CAMPUR ADUK

Wednesday, October 30, 2019

DAYANG RINDU

Di negeri Tanjung Iran, tersebutlah Seorang puteri nan ayu parasnya. Konon ia berparas bidadari dengan tubuh selembut sutera dan kulit kuning purnama. Dayang Rindu namanya.

Keelokan paras Dayang Rindu tersebar bersama angin ke seluruh penjuru negeri dan tak luput ke negeri tetangga. Pangeran Riya seorang penguasa kerajaan Palembang salah satunya.

"Tentunya kau telah mendengar kabar dari Tanjung iran. Ceritakan Kepadaku ihwal tentang Dayang Rindu, Kriya Niru adikku!" kata Pangeran Riya di paseban kerajaan Palembang.

"Tak ada tanding di negeri manapun, pangeran, Senyumnya bak bunga merekah, kulitnya seputih pelepah pisang basah, rambutnya mengkilat selembut sutera terurai bagai Gelombang, wajahnya bak purnama sebulan."

Mendengar cerita itu Pangeran Riya terbayang-bayang terus wajah Dayang Rindu. Ia sering tercenung dan melamun. Berbulan-bulan Pangeran Riya menahan asmara, merindu cinta, makan terasa tak makan, tidur serasa tak tidur, Sementara waktu terus berjalan, Dayang Rindu terus membayang. Karena tak lagi bisa menahan, diutusnya, rombongan kerajaan Palembang untuk meminang Dayang Rindu. Rombongan berangkat dengan kapal dengon dipimpin oleh Ki Bayi Metik dan tumenggung Itam dan Kriya Niru menuju Tanjung Iran.

Kapal melintas samudera melewati pulau Bangka, Kratas, dan Teladas ke negeri Kota Agung diarahkan. Kapal besar yang memiliki perlengkapan peran itu membawa banyak perhiasan dan busaha untuk dipersembahkan bagi Dayang Rindu.

Setelah mendarat ketiga orang bangsawan besar dari Palembang itu menghilir untuk melamar Dayang Rindu. Mereka di sambut oleh Kriya Carang dan Wayang Semu Puteri Dayang Rindu.

"......Ada maksud apa gerangan bangsawan Palembang datang ke negeri Tanjung Iran....? tanya Wayang Semu.

".....Kami membawa bermacam persembahan, 70 helai kulit macan, dengan sirih dan tembakau, gambir dan pinang, seperti uang, emas, dan perak, seperti kain kuning, 25 peti pertama bergambar bunga kencana dan pusaka keris mulia, dengan maksud hendak meminang putrimu si Dayang Rindu...." jelas Tumenggung Itam.

"......Tumenggung Itam, maaf beribu maaf. Apa guna emas dan intan jika putriku tak dapat kuberikan. Ia sudah bertunangan dengan Ki Bayi Radin, anak Batin Pasak di Rambang."

".....Apa yang bisa kita perbuat jika pulang tidak dengan Dayang Rindu. Alangkah malunya kita kepada Pangeran Riya!" ucap Ki Bayi Metik setelah berbisik pada Tumenggung Itam.

"......Baiklah, Ki Bayi Metik adikku, juga kau Wayang Semu. Sebagai ksatria kami tidak akan mundur untuk membawa Dayang Rindu ke tanah Palembang. Jadi mari kita berperang, kalau saja aku tidak pulang ke Palembang dengan Dayang Rindu, lebih baik tulangku pulang dibawa gagak, darahku di bawa arus, mudik ke Palembang!"

Kriya Carang dan Wayang Semu tak dapat memilih. Mereka sangat gelisah. Yang mereka hadapi bukan pasukan kecil tetapi pasukan kerajaan yang tiada tanding. Semetara di kamarnya Dayang Rindu yang sudah mendengar berita tentang mendaratnya kapal besar dari Palembang dan maksud tujuannya meminta pegawainya memanggil Ki Bayi Radin. Sesampainya Ki Bayi Radin menemukan duka di wajah putri jelita itu. Mereka saling berpegangan tangan dan diam. Duduk berhadapan.

".....Ki Bayi Radin, kekasihku, Tetaplah kau di Tanjung Iran carilah gadis cantik lain olehmu. Aku akan berangkat ke Palembang."

".....Jodohku hanya kamu, Dayang Rindu!

"......Kalaupun aku jauh aku akan senantiasa mengenangmu" sahut Dayang Rindu......Dayang Rindu melepaskan tangan Ki Bayi Radin dan menyuruhnya pergi. Sementara ditinggalkan, Dayang Rindu menangis sendirian.

Di tengah malam yang gulita, pergilah Dayang Rindu ke kapal diiringi dua orang dayang ia tak menginginkan perang terjadi maka ia merelakan dirinya untuk di bawa ke Palembang. Tetapi semua di luar dugaan sang puteri. Dari kapal Ki Bayi Metik berteriak-teriak sesumbar setelah memperoleh Dayang Rindu tanda perlawanan. Penyerahan diri Dayang Rindu ke rombongan kerajaan Palembang mengagetkan seluruh negeri. Maka terjadilah pertempuran yang tak dapat lapi dielakkan. Pasukan Palembang yang bersenjata meriam, tombak dan bedil menggerus tanah Tanjung Iran dalam sekejap. Kriya Carang, Wayang Semu ayah puteri dan Ki Bayi Radin gugur dalam perang.

Sementara angin sayup menyentuh wajah sang puteri, ia menatap wajah sang kekasihnya jatuh lunglai mencium bumi untuk terakhir kali.

Sesampainya di negeri Palembang bertemulah Dayang Rindu dengan Pangeran Riya. Berkali-kali Dayang Rindu di bujuk tak juga ia takluk. Belum lagi sehari Dayang Rindu sampai kerajaan Palembang sudah diserbu oleh rombongan Singa Ralang, paman sang puteri, saat perang itulah Dayang Rindu mati karena tikaman yang tidak diketahui datangnya dari mana. Ia pergi dengan damai di bawa angin kembali ke Tanjung Iran bertemu dengan kekasihnya Ki Bayi Radin, diawan.

Karya : Dyah Indra Mertarirana

No comments:

Post a Comment

CAMPUR ADUK

MUMBAI XPRESS

Malam gelap bertabur bintang di langit. Setelah nonton Tv yang acara sepak bola. Budi duduk dengan santai di depan rumahnya sedang baca cerp...

CAMPUR ADUK