"Eko," kata Budi.
"Apa?" kata Eko.
"Aku ingin membicarakan sesuatu?!" kata Budi.
"Sesuatu? Jangan-jangan urusan cewek?!" kata Eko.
"Ya...begitu lah," kata Budi.
"Kalau membicarakan cewek aku lagi males ah!" kata Eko.
"Kok...males?!" kata Budi.
"Kalau di omongin, ya di kaitan sama Purnama......, ya kan Budi?!" kata Eko.
"Ya....maunya gitu sih," kata Budi.
"Kan...jadinya beneran kan!" kata Eko.
"Ok...ok.....tidak di kaitkan. Sebatas obrolan saja!" kata Budi.
"Obrolan saja. Ya kalau itu sih aku oke sih!" kata Eko.
"Kalau sudah oke. Aku mulai. Permainan seandainya Eko, ya kalau Eko punya cewek yang kerjaannya artis. Bagaimana Eko?!" kata Budi.
"Awal pertemuan atau sudah tengah-tengah cerita dalam menjalin hubungan dengan cewek?!" kata Eko.
"Tengah-tengah hubungan dengan cewek, ya otomatis udah jadian lah!" kata Budi.
"Ya....seneng aja sih, ya punya cewek yang kerjaannya artis. Jadi artis kan banyak yang mengagumi. Ya aku selalu mendukung karir keartisannya baik," kata Eko.
"Karir keartisannya di dukung dengan baik. Kalau kontrak kerjanya, ya cewek itu jadian sama artis cowok dengan tujuan ini dan itu. Ya Eko jadi pacarnya, ya di suruh jadi pacar bayang-bayang gitu," kata Budi.
"Cemburu iya. Dia bersama cowok lain. Semua gara-gara kontrak kerja. Yang di takutin, ya dia berpaling dari aku," kata Eko.
"Cewek itu merasa apa enggak ya? Karena dari sisi cowok sih....obrolannya!" kata Budi.
"Kalau aku membaca buku tentang cewek ini dan itu. Ya merasa sih cewek itu kalau dirinya bersama cowok lain, ya cewek itu gelisah sih, ya pacarnya rasa cemburunya ada yang kelihatan dan ada tidak, ya di lihat di pisikologisnya sih," kata Eko.
"Ooooo ada rasa gelisahnya toh. Bisa di bisa di bilang rasa bersalah?!" kata Budi.
"Ya...bisa di bilang gitu sih!" kata Eko menegaskan omongan Budi.
"Ujian cinta," kata Budi.
"Memang ujian cinta. Tapi makan hati banget," kata Eko.
"Ya...makan hati. Sakit deh!" kata Budi.
"Kalau permainan seandainya Budi punya cewek artis gimana?!" kata Eko.
"Jadi giliran aku toh?!" kata Budi.
"Ya!" kata Eko.
"Kalau aku sih. Memang mendukung karir keartisannya. Tapi jika cewek itu dapet kontrak kerja, ya hubungan dengan cowok, ya artis demi tujuan ini dan itu. Ya aku sebagai cowoknya menolaknya!" kata Budi.
"Kok di tolak. Ceweknya Budi, ya dapet uang banyak dari kotrak kerja gitu. Apa lagi zaman sekarang, ya uang itu penting demi memenuhi kebutuhan ini dan itu. Ya hidup mewah?!" kata Eko.
"Aku males jadi pacar bayang-bayang!" kata Budi.
"Males jadi pacar bayang-bayang karena rasa cemburu itu di tunjukkan dengan baik. Ya kemungkinan sih, ya dia berpaling dari Budi," kata Eko.
"Ya begitu lah. Ya aku sebenarnya sebagai cowok, ya harus bisa membahagiakan cewek itu," kata Budi.
"Kalau permainan ini....seandainya Budi kaya, ya otomatis Budi bisa membahagiakan cewek itu. Kalau kenyataan, ya kacau urusannya," kata Eko.
"Kalau permainan seandainya, ya bisa lah. Tapi jangan kenyataan. Kan masih berusaha jadi kaya," kata Budi.
"Kalau permainan seandainya....jadi kenyataan. Aku sih mengiklaskan cewek itu dengan cowok yang kontrak kerjanya gitu. Aku tidak ingin menjadi pacaran bayang-bayang," kata Eko.
"Kalau permainan ini di mainkan kekenyataan, ya aku setuju dengan Eko. Mengiklaskan cewek itu dengan cowok yang kontrak kerja, ya hubungan cinta sih. Ya tegasnya. Males jadi pacar bayang-bayang!" kata Budi
"Ya...sudahlah permainan seandainya. Lebih baik. Main catur!" kata Eko.
"Ok...main catur!" kata Budi.
Budi mengambil papan catur di bawah meja, ya di taruh di atas meja papan catur. Budi dan Eko menyusun dengan baik, ya bidak catur di atas papan catur. Keduanya main catur dengan baik, ya sambil menikmati minum kopi dan gorengan. Sekitar lima belas menit, ya Budi dan Eko main catur berhenti, ya karena Abdul dateng, ya telah memarkirkan dengan baik motornya di depan rumah Budi. Abdul duduk bersama Eko dan Budi. Jadi ketiganya memutuskan main kartu remi, ya sambil menikmati minum kopi dan makan gorengan lah.
No comments:
Post a Comment