar rumah, hanya menyisakan "o stree come", yang secara efektif mengundang Stree.
Vicky, Bittu, Rudra, dan Gadis Tanpa Nama memutuskan untuk berkonsultasi dengan penulis buku, Shastri, untuk mendapatkan solusi permanen guna menyelamatkan kota. Shastri mengungkapkan bahwa Stree dulunya adalah seorang pelacur yang sangat cantik yang diinginkan oleh semua pria di kota. Dia akhirnya menemukan cinta sejati dan siap menikah, tetapi pada malam pernikahan mereka, dia dan suaminya dibunuh oleh penduduk kota yang iri. Sejak saat itu, arwahnya mencari cinta sejatinya dan bermaksud menculik setiap pria di kota untuk membalas dendam.
Shastri menyebutkan ramalan tentang seorang juru selamat, dan Vicky tampaknya cocok dengan deskripsi itu. Namun, ketika dia ingat bahwa juru selamat itu adalah putra seorang pelacur, teman-temannya mengungkapkan bahwa dia memang putra seorang pelacur, yang membuatnya marah, dan dia pergi dengan frustrasi. Dalam keadaan mabuk, Vicky menghadapi ayahnya, yang diam-diam mengakui hal ini, memperdalam kekacauan Vicky. Akhirnya, Vicky merasa bersyukur atas kasih sayang ayahnya dan memutuskan untuk menyelamatkan kota yang telah menerimanya. Kelompok itu menyusun rencana untuk membunuh Stree, tetapi Vicky ragu-ragu setelah menyadari bahwa dia hanya mencari cinta dan rasa hormat. Gadis Tanpa Nama menyarankan untuk memotong kepang panjang Stree, sumber kekuatannya. Vicky mengikutinya, dan Stree menghilang.
Keesokan harinya, gadis itu meninggalkan kota, dan Vicky mengucapkan selamat tinggal padanya, lupa menanyakan namanya. Di dalam bus, dia menyatukan kepangan Stree dengan rambutnya sendiri sebelum menghilang, menyiratkan bahwa dialah penyihir yang mencari kekuatan Stree. Tahun berikutnya, Stree kembali ke Chanderi dan menemukan patung dirinya di pintu masuk kota, disertai dengan frasa baru: "o stree protect us". Penghormatan ini membuatnya menahan diri untuk tidak memasuki kota.
***
Budi selesai baca cerpen yang ceritanya bagus, ya buku di tutup dan buku di taruh di bawah meja gitu.
"Emmm," kata Budi.
Budi menikmati minum kopi dan makan singkong rebus gitu. Eko datang ke rumah Budi, ya motor di parkirkan di depan rumah Budi. Yaaa Eko duduk dengan baik, ya dekat Budi gitu. Di meja ada mainan di atas buku gambar gitu.
"Budi...ini poyoyo kan?!" kata Eko, ya sambil menunjuk mainan gitu.
"Poyoyo. Yang bener Pororo," kata Budi.
"Poyoyo!" kata Eko.
"Pororo," kata Budi.
"Oke. Yang benar adalah Pororo. Aku menyebut Poyoyo, ya sekedar becandaan saja!" kata Eko.
"Aku paham omongan Eko!" kata Budi.
"Budi membuat mainan dari kardus, ya Pororo...nilai kreatifitas saja!" kata Eko.
"Memang nilai kreatifitas. Ada kemauan pasti bisa membuat sesuatu yang di sukai," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Sebenarnya aku membuat satu mainan gitu!" kata Budi.
"Budi buat mainan satu lagi. Apa itu? Aku mau lihat dong!" kata Eko.
"Tunggu sebentar. Aku ambil mainannya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Budi mengambil mainan di bawah meja, ya di taruh di atas meja.
"Ini. Mainannya!" kata Budi.
"Topeng," kata Eko.
"Iya...topeng!" kata Budi.
"Power Rangers, ya banyak banget gitu. Ini topeng Power Rangers apa ya?" kata Eko, ya sambil berpikir panjang dengan tujuan mengingat sesuatu dengan baik gitu.
"Memang Power Rangers banyak sih. Mungkin dengan senjata khusus Ranger Merah, ya Eko ingat gitu," kata Budi.
Budi mengambil senjata Ranger Merah yang terbuat dari kardus di bawah meja, ya di taruh di atas meja.
"Ini senjata khusus Ranger Merah!" kata Budi.
Eko melihat senjata Ranger Merah di meja gitu.
"Ini senjata," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko mengambil senjata di meja gitu.
"Senjata Ranger Merah. Pedang drill. Power Rangers In Space!" kata Eko.
"Eko benar sekali. Power Rangers In Space!" kata Budi.
Eko mengambil topeng di meja dan di pakainya dengan baik.
"Aku sekarang jadi Ranger Merah," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Aku keren jadi Ranger Merah!" kata Eko.
"Keren Eko jadi Ranger Merah!!!" kata Budi.
Eko melepas topeng dan di taruh di meja gitu, ya senjata di taruh di meja juga gitu.
"Ide membuat mainan, ya acara Tv kan Budi?" kata Eko.
"Ya iyalah. Ide membuat mainan dari acara Tv!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Acara Tv, ya masih kaitannya dengan ekonomi!" kata Eko.
"Ekonomi dan ekonomi!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko mengambil buku gambar di meja gitu.
"Apa yang di gambar Budi di buku gambar ya?" kata Eko.
"Yang aku gambar di buku gambar, ya biasa sih...Eko...apa yang aku sukai gitu?" kata Budi.
"Yang di gambar Budi di buku gambar, ya apa yang di sukai Budi?" kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Aku buka, ya Budi...buku gambarnya!" kata Eko.
"Silakan Eko buka buku gambarnya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
Eko melihat dengan baik, ya gambar-gambar yang di buat Budi di buku gambar gitu, ya dari gambar Yoh Asakura, Anna Kyōyama, Tao Ren, Manta Oyamada, Hao Asakura, dan Amidamaru.
"Budi buat gambar di buku gambar...tokoh-tokoh Shaman King!" kata Eko.
"Iya. Aku buat tokoh-tokoh Shaman King!" kata Budi.
"Acara Tv...Shaman King!" kata Eko.
"Kartun!!!" kata Budi.
"Cerita Shaman King...bagus!!!" kata Eko.
"Bagi yang menyukai Shaman King, ya penilaiannya bagus!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Gambar yang di buat Budi...bagus!" kata Eko.
"Terima kasih Eko...pujiannya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Eko menutup buku gambar dan buku gambar di taruh di meja dengan baik gitu.
"Yaaa kalau begitu. Main permainan ular tangga saja!" kata Eko.
"Ya oke main permainan ular tangga!" kata Budi.
Budi mengambil permainan ular tangga di bawah meja, ya permainan di taruh di atas meja. Eko dan Budi main permainan ular tangga dengan baik gitu.
"Hidup ini tetap sama kan Eko?" kata Budi.
"Hidup ini tetap sama!" kata Eko.
"Manusia senang di puji apa di caci?" kata Budi.
"Manusia senang di puji, ya karena berhasilannya. Sedangkan cacian karena manusia membenci sesuatu dengan alasan ini dan itu sih," kata Eko.
"Manusia senang di puji karena berhasilanya!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Manusia yang di puji perasaannya senang!" kata Budi.
"Seperti rasa Budi...senang di puji sama aku, yaaa karena gambar yang di buat Budi bagus!" kata Eko.
"Iya sih...Eko. Aku akui sih. Gambar yang aku buat di buku gambar, ya aku senang di puji Eko...bagus gitu!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Sedangkan artis, ya artis di idolakan gitu. Artis di puji atas keberhasilannya...pasti rasanya senang banget!" kata Budi.
"Rasa senang artis di puji atas keberhasilan dari siapa pun, ya termasuk penggemar yang menyukai artis tersebut," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Jadi...pejabat pemerintahan di puji, ya atas keberhasilannya...rasa senang yang di rasakan!" kata Budi.
"Emmm," kata Eko.
"Emmm," kata Budi.
Budi dan Eko tetap asik main permainan ular tangga gitu.
No comments:
Post a Comment